Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209119 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hellin Septhreananda Damus
"Hukum adat menjadi pedoman yang penting bagi masyarakat adat untuk mengamankan keberadaan mereka dan sumber daya alam yang berada di dalam kawasan hutan adat dari penggunaan yang berlebihan baik dari pihak-pihak luar atapun dari masyarakat adat itu sendiri. Implementasi dari peraturan perundang-undangan yang berlaku belum berjalan dengan baik, Pemerintah masih memandang kawasan hutan adat sebagai salah satu sumber terbesar untuk perkembangan perekonomian Indonesia dengan menggunakan kebijakan pemerintah yang bersifat mengeksploitasi sumber daya alam dalam kawasan hutan adat yang dapat mengganggu hingga membahayakan kehidupan masyarakat adat disekitarnya. Pokok permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah pengakuan dan perlindungan hak atas tanah masyarakat hukum adat Dayak Lundayeh di Kabupaten Malinau Kalimantan Utara dan bagaimanakah peran dan tanggung jawab PPAT dalam sengketa hak atas tanah yang terjadi antar masyarakat adat Dayak Lundayeh di Kabupaten Malinau Kalimantan Utara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum Empiris dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan wawancara. Implementasi peraturan-peraturan yang ada terhadap hak ulayat masyarakat hukum adat di Kabupaten Malinau Kalimantan Utara belum dilakukan secara baik. Pemerintah hingga masyarakat Kabupaten Malinau mengakui keberadaan masyarakat hukum adat hingga wilayahnya, namun kurang memperhatikan hak-hak dari masyarakat hukum adat tersebut terutama hak ulayat dari masyarakat hukum adat itu. Dalam menjamin kepastian hukum untuk masyarakat hukum adat sebagai pemegang hak atas tanah bagi tanah milik mereka masing-masing maka haruslah dilakukan pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah pertama kali bagi mereka yang belum mendaftarkan tanahnya. Dalam kasus yang diangkat di penelitian ini, peran utama seorang PPAT adalah membantu dan mendukung proses kegiatan pendaftaran pertama kali bagi para pihak yang berkepentingan atau para pemegang hak atas tanah tersebut.

Customary law is an important guideline for indigenous peoples to secure their existence and natural resources within customary forest areas from excessive use either from outside parties or from the indigenous peoples themselves. The implementation of the applicable laws and regulations has not gone well, the Government still views customary forest areas as one of the biggest sources for Indonesia's economic development by using government policies that exploit natural resources in customary forest areas which can disrupt and endanger the lives of indigenous peoples surrounding. The main issues raised are how the recognition and protection of land rights of the Dayak Lundayeh customary law community in Malinau District, North Kalimantan and what are the roles and responsibilities of the PPAT in land rights disputes that occur between indigenous Dayak Lundayeh communities in Malinau District, North Kalimantan. This study uses empirical legal research methods using data collection tools in the form of literature studies and interviews. The implementation of existing regulations regarding the customary rights of customary law communities in Malinau District, North Kalimantan, has not been carried out properly. The government and the people of Malinau Regency recognize the existence of customary law communities and their territory, but pay little attention to the rights of these customary law communities, especially the ulayat rights of these customary law communities. In guaranteeing legal certainty for customary law communities as holders of land rights for their respective lands, land registration must be carried out. Land registration activities for the first time for those who have not registered their land. In the case raised in this study, the main role of a PPAT is to assist and support the process of first-time registration of interested parties or holders of land rights."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wibowo
"Tesis ini membahas mengenai dokumen pertanahan yang sangat penting karena merupakan dasar awal mula dikeluarkannya hak milik atas tanah yang kuat dan diakui oleh negara, yaitu Surat Keterangan Tanah (SKT). Proses penerbitan SKT yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang (dalam hal ini adalah kepala desa) termasuk mudah. Karena pemilik tanah dengan hak lama cukup membawa bukti-bukti dokumen kepemilikan hak lama atas tanah tersebut. Apabila dokumen tidak ada, maka pembuktian dapat dilakukan dengan cara memberikan bukti bahwa pihak pemohon maupun leluhurnya telah menempati tanah tersebut selama jangka waktu yang ditetapkan oleh undang-undang. Permohonan tersebut memang dicantumkan dikantor kepala desa atau kelurahan tempat tanah tersebut berada. Apabila lewat jangka waktu yang ditentukan, maka akan dikeluarkan SKT sebagai bukti kepemilikan atas tanah permulaan yang dapat segera dikuatkan dengan dilakukan pendaftaran tanah pertama kali untuk mendapatkan SKT. Pembuatan SKT yang mudah ini juga memberi dampak negatif, dimana seringkali timbul permasalahan persengketaan atas satu tanah yang sama namun terdapat 2 atau lebih alat bukti kepemilikan yang dipegang oleh pihak-pihak yang berbeda. Hal ini tentu sangat jauh dari harapan diciptakannya Undang-Undang Pokok Agraria yang bertujuan agar Hukum Tanah di Indonesia dapat berjalan dengan lancar dan jelas kepemilikannnya. Hasil penelitian ini adalah diperlukannya perbaikan dalam sistem prosedur pengeluaran SKT agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari.

