Ditemukan 161489 dokumen yang sesuai dengan query
An Nisaa'FItri Ratnasari
"Pengenaan PPN atas penyerahan AYDA oleh kreditur kepada pembeli agunan telah menjadi industrial taxation issue selama bertahun-tahun, yang disebabkan karena adanya multi interpretasi pada unsur-unsur dikenakannya PPN atas penyerahan barang. Tingginya angka sengketa atas isu ini yang diajukan berulang-ulang menunjukkan bahwa isu ini memerlukan kepastian hukum dari sisi regulasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan pendapat hakim dalam sengketa pajak yang terdapat dualitas di tingkat Banding hingga Peninjauan Kembali dan menganalisis aspek kepastian hukum pada regulasi terkait pengenaan PPN atas penjualan AYDA. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data kualitatif. Analisis dilakukan dengan menggunakan dua putusan Peninjauan Kembali yang berbeda sejak diberlakukannya SE DJP 121/2010, dan menyajikan data pendukung serta wawancara mendalam untuk menganalisis aspek asas certainty atas regulasi yang berlaku sebelum dan sesudah rezim UU HPP melalui PP 44/2022 dan PMK 41/2023. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan atas hasil putusan sengketa pajak ada pada level argumentasi Pemohon dan Termohon akibat adanya multi interpretasi regulasi secara horizontal pada tingkat UU. Kemudian atas pemberlakuan aturan teknis terkait pengenaan PPN atas penjualan AYDA melalui PMK 41/2023 telah memenuhi asas kepastian hukum. Namun atas implementasinya masih perlu diperhatikan lebih lanjut karena pengenaan PPN atas penjualan AYDA melalui penyelenggara lelang belum diatur dengan jelas dalam regulasi terbaru tersebut, sehingga diperlukan konfirmasi atas mekanisme pengenaan ini.
The imposition of VAT on the delivery of Foreclosed Collateral by the creditor to the buyer of the collateral has been an industrial taxation issue for years, which is due to the multiple interpretations of the elements of imposing VAT on the delivery of goods. The high number of disputes over this issue which have been filed repeatedly shows that this issue requires legal certainty from a regulatory standpoint. This study aims to analyze differences of opinion of judges in tax disputes where there is duality at the Appeal to Judicial Review level and to analyze aspects of legal certainty in regulations related to the imposition of VAT on the sale of Foreclosed Collateral. The research method was carried out using a qualitative approach and qualitative data analysis techniques. The analysis was carried out using two different Judicial Review decisions since the enactment of SE DGT 121/2010, and presenting supporting data and in-depth interviews to analyze aspects of the certainty principle of the regulations that were in effect before and after the regime of the HPP Law through PP 44/2022 and PMK 41/2023. The results of this study indicate that differences in the results of tax dispute decisions exist at the level of arguments of the Petitioner and the Respondent due to the existence of multiple interpretations of regulations horizontally at the level of laws. Then the implementation of technical regulations regarding the imposition of VAT on the sale of Foreclosed Collateral through PMK 41/2023 has fulfilled the principle of legal certainty. However, its implementation still needs further attention because the imposition of VAT on Foreclosed Collateral sales through auction organizers has not been clearly regulated in the latest regulation, so confirmation of this imposition mechanism is required."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Wulan Putri Saridewi
"Adanya kebijakan Undang-UndangHPP memberikan perubahan peraturan pada kluster PPN meliputi penetapankenaikantarif PPN secara bertahap, perubahan Barang tidak Kena Pajak menjadi Barang Kena Pajakserta UU HPP memangkasfasilitas yang diberikan pada UU PPN sebelumnya. Sehingga Penelitian ini membahas bagaimana peraturan hukum, mekanisme, serta akibat hukum dalam PPN setelah berlakunya UU HPP. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis Peraturan Hukum dalam PPN baik sebelum dan setelah berlakunya UU HPP dengan menggabungkan data sekunder berupa peraturan Perundang-Undangan dan studi pustaka dengan metode analisis doktrinal. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perubahan peraturan pada kluster PPN yang diantaranya mengatur mengenai Kenaikan Tarif secara bertahap serta perubahan peraturan pada objek barang kena pajak yang masih tidak mencerminkan kepastian hukum sesuai pada UU HPP ayat (1) d, karena pengaturan mengenai fasilitas atas Barang Kena Pajak tidak pasti dan bisa dievaluasi kapan saja sesuai dengan PP No.49 Tahun 2022 yang mengatur ketentuan fasilitas yang diberikan berlaku sementara maupun seterusnya.
