Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arifah Shabrina
"Endometriosis merupakan penyakit ginekologi kronis yang dapat dipicu oleh stres oksidatif akibat peningkatan spesies oksigen reaktif (ROS), yang mengakibatkan ketidakseimbangan glutation sebagai antioksidan endogen dan kerusakan sel, dengan 8-Hidroksi-2-Deoksi guanosin (8-OHdG) sebagai biomarker. Levonorgestrel sebagai terapi hormonal untuk endometriosis dapat mengganggu dan mempengaruhi stres oksidatif juga. Flavonoid adalah bahan bioaktif alami seperti produk lebah, sebagai antioksidan yang dapat menekan proliferasi sel-sel patologis. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efek Flavonoid terhadap kadar glutation dan kondisi 8-OHdG. Penelitian ini menggunakan desain uji klinis dengan alokasi acak dan double-blinded. 24 wanita dengan terapi Levonorgestrel (LNG) karena endometriosis secara acak ditugaskan untuk menerima propolis yang mengandung 17,5 mg flavonoid per tetes atau plasebo. Intervensi diberikan dua kali sehari, pada pagi dan malam hari, dengan dosis 1 tetes/10 kg berat badan (kgBB) per kali. Sampel darah dan penilaian gizi diambil pada kunjungan pertama dan 4 minggu setelahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa glutation dan 8-OHdG tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (p>0,05), namun glutation mengalami penurunan sebesar 0,01 (-0,01-0,037) μg/mL setelah 4 minggu intervensi. Kadar 8-OHdG menunjukkan penurunan yang lebih besar pada kelompok propolis sebesar 17,30 ng/mL (-13,58 – 37,19) ng/mL dibandingkan dengan kelompok plasebo. Pemberian flavonoid dalam propolis tidak menghasilkan perubahan yang signifikan dalam kadar glutation dan 8-OHdG selama periode intervensi 4 minggu.

Background: Endometriosis represents a chronic gynecological disease that  can be triggered by oxidative stress due to increased reactive oxygen species (ROS) resulting in an imbalance of glutathione as an endogen antioxidants and cell damage, with 8-Hidroksi-2-Deoxy guanosine (8-OHdG) as biomarker. levonorgestrel as a hormonal therapy for endometriosis can interfere and may affect the oxidative stress either. Flavonoids are natural bioactive ingredients such as bee product, as antioxidants that may suppress proliferation of pathological cells.
Objectives: This study aimed to determine the effect of Flavonoid on glutathione level and 8-OHdG condition.
Methods: This study used clinical trial design with random allocation and double-blinded. 24 women with Levonorgestrel (LNG) therapy due to endometriosis were randomly assigned to receive propolis-contained 17.5 mg of flavonoids per drop or placebo. The intervention given two times a day,in the morning and at night, with a dose of 1 drop /10 kg body weight (kgBW) per time. Blood samples and nutritional assessment were taken at the first time of visit and 30 days thereafter.
Results: The results showed that glutathione and 8-OHdG did not have a significant difference between the two groups (p>0,05), but glutathione decreased 0,01(-0,01-0,037) μg/mL after 4 weeks of intervention. The 8-OHdG levels showed a greater decrease in the propolis group by 17,30 ng/mL (-13.58 – 37.19) ng/mL compared to the placebo group.
Conclusion: The administration of flavonoids in propolis did not result in significant changes in glutathione and 8-OHdG levels during the 4-week intervention period.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Kusuma Wardani
"Endometriosis merupakan penyakit ginekologi umum yang dipicu terjadinya peradangan kronis yang ditandai dengan produksi beberapa sitokin pro-inflamasi, salah satu yang terbanyak yaitu TNF-α. Di sisi lain, sitokin anti-inflamasi, seperti IL-10, dapat mengakhiri proses inflamasi berlanjut ini. Propolis adalah bahan bioaktif alami produk lebah, sebagai imunomodulator dan efek anti-inflamasi yang dapat menekan proliferasi sel-sel patologis. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh pemberian propolis terhadap tumor necrosis factor alpha dan interleukin 10. Penelitian ini menggunakan desain uji klinis dengan alokasi acak dan double-blinded. 24 wanita dengan terapi Levonorgestrel (LNG) karena endometriosis secara acak ditugaskan untuk menerima propolis yang mengandung 17,5 mg flavonoid per tetes atau plasebo. Intervensi diberikan dua kali sehari, pada pagi dan malam hari, dengan dosis 1 tetes/10 kg berat badan (kgBB) per kali. Sampel darah dan penilaian gizi diambil pada kunjungan pertama dan 30 hari setelahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar tumor necrosis factor alpha dan interleukin 10 tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (p>0,05). Kadar tumor necrosis factor alpha mengalami penurunan yang lebih besar pada kelompok propolis sebesar 4,17 (44,36-50,05) pg/mL dibandingkan dengan kelompok plasebo. Kadar IL-10 menunjukkan peningkatan sebesar 344,94 setelah 30 hari diberikan intervensi. Pemberian flavonoid dalam propolis tidak menghasilkan perubahan yang signifikan dalam kadar Tumor Necrosis Factor Αlpha dan Interleukin 10 selama periode intervensi 30 hari.

