Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171510 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Victoria Lindy
"Partisipasi politik etnis Tionghoa di Indonesia diredam selama Orde Baru. Populasi mereka tetap kecil di era Reformasi (setelah tahun 1998) dan berada di bawah ambang batas bawah DPR RI sebesar 4 persen. Representasi politik etnis Tionghoa diwujudkan melalui partai – partai mapan, seperti PDI-P yang bukan partai khusus orang Tionghoa. Satu alternatif etnis Tionghoa memajukan kepentingan mereka adalah melalui PSMTI. Melalui penelitian kualitatif, metode wawancara mendalam dan kerangka teori partisipasi politik Powers et. al (2016) dan pola pergerakan organisasi Tionghoa Tanasaldy (2015), penelitian ini fokus pada peran anggota PSMTI mendorong representasi politik komunitas Tionghoa melalui dukungan pada anggotanya yang menjadi caleg Pemilihan Legislatif DPRD DKI Jakarta 2019. Penelitian ini menemukan peran anggota PSMTI terbatas dukungan personal terhadap sesama berbasis kedekatan pribadi dalam bentuk dana kampanye, dukungan suara, dan menjadi relawan kampanye. Hal ini terjadi akibat larangan PSMTI terlibat politik praktis yang tercantum dalam AD/ART, yang penerapannya rancu oleh PSMTI. Di sisi lain, partai pengusung dan komunitas Tionghoa berbasis daerah memainkan peran terpenting dalam kandidasi pemenang kursi DPRD DKI Jakarta. Penelitian ini menemukan bahwa PSMTI sebagai organisasi Tionghoa terhambat dalam mendorong representasi politik caleg Tionghoa dengan tidak tersedianya wadah diskusi politik bersama anggota PSMTI, terutama menjelang pemilu. Berbeda dari teori partisipasi politik yang ada, penelitian ini menggaris bawahi peran politik PSMTI yang memformalisasikan hubungan mereka dengan pejabat partai melalui jabatan sebagai pengurus maupun anggota dewan yang sah menurut AD/ART.

Political participation of Chinese – Indonesians was muted during the New Order. Their population has remained below Indonesia's parliamentary threshold of 4 per cent since the Reformation Era (post – 1998). Political representation of ethnic Chinese is realized through established parties like PDI-P, a party not dedicated to them. One alternative for ethnic Chinese to advance their interests is through PSMTI. Through qualitative research, in-depth interviews, the theories of political participation (Powers et al., 2016) and the movement patterns of Chinese organizations (Tanasaldy, 2015), this study focuses on the role PSMTI members play in encouraging political representation of ethnic Chinese through support for their members who are candidates in the 2019 DKI Jakarta DPRD Election. This research finds that PSMTI members’ support is limited by personal closeness in the form of campaign funds, voting support, and becoming campaign volunteers. This situation is due to PSMTI's abstention from practical politics as stated in their constitution but ambiguous in implementation. Meanwhile, political parties and regional ethnic Chinese communities play the most critical roles in the elicitabilities of DPRD DKI Jakarta winners. This study finds that PSMTI, as a Chinese community organization, faces a challenge in encouraging political representation of Chinese candidates through the availability of political discussion forums with PSMTI members significantly ahead of elections. In contrast with existing political participation theory, this study illuminates PSMTI’s political role in formalizing their relationship with party officials through administrator or board member positions legal according to their constitution. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luli Lusdiana Awaliah
"Tugas akhir ini membahas tentang peran organisasi Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia dalam mempertahankan kebudayaan Tionghoa di Kota Sukabumi pada tahun 2008-2019. PSMTI cabang Kota Sukabumi didirikan pada tahun 2008 oleh Robert Charly. Berdirinya PSMTI di Kota Sukabumi memiliki tujuan untuk menginventarisasi budaya Tionghoa di Indonesia. Hal ini dilakukan karena masyarakat Etnis Tionghoa di Kota Sukabumi masih memiliki rasa khawatir yang berlebih ketika menunjukan identitasnya sebagai etnis Tionghoa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh PSMTI dalam mempertahankan kebudayaan masyarakat Tionghoa di Kota Sukabumi. Pada penelitian ini digunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upaya yang dilakukan oleh PSMTI Kota Sukabumi dalam mempertahankan budaya Tionghoa berdampak pada kembalinya tiga pilar kebudayaan Tionghoa yang sebelumnya dilarang. Selain itu, rasa khawatir yang berlebih dari masyarakat Etnis Tionghoa di Kota Sukabumi berangsur pulih, sehingga mereka berani untuk memperlihatkan kembali identitasnya sebagai Etnis Tionghoa. Adapun upaya tersebut dilakukan dengan cara pembentukan Federasi Olahraga Barongsai Indonesia (FOBI) cabang Sukabumi, membuka kursus bahasa mandarin secara gratis bagi masyarakat Kota Sukabumi, memeriahkan kembali perayaan hari besar masyarakat Tionghoa, dan pembangunan Anjungan Taman Tionghoa Sukabumi di TMII.

