Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121579 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anto Yamashita Saputra
"Perubahan organisasi merupakan bagian dari siklus kehidupan bisnis yang normal dan tak terhindarkan. Jika dikelola dengan baik, perubahan organisasi berpeluang meningkatkan kinerja bisnis serta keselamatan dan kesehatan kerja suatu organisasi. Namun demikian, perubahan organisasi dapat pula memperburuk keadaan yang disebabkan oleh distress akibat perubahan pada elemen intrinsik di tempat kerja. Faktor lingkungan rumah, lingkungan sosial dan karakteristik individu juga merupakan faktor risiko distress yang harus dikelola organisasi pada saat melakukan perubahan. PT X melakukan perubahan organisasi di tahun 2022. Pasca perubahan, pekerja sering mengeluh munculnya gejala-gejala distress dengan berbagai tingkatan. Oleh karena itu, perubahan organisasi perlu dilakukan kajian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat gejala distress pekerja pasca perubahan organisasi, mengetahui hubungan faktor risiko distress dengan tingkat gejala distress dan mengetahui faktor risiko distress yang paling berhubungan secara simultan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada pekerja Fungsi K3 dan Fungsi Operasi dengan jumlah 193 responden pada bulan Mei – Juni 2023. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat gejala distress yang dialami pekerja pasca perubahan organisasi adalah 153 pekerja (79,3%) dengan tingkat rendah, 30 pekerja (15,5%) sedang dan 10 pekerja (5,2%) tinggi. Faktor risiko distress yang berhubungan signfikan dengan tingkat gejala distress adalah umur, bagian kerja, ketaksaan peran, konflik peran, beban kerja kuantitatif, beban kerja kualitatif, tanggung jawab terhadap orang lain, lingkungan rumah dan lingkungan sosial. Sementara faktor risiko distress yang paling berhubungan secara simultan dengan tingkat gejala distress adalah umur dan lingkungan rumah.

Organizational change is a normal and unavoidable part of the business life cycle. If managed properly, organizational change has the opportunity to improve business performance and occupational safety and health of an organization. However, organizational change can also exacerbate the situation caused by distress due to changes in intrinsic elements in the workplace. Factors of the home environment, social environment and individual characteristics are also risk factors for distress that must be managed by the organization when implementing change. PT X implements organizational change in 2022. After the change, workers often complain of symptoms of distress with various levels. Therefore, organizational change needs to be studied. This study aims to determine the level of symptoms of workers' distress after organizational change, to determine the relationship between risk factors for distress and the level of symptoms of distress and to determine the risk factors for distress that are most closely related simultaneously. This research is a quantitative study using a cross-sectional approach using questionnaires distributed to workers in the K3 Function and Operations Function with a total of 193 respondents in May - June 2023. The results showed that the level of distress symptoms experienced by workers after organizational change was 153 workers (79 .3%) with a low level, 30 workers (15.5%) medium and 10 workers (5.2%) high. Distress risk factors that are significantly related to the level of distress symptoms are age, work assignment, role ambiguity, role conflict, quantitative workload, qualitative workload, responsibility to others, home environment and social environment. While the risk factors for distress that are most related simultaneously to the level of distress symptoms are age and home environment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fajar Maulidi Tanjung
"Isu stres terkait kerja diakui sebagai masalah global. Industri manufaktur atau perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan beresiko lebih tinggi mengalami stres dibanding jenis pekerjaan lain. Stress kerja merupakan akibat dari satu atau beberapa interaksi bahaya psikososial di tempat kerja. Hasil survey intenal PT X pada tahun 2022 menunjukan bahwa stres kerja merupakan yang paling banyak yang dikeluhkan karyawan. Di area Hotpress Tren kecelakaan kerja bulan Januari-April 2022 terus meningkat dan angka absenteisme pada bulan Februari 2022 mengalami kenaikan dua kali lipat dibanding bulan sebelumnya. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor psikososial terhadap distress pada pekerja di area Hotpress PT X Penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan desain studi cross sectional. Data yang digunakan adalah data primer melalui kuesioner secara daring (online). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2022 – Juli 2022. Pekerja di area Hotpress PT. X didominasi oleh distress didominasi oleh tingkat distress sedang dan ringan hampir sebanding dengan masing-masing sebanyak 50% dan 49,2% serta tingkat distress berat sebanyak 2 orang (0,8%). Semua variabel faktor psikososial didominasi oleh kategori kondisi “kurang baik” kecuali variabel budaya organisasi. Berdasar uji T Independent didapat bahwa setiap jenis kelamian (p=0,683) baik laki-laki maupun perempuan memiliki rata-rata tingkat distress yang sama. Berdasarkan uji anova diketahui setiap status pernikahan (p=0,111) baik belum menikah, menikah maupun cerai memiliki rata-rata tingkat distress yang sama. Berdarakan uji Chi-square didapat variabel usia (p=0,746; OR=1,142), masa kerja (p=0,704; OR=0,905), budaya organisasi (p=0,202; OR=1,432), pengembangan karir (p=0,699; OR=1,119), kontrol pekerjaan (p=0,097; OR=0,645) dan desain pekerjaan (p=0,794; OR=1,073) tidak ada hubungan dengan tingkat distress. Sedangkan varibel peran dalam organisasi (p=0,001; OR; 2,349), hubungan interpersonal (p=0,007; OR=2,056), hubungan rumah dan tempat kerja (p=0,000; OR 3,505), Beban kerja (p=0,003; OR=2,193), jadwal kerja (p=0,021; OR=1,851) dan kondisi lingkungan fisik kerja (p=0,000; OR=7,597) memilihi hubungan dengan distress. Berdasarkan hasil penelitian perlunya perbaikan terkait kondisi pada variabel peran dalam organisasi, pengembangan karir dengan kejelasan karir, kontrol pekerjaan dengan melibatkan pekerja, hubungan interpersonal tempat kerja dengan , hubungan rumah dan tempat kerja, desain kerja, beban kerja dengan mengevaluasi beban pekerja dengan kemampuannya, jadwal kerja dan kondisi lingkungan fisik kerja.

The issue of work-related stress is recognized as a global problem. Manufacturing industries or companies engaged in processing are at higher risk of experiencing stress than other types of work. Job stress is the result of one or more psychosocial threatening interactions at work. The results of PT X's internal survey in 2022 showed that work stress was the most complained of by employees. In the Hotpress area, the trend of work accidents in January-April 2022 continues to increase and the absentee rate in February 2022 has doubled compared to the previous month. The purpose of this study is to analyze psychosocial factors on the pressure on workers in the Hotpress area of ​​PT X. This research will be conducted using a quantitative approach and a cross sectional study design. The data used is primary data through a bold questionnaire (online). This research was conducted in March 2022 – July 2022. Workers in the Hotpress area of ​​PT. X is dominated by distress, which is dominated by moderate and mild difficulty levels, almost equal to 50% and 49.2%, respectively, and 2 people (0.8%). All psychosocial factor variables are dominated by the “unfavorable” condition category except for the organizational culture variable. Based on the Independent T test, it was found that each sex type (p = 0.683) both men and women had the same average level of distress. Based on the ANOVA test, it is known that each marital status (p = 0.111) is either unmarried, married or has the same average stress level. Based on the Chi-square test, the variables were age (p=0.746; OR=1.142), years of service (p=0.704; OR=0.905), organizational culture (p=0.202; OR=1.432), career development (p=0.699; OR =1.119), job control (p=0.097; OR=0.645) and job design (p=0.794; OR=1.073) had no relationship with the level of distress. While the role variables in the organization (p=0.001; OR; 2.349), interpersonal relationships (p=0.007; OR=2.056), home and work relations (p=0.000; OR 3.505), workload (p=0.003; OR= 2.193, work schedule (p = 0.021; OR = 1.851) and physical work environment conditions (p = 0.000; OR = 7.597) choose the relationship with difficulty. The results of the study need improvements related to conditions on role variables in the organization, career development with career careers, work control by involving workers, workplace interpersonal relationships with e-mail, home and workplace relations, work design, workloads with workers' workloads with their abilities, work schedules and physical conditions of the work environment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinjani Ramadhani
"Efektivitas perubahan organisasi salah satunya dipengaruhi oleh komitmen perubahan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh yang diberikan oleh kepercayaan organisasi dan gaya kepemimpinan change leadership terhadap komitmen perubahan. Penelitian lanjutan dilakukan untuk melihat pengaruh kepercayaan organisasi dan gaya kepemimpinan change leadership terhadap masing-masing dimensi komitmen perubahan, yaitu komitmen afektif, kontinuans, dan normatif perubahan. Pengukuran kepercayaan organisasi menggunakan Organizational Trust Inventory, change leadership diukur dengan Change Leadership Inventory, dan pengukuran komitmen perubahan menggunakan Commitment to Change Inventory. Berdasarkan data yang diperoleh dari 276 responden didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kepercayaan organisasi dan change leadership terhadap komitmen perubahan (R2=0,252, p<0.05), namun pengaruh yang diberikan oleh kepercayaan organisasi (R2=0,096, p<0.05) lebih besar dibandingkan change leadership (R2=0,044, p>0.05).