This thesis discusses about the land documents that very important because it is the basic for the beginning of the issuance of land titles that was strong and recognized by the state, namely the Land Certificate. Land Certificate publishing process issued by the competent authority (in this case the head of the village) was easy. Because the owner of the land with the right long enough to bring documentary evidence of ownership rights over the land. If the document does not exist, then the proof can be done by providing evidence that the applicant nor their ancestors have occupied the land during the period established by law. The petition is posted at the office of the village head or village where the land is located. When passing the prescribed period, it will be removed land certificate as proof of ownership of land may soon start reinforced with land registration was first performed to obtain land certificate. This easi way for make land certificate also have a negative impact, which often raised the question of the dispute over the same ground, but there are 2 or more items of evidence of ownership held by different parties. This is very far from expectations creation of the Basic Agrarian Law which aims to Land Law in Indonesia can run smoothly and clearly about the ownership. The results of this study is the need for improvements in the system of expenditure procedures SKT so it will not causing problems in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laurensia Lefina Mulauli
"Di negara Indonesia dikenal adanya pluralisme hukum waris sebagaimana terdapat 3 (tiga) sistem hukum waris yang berlaku, antara lain hukum waris Islam, hukum waris perdata barat, dan hukum waris adat yang beraneka ragam mengikuti sistem kekeluargaan yang dianut oleh masing-masing suku bangsa di masyarakat. Tulisan ini disusun dengan metode penelitian doktrinal dan berfokus pada keberlakuan hukum waris adat Batak. Tulisan ini menganalisis bagaimana penyelesaian sengketa kewarisan yang terjadi pada keluarga Batak saat ini, apakah Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya masih memberlakukan ketentuan hukum waris adat Batak secara penuh, sebagai masyarakat bercorak patrilineal, yang hanya memberikan bagian waris kepada anak laki-laki saja, atau turut mengindahkan adanya pergeseran nilai waris adat patrilineal dengan turut memberikan bagian waris kepada anak perempuan berdasarkan pada kaidah hukum Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 179 K/SIP/1961 yang mempersamakan kedudukan dan hak ahli waris perempuan dan laki-laki dalam sistem waris adat patrilineal. Pertimbangan Majelis Hakim yang menyetarakan kedudukan laki-laki dan perempuan, serta membagi proporsi warisan secara adil dan merata, dalam beberapa putusan penyelesaian sengketa kewarisan keluarga Batak saat ini, tidak serta merta dapat dikatakan sebagai suatu bentuk peleburan hukum waris adat Batak terhadap konsepsi hukum waris perdata barat yang secara prinsip tidak membedakan kedudukan dan hak ahli waris menurut jenis kelamin. Majelis Hakim tetap memberlakukan hukum waris adat Batak terhadap keluarga berperkara dengan mengindahkan adanya pergeseran nilai waris adat patrilineal sebagaimana kaidah hukum Yurisprudensi MA dengan turut memberikan bagian waris kepada anak perempuan, sebab sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat adat Batak akan selamanya bersifat mengikat secara turun-temurun dan tidak dapat diubah di mana pun masyarakat adat Batak tersebut bertempat tinggal.