This final project discusses the role of the Indonesian Chinese Clan Social Organization in maintaining Chinese culture in Sukabumi City from 2008 to 2019. PSMTI in Sukabumi City branch was founded in 2008 by Robert Charly. PSMTI has goal as to take an inventory of Chinese culture in Indonesia. This activity was carried out because the Chinese community in Sukabumi City still had an inflated sense of worry when they showed their identity as Chinese ethnic. Therefore, this research intends to describe the efforts made by PSMTI to maintain the culture of the Chinese community in Sukabumi City. The research uses historical researchmethods, which consist of four stages: heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The results of this research indicate that the efforts made by PSMTI Sukabumi City in maintaining Chinese culture impact the return of the three pillars of Chinese culture, which the New Order government previously prohibited. In addition, the excessive anxiety of the ethnic Chinese in Sukabumi gradually recovered, so they dared to show their identity as ethnic Chinese again. These efforts were carried out by establishing the Sukabumi branch of the Indonesian Barongsai Sports Federation (FOBI), opening a free Mandarin language course for the people of Sukabumi City, enlivening the Chinese community's celebration day, and building the Sukabumi Chinese Pavilion Park around the complex located at TMII."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Embun Firdausy
"Hubungan wakil dan konstituen berubah sejak adanya perubahan sistem Pemilu proporsional terbuka pada tahun 2009, pasca putusan MK tahun 2008. Studi ini meneliti mengenai Eneng Malianasari sebagai anggota legislatif DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI. Hal tersebut dikarenakan Eneng Malianasari merupakan seorang perempuan dan berasal dari partai politik baru. Sehingga, menarik untuk melihat bagaimana seorang perempuan dari partai baru berhubungan dengan konstituen di Dapil nya (Dapil 10). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Teori Lingkaran Konsentris Richard Fenno (2003) untuk dapat menjelaskan jenis-jenis konstituen yang dimiliki Eneng Malianasari dan cara ia mengelola konstituennya. Selain itu, peneliti juga menggunakan metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa observasi lapangan, triangluasi data, serta wawancara mendalam. Hal tersebut peneliti lakukan untuk melihat kecenderungan sifat konstituen di Dapil 10 serta bagaimana persepsi Eneng Malianasari terhadap konstituennya. Riset ini menemukan bahwa Eneng Malianasari melihat konstituennya hanya sebatas warga yang berdomisili di Dapil 10 serta bersifat transaksional dan programatik. Hal tersebut pada akhirnya mempengaruhi gaya Eneng mengelola konstituennya dengan cara presentasi berbasis pada isu. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa cara terbaik bagi seorang wakil untuk dapat terpilih lagi pada periode selanjutnya adalah dengan bersikap loyal pada daerah pemilihannya.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habibi Kurniawan
"Salah satu aturan main yang harus dirumuskan didalam proses pelaksanaan pemilu yang demokratis adalah perumusan terkait mekanisme sistem pemilu beserta instrument- instrumen kepemiluannya. Sistem pemilu adalah instrument teknis pelaksanaan pemilu yang digunakan untuk menentukan keterpilihan suatu partai politik atau calon anggota legislatif didalam proses transisi kekuasaan. Di Indonesia, dari masa ke-masa terkait mekanisme sistem pemilu menjadi perdebatan didalam proses perumusan Undang- Undang Pemilu. Peristiwa ini-pun terjadi didalam proses pembahasan UU No 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD terkait empat isu krusial yani sistem pemilu, ambang batas parlemen (parliamentary treshold), alokasi kursi ke dapil dan metode konversi suara menjadi kursi. Sikap PDI Perjuangan mengenai pembahasan sistem pemilu merupakan kepentingan dari keberadaan partai politik sebagai peserta pemilu didalam proses perebutan kekuasaan secara konstitusional dan berdasar atas pengalaman dan sejarah kepesertaannya didalam proses pemilu di Indonesia.