Effectiveness of organizational change is influenced by commitment to change. This research was conducted to identify the impact of organizational trust and change leadership to commitment to change. Further research is also conducted to see the identify the impact of organizational trust and change leadership to each dimensions of commitment to change, namely affective, continuans, and normative commitment to change. Organizational trust measured by Organizational Trust Inventory, change leadership measured by Change Leadership Inventory, and commitment to change measured by Commitment to Change Inventory. Based on data from 276 respondents, the result of this research revealed that there is an impact of organizational trust and change leadership to commitment to change (R2= 0,252, p<0.05), which organizational trust is higher than change leadership (R2=0,096, p=<0.005)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52697
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anharudin
"Cardiovasculer Diseases (CVD) adalah penyakit jantung yang meliputi empat hal yaitu (1) coronary arterial diseases (CAD) atau penyakit jantung koroner (PJK); (2) cerebrovaskular diseases termasuk stroke dan ischemic transient attack (TIA); (3) penyakit arteri yaitu perifer arterial diseases (PAD) dan (4) aterosklerosis aorta. CVD menjadi salah satu pembunuh nomor satu di dunia, karena banyak faktor risiko yang mempengaruhi baik yang dapat dimodifikasi dan yang tidak bisa dimodifikasi sehingga sulit ditangani. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis berbagai faktor yang berhubungan dengan kejadian CVD di PT. X. Untuk saat ini di PT. X faktor risiko yang bepotensi menyumbang kejadian CVD 10 tahun mendatang sudah mulai muncul berdasarkan data kesehatan pemeriksaan kesehatan rutin tahunan pekerja tahun 2021. Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan tahunan 2021 terdapat peningkatan faktor risiko CVD meliputi angka obesitas 65,5%; kolesterol total tinggi 50,13%; diabetes mellitus 4,3 % dan hipertensi 5,79%. Studi ini merupakan studi cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dengan menganalisis data primer dan sekunder untuk menggambarkan faktor risiko CVD termasuk prediksi 10 tahun mendatang bagi para responden menggunakan metode Framingham Risk Score (FRS), Skor Kardiovasar Jakarta (SKJ) dan WHO Chart serta menganalisis risiko CVD di PT X tahun 2022. Penelitian ini menemukan bahwa dengan metode Framingham Risk Score (FRS); Skor Kardiovaskuler Jakarta (SKJ) dan WHO Chart diperoleh persentase responden dengan risiko tinggi terjadinya CVD masing-masing adalah (10,2%); (18,7%) dan (1,7 %) dengan (n=235). Hasil penelitian juga menunjukan dari beberapa faktor risiko didapatkan bahwa (46,0%) responden berusia dibawah 40 tahun dan (77,0%) responden berjenis kelamin laki-laki., sedang untuk faktor risiko CVD merokok didapatkan (26,8%); BMI dengan obesitas (26%); HDL poor (34,5%); kolesterol total tinggi (37,9%); diabetes militus (10,6 %); tekanan darah tinggi (11,9%) dan mempunyai aktivitas rendah (93,2%). Faktor risiko dominan berupa merokok dari hasil analisis diperoleh pula nilai (OR=13,7), artinya seseorang yang merokok mempunyai peluang 13,7 kali berisiko lebih tinggi mengalami CVD dibandingkan dengan seseorang yang tidak merokok. Selain merokok adalah diabetes mellitus, dengan nilai (OR=7,6) artinya seseorang yang mengalami diabetes mempunyai peluang 7,6 kali berisiko lebih tinggi mengalami CVD dibandingkan dengan seseorang yang tidak diabetes mellitus. Juga HDL, dari hasil analisis diperoleh nilai (OR=7,7), artinya seseorang yang memiliki HDL rendah mempunyai peluang 7,7 kali berisiko lebih tinggi mengalami CVD dibandingkan dengan seseorang yang HDL tinggi. Secara garis besar masukan terhadap perusahaan adalah program pencegahan CVD agar dibuat continues dan serentak di berbagai Region atau Unit, serta meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pekerja akan pentingnya menjaga kesehatan dan menerapkan reward dan konsekuensi secara lebih konsisten.