In Indonesia, there is known to be a pluralism of inheritance law as there are 3 (three) applicable inheritance law systems, including Islamic inheritance law, western civil inheritance law, and customary inheritance law which varies following the family system adopted by each ethnic group in the community. This paper is prepared with doctrinal research methods and focuses on the enforceability of Batak customary inheritance law. This paper analyzes how to resolve inheritance disputes that occur in Batak families today, whether the Panel of Judges in its legal considerations still applies the provisions of Batak customary inheritance law in full, as a patrilineal society, which only gives a share of inheritance to sons, or also heeds a shift in the value of patrilineal customary inheritance by contributing to giving a share of inheritance to daughters based on legal rules Supreme Court Jurisprudence No. 179 K / SIP / 1961 which equalizes the position and rights of female and male heirs in the patrilineal customary inheritance system. The consideration of the Panel of Judges who equalize the position of men and women, and divide the proportion of inheritance fairly and equitably, in some decisions on the settlement of Batak family inheritance disputes today, cannot necessarily be said to be a form of integration of Batak customary inheritance law to the conception of western civil inheritance law which in principle does not distinguish the position and rights of heirs according to sex. The Panel of Judges continues to apply Batak customary inheritance law to litigant families by heeding the shift in the value of patrilineal customary inheritance as the rule of Supreme Court Jurisprudence law by also giving a share of inheritance to daughters, because the patrilineal kinship system adopted by the Batak indigenous people will forever be binding for generations and cannot be changed wherever the Batak indigenous people live."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bagas Suristyo
"Perjanjian jual beli tanah yang dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan tanpa persetujuan pemilik Hak Atas Tanah adalah perbuatan hukum yang tidak dapat di lakukan. Peralihan kepemilikan tanah harus dilakukan dengan persetujuan dari pemilik Hak Atas Tanah. Terdapat pengawasan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah yang melakukan pelanggaran dengan diberikan sanksi, peran ini dilakukan pertama kali oleh Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah. Permasalahan dalam analisa tesis ini mengenai akibat hukum serta peran Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah terhadap Akta Jual Beli yang dibuat tanpa persetujuan pemilik hak atas tanah berdasarkan Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2127 K/PDT/2019. Penelitian hukum ini menggunakan bentuk penelitian doktrinal, dengan tipologi bersifat eksplanatoris dan data sekunder yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis ini adalah pembuatan Akta Jual Beli No 48/2011 berdasarkan keterangan palsu dan tandatangan palsu tidak dapat dijadikan alat bukti terjadinya jual beli dan batal demi hukum karena terlanggarnya syarat sah perjanjian mengenai kesepakatan para pihak. Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah dapat memanggil PPAT untuk dimintai pertanggungjawaban dengan diberikan rekomendasi sanksi mengenai akta dengan keterangan palsu, tanda tangan palsu, dan kurangnya dokumen buku nikah karena tanah tersebut merupakan harta bersama.

A land sale and purchase agreement made before a land deed official without the consent of the owner of land rights is a legal act that cannot be carried out. The transfer of land ownership must be carried out with the approval of the owner of the Land Right. There is supervision of the Land Deed Making Officials who commit violations and are given sanctions, this role is carried out for the first time by the Regional PPAT Advisory and Supervisory Board. The problem in the analysis of this thesis concerns the legal consequences and the role of the Regional PPAT Advisory and Supervisory Board for the Deed of Sale and Purchase made without the consent of the owner of land rights based on the Study of Supreme Court Decision Number 2127 K/PDT/2019. This legal research uses a form of doctrinal research, with an explanatory typology and the secondary data collected is then analyzed qualitatively. The result of this analysis is that the deed of sale and purchase No. 48/2011 based on false information and fake signatures cannot be used as evidence of the sale and purchase and is null and void by law because the terms of the legal agreement regarding the agreement of the parties are violated. The Regional PPAT Advisory and Supervisory Board can summon the PPAT to be held accountable by giving recommendations for sanctions regarding deed with false statements, fake signatures, and lack of marriage book documents because the land is joint property."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Makagiansar, Gerry
"Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia sejak manusia tersebut lahir sampai dengan meninggal dunia, manusia senantiasa membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal hidupnya, oleh karena itu dapat disimpulkan, tanah adalah tempat manusia tinggal, tempat darimana manusia berasal, dan juga tempat kemana mereka akan pergi. Studi kasus yang akan dibahas dalam tesis ini memaparkan tentang apa yang terdapat dalam teori belum tentu sepenuhnya benar, karena dalam Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 582 PK/Pdt/2011 antara Perkumpulan Kelompok Tani Pemberdayaan Masyarakat Tani dan Nelayan Pesisir Pantai Kabupaten Mamuju Utara melawan PT. Unggul Widya Teknologi Lestari berakhir dengan kemenangan Pihak Kelompok Tani. Kelompok Tani ini memiliki tanah tersebut atas dasar lokasi dibuka sendiri maupun secara berkelompok yang berasal dari Tanah Negara seluas kurang lebih 2722 Ha (dua ribu tujuh ratus dua puluh dua hektar) sejak Tahun 1982 (seribu Sembilan ratus delapan puluh dua) yang terletak di Kabupaten Mamuju Utara, Propinsi Sulawesi Barat yang akhirnya dikukuhkan oleh Pemerintah Desa dan Kabupaten Mamuju pada Tahun 1994 yaitu dikeluarkannya SKP (Surat Keterangan Pemilikan Tanah), SKT (Surat Keterangan Tanah) dan Sporadik tentang Pemberian Hak Kepemilikan atas Tanah Negara, sedangkan PT. Unggul Widya Teknologi Lestari memiliki tanah tersebut berdasarkan Sertipikat HGU (Hak Guna Usaha) yang mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Negara Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Republik Indonesia Kabupaten Mamuju Utara. Seperti apakah kekuatan dan kepastian hukum yang diberikan oleh Hukum Negara Indonesia terhadap hak prioritas atas tanah bagi masyarakat adat setempat, khususnya dalam Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 582 PK/Pdt/2011 dan apakah putusan Majelis Peninjauan Kembali sudah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku.

The soil is basic human needs since human beings are born to die, humans always need land as a place to live his life, therefore it can be inferred, the land is where humans live, a place where humans came from, and also the place where they will go. Case studies will be discussed in this thesis lays out about what there is in theory not necessarily entirely correct, because in the Interim Review of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 582 PK/Pdt/2011 between farmer groups Gathering community empowerment of farmers and fishermen Coastal North Mamuju Regency against PT. Superior Sustainable Technology Widya ended with the victory of The farmers group. This group of farmers have land on the basis of such a location was opened and in groups originating from the State land covering an area of approximately 2263 Ha (two thousand seven hundred twenty-two acres) since 1982 (one thousand nine hundred eighty-two) located in North Mamuju Regency of West Sulawesi Province, which was eventually confirmed by the Government of the village and Mamuju Regency in 1994, namely the promulgation of the SKP (Affidavits Landholdings), SKT (Ground Clearance) and Sporadic on Granting ownership of State land, while PT Widya Superior Sustainable Technologies have the land based on the certificate HGU (Business use rights) are getting recognition from the Government of the Republic of Indonesia issued by the Agency of the Republic of Indonesia Land North Mamuju Regency. Such is the power and legal certainty afforded by State law rights against Indonesia's top priority lands for indigenous peoples, especially in the Review Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 582 PK/Pdt/2011 and whether the verdict of the judicial review is in accordance with the rules applicable law."