Teori yang digunakan didalam penelitian ini adalah teori sistem pemilu Arend Lijphart, teori model kebijakan partai politik Hans Deiter Klingeman, teori ideologi Terrence Ball, teori elit dan teori konsensus dan konflik Maswadi Rauf dan Maurice Duverger. Penelitian in menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini akan menggunakan dua teknik pengumpulan data, yakni data yang diperoleh dari wawancara yang akan digunakan sebagai sumber data primer dan studi kepustakaan (literature review) yang digunakan sebagai sumber data sekunder.
Kesimpulan penelitian bahwa sebagai sebuah proses politik, Fraksi PDI Perjuangan memiliki alasan atas kepentingan politik terkait empat isu krusial didalam pembahasan UU No 8/2012 Tentang Pemilu. Kepentingan politik yang dioperasionalkan dari pemahaman ideologis partai dalam proses tarik menarik kepentingan politik (political-interplay) didalam proses pembuatan undang-undang Pemilu No 8 Tahun 2012. Akan tetapi, keputusan yang diambil berdasarkan kompromi merupakan keputusan yang moderat untuk diambil diantara banyaknya perbedaan di antara fraksi-fraksi.
Implikasi teoritis menunjukkan bahwa pendekatan model kebijakan partai politik didalam prosedur negara demokratis, pendekatan elit dan konsensus politik telah memberikan implikasi positif terhadap proses pengambilan keputusan pembahasan Undang-Undang No 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD.

Among the rules that must be formulated in the process of a democratic election is one involving the mechanisms of an electoral system and its associated instruments. The electoral system is implemented as a technical instrument to determine the desirability of a political party or legislative candidate in the process of their transition to power. In the Republic of Indonesia, from time to time there has been considerable debate over the mechanisms of an electoral system during the process of formulating its Election Laws. Such a debate had then ensued during the discussion of Law No. 8 of 2012 on the Election of Members of DPR, DPD and DPRD, involving four crucial issues: the election system, parliamentary threshold, the allocation of seats to the constituencies and conversion methods of votes into seats. On that, the Indonesian Democratic Party of Struggle made a political stance that had been within the interest of political parties in their constitutional struggle for power, based on contesting history and experience in the election process of Indonesia.
The fundamental theories used in this study include Arend Lijphart's theory on the electoral system, Hans Deiter Klingeman's theory on the policy models of political parties, Terrence Ball's theory on ideology and Maswadi Rauf & Maurice Duverger's theories on the elite, consensus and conflicts. This study utilized qualitiative methods of research in its two techniques of data collection. Data obtained from interviews were used as the primary source, while literature references were used as the secondary source.
This study concluded that as a political process, factions in the Indonesian Democratic Party of Struggle had reasons within their political interest involving the four crucial issues in the discusssion of Law No 8/2012 on Elections. In the political process, Indonesia Democratic Party of Struggle implied the ideological platform. Although a decision was ultimately reached based on compromise, it had been moderacy taken from the various differences between factions of the political parties.