Cardiovascular Diseases (CVD) is heart disease which includes four major diseases, namely (1) coronary arterial diseases (CAD) or coronary heart disease (CHD); (2) cerebrovascular diseases including stroke and ischemic transient attack (TIA); (3) arterial disease, namely peripheral arterial diseases (PAD) and (4) aortic atherosclerosis. CVD is one of the number one killer diseases in the world, because there are many modifiable and non-modifiable risk factors that affect it and making it difficult to treat. The purpose of this study was to analyse various factors related to be CVD at PT. X. Currently at PT. X risk factors that have the potential to contribute to be CVD in the next 10 years have started to appear based on the health data for the 2021 annual routine medical examination of workers. Based on the results of the 2021 annual health examination, there is an increase in CVD risk factors including an obesity rate of 65.5%; high total cholesterol 50.13%; diabetes mellitus 4.3% and hypertension 5.79%. This study is a cross-sectional study with a quantitative approach by analysing primary and secondary data to describe CVD risk factors including predictions for the next 10 years for respondents using the Framingham Risk Score (FRS) method, Jakarta Cardiovascular Score (SKJ) and WHO Chart as well as analysing CVD risk at PT X in 2022. This study found that using the Framingham Risk Score (FRS) method; The Jakarta Cardiovascular Score (SKJ) and the WHO Chart obtained the percentage of respondents with a high risk of developing CVD, respectively (10.2%); (18.7%) and (1.7%) with (n=235). The results of the study also showed that from several risk factors it was found that (46.0%) of respondents were under 40 years old and (77.0%) of respondents were male, while for CVD risk factors smoking was obtained (26.8%); BMI with obesity (26%); poor HDL (34.5%); high total cholesterol (37.9%); diabetes mellitus (10.6%); high blood pressure (11.9%) and have low activity (93.2%). The dominant risk factor in this study is smoking. From the results of the smoking analysis also obtained a value (OR = 13.7, meaning that someone who smokes has a 13.7 times higher risk of getting CVD compared to someone who does not smoke. Other dominant risk factor is diabetes mellitus, with a value (OR = 7.6) meaning that someone who has diabetes has a 7.6 times higher risk of getting CVD compared to someone who does not have diabetes mellitus. Also, HDL with the results of the analysis obtained a value (OR = 7.7), meaning that someone who has low HDL has a 7.7 times higher risk of getting CVD compared to someone with high HDL. Main input to the company is a CVD prevention program to be made continuously and simultaneously in various Regions or Units, as well as increasing employee knowledge and awareness of the importance of maintaining health and implementing rewards and consequences more consistently."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warda Yussy Rha
"Perawat merupakan salah satu profesi yang berisiko mengalami distres. Distres pada perawat dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti pada arena individu (jenis kelamin, usia, status pekerjaan dan masa kerja), arena kerja (ketaksaan peran, konflik peran, pengembangan karir, hubungan interpersonal, beban kerja dan lingkungan kerja), dan arena sosial (dukungan sosial dari supervisor dan dukungan sosial dari rekan kerja). Hal ini dapat memberikan dampak pada perawat seperti kelelahan, perilaku kasar, anxiety, peningkatan tekanan darah, kurangnya kepercayaan diri, penurunan efisiensi, dan lain-lain. Tujuan penelitian ini adalah mengambarkan tingkat distres dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat distres pada perawat ruang perawatan di RSUD X Tembilahan. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional yang dilakukan pada Mei-Agustus 2022. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang perawatan RSUD X Tembilahan. Distres diukur menggunakan kuesioner COPSOQ III dan NIOSH Generic Job. Data dianalisis menggunakan Chi-square dan regresi logistik ordinal. Ditemukan bahwa 28,9% perawat mengalami tingkat distres rendah,  68,9% perawat mengalami tingkat distress sedang, dan 2,2% perawat mengalami tingkat distress tinggi. Analisis regresi logistik ordinal menunjukkan bahwa perawat perempuan berisiko mengalami distres lebih tinggi dibandingkan perawat laki-laki (OR=4,03). Faktor risiko yang paling berpengaruh pada arena kerja dengan tingkat distress adalah konflik peran (OR=3,15) dan beban kerja (OR=3,8). Pengelolaan tingkat distres pada level organisasi dapat berupa melakukan pengawasan dalam pelaksanaan peraturan mengenai hak pekerja perempuan, memperhatikan deskripsi pekerjaan dan sumber daya  manusia yang dibutuhkan, monitoring status kesehatan perawat, menyeimbangkan beban kerja dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki perawat, dan mengupayakan sistem reward baik berupa materi maupun apresiasi terhadap hasil kerja untuk meningkatkan motivasi bagi perawat. Sedangkan pada level individu dapat berupa melaksanakan strategi perawatan diri yang sehat, work-life balance, dan melakukan relaksasi. Hal ini dibutuhkan untuk mencegah peningkatan tingkat distres pada perawat ruang perawatan di RSUD X Tembilahan.