The existence of the HPP Law policy provides regulatory changes to the VAT cluster including the determination of a gradual increase in VAT rates, changing non-taxable goods to become taxable goods and the HPP law cutting the facilities provided in the previous VAT law. So this research discusses how the legal regulations, mechanisms, and legal consequences in VAT after the enactment of the HPP Law. This study aims to analyze the legal regulations in VAT both before and after the enactment of the HPP Law by combining secondary data in the form of laws and literature with doctrinal analysis methods. The results of this study indicate that there have been regulatory changes in the VAT cluster which among others regulate the gradual increase in tariffs as well as changes in regulations on taxable goods which still do not reflect legal certainty in accordance with the HPP Law paragraph (1) d, arrangements regarding facilities for Taxable Goods Tax is uncertain and can be evaluated at any time in accordance with Government Regulation No. 49 of 2022 which regulates the conditions for the facilities provided are temporary or permanent."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Puspita Andini
"Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), mengubah ketentuan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). UU HPP mengubah jasa pendidikan menjadi jasa kena pajak dengan fasilitas dibebaskan. Perubahan kebijakan ini menimbulkan beberapa permasalahan, seperti kepastian hukum dan mekanismenya. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang dibentuknya kebijakan PPN atas jasa pendidikan dan menganalisis kebijakan PPN atas jasa pendidikan ditinjau dengan menggunakan teori Ease of Administration. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah post-positivist. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan PPN atas jasa pendidikan ini dilatar belakangi karena 1) meningkatkan kinerja penerimaan PPN, 2) memperluas tax base ,3) Mengembalikan ke konsep dasar PPN, 4) perkembangan jasa pendidikan yang dinamis, 5) benchmark ke negara lain, dan 6) menambah penerimaan negara dimasa mendatang. Kemudian kebijakan ini belum memenuhi sepenuhnya kemudahan administrasi sesuai dengan teori Fritz Neumark. Pada implementasinya, masih terdapat jasa pendidikan yang belum pasti perlakuan pajaknya. Selain itu, belum terdapat penegasan dari otoritas pajak terkait subjek, objek, dan dasar pengenaannya pada penyelenggara jasa pendidikan. Atas penelitian yang dilakukan, rekomendasi yang diberikan adalah untuk melakukan penegasan terhadap jasa pendidikan tertentu, memberikan sosialisasi mengenai kepastian hukum jasa pendidikan, dan memberikan kemudahan administrasi bagi Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajibannya.
The issuance of Law Number 7 of 2021 concerning Harmonization of Tax Regulations (UU HPP), changes the provisions regarding Value Added Tax (VAT). The HPP Law changes educational services to become taxable services with exempt facilities. This policy change raises several problems, such as legal certainty and mechanisms. Therefore, this study aims to determine the background of the formation of VAT policies on educational services and to analyze VAT policies on educational services in terms of using the Ease of Administration theory. The research approach used is post-positivist. Data collection techniques used were literature studies and in-depth interviews. The results of the study show that the VAT policy on educational services is motivated by 1) increasing the performance of VAT revenues, 2) expanding the tax base, 3) returning to the basic concept of VAT, 4) dynamic development of educational services, 5) benchmarking to other countries, and 6) increase state revenue in the future. Then this policy has not fully fulfilled the ease of administration according to Fritz Neumark's theory. Because there are uncertaity about tax obligation for some educational services. In addition, there has been no confirmation from the tax authorities regarding the subject, object and tax basis for imposing tax on education services. For the research conducted, the recommendations given are to confirm certain educational services, provide socialization regarding legal certainty for educational services, and provide administrative convenience for taxpayers in the context of fulfilling their obligations."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ferry Suwandi Natio
"Perubahan ketiga pasal 16D Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengalami memperluas objek yang dapat dikenakan pajak dalam praktiknya menimbulkan beberapa permasalahan baru di masyarakat, khususnya rasa ketidakadilan dan ketidakpastian hukum terhadap ketentuan tersebut, dalam hal ini dikaitkan dengan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada transaksi jual beli tanah. Metode penelitian hukum yang digunakan untuk penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan secara kualitatif. Data sekunder diperoleh melalui Surat Penegasan Direktorat Peraturan Perpajakan I Nomor S-1300/PJ.02/2014. Bahan hukum primer yaitu pasal 4 ayat (1); dan pasal 16D Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transaksi jual beli tanah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai apabila penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Ketidakpastian hukum dirasakan oleh Pengusaha Kena Pajak karena memori penjelasan pasal 16D yang tidak menjelaskan tanah harus dikenakan pajak pertambahan nilai. Sebenarnya, pengenaan pasal 16D untuk memungut pajak pertambahan nilai atas barang bekas (aktiva) milik pengusaha kena pajak, termasuk salah satunya adalah tanah.
