Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100560 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Risyad Sadzikri
"Salah satu fokus utama Studi Hubungan Internasional adalah perang dan damai yang cenderung ditempatkan secara dikotomis. Namun, pada era pasca-Perang Dingin, terdapat tindakan-tindakan agresi yang umum disebut grey zone karena tidak menunjukkan karakteristik damai, tetapi tidak terkualifikasi sebagai perang sehingga meningkatkan urgensi negara-negara di dunia untuk meresponsnya. Penelitian ini menemukan empat tema inti yang mewarnai perkembangan grey zone di dalam studi Hubungan Internasional, yakni konseptualisasi grey zone, taktik yang ada di dalamnya, aktor yang terlibat di dalam grey zone beserta perilakunya, dan kritik terhadap grey zone itu sendiri. Kajian terhadap 45 literatur dengan metode taksonomi menemukan bahwa grey zone merupakan ruang kompetisi negara di antara perang dan damai dan di bawah ambang batas kekerasan bersenjata langsung; memiliki taktik yang belum mampu meredam eskalasi konflik, tetapi menegaskan karakternya; melihat aktor dan perilakunya sebagai salah satu faktor terpenting dari perkembangan topik grey zone; serta memiliki kritik yang makin relevan jika melihat inkonsistensi, unsur politik, dan bias yang menyelimutinya. Konsep grey zone ini, sayangnya, masih memiliki kekurangan dalam kajian dari sudut pandang revisionis sehingga kajian ini perlu dikembangkan lebih objektif dan efektif ke depannya.

One of the main focuses of the study of International Relations is war and peace, which tend to be placed in a dichotomous manner. However, in the post-Cold War era, there were acts of aggression which were commonly called the grey zone because they neither show peaceful characteristics, nor qualify as war. This research finds four core themes that characterize the development of the grey zone in the study of International Relations, namely the conceptualization, the tactics within it, the actors involved and their behavior, and criticism of the grey zone itself. A review of 45 literatures using taxonomic methods found that the grey zone represents the space of state competition between war and peace and below the threshold of direct armed violence; has tactics that still not able to de-escalate the conflict, but affirms its character; see actors and their behavior as one of the most important factors in the development of grey zone topics; and has criticism that is increasingly relevant due to its inconsistencies, political elements, and biases that surround it. This gray zone concept still has shortcomings so that this study needs to be developed more objectively and effectively in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Risyad Sadzikri
"Salah satu fokus utama Studi Hubungan Internasional adalah perang dan damai yang cenderung ditempatkan secara dikotomis. Namun, pada era pasca-Perang Dingin, terdapat tindakan-tindakan agresi yang umum disebut grey zone karena tidak menunjukkan karakteristik damai, tetapi tidak terkualifikasi sebagai perang sehingga meningkatkan urgensi negara-negara di dunia untuk meresponsnya. Penelitian ini menemukan empat tema inti yang mewarnai perkembangan grey zone di dalam studi Hubungan Internasional, yakni konseptualisasi grey zone, taktik yang ada di dalamnya, aktor yang terlibat di dalam grey zone beserta perilakunya, dan kritik terhadap grey zone itu sendiri. Kajian terhadap 45 literatur dengan metode taksonomi menemukan bahwa grey zone merupakan ruang kompetisi negara di antara perang dan damai dan di bawah ambang batas kekerasan bersenjata langsung; memiliki taktik yang belum mampu meredam eskalasi konflik, tetapi menegaskan karakternya; melihat aktor dan perilakunya sebagai salah satu faktor terpenting dari perkembangan topik grey zone; serta memiliki kritik yang makin relevan jika melihat inkonsistensi, unsur politik, dan bias yang menyelimutinya. Konsep grey zone ini, sayangnya, masih memiliki kekurangan dalam kajian dari sudut pandang revisionis sehingga kajian ini perlu dikembangkan lebih objektif dan efektif ke depannya.