Nursing is one of the stressful professions. Distress emerged on nurses due to various factors such as in the individual arena (gender, age, marital status and work experience), the work arena (role ambiguity, role conflict, career development, interpersonal relationships, workload and work environment), and the social arena (social support from supervisors and social support from colleagues). This can have an impact on nurses such as fatigue, harsh behavior, anxiety, increase of blood pressure, lack of self-confidence, decrease in efficiency, etc. This study aims to describe the level of distress and to analyze the factors affected with the level of distress on nurse in the treatment room at X Hospital Tembilahan. This study uses a cross-sectional study design that was conducted in May-August 2022. The population in this study were all inpatient nurse in X Hospital Tembilahan. The distress level is measured using the COPSOQ III and NIOSH Generic Job questionnaires. Data are analysed using chi-square and multiple logistic regression. such as in the individual arena (gender, age, employment status and years of service), the work arena (role ambiguity, role conflict, career development, interpersonal relationships, workload and work environment), and the social arena (social support from supervisors and social support from colleagues). This can have an impact on nurses such as fatigue, rude behavior, anxiety, increased blood pressure, lack of confidence, decreased efficiency, and others. The purpose of this study was to describe the level of distress and to analyze the factors that influence the level of distress in nurses in the treatment room at X Tembilahan Hospital. This study used a cross-sectional study design which was conducted in May - August 2022. The population in this study were all nurses in the X Tembilahan Hospital. Distress was measured using the COPSOQ III and NIOSH Generic Job questionnaires. Data were analyzed using Chi-square and ordinal logistic regression. It was found that 28.9% of nurses experienced low levels of distress, 68.9% of nurses experienced moderate levels of distress, and 2.2% of nurses experienced high levels of distress. Ordinal logistic regression analysis showed that female nurses had a higher risk of experiencing distress than male nurses (OR=4.03). The most influential risk factors in the work arena with a level of distress are role conflict (OR=3.15) and workload (3.8). Management of the level of distress at the organizational level can be in the form of supervising the implementation of regulations regarding the rights of women workers, paying attention to job descriptions and human resources needed, monitoring the health status of nurses, balancing the workload with the capacities of nurses, and pursuing a reward system in the form of material as well as appreciation of work results to increase motivation for nurses. Meanwhile, at the individual level, it can be in the form of implementing healthy self-care strategies, work-life balance, and relaxation. This is needed to prevent an increase in the level of distress in nurses in the treatment room at X Tembilahan Hospital."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
"Sektor ketenagalistrikkan menjadi salah satu pekerjaan yang berisiko dengan gangguan akibat paparan tekanan panas. Tekanan panas terjadi akibat dari kombinasi faktor-faktor lingkungan kerja, faktor-faktor pekerjaan dan faktor-faktor individu. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional yang dilakukan pada bulan Maret-Juni 2022 dengan 58 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apparent temperature yang dihasilkan berkisar antara 26oC - 42oC, dengan kelembaban relatif berkisar antara 38,1% hingga 58,2% dan dry bulb antara 24,8 oC hingga 37,7 oC. Setelah dinilai dengan menggunakan basic thermal risk assessment ditemukan bahwa mayoritas responden tergolong ke dalam kategori low- moderate yaitu 28 responden (48,3%), kemudian very high sebanyak 15 responden (43,1%) dan high sebanyak 5 responden (8,6%). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor individu yaitu usia, indeks massa tubuh, ketersediaan air minum, status aklimatisasi dan status kesehatan dengan tingkat risiko heat stress (nilai p <0,05). Berdasarkan hal tersebut, perusahaan disarankan untuk melakukan upaya lebih lanjut untuk pengendalian tekanan panas berupa pengendalian teknik, pengendalian administratif dan juga personal untuk meminimalisasi risiko heat stress.