Theoretical implications show that in the procedures of a democratic country, the approaches of policy models of political parties, elite and political consensus gave positive implications for the decision making process in the discussion of Law No. 8 of 2012 on DPR, DPD and DPRD Elections.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T38966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Iswanto
"Skripsi ini mengkaji dan membahas topik fenomena peran fraksi DPR RI, sebagai isu yang tengah mengemuka, yaitu adanya upaya pembubaran fraksi oleh Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) karena fraksi dinilai banyak berperan di dalam pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR dan dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Sehubungan dengan itu, maka penelitian ini difokuskan pada salah satu pelaksanaan fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi dalam penentuan ambang batas parlemen dalam pembahasan RUU tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Hal ini diangkat karena dalam penentuan ambang batas parlemen terjadi perdebatan alot di antara fraksi-fraksi DPR. Di satu pihak, fraksi kecil (FPPP) yang khawatir gagal meraih suara signifikan, bersikeras mempertahankan besaran ambang batas parlemen 2,5%, sedangkan fraksi menengah (FPKS) menginginkan besaran ambang batas parlemen 3%-5%. Di pihak lain, fraksi besar (FPG), dengan hasrat meraih kursi lebih banyak, bersikukuh menaikkan besaran ambang batas parlemen 5%. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis. Data diperoleh melalui tinjauan pustaka dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran fraksi DPR kuat dan mendominasi dalam pelaksanaan fungsi legislasi DPR, yaitu dalam penentuan ambang batas parlemen dalam pembahasan RUU tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Hal ini sebagaimana terlihat, baik dari aspek pengorganisasian anggota fraksi, aspek substansi kebijakan fraksi maupun aspek sistem pengawasan fraksi. Sementara, jika ditinjau dari teori perwakilan politik maka termasuk dalam teori kebebasan dengan tipe hubungan yang partisan.

This study examined and discussed the phenomenon topic on the role of the House of Representatives’ factions, as the central issue raised during the discussion, namely the dissolution of factions by the National Anti-Corruption Movement (GNPK) since factions were being assessed as playing a significant role in the execution of the functions, duties, and powers of the House of Representatives which were against the 1945 Constitution. Accordingly, this study focused on the exercise of one of the functions of the House, that is the legislation function in deciding parliamentary threshold during discussion on Bill on the Amendments to Law No. 10 of 2008 on the Election of Members of DPR, DPD and DPRD. The issue was raised because there were tough discussions among factions before the floor made any decisions on parliamentary threshold. On the one hand, faction with small number of MPs (PPP Faction) that was concerned on the failure to reach significant number of vote insisted on maintaining massive parliamentary threshold of 2.5%, while faction with not to large number of MPs (PKS Faction) wanted a massive parliamentary threshold of 3%-5%. On the other hand, faction with larger number of MPs (PG Faction), with an enthusiasm of getting more seats on the next election, insisted in raising thkeye percentage to 5% of parliamentary threshold. This study used a qualitative research design with descriptive analysis. Data were obtained through literature reviews and interviews.
The results showed that the ruling faction played significant role and dominated the legislation functions of the House, especially during the discussion on parliamentary threshold decision on Bill on the Amendments to Law No. 10 of 2008 on Election of Members DPR, DPD and DPRD. That conclusion was clearly manifested both in organizational aspect of faction members, faction's policy substance aspect as well as faction’s supervision system aspect. While, based on the review of the theory of political representation, it can be concluded that there was a theory of freedom with a partisan type of relationship that worked within.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Adi Putri