One of the main focuses of the study of International Relations is war and peace, which tend to be placed in a dichotomous manner. However, in the post-Cold War era, there were acts of aggression which were commonly called the grey zone because they neither show peaceful characteristics, nor qualify as war. This research finds four core themes that characterize the development of the grey zone in the study of International Relations, namely the conceptualization, the tactics within it, the actors involved and their behavior, and criticism of the grey zone itself. A review of 45 literatures using taxonomic methods found that the grey zone represents the space of state competition between war and peace and below the threshold of direct armed violence; has tactics that still not able to de-escalate the conflict, but affirms its character; see actors and their behavior as one of the most important factors in the development of grey zone  topics; and has criticism that is increasingly relevant due to its inconsistencies, political elements, and biases that surround it. This gray zone concept still has shortcomings so that this study needs to be developed more objectively and effectively in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wirdhanto Hadicaksono Sik
"ABSTRAK
Tesis ini menggambarkan tentang konflik sosial yang terjadi terkait dengan sengketa lahan antara PT.Pelindo II dengan ahli waris Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad atau yang kemudian dikenal dengan nama ?Mbah Priok?. Konflik sosial yang terjadi kemudian mengalami puncaknya dengan terjadinya bentrokan antara massa dari simpatisan ahli waris makam ?Mbah Priok? dengan petugas Satpol PP dibantu Polisi dan unsur lainnya pada 14 April 2010. Kerusuhan yang terjadi saat pembongkaran makam ?Mbah Priok? ini, kemudian menimbulkan korban meninggal dunia dan luka-luka, selain juga kerugian materil. Maka untuk menyelesaikan konflik seperti ini, diperlukan upaya penanganan agar persitiwa ini tidak meluas, sehingga menimbulkan masalah baru. Sesuai dengan Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, maka Polri dalam kapasitasnya sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat, mempunyai andil untuk menyelesaikan konflik tersebut dalam rangka meredam, dan membantu penyelesaian konflik dengan damai dan tanpa ada pihak-pihak yang dirugikan. Polres Pelabuhan Tanjung Priok kemudian berusaha menjadi mediator untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dengan mengedepankan upaya mediasi yang diwujudkan dalam bentuk dialog yang mempertemukan para pihak yang berkonflik. Proses dialogis tersebut dilandasi oleh 3 (tiga) prinsip utama yang menjadi pijakan Polres Pelabuhan Tanjung Priok, yakni Integritas, Independensi dan kesabaran serta ketulusan. Dengan 3 prinsip utama tadi dan juga kesolitan dari tim kerja yang dibentuk, maka terjadilah kesepatan bersama antara para pihak yang dituangkan dan ditandatangani sebagai bentuk dari resolusi damai yang dikedepankan oleh Polres Pelabuhan Tanjung Priok dalam menyelesaikan konflik yang terjadi.

ABSTRTACT
This Tesis describes the social conflict that arose in relation to the land dispute between PT. Pelindo II with the heirs of Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad or otherwise known as ?Mbah Priok?. The social conflict culminated with a clash that occurred between the massed supporters of the heirs to the tomb of Mbah Priok and the Civil Service Police Unit (Satpol PP) officers assisted by the Police and other elements on April 14, 2010. The riot that took place during the eviction of the Mbah Priok tombstone caused deaths and injuries as well as material damage. Therefore, in resolving such conflict, efforts in handling of clashes are needed to prevent the spreading which in turn leads to a new problem. In accordance with Law Number 2 Year 2002 concerning the State Police of the Republic of Indonesia, the State Police in its capacity as servant, protector, and guardian of the people has a role in resolving the conflict so as to subdue it and assist in resolving the conflict peacefully and without inflicting loss upon any party. The Tanjung Priok Port Resort Police attempted to become a mediator to settle the conflict by putting forward a mediation effort of engaging the conflicting parties in a dialog. The dialog process was based on 3 (three) main principles that serve as the foundation of the Tanjung Priok Port Resort Police, namely Integrity, Independence, and patience as well as sincerity. With these 3 main principles and the solidity of the work group that was formed, a collective agreement was reached between the parties which was put forth and signed as a form of peaceful resolution that was put forward by the Tanjung Priok Port Resort Police in resolving the conflict.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athilla Fachran