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiza Pramita Swary
"ABSTRAK
Salah satu wujud eksploitasi sumber daya alam yang semakin marak saat ini adalah pertambangan pasir. Untuk melakukan pertambangan pasir tidak dapat dilakukan secara serta merta, melainkan Negara dalam hal ini adalah pemerintah telah menerapkan kebijakan-kebijakan berkaitan dengan proses pertambangan tersebut, dengan mempertimbangkan proses pencarian lahan, saat penambangan dan pasca tambang yang dituangkan ke dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan beberapa regulasi lain turunannya. Sebelum melakukan pertambangan pasir, diperlukan pencarian lahan yang tepat sebagai obyek penambangan, dan untuk mendapatkan lahan tersebut berkaitan erat dengan perolehan hak atas tanah yang dapat dilakukan dengan cara peralihan hak atas kepemilikan tanah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang bersifat yuridis normatif, sedangkan tipologi yang digunakan yakni eksplanatoris dan preskriptif, untuk jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan teknik analisis data dan pengambilan kesimpulan adalah deduktif pengolahan data penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan kualitatif menghasilkan data deskriptif analitis. Dalam hukum pertanahan, peralihan hak atas tanah dapat dilaksanakan oleh Camat setempat yang ditunjuk oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai PPAT Sementara dalam rangka melayani masyarakat dalam pembuatan akta Jual Beli PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. Yang dimaksud dengan daerah yang belum cukup terdapat PPAT adalah daerah yang jumlah PPAT-nya belum memenuhi jumlah formasi yang ditetapkan Menteri/Kepala Badan Pertanahan Nasional sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Polemik berkembang yang tidak jarang menimbulkan sengketa berkaitan dengan akta otentik yang dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara, maka dalam tesis ini akan dibahas lebih mendalam tentang wewenang dan tanggung jawab Camat selaku PPAT Sementara terkait akta peralihan hak atas tanah pada lahan pertambangan pasir dengan Studi Kasus Putusan Nomor : 103/Pdt.G/2014/Pn.Jmr.

ABSTRACT
One form of exploitation of natural resources that is increasingly prevalent today is sand mining. To carry out sand mining can not be done immediately, but the State in this case is that the government has implemented policies with regard to the process of mining, taking into account the process of finding land, while mining and post-mining poured into Law Number 4 Year 2009 on Mineral and Coal Mining and some other regulation of derivatives. Before performing the mining of sand, necessary to search for appropriate land as an object of mining, and to acquire the land is closely related to the acquisition of land rights can be done by way of transfer of rights to ownership of land. The method used is research of normative juridical normative, while typology that used is explanatory and prescriptive, to the type of data used is secondary data with data analysis techniques and conclusions are deductive data processing research is qualitative with a qualitative approach produces descriptive data analysis. In the land law, land rights switchover can be implemented by the local Head appointed by the National Land Agency (BPN) as Temporary PPAT, in order to serve the public in a deed Purchase PPAT in areas that are not quite there PPAT. What is meant by areas that are PPAT is not enough number of areas that do not meet the PPAT its formation amount determined by the Minister / Head of National Land Agency as referred to in Article 14 of Government Regulation No. 37 of 1998 on Regulation of Land Deed Officer Position. The polemic develops which often lead to disputes relating to the authentic deed made by Head as Temporary PPAT, the thesis will be discussed more in depth about the authority and responsibilities of Head District as Temporary PPAT related to the deed transfer of land rights on land sand mining with Case Studies Decision Number: 103 / Pdt.G / 2014 / Pn.Jmr.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hot Martuahman
"ABSTRAK
Dalam masyarakat sering terjadi perbedaan antara yang diinginkan dengan
kenyataan. Perbedaan tersebut yang merupakan sumber sengketa. Akta Hibah
yang dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah merupakan akta
otentik dan merupakan alat bukti yang sempurna dan merupakan alas hak untuk
membalik nama atau peralihan hak atas tanah. Dari ketentuan Pasal 852 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata ditetapkan bahwa anak kandung adalah ahli
waris dari Pewaris. Dalam tesis ini penulis membahas mengenai Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia tertanggal 15 Mei 2008 Nomor 1000/K/
Pdt/2007 mengenai Akta Hibah oleh Alm. Noto Budi Mulio terhadap istri yang
terikat dalam perkawinan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1678 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa dilarang adanya penghibahan
antara suami dan istri selama perkawinan. Dengan demikian, Akta Hibah tersebut
memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Perbuatan Melawan Hukum, yaitu
unsur kesengajaan tanpa kelalaian sehingga merupakan Perbuatan Melawan
Hukum. Kantor Pertanahan telah membuatkan peralihan hak atas tanah sehingga
menimbulkan sengketa dari para ahli waris. Berdasarkan Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia tertanggal 15 Mei 2008 Nomor 1000/K/ Pdt/2007,
Akta Hibah Nomor 117/Kelapa Gading/ 1998 dinyatakan batal demi hukum
sehingga Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 919 dinyatakan tidak mempunyai
kekuatan hukum dan harus dibatalkan dan obyek tanah tersebut merupakan buedel
warisan sehingga obyek gugatan merupakan hak bersama ahli waris. Pejabat
Pembuat Akta Tanah yang membuat Akta Hibah tersebut dalam menjalankan
fungsinya yang kurang memiliki kehati-hatian sehingga produknya tidak memiliki
kepastian hukum dan dapat dibatalkan.