The third amendment of article 16d the law number 42 the year 2009 on tax increase in value of goods and services and sales tax on luxury goods experience the meaning of the expansion of special provisions in practice give rise to some new problems in the community, especially a sense of injustice and legal uncertainty of these stipulations, in this associated with the imposition of tax increase in value on the transaction of purchase land .Legal research method used for writing this is the thesis research juridical normative with a method of qualitative approach .Secondary data obtained through a letter of affirmation of the directorate of the regulation of taxation i number s-1300 / pj.02 / 2014. The primary law is article 4 paragraph 1 ); and article 16d the law number 42 the year 2009 .The results of research shows that the transaction of purchase land worn tax increase in value if the business done by taxable. Legal uncertainty felt by entrepreneurs taxable memory explanation because article 16d who did not explain the ground should be taxed increase in value .Actually , the imposition of article 16d to levy a tax increase in value of second-hand goods belonging to entrepreneurs taxable , including one of them is the land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44372
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tressieta M
"Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Indonesia menganut metode Indirect Substraction Method untuk mendeteksi atau menguji kebenaran jumlah pajak yang terutang. Jumlah output tax lebih kecil daripada input tax, selisihnya merupakan kelebihan pembayaran pajak yang dapat direstitusi ataupun dikompensasi. Dengan menggunakan sistem self assessment dapat mengajukan restitusi Pajak Pertambahan Nilai atas penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai dengan status lebih bayar. Studi ini merupakan penelitian implementasi kebijakan perpajakan atas restitusi PPN pasca pemberhentian Pemeriksaan Bukti Permulaan yang terjadi di PT. ABC dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Dalam proses restitusi Pajak Pertambahan Nilai yang sedang diajukan oleh PT ABC, pihak DJP melakukan pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT. ABC. Dengan dilakukannya pemeriksaan bukti permulaan kepada PT. ABC maka restitusi PPN yang diajukan oleh PT. ABC tertangguhkan. PT. ABC tidak terbukti melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dengan demikian pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT. ABC diberhentikan. Hasil penelitian ini yaitu Setelah diberhentikannya pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT. ABC, DJP tidak langsung menerbitkan SKPLB sebagaimana diatur didalam Pasal 17B Undang-Undang KUP. Adapun dampak implementasi kebijakan restitusi PPN setelah dihentikannya pemeriksaan bukti permulaan bagi PT. ABC yaitu menyebabkan ketidakpastian atas restitusi yang diajukan dan tidak mendapatkan imbalan bunga atas SKPLB yang diterbitkan melebihi jangka waktu 12 bulan dan meningkatkan compliance cost PT. ABC.