"Hubungan Hukum Internasional dan ilmu Hubungan Internasional HI yang terdisintegrasi dalam waktu yang cukup lama mulai menunjukkan keterkaitan satu sama lain dalam mengkaji fenomena-fenomena hubungan internasional. Dinamika hubungan internasional kontemporer yang menunjukkan terproliferasinya berbagai kerangka formal atau hukum serta berbagai macam aktor yang aktif dalam mendorong pembentukan norma-norma baru melatarbelakangi munculnya pandangan-pandangan baru dari berbagai perspektif Ilmu HI mengenai fenomena tersebut. Tugas Karya Akhir TKA ini bertujuan untuk menemukan relevansi antara Hukum Internasional dan ilmu HI. TKA ini mengelompokkan literatur-literatur berdasarkan perspektif realisme, perspektif liberalisme, perspektif konstruktivisme, dan perspektif institusionalisme dengan menggunakan taksonomi sebagai metode. Perspektif realisme menekankan bahwa baik itu perumusan maupun penegakan hukum internasional tidak terlepas dari peran dan kepentingan negara. Sementara itu, dalam mengkaji hukum internasional, perspektif liberalisme lebih berfokus kepada proses yang terjadi dalam level domestik dan level sistem sehingga peran aktor-aktor domestik juga relevan. Perspektif konstruktivisme berfokus pada signifikansi norma dan agen-agennya dalam membentuk norma baru. Terakhir, perspektif institusionalisme lebih berfokus kepada pandangan yang fungsionalis mengenai signifikansi institusi dan kerangka hukum sebagai dasar untuk mewujudkan kepentingan negara sebagai aktor rasional. Berdasarkan kajian literatur tersebut, teridentifikasi bahwa kedua disiplin saling terkait secara substansial dan kontekstual. TKA ini menemukan bahwa perspektif konstruktivis merupakan perspektif HI yang membuka peluang untuk pengembangan kajian antardisiplin Hukum Internasional dan HI oleh karena kemampuannya dalam mengkaji signifikansi norma dalam hubungan internasional.

The relations between International Law and International Relations HI, which had been disintegrating for some time, have begun to show their linkages to study the phenomena of international relations. The dynamics of the contemporary international relations that signify the proliferation of various formal or legal frameworks as well as various actors who actively build the formation of new norms develop the emergence of new views from various perspectives of IR of the phenomenon. This paper aims to find the relevance between International Law and IR. This paper classifies the literatures based on realist, liberalist, constructivist, and institutionalist perspective by using taxonomy as method. Realism emphasizes that both law-making and law-enforcement can rsquo;t be separated from the role and the interest of state. Meanwhile, in examining international law, liberalism focuses more on the process occur both in domestic and system level so that the role of domestic actors are also significant. Constructivism focuses on the significance of norm and the agents in generating new norms. Lastly, institutionalism focuses on the functionalist view of the significance of institution and legal frameworks as the basis to manifest the interest of state as rational actor. Based on the literatures rsquo; substantial findings, it is identified that both discipline are interrelated both substantially and contextually. Hence, this paper argues that constructivist perspective reveals the opportunities for further development of an interdisciplinary study of International Law and IR due to its ability in explaining the significance of norms in international relations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ikeda, Daisaku, 1928-
London: British Academic Press, 2004
297.284 3 IKE g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tsubasa Sakai
"Anthropocene merupakan sebuah emerging issue yang berkembang sejak tahun 2000-an. Anthropocene sendiri didefinisikan sebagai sebuah era di mana manusia memiliki dampak yang signifikan dalam dunia secara global. Konsep ini penting untuk dikaji lebih jauh, karena anthropocene mendorong kemunculan pemikiran-pemikiran baru yang sesuai dengan situasi dunia saat ini. Tulisan ini akan membahas lebih jauh mengenai bagaimana perspektif ilmu HI terhadap anthropocene. Terdapat tiga poin utama yang akan dikaji lebih lanjut, pertama, tulisan ini melihat bahwa pemikiran HI mengenai anthropocene masih didominasi oleh pemikiran-pemikiran keamanan dalam HI. Sedangkan, pemikiran HI lainnya seperti ekonomi dan politik juga penting untuk melihat anthropocene dan kaitannya dengan konsep seperti globalisasi, kapitalisme, dan kerjasama internasional dalam era ini. Kedua, tulisan ini juga melihat bahwa pemikiran mengenai anthropocene sendiri memunculkan berbagai kritik bagi ilmu HI seperti kritik terhadap asumsi dasar, paradigma, dan cara pandang HI terhadap dunia. Ketiga, anthropocene juga dapat dilihat dari dimensi politik dalam HI. Melalui perspektif ini, anthropocene dilihat sebagai sebuah fenomena politik global yang memiliki berbagai implikasi terhadap politik internasional. Sebagai kesimpulan, anthropocene merupakan sebuah konsep yang telah menjadi bagian dalam ilmu HI karena terdapat relevansi antara keduanya. Meskipun begitu, pembahasan mengenai kajian anthropocene dalam ilmu HI masih relatif terbatas dan masih didominasi oleh pemikiran keamanan dalam HI.