The electricity sector is one of the riskiest jobs with disruptions due to exposure to heat stress. Heat stress occurs as a result of a combination of work environment factors, work factors and individual factors. This study is a quantitative study with a cross-sectional study design conducted in March-June 2022 with 58 respondents. The results showed that the apparent temperature ranged from 26oC - 42oC, with relative humidity ranging from 38.1% to 58.2% and dry bulb between 24.8oC to 37.7oC. After being assessed using a basic thermal risk assessment, it was found that the majority of respondents belonged to the low-moderate category, namely 28 respondents (48.3%), then very high as many as 15 respondents (43.1%) and high as many as 5 respondents (8.6% ). The measurement results show that there is no significant relationship between individual factors, namely age, body mass index, availability of drinking water, acclimatization status and health status with the level of risk of heat stress (p value <0.05). Based on this, the company is advised to make further efforts to control heat stress in the form of technical control, administrative control and also personal control to minimize the risk of heat stress."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naufal Ayudha Achmad
"Di era industri 4.0 dan perkembangan teknologi ini, seluruh sektor industri dituntut untuk memastikan perusahaannya memiliki suatu konsep ketahanan sistem dari segala macam potensi terjadinya variabilitas pada proses bisnis yang kemudian disebut sebagai konsep resilience. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan konsep safety resilience pada perusahaan industri pertambangan guna mengetahui tingkat kemampuan perusahaan tersebut dalam menghadapi kondisi tidak terduga. Desain studi penelitian ini berjenis deskriptif dengan metode semi kuantitatif dan menggunakan tools Resilience Assessment Grid (RAG) sebagai panduan wawancara. Pengambilan data dilakukan dengan meninjau dokumen perusahaan dan melakukan wawancara dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan hasil analisis, PT X memiliki unsur resilience dengan membandingkan reliabilitas perusahaan dengan besaran risiko. Tingkat implementasi konsep safety resilience pada PT X rata-rata memiliki persentase sebesar 87.9% yang termasuk tahap menuju resilience dengan rincian kemampuan respon (88.9%), kemampuan monitoring (89.2%), kemampuan belajar (86.1%), dan kemampuan antisipasi (87.6%). Pendekatan teknologi, baiknya kemampuan respon, dan komitmen dari petinggi perusahaan menjadi aspek pendukung tingginya tingkat implementasi konsep safety resilience pada PT X. Sedangkan, adanya ketimpangan tingkat persepsi risiko pada pekerja dan dasar pembelajaran perusahaan yang masih mengedepankan paradigma safety-I menjadi penghambat perusahaan dalam mengimplementasikan konsep safety resilience secara maksimal.

In the industrial era 4.0 and technological developments, all industrial sectors are required to ensure that their companies have a concept of system resilience from all kinds of potential for variability in business processes, which is then referred to as the concept of resilience. This study aims to analyze the application of the concept of safety resilience in mining industry companies to determine the level of the company's ability to deal with unexpected conditions. The design of this research study is descriptive with a semi-quantitative method and uses the Resilience Assessment Grid (RAG) tools as an interview guide. Data were collected by reviewing company documents and conducting interviews using the purposive sampling technique. Based on the results of the analysis, PT X has an element of resilience by comparing the company's reliability with the amount of risk. In addition, the level of implementation of the safety resilience concept at PT X has an average percentage of 87.9% which is included in the stage towards resilience with details on response-ability (88.9%), monitoring ability (89.2%), learning ability (86.1%), and anticipation (87.6%). The technological approach, good response-ability, and commitment from company officials are aspects that support the high level of implementation of the safety resilience concept at PT X. Meanwhile, the imbalance in the level of risk perception among workers and the company's learning base that still prioritizes the safety-I paradigm is an obstacle for companies to implement maximum safety resilience concept."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathul Masruri Syaaf
"Berkembangnya sektor Jasa Konstruksi yang semakin kompleks dan tingginya persaingan, seringkali menuntut pekerja bekerja maksimal sehingga kesehatan pekerja terabaikan. Hal ini berdampak pada kelelahan kerja, yang dapat memicu kecelakaan kerja. Penelitian ini ingin mengkaji hubungan antara faktor risiko kelelahan dengan kejadian kelelahan pada pekerja konstruksi di PT. X tahun 2022. Data terkait faktor diluar pekerjaan (usia, status gizi/IMT, dan masa kerja), dan faktor pekerjaan (durasi kerja, beban kerja, dan suhu lingkungan kerja) terhadap terjadinya kelelahan pekerja proyek PT. X diteliti menggunakan kuesioner, dengan desain penelitian analitik semi- kuantitatif dengan pendekatan cross sectional study. Data kuesioner dianalisis untuk melihat gambaran kelelahan kerja dan hubungan dua variabel menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan 33% responden mengalami kelelahan kerja sedang dan 67% kelelahan kerja rendah. Dari uji diferensial, terdapat hubungan antara status gizi (IMT), durasi kerja dan beban kerja (p 0,000) terhadap kelelahan kerja. Sedangkan faktor usia (p 0.426), masa kerja (p 0.412) dan suhu lingkungan kerja (p 1,000) tidak berhubungan dengan kelelahan. Kesimpulan penelitian ini bahwa beberapa variabel yang diteliti terbukti berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja konstruksi di PT. X. Rekomendasi terkait fatigue management perlu dijalankan oleh manajemen dan pekerja guna meminimalisir dan mengendalikan kelelahan serta meningkatkan produktifitas kerja di tempat kerja.