Endometriosis is a common gynecological disease triggered by chronic inflammation characterized by the production of several pro-inflammatory cytokines, one of which is TNF-α. On the other hand, anti-inflammatory cytokines, such as IL-10, can end this ongoing inflammatory process. Propolis are natural bioactive ingredients contained in bee products, as immunomodulators and anti-inflammatory effects that can suppress the proliferation of pathological cells. This study aimed to determine the effect of propolis supplementation on tumor necrosis factor alpha and interleukin 10. This study used clinical trial design with random allocation and double- blinded. 24 women with Levonorgestrel (LNG) therapy due to endometriosis were randomly assigned to receive propolis-contained 17.5 mg of flavonoids per drop or placebo. The intervention given two times a day,in the morning and at night, with a dose of 1 drop /10 kg body weight (kgBW) per time. Blood samples and nutritional assessment were taken at the first time of visit and 30 days thereafter. The results showed that the levels of tumor necrosis factor alpha and interleukin 10 did not differ significantly between the two groups (p>0.05). Tumor necrosis factor alpha levels experienced a greater decrease in the propolis group by 4.17 (44.36-50.05) pg/mL compared to the placebo group. IL-10 levels showed an increase of 344.94 after 30 days of intervention. The administration of propolis supplementation did not result in significant changes in the levels of Tumor Necrosis Factor Αlpha and Interleukin 10 during the 30- day intervention period."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syavina Maura Zahrani
"Endometriosis merupakan penyakit inflamasi kronis pada organ reproduksi wanita dengan gejala utama nyeri pelvis kronis, dismenore, dan dispareunia yang dapat disebabkan oleh stres oksidatif akibat rendahnya kadar antioksidan, seperti vitamin C, sehingga terjadi kerusakan sel. Levonorgestrel adalah terapi hormonal yang sering digunakan untuk meredakan rasa nyeri pada endometriosis, tetapi dapat memperberat proses inflamasi, sehingga dibutuhkan suatu terapi adjuvan, seperti propolis yang mengandung antioksidan yang tinggi. Penelitian ini menggunakan desain uji klinis dengan alokasi acak dan tersamar ganda. Subjek penelitian adalah 24 wanita yang sedang mendapatkan terapi implan levonorgestrel dan diminta untuk menerima propolis atau plasebo dua kali sehari dengan dosis 1 tetes/10 kg berat badan (kgBB) per kali. Sampel darah kemudian diambil pada 4 minggu setelah intervensi dan dilakukan pemisahan serum. Pengukuran kadar vitamin C serum dilakukan dengan metode spektrofotometri dan analisis statistik dilakukan dengan uji t tidak berpasangan apabila data berdistribusi normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (p<0,001), yaitu kadar vitamin C serum lebih tinggi pada kelompok propolis (0,202+0,057) dibandingkan kelompok plasebo (0,069+0,028). Dengan demikian, pemberian propolis meningkatkan kadar vitamin C serum pada pasien endometriosis setelah intervensi 4 minggu. 