Anthropocene is an emerging issue which has been developed since 2000s. It is defined as an era where humans have significant impacts in the world globally. This concept is important to be reviewed further because anthropocene encourage new ideas that are compatible with the current world situation. This paper examine how IR rsquo s perspective to the anthropocene. There are three main points that are being examined, first, it sees that IR rsquo s perspective of anthropocene is dominated by security thinking in IR. Whereas, another IR thinking such as political economy, is also important to see anthropocene and its relation to concepts such as globalization, capitalism, and international cooperation in this era. Second, this paper also sees that the anthropocene itself emerge various criticisms for IR such as criticism of IR rsquo s core assumptions, paradigms, and IR rsquo s views to the world. Third, anthropocene is also seen from the political dimension of IR. Through this perspective, anthropocene is seen as global political phenomenon that has various implications for international politics. In conclusion, anthropocene is a concept that has become part of IR because of its relevance between the two. Nevertheless, the discussion of anthropocene in the IR is still relatively limited and still dominated by the security thinking in IR.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edina Rafi Zamira
"Tulisan ini mengkaji pariwisata dan agenda pembangunan berkelanjutan dalam perspektif HI melalui studi literatur. Melalui metode taksonomi, tulisan ini menganalisis 46 literatur dan memetakannya dalam tiga tema: (1) faktor pembentuk keterkaitan pariwisata dan agenda pembangunan berkelanjutan; (2) kontribusi pariwisata dalam agenda pembangunan berkelanjutan; dan (3) kritik terhadap neoliberalisme terkait konsep dan praktik pariwisata dalam agenda pembangunan berkelanjutan. Hasil pemetaan literatur menunjukkan bahwa industri pariwisata memberikan dampak multidimensional yang sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan. Selain itu,  terdapat struktur dan relasi kekuatan yang mendasari suatu aksi, norma, dan kebijakan mengenai pariwisata dalam agenda pembangunan berkelanjutan yang berjalan. Lebih jauh, tulisan ini  menemukan bahwa struktur dan relasi kekuatan saat ini didasari oleh pandangan neoliberal yang menempatkan aktor swasta sebagai pelaku pembangunan yang dominan bidang sosial, ekonomi, dan politik sehingga menjadi tantangan pembangunan berkelanjutan. Tulisan ini menyimpulkan bahwa industri pariwisata adalah arena politik yang terdiri dari kontestasi kuasa, kekuatan, dan kepentingan antar-aktor sehingga dibutuhkan partisipasi bottom-up dan diskusi inklusif agar kebijakan pariwisata dan agenda pembangunan berkelanjutan dapat berjalan optimal dan tepat sasaran. Tulisan ini juga mengidentifikasi dua ceruk penelitian. Pertama, minimnya pembahasan keterkaitan pariwisata dalam agenda pembangunan berlanjutan dari kajian keamanan internasional. Dalam hal ini, konteks keamanan  non tradisional, termasuk keamanan manusia (human security) dapat digunakan sebagai dasar analisis. Kedua, terbatasnya literatur yang menempatkan negara maju sebagai objek analisis, padahal pembahasan tersebut  dapat menambah pemahaman  dan pembelajaran bagi akademisi HI dan pengambil kebijakan. 

