Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187518 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Farhansyah
"Setelah diangkat sebagai pemimpin Repulik Rakyat Tiongkok pada tahun 2012, Xi Jinping memperkenalkan konsep “The Chinese Dream”, yaitu cita-citanya untuk menjadikan Republik Rakyat Tiongkok sebagai negara adikuasa pada 2049. Untuk mencapainya, Xi mendorong aksi sentralisasi kekuasaan untuk memusatkan kekuasaan dan wewenang pada dirinya sendiri. Fenomena sentralisasi kekuasaan yang dilakukan oleh Xi Jinping ini tentu memiliki dampak pada proses pembuatan kebijakan Republik Rakyat Tiongkok, seperti pada konflik wilayah Laut Cina Selatan. Republik Rakyat Tiongkok di bawah Xi Jinping tampak lebih agresif dan provokatif di kawasan tersebut. Penelitian ini akan menganalisis hubungan antara kedua variabel di atas — sentralisasi kekuasaan oleh Xi Jinping dan aktivitas Republik Rakyat Tiongkok di Laut Cina Selatan — dengan menggunakan teori state assertiveness milik Andrew Chubbs. Dengan merujuk pada tipologi yang diturunkan dari teori, analisis dapat dilakukan dengan mengukur jenis dan frekuensi dari aksi dan pernyataan yang dilakukan oleh Republik Rakyat Tiongkok terkait dengan Laut Cina Selatan dari tahun 2009 hingga tahun 2022. Temuan dari penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan state assertiveness Republik Rakyat Tiongkok sejak Xi Jinping menjadi pemimpin. Hal ini mengimplikasikan adanya pengaruh sentralisasi kekuasaan Xi Jinping terhadap tingkat state assertiveness Republik Rakyat Tiongkok di Laut Cina Selatan dengan meningkatnya tindakan state assertiveness sejak tahun 2012. Sentralisasi kekuasaan Xi Jinping yang didukung oleh faktor domestik, ekonomi, militer, geopolitik, dan personal telah membuat tingkat state assertiveness menjadi lebih agresif selama masa kepemimpinanya.

After being appointed as the leader of the People's Republic of China in 2012, Xi Jinping introduced the concept of "The Chinese Dream," which is his vision to transform China into a powerful nation by 2049. To achieve this goal, Xi advocated for the centralization of power to concentrate authority and decision-making in his own hands. This centralization of power by Xi Jinping has had significant implications for the policymaking process in China, particularly concerning the territorial conflicts in the South China Sea. Under Xi Jinping's leadership, China appears to be more assertive and provocative in the region. This research aims to analyze the relationship between the two variables mentioned above: Xi Jinping's centralization of power and the activities of the People's Republic of China in the South China Sea. The study employs Andrew Chubbs' theory of state assertiveness. By referring to typologies derived from the theory, the analysis measures the types and frequency of actions and statements made by China regarding the South China Sea from 2009 to 2022. The findings of this research indicate an increase in China's state assertiveness since Xi Jinping assumed leadership. This suggests that Xi Jinping's centralization of power has influenced China's level of assertiveness in the South China Sea, leading to a rise in state assertiveness actions since 2012. The centralization of power under Xi Jinping, supported by domestic, economic, military, geopolitical, and personal factors, has made China's state assertiveness more aggressive during his tenure."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Apter, David E.
Cambridge, UK: Winthrop, 1988
320 APT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kemp,D.A.
Melbourne: Oxford University Press, 1987
306.209 KEM f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Matthew Alexander Setiadi
"Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan alasan dibalik peningkatan keasertifan Tiongkok terhadap kritik di bidang olahraga pada masa kepemimpinan Xi Jinping. Tiongkok sebagai negara telah memanfaatkan bidang olahraga sebagai salah satu instrumen kebijakan luar negerinya guna mencapai kepentingan negaranya. Bidang olahraga dimanfaatkan sebagai instrumen kebijakan luar negeri oleh Tiongkok melalui Ping Pong Diplomacy maupun penyelenggara Olimpiade. Akan tetapi, Tiongkok mendapatkan kritik internasional yang konstan, terutama pada isu-isu pelanggaran Hak Asasi Manusia. Pemerintahan Xi Jinping meresponsnya dengan lebih asertif melalui tidak hanya menggunakan norma internasional bahwa bidang olahraga tidak boleh dipolitisasi, tetapi juga disertai dengan aksi seperti permintaan maaf secara langsung. Untuk memahami alasan dibalik peningkatan keasertifan Tiongkok, penelitian ini menggunakan analisis kebijakan luar negeri dengan teori realisme neoklasik secara kualitatif. Penelitian ini menunjukan bahwa intensifikasi respons internasional Tiongkok ini karena adanya dorongan faktor sistemik dan faktor domestik serta pentingnya bidang olahraga bagi Tiongkok. Faktor sistemik mempengaruhi intensifikasi respons internasional Tiongkok karena adanya peningkatan rivalitas strategis Tiongkok dengan aktor internasional. Kemudian, faktor domestik ditenagai oleh kekuatan rezim pemerintahan Tiongkok dibawah kepemimpinan Xi Jinping ditenagai oleh kekhawatiran akan legitimasi Partai Komunis Cina. Terakhir, bidang olahraga menjadi sarana untuk melakukan intensifikasi respons internasional karena mampu menarik perhatian internasional dan kebanggaan bagi warga negara Tiongkok.