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keunikan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Tingginya posisi perempuan Minang darin aspek sosial dan budaya tidak berbanding lurus dengan kedudukan dalam politik, yang terlihat dari masih sedikitnya perempuan yang memiliki powsisi menentukan dalam politik dan pemerintahan. Juga tercermin dari jumlah keterwakilan di DPRD yang masih jauh dari kuota 30 yang dinyatakan dalam undang-undang.Fokus penelitian ini adalah pada bagaimana perempuan caleg yang ada di Sumatera Barat menggunakan modal sosial yang sudah ada, untuk mendapatkan posisi politik di DPRD. Penelitian ini dilakukan terhadap tiga orang perempuan caleg yang berhasil mendapatkan kursi di DPRD Sumatera Barat dalam Pemilu 2014. Teori utama yang digunakan adalah teori modal sosial Putnam, didukung oleh teori dari ahli lain seperti Uphoff, Grootaert, Coleman dan Lawang.Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan studi kasus, dimana data-data didapatkan dari wawancara terhadap tiga perempuan caleg yang menang, kepada anggota jaringan yang dimiliki oleh perempuan caleg yang berasal dari organisai sosial dan tokoh adat dan kepada pengurus partai Golkar dan Nasdem yang merupakan partai yang mencalonkan perempuan caleg.Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perempuan caleg yang menang dalam Pemilu 2014 untuk DPRD SUmatera Barat, memiliki modal sosial yang terdiri dari jaringan, norma dan kepercayaan. Pola jaringan merupakan personal berbentuk duaan ganda berlapis. Norma sebagai modal sosial dikaitkan dengan peran Ninik Mamak dan bundokanduang dalam mendukung keterpilihan perempuan caleg. Kepercayaan dari anggota jaringan dan norma yang berlaku di masyarakat terhadap posisi perempuan di Minangkabau adalah modal sosial kognitif.Temuan penelitian adalah bahwa dengan cara-cara yang tepat, seperti pendekatan silaturahim dengan tokoh masyarakat dan tokoh adat, kampanye door to door maka modal sosial dapat memengaruhi kemenangan caleg perempuan di Sumatera Barat. Filosofi penggunaan modal sosial oleh perempuan caleg di Minangkabau adalah cancang aia ndak kaputuih, yang artinya bahwa hubungan yang terbangun dari kedekatan karena satu kaum, satu alumni organisasi dan satu kampung 3H: sadarah, sabagarah, sadaerah diibaratkan seperti mencincang air, yang tak akan pernah putus.

ABSTRACT
The background behind this dissertation is the unique culture of the Minangkabau people in West Sumatera. Viewed from a social and cultural aspect, women 39;s high social standing in the Minangkabau Society is incongruent to their position in politics, as women only hold a smal number of seats in the government. The number of female representatives in the Regional People 39;s Representatives Council DPRD is also far from the thirty percent quota that is written in the law.The main focus of this study is how women, as representatives in council, are able to gain gain their seats using pre-existing social capital. This study is centered around three female candidates that has managed to secure the seats in council.The main theory used in this study is Putnam 39;s social capital theory, and it is supported by theories from experts such Uphoff, Grootaert, Coleman and Lawang. This research uses qualitative method and executes it through interviews with three femal candidates who come from social organization, traditional leaders, and party officials from Golkar and Nasdem the parties which nominated these women .The principal findings of this study reveal that femal candidates who secured their seats in the 2014 regional election have one common similarity-all of these women have social capital consisting of network, norms, and trust. The network a person has is personal in nature and considered double-layared. a person 39;s belief and the norms a person upholds, if consistent with those of society 39;s, is considered as cognitive social capital.the theoretical implication of this study shows that, using the correct methods, such as personally approaching traditional leaders adn doing door to door campaign, could increase a person 39;s social capital. social capital can influence the victory of women candidates in West Sumatera. The philosophy behind the use of social capital is cancang aia dak kaputuih, which means mincing water that will never break "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D2463
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idil Akbar
"Pemilu 2009 merupakan momentum kebangkitan warga Tionghoa Bangka Belitung, dan Indonesia Umumnya untuk berpartisipasi aktif dalam politik. Fenomena ini ditunjukkan dengan terpilihnya 4 (empat) politisi Etnis Tionghoa Dapil Bangka Belitung sebagai anggota DPR dan DPD RI. Mereka adalah Rudianto Tjen, Basuki Tjahja Purnama, Telli Gozeli dan Bahar Buasan. Keterpilihan mereka memperkaya wacana politik pemilihan umum yang lebih mengedepankan politik primordialis, sosiologis dan tradisional menjadi pilihan rasional.
Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori demokrasi dari Samuel Huntington, Robert Dahl, Karl jaspers dan Afan Gaffar, teori etnis dan politik etnis dari Erikson, Max Weber dan Martin N. Marger, teori sistem pemilu dari Arend Lijphart dan Ramlan Surbakti, teori rational choice dari Guido Pincione dan Fernando R Teson, dan teori jejaring sosial ekonomi dari Wolf dan Granovetter. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik analisis data menggunakan deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data-data administratif KPUD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung serta dari Kementrian Dalam Negeri. Penelitian ini juga melakukan wawancara mendalam dengan enam narasumber kompeten, yakni Bapak DR. Yusron Ihza, Bapak Telli Gozelli, S.E., Anggota DPD RI Periode 2009 – 2014, Bapak Ir. Bahar Buasan, Anggota DPD RI Periode 2009 – 2014, Bapak Ayie Gardiansyah, Ketua PSMTI Kabupaten Belitung, Bapak Muhammad Munzir, Ketua Tim Pemenangan Telli Gozeli, Bapak Wahyu Effendy, S.E., Tokoh Pemuda Tionghoa Asal Bangka Belitung dan Bapak Johan Wijaya, Tokoh Muda Tionghoa
Temuan di lapangan menunjukkan keterpilihan politisi Tionghoa Bangka Belitung berlangsung secara demokratis. Dalam konteks ini, politik etnis di tingkat lokal ditunjukkan dengan terpilihnya empat politisi Tionghoa Bangka Belitung sebagai anggota DPR dan DPD RI periode 2009-2014 meski etnis Melayu dan Islam dominan. Keterpilihan mereka karena adanya penguatan dari basis sosial politik dan ditunjang oleh basis sosial ekonomi karena latar belakang mereka adalah pengusaha. Implikasi teoritis menunjukkan adanya kesamaan hak (equal rights) untuk berpartisipasi di politik secara aktif, demokratis dan rasional sebagaimana pendapat Karl Jaspers, Guido Pincione dan Fernando R Teson. Sementara konstelasi politik etnis cenderung semakin menguat sebagai bentuk dari persamaan perjuangan dan harapan Etnis Tionghoa akan terakomodasinya hak-hak politik mereka.

2009 Election is the momentum of the rise of Chinese citizens in Bangka Belitung, and in Indonesia generally, to actively participate in politics. This phenomenon is shown by the electability of 4 (four) Chinese Ethnic politicians in Bangka Belitung voting region as the members of Indonesian Republic Parliament and Regional Parliament. They are Rudianto Tjen, Basuki Tjahja Purnama, Telli Gozeli and Bahar Buasan. Their electability enriches political discourse on general election which emphasizes primordiality, sociological and traditional politics to turn into rational choice.
As theoretical basis, this study used democracy theory by Samuel Huntington, Robert Dahl, Karl Jaspers and Afan Gaffar, ethnic theory and ethnic politics by Erikson, Max Weber and Martin N. Marger, election system theory by Arend Lijphart and Ramlan Surbakti, rational choice theory by Guido Pincione and Fernando R Teson and economic social networks theory by Wolf and Granovetter. The study used qualitative method, while the data analysis technique used descriptive analysis. The data collecting technique was done by collecting administrative data from Regional Election Commission (KPUD) of Bangka Belitung Island Province and Central Bureau of Statistics (BPS) of Bangka Belitung Island Province as well as Domestic Affair Ministry. The study also conducted in-depth interviews with seven competent informants, they are; Dr. Yusron Ihza, Bangka Belitung people’s Figure, Telli Gozelli, SE, an Indonesian Republic Parliament and Regional Parliament member in the Period of 2009 - 2014, Ir. Bahar Buasan, an Indonesian Regional Parliament member in the Period of 2009 - 2014, Ayie Gardiansyah, the Chief of PSMTI in Belitung Regency, Muhammad Munzir, the campaign team leader of Telli Gozeli, Mr.Wahyu Effendy, SE, a Chinese Youth Leader originated from Bangka Belitung Island and Mr. Johan Wijaya, a Chinese Young Figure.