This paper examines tourism and the sustainable development agenda from an international relations perspective through a study of literature. The author uses the taxonomic method to analyze 46 peer-reviewed literature and map them into three themes: (1) constructing factors of tourism and the sustainable development agenda; (2) tourism's contribution to the sustainable development agenda; and (3) criticism of neoliberalism on tourism concept and practice in the sustainable development agenda. The mapping of the literature indicates that the tourism industry provides a multidimensional impact in line with the sustainable development agenda. Furthermore, this paper identifies structures and power relations that construct actions, norms, and policies regarding tourism in the ongoing sustainable development agenda. Moreover, this paper’s analysis shows that the structure and power relations in question are neoliberalism, which strengthens private actors in all sectors; hence becomes a development challenge in itself. This paper concludes that the tourism industry is a political arena consisting of the contestation of power, strength, and interests between actors. Thus, bottom-up participation and inclusive discussion are needed in order for tourism policies and the sustainable development agenda can run optimally. This paper also identifies two research gaps. First, the linkage of tourism and the sustainable development agenda with security issues should be explored, in this matter human security as a non-traditional security approach can be used as an analytic framework. Second, there is limited literature that frame developed countries as the object of analysis, even though this discussion may be a lesson learned for HI academics and policy makers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khadijah
"Kepemimpinan dalam bidang studi Ilmu Hubungan Internasional kerap dimaknai sebagai penggunaan kekuasaan, bahkan tidak jarang hal tersebut dianalogikan sebagai hegemoni. Minimnya pendefinisian yang secara eksplisit menjelaskan karakteristik kepemimpinan mulai meleburkan konseptualisasi tersebut. Melalui peninjauan kembali konseptualisasi dan karakteristik kepemimpinan, literatur ini menawarkan pembahasan mengenai bagaimana perkembangan kajian kepemimpinan dipahami dan dimaknai dalam bidang studi Ilmu Hubungan Internasional. Tinjauan literatur ini memetakan dan menggambarkan beragam pandangan serta pemikiran mengenai kepemimpinan pada 75 literatur yang berbeda. Tinjauan literatur ini dibuat dengan menggunakan metode taksonomi dengan mengidentifikasi tiga kategori bahasan utama yang ada, diantaranya 1) konseptualisasi kepemimpinan, 2) analisis kepemimpinan dalam sistem internasional, dan 3) pengimplementasiannya dalam politik global. Penulis mendapati bahwa kajian kepemimpinan dalam ilmu hubungan internasional tidak secara eksklusif membahas terkait kepemimpinan politik dalam panggung global saja, malah hanya menghadirkan asumsi dasar perdebatan makna konseptualisasi yang tumpang tindih antara satu terminologi dengan lainnya. Oleh karena itu, diperlukannya pengembangan lebih lanjut batas-batas konseptualisasi yang mampu mengidentifikasi dan memberikan karakteristik ‘kepemimpinan’ pada panggung global.

Leadership in International Relations generally interpreted as the use of power, it is also regularly viewed as hegemony. The lack of definition that explains the characteristics of leadership begins to merge this conceptualization. This paper reviews the characteristics and to some extent how the conceptualizations are being interpreted and developed from time to time in International Relations. This paper reviews through different lenses and articles, using 75 different literature and taxonomic methods, it identifies three main discussion categories, which is 1) the conceptualization of leadership, 2) the analysis of leadership in the international system, and 3) how it is implemented in global politics. This paper finds that the study of leadership in International Relations does not exclusively discuss political leadership on the global stage, instead it only presents the basic assumptions of the debate over the meaning of conceptualization which often overlaps between one and another. Therefore, further research needs to develop the conceptualization boundaries which are able to identify and characterize 'leadership' on the global stage."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hanifah Oktariani
"Terlepas dari kenyataan bahwa seksualitas adalah identitas yang melekat pada manusia, terdapat banyak kasus dimana negara dan masyarakat secara keseluruhan mendiskriminasi seseorang karena identitas seksualnya, terutama ketika identitas ini berada di luar spektrum biner yang dianggap normal oleh komunitas terkait. Sebagai bidang studi yang turut mengkaji hubungan antara negara dan masyarakatnya, ilmu hubungan internasional, dalam tataran teoritisnya, juga cenderung terlambat dalam memasukan diskusi seksualitas, meskipun kondisinya juga telah berubah secara progresif. Oleh karena itu, tulisan ini senantiasa meninjau bagaimana seksualitas sebagai salah satu bentuk identitas bergerak dalam ruang studi hubungan internasional, baik secara teoritik maupun empirik, dan bagaimana korelasi antara keduanya mampu memaksimalkan studi hubungan internasional sebagai sebuah cabang ilmu dan membantu meminimalisir praktik penindasan terhadap kelompok seksualitas minoritas, yaitu kelompok LGBTQ, secara riil. Tulisan ini akan berupa tinjauan literatur yang disusun menggunakan metode kritis dengan total 28 literatur akademik terakreditasi serta 7 laporan riset dan dikategorisasikan ke dalam tiga tema besar, yaitu: (1) kontestasi teoritis terkait seksualitas dalam studi hubungan internasional; (2) ragam isu seksualitas di ruang transnasional; (3) respon aktor terhadap isu seksualitas di ruang transnasional. Penulis kemudian memetakan konsensus dan perdebatan yang ada terkait narasi seksualitas dalam hubungan internasional ke tiga perspektif studi yang dominan, yaitu dari teori queer HI, feminisme HI, dan studi LGBT. Penulis menemukan bahwa perihal seksualitas dalam ilmu hubungan internasional masih berkutat pada perdebatan abstrak, seperti permasalahan figurasi inti teori, sedangkan realitasnya; seksualitas sudah menjadi problematika yang jauh lebih luas. Maka dari itu, penulis merekomendasikan adanya revitalisasi perdebatan terkait seksualitas dalam hubungan internasional dengan menghadirkan penelitian-penelitian baru yang menyelaraskan antara kondisi empirik dan kerangka teoritik seksualitas dalam hubungan internasional.