Endometriosis is a chronic inflammatory reproductive disease in women which main symptoms are chronic pelvic pain, dysmenorrhea, and dyspareunia that can be triggered by oxidative stress due to decreased antioxidants, such as vitamin C that may cause cell damage. Levonorgestrel is a hormonal therapy that is commonly used for endometriosis to relieve pain but it can worsen the inflammatory process, so an adjuvant therapy is needed, such as propolis that contains high antioxidant level. This study used clinical trial design with random allocation and double-blinded. The study subject is 24 women that receive levonorgestrel therapy and were asked to consume propolis or placebo randomly two times a day with a dose of 1 drop/10 kg body weight (kgBW) per time. Blood samples were then taken after 4 weeks and serum separation was performed. Serum vitamin C levels were measured using spectrophotometric method and statistical analysis used independent t-test if the data were normally distributed. The result showed that there is a significant difference between the two groups (p<0,001), in which the concentration of serum vitamin C is higher in the propolis group (0,202+0,057) compared to the placebo group (0,069+0,028). In conclusion, the administration of propolis results in significantly higher serum vitamin C concentration after 4-week intervention."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daisy Christina
"Dewasa ini antioksidan menjadi topik penting dalam berbagai disiplin ilmu. Antioksidan merupakan senyawa inhibitor yang dapat menghambat reaksi autooksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Antioksidan sangat diperlukan oleh setiap tubuh manusia. Antioksidan dapat diperoleh dari berbagai bahan alam, salah satunya yaitu propolis. Propolis adalah getah alami yang dikumpulkan oleh lebah, didapatkan dari tumbuh-tumbuhan yang berada di sekitar sarang lebah. Untuk menjadikan propolis sebuah produk yang dapat dikonsumsi, propolis perlu melalui proses ekstraksi, di mana pelarut yang seringkali digunakan adalah etanol. Meskipun memiliki banyak kelebihan, namun etanol juga memiliki kelemahan seperti sisa rasa yang kuat, reaksi samping, dan intoleransi terhadap alkohol dari beberapa orang Konishi et al., 2004 . Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan mengekstrak propolis Tetragonula sp. kasar dan halus menggunakan empat variasi pelarut organik, yakni minyak zaitun/olive oil, minyak kelapa/virgin coconut oil VCO , propilen glikol PG , dan lesitin. Dari berbagai jenis pelarut tersebut, maka diharapkan akan didapatkan pelarut terbaik dalam mengekstrak propolis. Pemilihan pelarut terbaik tersebut dapat ditentukan melalui berbagai uji, yaitu pengujian kandungan flavonoid dan polifenol, serta aktivitas antioksidan. Untuk menguji kandungan flavonoid, dapat dilakukan dengan metode AlCl3 dan hasil terbaik yang didapatkan adalah pada ekstrak propolis kasar-VCO sebesar 2509,767 615,02 ?g/mL. Untuk menguji kandungan polifenol, dapat dilakukan dengan metode Folin Ciocialteu dan hasil terbaik yang didapatkan adalah ekstrak propolis reguler-VCO sebesar 1391 171,47 ?g/mL. Untuk menguji aktivitas antioksidan, dapat dilakukan dengan metode DPPH dan hasil terbaik yang didapatkan adalah ekstrak propolis halus-VCO dengan nilai IC50 sebesar 1,559 0,222 ?g/mL

Nowadays, antioxidant is an important topic in many disciplines. Antioxidants are inhibitory compounds that can inhibit the autooxidation reaction by binding to free radicals and highly reactive molecules. Antioxidants are needed by every human body because of the condition of the human body. Antioxidants can be obtained from various natural materials, one of which is propolis. Propolis is a natural sap collected by bees, obtained from plants that surround the honeycomb. To make propolis as a product that can be consumed, propolis is necessary through the extraction process, where the solvent is often used is ethanol. Although it has many advantages, but ethanol also has weaknesses such as strong residual flavor, side reactions, and intolerance to alcohol from some people Konishi et al., 2004 . This is what prompted the authors to conduct research by extracting propolis using four varieties of organic solvents, namely olive oil, virgin coconut oil VCO , propylene glycol PG , and lecithin. Of the various types of solvent, it is expected to get the best solvent in extracting propolis. The selection of the best solvent can be determined through various tests, which are total flavonoids and polyphenols content assay and antioxidant activity assay. To test the flavonoid content, it can be done by AlCl3 method and the best result obtained is rough propolis VCO extract of 2509.767 615.02 g mL. To test the polyphenol content, it can be done by Folin Ciocalteu method and the best result obtained is soft propolis VCO extract of 1391 171.47 g mL. To test the antioxidant activity, it can be done with DPPH method and the best result obtained is soft propolis VCO extract of 1.559 0.222 g mL."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhri Rahmadiansyah