The finding on the field shows that the electability of the Chinese politicians happened democratically. In this context, ethnic politics at local level is indicated by the elected four Bangka Belitung Chinese politicians as the members of Indonesian Republic Parliament and Regional Parliament in the period of 2009-2014, despite the dominant Malays and Moslem ethnics. Their electability is due to the social political basic strengthening and it is supported by socio-economic basic because their backgrounds are businessmen. Theoretical implication indicates that there are equal rights to participate in politics actively, democratically and rationally as stated by Karl Jaspers, Guido Pincione and Fernando R Teson. In the meantime, ethnic political constellation tends to be stronger as a form of Chinese Ethnic struggle for equation and their hope on the accommodation of their political rights.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Ladykia Naftali
"Penelitian ini membahas tentang etnis Tionghoa dan dinamikanya dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia pada tahun 1966 - 1998. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana etnis Tionghoa dari berbagai bidang dan dinamikanya dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah. Dalam pengumpulan data akan menggunakan teknik studi pustaka dan wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sekalipun di tengah dinamika sosial dan politik pada masa Orde Baru (1966-1998) yang diskriminatif seperti kewajiban memiliki SBKRI dan adanya kekerasan rasial, tetapi etnis Tionghoa dari berbagai bidang tetap melakukan aperannya masing-masing dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia sebagai bentuk rasa nasionalisme untuk menanggapi keadaan yang dialami tersebut. Hal ini dapat diperhatikan dari berbagai bidang, mulai dari atlet yang mengharumkan nama Indonesia di dunia melalui perjuangan prestasi sebagai bentuk menunjukkan identitas nasional, pelatih yang berjuang melatih guna menghasilkan atlet yang berprestasi, organisator yang rela bergerak di bidang politik organisasi bulutangkis demi kepentingan Indonesia, hingga sebagai pengusaha membantu pembinaan bulu tangkis Indonesia melalui pendanaan. Lalu, kesuksesan bulutangkis Indonesia ini berdampak positif terhadap respon yang diberikan oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia yaitu berupa dukungan, sambutan, dan apresiasi yang tinggi kepada para kontingen bulutangkis Indonesia.
This study discusses the Chinese ethnicity and its dynamics in the success of Indonesian badminton in 1966 - 1998. The purpose of this study is to explain how the ethnic Chinese from various fields and their dynamics in the success of Indonesian badminton. The method used in this research is a qualitative research method with a historical approach. In data collection will use literature study and interview techniques. The conclusion of this research is that even in the midst of discriminatory social and political dynamics during the New Order (1966-1998) such as the obligation to have an SBKRI and the existence of racial violence, ethnic Chinese from various fields still carry out their respective roles in the success of Indonesian badminton as a form of a sense of nationalism to respond to the circumstances experienced. This can be observed from various fields, start from athletes who makes Indonesia’s name fame in the world through achievement struggles as a form of showing national identity, coaches who struggle to train to produce outstanding athletes, committee who are willing to engage in badminton organization politics for the sake of Indonesia, entrepreneurs assisting the development of Indonesian badminton through funding. Then, the success of Indonesian badminton has a positive impact on the response given by the Indonesian people and government, namely in the form of support, welcome, and high appreciation for the Indonesian badminton contingent."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fhadilah Eka Pratiwi
"Dalam penelitian ini terdapat tiga pokok permasalahan: Pertama, terkait dengan hak konstitusional dalam pendirian partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum, Kedua, mengenai perkembangan pengaturan mengenai pendirian partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum dari zaman orde baru sampai dengan sekarang, dan Ketiga, mengenai penyelesaian sengketa pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu tahun 2014 dihubungkan dengan keikutsertaan dalam pemilu. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif yang bertumpu pada data sekunder dan disajikan secara deskriptif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan pendirian partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum dijamin oleh UUD Tahun 1945 setelah perubahan. Pengaturan mengenai pendirian partai dan keikutsertaan dalam pemilu di zaman orde baru sangat dibatasi oleh penguasa. Menuju pemilu tahun 2014 pengaturan mengenai pendirian partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum menunjukkan arah ke penyederhanaan partai politik terlihat dengan persyaratan yang harus dipenuhi. Penyelesaian sengketa pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu di Bawaslu dan PTTUN telah menjamin hak konstitusional partai politik untuk ikut serta dalam pemilihan umum.