The development of Construction Services sector which is increasingly complex and high competition, often demands workers to work optimally so that their health is neglected. This has an impact on fatigue, which can lead to work accidents. This study aims to examine the relationship between fatigue risk factors and fatigue in construction workers at PT. X 2022. The data of non-work related factors (age, BMI, and years of service), and work-related factors (work duration, workload, and work temperature) on the occurrence of fatigue was examined using a questionnaire, with a semi-quantitative analytic research design with a cross sectional study approach. Data were analyzed using chi-square for the description of fatigue and relationship between two variables. The results showed 33% of respondents’ experienced moderate fatigue and 67% low fatigue. Inferential tests revealed a fatigue relationship between BMI, work duration, and workload (p 0.000). While the age (p 0.426), years of service (p 0.412) and working temperature (p 1.000) were not related to fatigue. The conclusion is several studied variables are proven related to fatigue in construction workers at PT. X. Recommendations related to fatigue management need to be carried out by management and workers to minimize and control fatigue and increase productivity."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfita Ayu Wirasati
"Penerapan perilaku kepatuhan pada protokol kesehatan COVID-19 seyogyanya dapat menurunkan penyebaran COVID-19, namun saat ini masih terjadi kasus di PT X. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis berbagai faktor yang berhubungan dengan perilaku kepatuhan protokol kesehatan COVID-19 pada Pekerja Perkantoran di PT X tahun 2022. Desain penelitian adalah cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Jumlah responden sebanyak 76 orang diambil secara acak sederhana. Data primer didapat dari kuesioner yang disebarkan dengan aplikasi googleform, dilengkapi dengan data observasi dan telaah dokumen. Hasil telitian menunjukkan tingkat kepatuhan protokol kesehatan COVID-19 sebesar 82,9%. Hasil analisis menunjukkan pada pria 5 kali lebih beresiko tidak patuh di banding Perempuan (OR 5,677), pada pekerja yang merasakan manfaat rendah 4 kali lebih beresiko tidak patuh (OR 4,329) dibanding yang merasakan manfaat tinggi, pada pekerja yang efikasi diri rendah 4 kali lebih beresiko tidak patuh (OR 4,329) dibandingkan yang efikasinya tinggi. Di samping itu, pada pekerja yang tidak mendapat dukungan lingkungan kerjanya 5 kali lebih berisiko tidak patuh (OR 5, 417) dibanding dengan pekerja yang mendapat dukungan lingkungan kerjanya, pekerja yang tidak mendapat dukungan keluarga 9 kali lebih beresiko tidak patuh (OR 9,02) dibanding dengan pekerja yang mendapat dukungan keluarga, begitu pula bagi pekerja yang merasakan tidak memadainya penghargaan dan sanksi 5 kali lebih beresiko tidak patuh (OR 5,211) dibanding pekerja yang merasakan penghargaan dan sanksi memadai. Penelitian ini mendapatkan tidak ada hubungan antara umur, status pernikahan, pengalaman, pengetahuan, ketersediaan instruksi, kerentanan yang dirasakan, keparahan yang dirasakan, hambatan yang dirasakan, isyarat untuk bertindak (faktor predisposisi), ketersediaan fasilitas dan sarana serta pelatihan dan promosi kesehatan (faktor pemungkin), dan tim inspektur (faktor penguat) dan perilaku kepatuhan prototol kesehatan COVID-19. Pandemi COVID-19 masih berlangsung hingga saat ini, maka Perusahaan masih perlu melakukan upaya pencegahan terhadap COVID-19 yaitu dengan meningkatkan program promosi kesehatan serta implementasi penghargaan dan sanksi. Promosi kesehatan disusun dengan melibatkan seluruh pekerja secara bottom up. Selain itu, mengikutsertakan keluarga pada program promosi kesehatan metode lebih interaktif dan dapat menjangkau seluruh usia. Penyusunan kriteria penghargaan dan sanksi dengan melibatkan pekerja dan diimplementasikans secara konsisten. Pekerja juga perlu untuk berkontribusi dengan saling mengingatkan untuk mematuhi protokol kesehatan COVID-19 dengan dukungan dari manajemen dan berperan aktif dalam penyusunan program promosi kesehatan dan kriteria penghargaan dan sanksi. Dan bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan menambah variabel, memperluas sasaran penelitian dan melanjutkan analisis multivariate