Despite the fact that sexuality is an inherent human identity, there are many cases where the state and society as a whole discriminate against someone because of their sexual identity, particularly when this identity falls outside the binary spectrum that the community in question considers normal. As a field of study that also examines the relationship between the state and its people, the science of international relations, in its theoretical level, also tends to be late in including discussions of sexuality, although the conditions have also changed progressively. Therefore, this paper will review how sexuality as a form of identity moves in the study of international relations, both theoretically and empirically, and how the correlation between the two can maximize the study of international relations as a branch of science while also helping to minimize the practice of oppression of sexuality groups. This paper will be in the form of a literature review compiled using the critical method with a total of 28 accredited academic literature and 7 research reports and categorized into three major themes, namely: (1) theoretical contestation related to sexuality in the study of international relations; (2) various issues of sexuality in the transnational space; (3) the actor's response to the issue of sexuality in the transnational space. The author then organizes the existing consensus and debate on sexuality narratives in international relations into three dominant study perspectives: queer IR theory, IR feminism, and LGBT studies. The author discovers that the issue of sexuality in international relations is still centered on abstract debates, such as the problem of the theory's core figuration, despite the fact that sexuality has become a much broader issue. Therefore, the author recommends revitalizing the debate related to sexuality in international relations by presenting new studies that align the empirical conditions and the theoretical framework of sexuality in international relations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Charlotte Blaureen Safira
"Kekuatan merupakan salah satu konsep sentral dalam kajian hubungan internasional sejak awal perkembangannya. Kekuatan sendiri tidak bersifat uni-dimensional, melainkan bersifat multidimensional dan mencakup banyak aspek. Salah satu dimensi dalam kekuatan adalah sarana proyeksinya, yang mencakup sarana ekonomi. Penggunaan sarana ekonomi sebagai proyeksi kekuatan telah berkembang sepanjang sejarah, dan salah satu konsep yang muncul sebagai turunan dari perilaku tersebut adalah geoekonomi. Tulisan ini merupakan tinjauan literatur yang akan berupaya untuk membahas perkembangan geoekonomi dalam hubungan internasional. Dalam tulisan ini, akan dipaparkan 32 literatur yang membahas tentang geoekonomi dalam hubungan internasional. Adapun literatur-literatur tersebut akan diorganisir dengan metode taksonomi, yang menghasilkan tiga tema pembahasan utama: (1) perkembangan konsep geoekonomi; (2) geoekonomi dan kebijakan luar negeri; dan (3) geoekonomi melalui pendekatan kawasan. Selain itu, dalam tulisan ini juga akan diidentifikasi konsensus, perdebatan, refleksi, serta sintesis terhadap keseluruhan literatur yang dipaparkan. Pada bagian akhir tulisan ini akan ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi untuk perkembangan geoekonomi kedepannya.

Power has been one of the central concepts in International Relations since the emergence of its study. Rather than unidimensional, power is seen as a multidimensional concept which encompasses many aspects. One of the dimensions in power is its projection or its means, which include economic means. The use of economic means as power projection has developed throughout history, and one of the concepts that emerged as a descendant of this behavior is geoeconomics. This paper is a literature review which aims to discuss about the development of geoeconomics in international relations. This paper will consist of 32 literatures that focus on the topic of geoeconomics in international relations. The literatures will be organized using taxonomy methods, divided into three main topics: (1) the development of geoeconomics concept; (2) geoeconomics and foreign policy; and (3) geoeconomics through regional approach. Afterwards, this paper will try to identify the consensus, debate, reflection, and synthesis towards the entire literature body. Finally, this paper will give a conclusion and recommendations for the future study of geoeconomics."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>