"Hipoksia hipobarik merupakan kondisi dimana tubuh memiliki kekurangan oksigen dalam jaringan dan sel. Pada keadaan hipoksia, tubuh mampu memproduksi radikal bebas. Sehingga, tubuh menghasilkan antioksidan yang berfungsi menangkal radikal bebas. Salah satu antioksidan yang berfungsi yaitu glutation (GSH). Glutation memiliki peranan penting dalam antioksidan khususnya menangkal radikal bebas hidrogen peroksida (H2O2). Dengan adanya antioksidan ini, maka dapat melindungi sel tubuh yang mengalami kerusakan akibat radikal bebas. Penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan metode desain eksperimental. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok 7 kali, kelompok 14 kali, kelompok 21 kali, dan kelompok 28 kali hipoksia hipobarik intermiten (HHI). Setiap kelompok diberikan prosedur hypobaric chamber training. Selanjutnya melakukan pengukuran kadar glutation dengan menggunakan metode Ellman. Rata-rata kadar glutation organ hati kelompok tikus 7 kali HHI lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol (p = 0.001). Rata-rata kadar glutation organ hati kelompok tikus 14 kali HHI lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kelompok tikus 7 kali HHI (p < 0.001). Rata-rata kadar glutation organ hati pada kelompok lainnya kembali menurun setelah diberikan paparan 21 kali HHI dan 28 kali HHI dibandingkan dengan kelompok normal namun tidak memiliki makna yang signifikan. Menurut hasil penelitian ini, kadar glutation pada keadaan HHI mengalami penurunan akibat dari suatu efek perlindungan hati terhadap adanya radikal bebas yang dihasilkan dari hipoksia hipobarik intermiten.

Hypobaric hypoxia is a condition in which the body has a low level of oxygen in the tissues and cells. The effect that occurs when in a state of hypoxia is that the body produces free radicals. However, the body also produces antioxidants that work to eliminate free radicals. One of the antioxidants is glutathione. Glutathione has a role in antioxidants, especially scavenging free radical hydrogen peroxide (H2O2). With this antioxidant, it can protect from cell damage by free radicals. This research use the experimental design method. This study used 25 rats which grouped into 5 groups, namely the control group, group with 7 times, group with 14 times, group with 21 times, and group with 28 times intermittent hypobaric hypoxia (IHH). Each group will be exposed to hypobaric chamber training procedure. Furthermore, measuring glutathione levels in rat liver samples in each group using the Ellman’s method. The average glutathione level of the group rats 7 times IHH was significantly lower than that of the control rats group (p = 0.001). The average liver glutathione levels in the group rats 14 times IHH were significantly higher than the group rats 7 times IHH (p < 0.001). The average liver glutathione levels in the other groups decreased again after exposure to 21 times IHH and 28 times IHH compared to the control group but did not significantly different. According to the results of this study, glutathione levels in rat's liver decreased due to a protective effect of the liver against the presence of free radicals resulting from IHH."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darin Safinaz
"ABSTRAK
Latar Belakang: Propolis merupakan bahan herbal yang mengandung flavonoid
sebagai antibakteri yang dapat menurunkan aktivitas mieloperoksidase (MPO) yang
merupakan salah satu sistem pertahanan tubuh. Permen propolis madu merupakan
pemanfaatan propolis yang sedang dikembangkan. Tujuan: Menganalisis pengaruh
permen propolis madu terhadap aktivitas MPO saliva terstimulasi. Metode: Sampel
saliva terstimulasi dikumpulkan dari subjek sebelum dan sesudah pengonsumsian
permen propolis madu selama 7 hari 2 kali sehari. Aktivitas MPO diukur dengan
melihat nilai OD microplate reader dan dianalisis dengan Wilcoxon Hasil:
Aktivitas MPO sebelum perlakuan 0.071 dan setelah perlakuan 0.076. Kesimpulan:
Aktivitas MPO meningkat setelah pengonsumsian permen propolis madu dan
bermakna secara statistik.