ABSTRACT
Between in a society often the difference between the desired reality. The grant
deed made by a Deed Of Land Officer is an authentic act and the evidence base
and is a perfect right to reverse the name or the transfer of land right. The Book of
the provisions of Article 852 of Civil Law Act stipulated that the biological
children are heirs of the Heir. In this thesis the author discusses The Supreme
Court of the Republic of Indonesia dated May 15, 2008 No. 1000 / K/ Pdt / 2007
the Grant Deed by Alm. Noto Budi Mulia bound to a wife in a marriage. Under
the provisions of Section 1678 of Act Book of the Civil Code which provides that
prohibited the bequest between husband and wife during marriage. Thus, the Act
grants to meet the elements contained in the Deeds Against the Law, namely that
the element of intent without an act of negligence against the law. Land Offices
has made the transfer of land rights, giving rise to the dispute of the heirs. Based
on the Supreme Court of the Republic of Indonesia dated May 15, 2008 No. 1000
/ K / Pdt / 2007, Deed of Grant No. 117/Kelapa Gading/ 1998 declared null and
void so that the certificate Broking No. 919 otherwise has no legal force and
should be canceled and the land object is a legacy so that the object a lawsuit
buedel a joint right heirs. Land Deed Officer who made the Deed of Grant in
carrying out its functions with little caution so that the product does not have legal
certainty and can be canceled."
2012
T30783
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Yulia
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat dalam pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terpilihnya Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi Ibu Kota Negara baru yang menciptakan peluang baru bagi daerah setempat namun di sisi lain juga menimbulkan tantangan besar bagi Masyarakat Hukum Adat yang mendiami wilayah tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan doktrinal, bersifat preskriptif, dan pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan. Rumusan permasalahan yag diangkat yakni bagaimana pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Kalimantan Timur serta bagaimana sistem hukum Indonesia melindungi hak ulayat mereka dalam menghadapi tantangan pembangunan IKN Nusantara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur telah mengeluarkan Perda No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, pengakuan formal terhadap Masyarakat Hukum Adat masih terbatas. Selain itu, peraturan perundang-undangan terkait masih membutuhkan penyelarasan dan harmonisasi yang lebih komprehensif. Pada pembangunan IKN Nusantara, upaya perlindungan terhadap Masyarakat Hukum Adat dan hak-hak ulayat mereka belum optimal. Hal ini terlihat dari sejumlah Masyarakat Hukum Adat yang tidak mendapatkan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil, serta dalam UU IKN yang sama sekali tidak memuat ketentuan tentang perlindungan hak ulayat Masyarakat Hukum Adat.