This research will focus on three main problems. First, constitutional right to established political parties and participation in election. Secondly, the development of regulation on establishment political parties and participation in election from orde baru era until now. Thirdly, the settlement of verification dispute of political parties participants in election 2014 associated with the right to participation in election. The method used in this research is judicial-normative which has its bearing on secondary data, this research will also be presented in the form of descriptive-analytical.
The result of this research shows that established of political parties and participation in election was guarantee in UUD 1945 after change. The regulation of establishment political parties and participation in election was limited by the authorities in orde baru. Towards 2014 election, regulation of establishment political parties and participation in election shows the direction to simplification political parties based on requirement that must be fulfilled. The settlement of verification dispute in Bawaslu and PTTUN shows guaranteed of constitutional right to participate in election.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46445
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindya Esti Sumiwi
"ABSTRAK
Isu etnisitas dan agama (SARA), yang muncul di media sosial Twitter, dilekatkan pada Basuki T. Purnama - Djarot S. Hidayat selama Pilkada DKI Jakarta 2017 berlangsung. Perihal konten atau pesan politik, hingga mereka yang disebut sebagai influencer telah menjadi variabel-variabel penting dalam upaya penanganan isu tersebut. Pertanyaan penelitian dalam penulisan ini adalah, seperti apa bentuk konten yang dihasilkan? Bagaimana peran influencer selama kampanye berlangsung? Dengan metode kualitatif, penulis melakukan berbagai kajian literatur, seperti buku, jurnal ilmiah, data monitoring media sosial, dan pemberitaan media daring, hingga wawancara mendalam dengan sejumlah tim pemenangan Basuki T. Purnama - Djarot S. Hidayat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konten atau pesan politik, serta influencer telah membentuk persona pasangan petahana sebagai sosok "bineka". Dengan key message seputar keberagaman, sosok Basuki T. Purnama - Djarot S. Hidayat dibangun dalam citra sebagai pelayan rakyat yang bekerja untuk semua kalangan. Hal ini dibentuk dalam rangka diferensiasi dengan pasangan calon lainnya. Namun demikian, pesan politik akan keberagaman ini sendiri telat disampaikan secara eksplisit, dan baru lebih gencar ketika memasuki kampanye putaran kedua. Walaupun sejak putaran pertama telah ada upaya netralisasi terhadap isu SARA, kampanye yang dilakukan pun masih bersifat parsial. Pada akhirnya, tolak ukur keberhasilan suatu strategi kampanye dilihat dari tujuan utama kampanye tersebut dilakukan. Bila dilihat dari persebaran sentimen pada masa akhir, kampanye media sosial yang dilakukan oleh tim pemenangan dapat dikatakan berhasil. Namun demikian, hal ini tentunya tidak bisa serta-merta dikaitkan dengan hasil akhir pemilu.

ABSTRACT
The ethnicity and religion issue, which appeared on Twitter, was attached to Basuki T. Purnama - Djarot S. Hidayat during the 2017 Regional Election of DKI Jakarta underway. The content or political message, and those called as influencers had become important variables in handling the issue. The research questions in this writing are, What was the form of the contents? How was the role of influencers during the campaign? By using the qualitative method, the researcher did literature studies, to the in-depth interviews with some members of the campaign team of Basuki T. Purnama - Djarot S. Hidayat. The result of this research shows that the content or political message and the influencer had formed the image of this candidate as the "bineka" persons. In the key message of diversity, the image of Basuki T. Purnama - Djarot S. Hidayat was built as the servant of the people that work for all circles in DKI Jakarta. It was formed in order of differentiation with the other candidate. Nevertheless, this political message of diversity was too late to be delivered explicity, and getting more intensified when the campaign was entering its second round. Although there were efforts to neutralize the ethnicity and religion issue on the first round, the campaign was done partially. In the end, the benchmark of success of a campaign strategy can be seen from the main purpose of the campaign itself. As it is seen from the sentiment deployment in the last moment, the social media campaign which was done by the winning team, could be deemed successful. But however, it can't be automatically linked to the final result of the election."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T50029
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>