ABSTRACT
Background: Propolis is natural product contain flavonoid which has antibacterial
effect that could decrease the myeloperoxidase (MPO) activity as host defence
system. Propolis honey candy is propolis utilization which is being developed. Aim:
To analyze the effect of propolis honey candy to the MPO activity in stimulated
saliva. Method: Stimulated saliva sample was collected from subject before and
after consume propolis honey candy twice a day for seven days then calculated by
OD value using microplate reader and analyzed with Wilcoxon Result: MPO activity
before and after consumption is 0.071 and 0.076 Conclusion: MPO activity increase
with significant differences after propolis honey candy consumption"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karla Monica Wijaya
"ABSTRAK
Latar Belakang: Propolis telah diketahui dapat mencegah terjadinya karies. Perlu
penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas antibakteri propolis, yaitu dengan
pengujian aktivitas laktoperoksidase. Tujuan: Mengetahui efektifitas permen
propolis madu yang dilihat dari aktivitas laktoperoksidase pada saliva tanpa
stimulasi. Metode: Disain penelitian ini adalah eksperimental laboratorik yaitu
pretest-posttest dan menggunakan sampel saliva yang diambil dari 120 subjek.
Sampel saliva yang dikumpulkan kemudian ditambahkan dengan Kalium Iodida,
Buffer fosfat, dan Hidrogen peroksida. Aktivitas laktoperoksidase ditunjukkan
dengan nilai absorbansi yang dihitung menggunakan microplate reader pada panjang
gelombang 340 nm. Hasil: Uji statistik menunjukkan bahwa pengaruh permen
propolis madu terhadap aktivitas laktoperoksidase tidak signifikan (p>0.05).
Kesimpulan: Permen propolis madu memiliki kecendrungan meningkatkan aktivitas
laktoperoksidase, walaupun secara statistik tidak signifikan.

ABSTRACT
Background: Propolis is well known for preventing caries. Further study is needed
to test the antibacterial effectivity of propolis through lactoperoxidase activity.
Objective: This research was purposed to determine the effectivity of honey propolis
hard candy which is shown by salivary lactoperoxidase activity in unstimulated
saliva. Methods: This study design was pretest-posttest laboratory experimental
design. This study used saliva which is collected from 120 subjects. Collected saliva
is then reacted with Potassium Iodide, Phosphate Buffer, and Hydrogen Peroxide.
Salivary lactoperoxidase activity is shown by absorbance value which is calculated
by microplate reader at wavelength 340 nm. Result: Honey propolis hard candy
increase salivary lactoperoxidase activity although statistically not significant
(p>0.05). Conclusion: Honey propolis hard candy has tendency to increase salivary
lactiperoxidase activity."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Annisa Septiani
"Latar belakang: Telah terbukti propolis memiliki sifat antibakteri. Pemanfaatan propolis yang sedang dikembangkan oleh Universitas Indonesia adalah permen propolis madu yang diduga dapat mempengaruhi aktivitas mieloperoksidase saliva.
Tujuan: Mengetahui pengaruh konsumsi permen propolis madu terhadap aktivitas mieloperoksidase pada saliva tanpa stimulasi.
Metode: Aktivitas mieloperoksidase dianalisis berdasarkan nilai absorbansi yang diukur menggunakan microplate reader dengan panjang gelombang 450 nm. Pengukuran aktivitas mieloperoksidase berdasarkan perubahan warna oksidasi DAB (3,3 diaminobenzidine) dan guaiacol.
Hasil: Permen propolis madu memiliki kecenderungan meningkatkan aktivitas mieloperoksidase, namun secara statistik tidak signifikan.