This thesis aims to analyze the legal protection of customary land of Indigenous People in the development of the IKN Nusantara in the East Kalimantan. The background of the research is the challenges faced by the Indigenous People in East Kalimantan amid the development of the IKN Nusantara. Using the doctrinal and prescriptive research approach, and data collection conducted through literature review, this research addresses the recognition and protection of Indigenous Law Communities in East Kalimantan Province. It also explores how the Indonesian legal system safeguards their customary rights in the face of the challenges posed by the development of the IKN Nusantara. The findings indicate that, despite the issuance of Regional Regulation No. 1 of 2015 on Guidelines for Recognition and Protection of Indigenous People by the East Kalimantan Provincial Government, formal recognition of Indigenous People remains limited. Moreover, relevant legislation requires further alignment and comprehensive harmonization. In the development of the IKN Nusantara, efforts to protect Indigenous Law Communities and their customary rights are not yet optimal. This is apparent as numerous Indigenous People are not receiving sufficient and equitable compensation, and the IKN Law lacks clauses addressing the safeguarding of the customary rights of Indigenous People."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Carolina
"Kepastian hukum dalam setiap peralihan tanah sebagai akibat dari transaksi jual beli hak atas tanah sangatlah penting. Oleh karena itu, Undang-Undang Pokok Agraria mewajibkan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak karena jual beli tersebut. Pada prakteknya, di Kecamatan Bermani Ulu Kabupaten Rejang Lebong terdapat praktek jual beli tanah yang belum bersertipikat. Tanah yang belum bersertipikat adalah tanah yang sama sekali belum pernah didaftarkan di kantor pertanahan. Praktek jual beli tersebut banyak dilakukan dihadapan kepala desa bersifat tunai, nyata dan terang. Tesis ini membahas bagaimana proses pencatatan kepemilikan hak atas tanah berdasarkan Surat Keterangan Kepala Desa serta kekuatan hukum terhadap surat keterangan tanah tersebut jika dibandingkan denga akta yang dikeluarkan PPAT. Metode yang digunakan adalah metode yuridis empiris dan spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat preskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa proses pencatatan kepemilikan hak atas tanah pada Desa Kampung Melayu terbilang mudah yaitu dengan menghadapnya para pihak kepada kantor desa beserta saksi-saksi lalu kemudian dilakukan pengukuran batas- batas tanah oleh kepala dusun, baru kemudian kemudian kepala Desa mengeluarkan Surat Keterangan Pemindahan Hak. Kedudukan surat jual beli di bawah tangan itu sepanjang menurut Kepala Kantor Pertanahan adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, maka ia dapat dijadikan dasar untuk melakukan pendaftaran tanah pertama kali dan pastinya harus dilengkapi dokumen pendukung lainnya sebagaimana yang telah disebutkan dalam Peraturan KBPN Nomor 1 Tahun 2010.

Legal certainty in any transfer of land as a result of buying and selling transactions of land rights is very important. Therefore, the Basic Agrarian Law obliges to register the transfer of rights due to such sale and purchase. In practice, in Bermani Ulu District, Rejang Lebong Regency, there is a practice of buying and selling land that has not been certified. Land that has not been certified is land that has never been registered at the land office. The practice of buying and selling is mostly carried out in front of the village head in cash, real and clear. This thesis discusses the process of recording land ownership rights based on a village head's certificate and the legal force of the land certificate when compared to the deed issued by the PPAT. The method used is empirical juridical method and the specifications used in this study are analytical prescriptive. Based on the results of the research, it can be seen that the process of recording ownership of land rights in Kampung Melayu Village is fairly easy, namely by facing the parties to the village office along with witnesses, then measuring the boundaries of the land by the head of the hamlet, then the village head issues a Certificate of Transfer of Rights. The position of the sale and purchase letter under the hand, as long as according to the Head of the Land Office it is correct and can be accounted for, then it can be used as a basis for conducting the first land registration and of course it must be equipped with other supporting documents as mentioned in KBPN Regulation Number 1 of 2010."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Skripsi menjelaskan bagaimana pengaturan tentang wilayah adat yang meliputi tanah ulayat dan hutan adat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Bagaimana peraturan perundang-undangan mengatur hak dan kewajiban Masyarakat Hukum Adat terhadap wilayah tersebut sebagai subjek hukum negara secara limitatif dan diskriminatif. Penjelasan tersebut disusun secara kronologis, dimana diurutkan dari peraturan perundang-undangan masa kolonial hingga peraturan terkini yang saat ini berlaku. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku tidak memberikan perlindungan dan pengakuan yang memadai bagi terselenggaranya hak konstitusional Masyarakat Hukum Adat bahkan cenderung mencederai hak-hak konstitusional tersebut., This thesis does explanations concerning to Indonesian legislation that specifically ruled about adat territories including their collective rights over customary land and forest. Conceive legal status, duties, and rights of Masyarakat Hukum Adat in various relevant legislations. This research concluded that Indonesian legislation gave the collective rights of Masyarakat Hukum Adat to their adat territories but ruled it by conditional recognitions. Consequently, this conditional recognition has abandoned Masyarakat Hukum Adat’s constitutional right and bring them to suffering.]"
Universitas Indonesia, 2014
S58169
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>