The Indonesian Value Added Tax Act adheres to the Indirect Subtraction Method to detect or test the correct amount of tax payable. The amount of output tax is smaller than the input tax, the difference is the excess payment of taxes that can be refunded or compensated. By using the self assessment system, taxpayers can claim a Value Added Tax refund for the submission of Value Added Tax Return with overpayment status. This study is about the implementation of taxation policies on Value Added Tax (PPN) restitution after the termination of the Preliminary Investigation Tax Audit that occurred at PT. ABC by using a qualitative approach and in-depth interviews. In the process of value added tax restitution that is being submitted by PT ABC, the DGT execute the preliminary investigation tax audit to PT. ABC. By conducting preliminary investigation tax audit to PT. ABC then the VAT refund submitted by PT. ABC is suspended. PT. ABC is not proven to have committed a criminal act in the taxation field, thus preliminary investigation tax audit to PT. ABC was terminated. The results of this study are after the termination of preliminary investigation tax audit of PT. ABC, DGT does not directly issue SKPLB (Overpayment Tax Assessment Letter) as stipulated in Article 17B of the KUP Law. As for the impact of the implementation of the VAT restitution policy after the termination of the preliminary investigation tax audit PT. ABC, that is, causes uncertainty over the restitution that is submitted and does not receive interest benefits for SKPLB issued over a period of 12 months and increase compliance cost PT. ABC."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Adella Riska Putri
"Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang ditetapkan oleh pemerintah mengubah beberapa ketentuan perpajakan, salah satu pokok materi perubahan pada UU HPP adalah disesuaikan kembalinya beberapa kebijakan PPN, diantaranya meliputi perluasan basis PPN melalui refocusing atau pengaturan kembali barang dan jasa yang dikecualikan. Salah satu jenis barang dan jasa yang mengalami pengaturan kembali ialah jasa keuangan yang didalam UU HPP dikeluarkan dari jasa yang dikecualikan PPN, jasa keuangan ini meliputi beberapa jasa salah satunya jasa pembiayaan, sehingga atas jasa tersebut menjadi objek PPN atau Jasa Kena Pajak (JKP). Hal ini menuai banyak komentar karena dianggap menambah pekerjaan administrasi bagi para pelaku jasa keuangan yang termasuk didalamnya jasa pembiayaan, padahal perlakuan PPN baik sebelum diberikan fasilitas dibebaskan maupun sesudah diberikan fasilitas dibebaskan sama saja yaitu tidak dipungut PPN. Untuk itu penelitian ini berusaha untuk mengetahui apakah kebijakan PPN atas jasa keuangan sudah memenuhi salah satu asas pemungutan pajak yaitu ease of administration. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan post positivist dengan jenis penelitian berdasarkan tujuannya sebagai penelitian deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa atas kebijakan PPN atas jasa keuangan yang termasuk didalamnya jasa pembiayaan ini belum memenuhi asas efficiency dan simplicity hal ini merupakan bentuk konsekuensi dari munculnya kewajiban pemenuhan administrasi akibat perubahan status dari non JKP menjadi JKP yang dibebaskan, sehingga memunculkan pertambahan baik dari segi biaya maupun waktu dan menambah pekerjaan rumah baru bagi wajib pajak.
The Harmonization Tax Regulations (UU HPP) stipulated by the government changed several tax provisions, one of the main material changes in the HPP Law was the adjustment of several VAT policies, including expanding the VAT base through refocusing or rearranging exempt goods and services. One type of goods and services that has been re-arranged is financial services which in the HPP Law are excluded from VAT-exempt services, these financial services include several services, one of which is financing services, so that these services become objects of VAT or Taxable Services (JKP). This has attracted many comments because it is considered to add to administrative work for financial service actors which includes financing services, even though the treatment of VAT both before being granted exemption facilities and after being granted exemption facilities is the same, namely not collecting VAT. For this reason, this study seeks to determine whether the VAT policy on financial services has fulfilled one of the principles of tax collection, namely ease of administration. The research method used is a post positivist approach with this type of research based on its purpose as descriptive research. The types of data used are primary and secondary data with data collection techniques, namely library research and field studies with in-depth interviews. The results of this study conclude that the VAT policy on financial services, which includes financing services, has not met the principles of efficiency and simplicity, this is a consequence of the emergence of administrative compliance obligations due to the change in status from non-JKP to JKP which is exempted, resulting in a good increase in terms of cost and time and add new homework for taxpayers."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Indra Himawan Adlan