This thesis aims to explain China’s increasing assertiveness toward international critics of Xi Jinping’s leadership. China has utilized sports as part of its foreign policy instrument to achieve its national interest. China uses sport as a foreign policy instrument through Ping Pong Diplomacy and Olympic host. However, China gains constant criticism from international society, especially on Human Rights violations. China, under Xi Jinping’s leadership, responds more assertive by not only using the international norm that sports should not be politicized but also followed by follow-up action such as actively seeking apologies. To understand the reasoning behind the increasing assertiveness, this research uses foreign policy analysis with neo-classical realism theory and is conducted qualitatively. This research shows China’s increasing assertiveness because of systemic and domestic factors. Systemic factor influences China's assertiveness through China's increasing strategic rivalry. Furthermore, domestic factors fueled by regime insecurities on China Communist Party legitimacy. Lastly, sport becomes a platform to intensify China’s international response because of its ability to attract international attention and social pride."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Hridaya Bhakti
"ABSTRAK
Dinamika politik di Indonesia menjelang tahun politik 2019 mulai terasa sejak awal tahun
2018. Para aktor politik pun mulai menjalankan berbagai strategi politik untuk dapat meraih
atau mempertahankan kekuasaannya. Salah satu gerakan yang muncul di awal tahun 2018
adalah kampanye #2019GantiPresiden yang kemudian menjadi perbincangan di kalangan
politisi dan masyarakat. Media sebagai aktor politik pun tak tinggal diam dalam ikut berperan
dan merespons dinamika politik tersebut. Begitu banyak faktor dan kepentingan yang membuat
media akhirnya turut serta meramaikan kontestasi politik. Pemilik media menjadi salah satu
faktor yang sangat memengaruhi, sebuah institusi media yang seharusnya independen justru
memliki kecenderungan politik tertentu. Akibat dari kecenderungan politik sebuah institusi
media, kemudian muncul sebuah istilah yang dikenal dengan keberpihakan media. Framing
atau pembingkaian adalah cara media yang berpihak dalam mengkonstruksi suatu realitas
dalam benak khalayak sesuai dengan yang diharapkan media. Massa yang terkena paparan
pesan dari pembingkaian berita akhirnya menjadi terpolarisasi dalam kubu-kubu tertentu di
tengah masyarakat.

ABSTRACT
The political dynamics in Indonesia ahead of the political year 2019 began in 2018. The
political actors also began to carry out various political strategies in order to gain or maintain
their power. One of movements appeared in early 2018 was #2019GantiPresiden that has
become a topic among politicians and the public. The media is political players who does not
remain silent in meetings and respond to the political dynamics. So many factors and interests
that made the media finally participate in enlivening the political contestation. The owner of
the media becomes one of the factors that influence a media contained. As a result of political
tendencies, a media institution called partisan media. Framing is a way of partisan media in
constructing reality in the minds of audiences as expected by the media. The masses affected
by the message from the framing of the news eventually became polarized in several groups in
the society."
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fall, Bernard B.,
Viet-Nams: Frederick A. Praeger , 1966
320.597 FAL t;320.597 FAL t (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Adina Rizqiarsih Romael
"Diplomasi berkaitan dengan penyelenggaraan hubungan resmi antarnegara yang mana tujuannya adalah menyelesaikan perbedaan dan menjamin kepentingan negara. Pada era pemerintahan Xi Jinping, Tiongkok mengubah “gaya” diplomasi menjadi lebih asertif dan agresif yang kemudian dijuluki sebagai diplomasi wolf warrior. Penelitian ini memiliki tujuan untuk memaparkan alasan gaya diplomasi era Xi Jinping disebut diplomasi wolf warrior dan perkembangan gaya diplomasi tersebut, serta sejauh mana efektivitas gaya baru diplomasi ini dalam mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan ilmu sejarah. Tahapan penelitian mencakup heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan gaya diplomasi wolf warrior yang banyak memanfaatkan aplikasi media sosial bertujuan untuk membentuk citra RRT sebagai negara yang kuat dalam upaya memiliki nilai tawar yang tinggi dalam lingkup internasional. Dinamika gaya diplomasi ini menuai berbagai respon dan dampak bagi RRT.