Kesimpulan: Efek permen propolis madu tidak mempengaruhi aktivitas mieloperoksidase, sehingga aktivitas mieloproksidase dalam saliva dapat bekerja optimal dan tidak mengganggu keseimbangan rongga mulut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrie Octavianus Thioritz
"ABSTRAK
Latar Belakang: Streptococcus mutans (S.mutans) merupakan bakteri utama penyebab karies. Virulensi S.mutans dapat digambarkan melalui profil protein. Telah banyak penelitian yang menyebutkan propolis memiliki sifat anti bakteri dan dapat menurunkan prevalensi S.mutans. Tujuan: Mengetahui perbedaan efek antara permen propolis hisap, permen X dan permen madu terhadap profil protein S mutans yang diisolasi dari plak gigi. Metode: Sampel plak diambil sebelum dan sesudah perlakuan lalu dibiakkan pada medium agar dan medium cair TYS Broth. Profil protein dianalisis dengan metode SDS PAGE. Hasil: Permen X dan permen madu meningkatkan ekspresi protein GbpB, GbpC dan menurunkan ekspresi protein GtfB, GtfC, GtfD dan AgI/II. Permen propolis hisap dan permen madu sama-sama meningkatkan ekspresi protein GbpD. Kesimpulan: Permen X dan permen madu memiliki efek yang cukup mirip dalam mengubah profil protein S.mutans. Sementara permen propolis hisap memiliki efek berlawanan dengan permen X dan permen madu.

ABSTRACT
Background: Streptococcus mutans (S.mutans) is the main bacteria that caused caries. S.mutans’ virulence can be observed by protein profile. There have been lots of researches which proved that propolis has antibacterial properties and can reduce the prevalence of S.mutans. Objectives: To know the differences between the effects of propolis candy, X candy, and honey candy to the protein profile of S.mutans that isolated from dental plaque. Methods: Plaque samples were taken before and after treatment and then cultured on agar and liquid medium TYS Broth. Protein profile was analyzed using SDS PAGE method. Result: X candy and honey candy both increase the protein expression of GbpB, GbpC and decrease the protein expression of GtfB, GtfC, GtfD and AgI/II. Propolis candy and honey candy both increase the protein expression of GbpD. Conclusion: X candy and honey candy have fairly similar effects in changing the protein profile of S.mutans. While, propolis candy has the opposite effects with X candy and honey candy."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Riani
"Ruang lingkup dan cara penelitian :
Likopen (Lycopene) tergolong antioksidan karotenoid yang banyak ditemukan dalam buah dan sayur, terutama pada buah tomat berwarna merah. Likopen dari tomat olahan diserap lebih baik dibanding dengan likopen yang terdapat dalam tomat segar. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efek hepatoprotektif likopen sebagai antioksidan pada tikus yang diracun karbontetraklorida. Penelitian dilakukan terhadap 4 kelompok tikus strain Sprague Dawley. Kelompok I adalah kelompok kontrol, kelompok II adalah kelompok yang mendapat emulsi tomat, kelompok III yang diracun dengan CCl4 dan kelompok N adalah kelompok yang mendapat emulsi tomat sebelum diracun CCl4. Pada penelitian ini tomat terlebih dahulu dibuat menjadi serbuk dengan teknik "drum drier". Sebelum diberikan pada hewan coba serbuk tomat dibuat menjadi emulsi dengan minyak. Efek hepatoprotektif emulsi tomat dinilai dengan menetapkan aktivitas enzim GPT plasma. Pada tikus kelompok III aktivitas enzim GPT lebih tinggi (190,185 U/L) daripada kelompok IV (54,596 U/L), walaupun tidak menyamai aktivitas enzim GPT plasma tikus kelompok kontrol (33,464 U/L). Glutation tereduksi (GSH) dan enzim katalase tergolong antioksidan endogen. Pemberian emulsi tomat pada kelompok tikus sebelum diracun CCla menunjukkan kadar GSH plasma sebesar 2,761 μmol/mL dan GSH jaringan hati sebesar 1,236 μmol/mL lebih tinggi secara bermakna dari kelompok yang diracun dengan CCl4 (2,280 µmol/mL dan 0,669 µmol/mL). Aktivitas katalase plasma pada kelompok tikus yang dilindungi dengan emulsi tomat sebelum diracun CCl4 menunjukkan aktivitas katalase lebih tinggi (0,323 U/mL) dibandingkan kelompok yang diracun dengan CCl4 (0,160 U/mL). Gambaran yang sama juga diperlihatkan oleh aktivitas katalase jaringan hati. Aktivitas katalase jaringan hati yang diberi perlindungan emulsi tomat lebih tinggi secara bermakna (121,328 U/g) dibandingkan yang diberi CCl4 (64,914 U/g). Pemberian emulsi tomat dapat melindungi hati terhadap kerusakan akibat radikal bebas yang disebabkan oleh pemberian CCl4."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>