Implementation of compliance behavior with the COVID-19 health protocol should reduce the spread of COVID-19, but currently there are still cases at PT X. The purpose of this study was to analyze various factors related to establishing COVID-19 health protocol compliance behavior in office workers at PT. X year 2022. The research design was cross sectional with a quantitative approach. The number of respondents as many as 76 people were taken at simple random. Primary data were obtained from questionnaires distributed using the googleform application, completed with observation data and document review. The results showed that the level of compliance with the COVID-19 health protocol was 82.9%. The results of the analysis show that men are 5 times more at risk of non-compliance than women (OR 5,677), workers who feel low benefits are 4 times more at risk of non-compliance (OR 4,329) than those who feel high benefits, workers with low self-efficacy are 4 times were more at risk of non-compliance (OR 4,329) than those with high efficacy. In addition, workers who do not receive support from their work environment are 5 times more to be non-compliance (OR 5,417) compared to workers who do not receive support from their work environment, workers who do not receive family support are 9 times more likely to be non-compliance ( OR 9.02) compared to workers who received family support, as well as workers who felt inadequate rewards and sanctions were 5 times more likely to be non-compliance (OR 5,211) than workers who felt adequate rewards and sanctions. This study found that there was no relationship between age, marital status, experience, knowledge, availability of instructions, perceived susceptibility, perceived severity, perceived barriers, cues to action (predisposing factors), availability of facilities and facilities as well as training and health promotion (enabling factors), and a team of inspectors (reinforcing factors) and COVID-19 health protocol compliance behavior. The COVID-19 pandemic is still ongoing, so the Company still needs to take preventive measures against COVID-19, namely by increasing health promotion programs and implementing awards and sanctions. Health promotion is developed by involving all employees on a bottom-up basis. In addition, involving families in health promotion programs is more interactive and can reach all ages. Compilation of reward and sanction criteria by involving workers and implemented consistently. Workers also need to contribute by reminding each other to comply with the COVID-19 health protocol with support from management and take on the active role in the development of health promotion programs and award and sanction criteria. And for further researchers, they can develop research by adding variables, expanding research targets and continuing into multivariate analysis."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anugrah Budi Utama
"Tahun 2020 angka kecelakaan kerja di Indonesia mencapai 221.740 kasus. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecelakaan adalah iklim keselamatan kerja. Iklim keselamatan dapat dipengaruhi oleh faktor demografi (umur, jenis kelamin, jabatan, tingkat pendidikan, dan masa kerja). Terkait dengan iklim keselamatan kerja, di PT X belum pernah dilakukan pada proyek pengelolaan alat. Proyek Y adalah pilot project pengelolaan alat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis iklim keselamatan kerja di konstruksi PT X proyek Y. Penelitian cross sectional ini menggunakan kuesioner NOSACQ-50 untuk mengukur iklim keselamatan dan wawancara untuk triangulasi dan validasi data. Total pekerja di Proyek Y adalah 114 pekerja. Semua pekerja menjadi responden kuesioner NOSACQ-50, sedangkan informan kunci terdiri dari lima orang. Tingkat iklim keselamatan kerja di konstruksi PT X proyek Y adalah 3,03 yang termasuk kategori baik. Ada perbedaan signifikan pada iklim keselamatan berdasarkan jabatan dan tingkat Pendidikan pekerja. Iklim kerja tidak berhubungan signifikan dengan umur pekerja, meskipun berhubungan signifikan dengan masa kerja.

n 2020 the number of work accidents in Indonesia reached 221,740 cases. One of the factors that influence accidents is the safety climate. The safety climate can be influenced by demographic factors (age, gender, position, level of education, and years of service). Regarding the work safety climate, PT X has never done this on an equipment management project. Project Y is a pilot project management tool. This study aims to analyze the safety climate in the construction of PT X project Y. This cross sectional study used the NOSACQ-50 questionnaire to measure the safety climate and interviews for data triangulation and validation. The total number of workers in Project Y is 114 workers. All workers became respondents to the NOSACQ-50 questionnaire, while the key informants consisted of five people. The level of work safety climate in the construction of PT X project Y is 3.03 which is in the good category. There is a significant difference in the safety climate based on the position and level of education of workers. Safety climate is not significantly related to the age of workers, although it is significantly related to years of service."
2022: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>