Diplomacy is related to the implementation of official relations between countries where the aim is to resolve differences and secure states interest. During the reign of Xi Jinping, China changed its diplomatic “style” to be more assertive and aggressive, which was later dubbed as wolf warrior diplomacy. This study aims to explain why the Xi Jinping era diplomacy style is called wolf warrior diplomacy and the development of this diplomacy style, as well as the effectiveness of this new style of diplomacy in achieving goals. The method used in this article is a qualitative method with a historical science approach. The research stages include heuristics, verification, interpretation, and historiography. The results show that the application of the wolf warrior diplomacy style, which utilizes social media applications, aims to shape the PRC's image as a strong country to have a high bargaining value in the international sphere. The dynamics of this style of diplomacy reap various responses and impacts for the PRC."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Karin Aramitha Iswari
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang kebijakan pertahanan Indonesia dalam
menghadapi destabilisasi kawasan di sekitar Natuna. Tesis ini adalah tesis
kualitatif yaitu menjelaskan mengapa fenomena itu terjadi. Hasil dari tesis ini
akan menyimpulkan bahwa selain Indonesia mempersiapkan diri dari ancaman di
sekitar kawasan, Indonesia juga menganggap bahwa Natuna adalah salah satu titik
strategis yang dapat mengamankan wilayah kedaulatan Indonesia. Indonesia
meningkatkan pertahanannya untuk menggapai impiannya yaitu sebagai negara
maritim serta untuk mencapai kerjasama yang dapat menguntungkan Indonesia.
Teori yang digunakan dalam tesis ini adalah teori decision making dengan model
rasionalitas Graham T. Allison. Hal ini dikarenakan hanya negara yang dapat
membuat kebijakan pertahanan dan keamanan negara. Tesis ini juga
mempertimbangkan faktor geopolitik wilayah Natuna dan Laut China Selatan;
bentuk maritime security yang ingin dicapai oleh Indonesia; serta hubungan
Indonesia dengan negara tetangga, Tiongkok, Amerika Serikat terkait
permasalahan Laut China Selatan.

ABSTRACT
This thesis explains about Indonesia?s defence policy in managing the
destabilization area around Natuna. This thesis is a qualitative study that explains
why the phenomenon happens. The thesis concludes that besides preparing itself
from threats that comes from around the region, Indonesia enhances its military
forces is also because Indonesia considers Natuna as one of the strategic points
that could guard the safety of Indonesia?s sovereign territory. Indonesia enhances
its military forces to reach its goal as a maritime country also to gain cooperations
that give benefits to Indonesia. The theory that is used in this thesis is the rational
model of decision making theory by Graham T. Allison. This model is used
because only state has the right to create the state?s defense and security policy.
This thesis also considers the geopolitical factors in Natuna region and South
China Sea; the characteristics of maritime security that Indonesia wants to gain;
also the relationship between Indonesia and its neighbouring countries, China,
United States of America that relates to the South China Sea Conflict.;"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reine Taqiyya Prihandoko
"ABSTRAK
Penelitian ini mencari korelasi antara kohesi ASEAN dan keterlibatan Cina terkait inisiatif ASEAN dalam menangani isu sengketa wilayah Laut Cina Selatan. Dengan menggunakan enam variabel pengukur kohesi institusi regional berdasarkan teori eksternalisasi neo-fungsionalis ala konstruktivis, penelitian ini menemukan bahwa sejak tahun 1992 hingga pertengahan tahun 2017 tren kohesi ASEAN secara umum tergolong sebagai caucus. Semakin rendah kohesi ASEAN, maka ASEAN semakin sulit untuk mencapai posisi bersama dan memengaruhi sikap yang di ambil Cina. ASEAN dalam kondisi yang tidak kohesif juga rentan terhadap pengaruh Cina. Sebaliknya, kohesi ASEAN yang meninggi menunjukkan peningkatan ketahanan institusional ASEAN, sehingga semakin sulit bagi ASEAN untuk terpengaruh oleh pihak ketiga, terutama Cina. Kohesi yang tinggi bahkan memungkinkan ASEAN untuk mengajak Cina agar lebih terlibat secara aktif dalam mekanisme manajemen sengketa wilayah Laut Cina Selatan yang diinisasikan oleh ASEAN. Penelitian ini menyimpulkan bahwa repetisi interaksi ASEAN-Cina telah menjadi mekanisme kausal atas hubungan pengaruh resiprokal antara kohesi ASEAN dan keterlibatan Cina, sebagai bagian dari suatu konfigurasi kausal terkait inisiatif ASEAN untuk menangani sengketa wilayah Laut Cina Selatan.

ABSTRACT
This study examines the correlation between ASEANs cohesion and Chinas involvement in the initiatives issued by ASEAN to address the South China Sea disputes. Based on six cohesion variables in the constructivist reinterpretation of the neo functionalist externalization thesis, this study found that from 1992 to mid 2017 ASEANs cohesion trend is generally categorized as caucus. The lower ASEANs cohesion is, the more difficult for ASEAN to reach a common position and to affect China s attitude towards ASEANs initiatives. ASEAN in non cohesive conditions is also more vulnerable to Chinese influence. On the other hand, the heightened ASEANs cohesion shows an increase in ASEANs institutional resilience, making it increasingly difficult for ASEAN to be influenced by third party, including China. High level of cohesion allows ASEAN to influence China to be more actively involved in the mechanisms to address the South China Sea dispute initiated by ASEAN. This study concludes that the repetitive ASEAN China interaction has been the causal mechanism for the reciprocal relationship between ASEANs cohesion and Chinas involvement, which exists in a causal configuration vis vis ASEANs initiatives to address the South China Sea disputes."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Easton, David
Englewood Cliff, N.J.: Prentice-Hall, 1965
320.1 EAS f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>