"Skripsi ini membahas fakta yang mendasari pertimbangan Hakim dalam memutus sengketa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada perusahaan pembiayaan terkait perkara diskon asuransi dan penjualan barang yang ditarik kembali. Pendekatan penulisan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Transaksi diskon asuransi terutang PPN pada skema transaksi pembiayaan konsumen sedangkan transaksi penjualan barang yang ditarik kembali dapat terutang PPN pada transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi. Sengketa ini disebabkan perbedaan interpretasi hukum sehingga memerlukan manajemen sengketa pajak berupa pembentukan aturan baru atau revisi aturan menggunakan peraturan yang sifatnya mengikat ke luar seperti Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Keuangan, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
This thesis discusses facts which underpin the Judge?s verdict in Value AddedTax (VAT) disputes on matters related finance company insurance discounts and salerepossessed goods. It uses descriptive qualitative approach. VAT is levied on insurancediscount in consumer financing transaction scheme, while VAT on the sale of repossessedgoods can be levied in a finance lease transaction. This tax disputes are caused by differentlegal interpretation, thus it needs tax dispute management by forming a new rule oramendment of the existing rules using the rules which have legal binding force to thesociety such as Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Keuangan, and Peraturan DirekturJenderal Pajak"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S63331
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aisyah Farah Nabiila
"Kegiatan retur tidak mungkin dihindari dalam proses bisnis perusahaan, termasuk pula yang dilakukan PT X. Sebagai salah satu perusahaan yang dikenakan koreksi pajak oleh DJP dalam hal pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Impor Barang Kena Pajak yang diretur kembali yang tidak memiliki hubungan dengan kegiatan usaha PT X pada Tahun Pajak 2015 dan 2017. Penelitian ini menganalisis koreksi pajak pertambahan nilai PT X terkait koreksi fiskus atas pengkreditan Pajak Masukan perolehan Impor Barang Kena Pajak yang diretur kembali ke luar Daerah Pabean yang berujung pada sengketa untuk Tahun Pajak 2015 serta menganalisis apakah sudah sesuai dengan asas ease of administration. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik penumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Sengketa disebabkan oleh adanya perbedaan argumen antara PT X dengan DJP terkait penafsiran peraturan yang berhubungan dengan frasa “kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen” pada Pasal 9 Ayat 8 huruf b Undang - Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan perlakuan atas koreksi yang dikenakan dengan tahun pajak berbeda kasus pengkreditan Pajak Masukan perolehan Impor Barang Kena Pajak untuk kegiatan retur kembali serta koreksi yang dikenakan kepada PT X tidak memenuhi asas ease of administration.
Returns are unavoidable in the company's business processes, including those carried out by PT X. As one of the companies subject to tax correction by DGT in terms of crediting Input Tax on the acquisition of returned Imported Taxable Goods that have no relationship with PT X's business activities in the 2015 and 2017 Fiscal Years. This research discusses the analysis of PT X's value added tax correction related to the tax authority correction for crediting the Input Tax on the acquisition of the Imported Taxable Goods returned outside the Customs Area which resulted in a dispute for the 2015 Fiscal Year and analyzes with Ease of Administration principle in deliberation. This study uses a qualitative approach with data collection techniques through in-depth interviews and literature study. The dispute was caused by differences in arguments between PT X and the DGT regarding the interpretation of regulations relating to the phrase “production, distribution, marketing and management activities” in Article 9 Paragraph 8 letter b of the VAT Law and Sales Tax on Luxury Goods. The result of this research concludes that there are differences in the treatment of corrections imposed by different tax years in the case of crediting the Input Tax on the acquisition of Taxable Goods for returns and corrections imposed on PT X that do not fulfill the Ease of Administration principle."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Made Laksmi Sena Hartini
"Kegiatan usaha perbankan meliputi kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana dan kegiatan usaha perbankan lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengenaan PPN pada Bank Umum pasca amandemen ketiga UU PPN dan terbitnya SE-121/PJ/2010 dan untuk mengetahui sistem pengenaan PPN pada industri perbankan di negara lain yaitu Australia dan New Zealand. Penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat eksplorasi dan deskriptif. Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, pengenaan PPN pada sektor industri perbankan pasca amandemen ketiga UU PPN mengalami perubahan yang material yang mengakibatkan terdapatnya ketidakpastian hukum. Terbitnya Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-121/PJ/2010 mengenai penegasan perlakukan pajak pertambahan nilai atas kegiatan usaha perbankan belum dapat berlaku efektif sepenuhnya. Modifikasi sistem pengecualian yang diterapkan di Australia dan New Zealand belum dapat diterapkan di Indonesia karena diperkirakan akan dapat mengakibatkan tergangunya penerimaan pajak negara dan dapat memberatkan administrasi.
Banking activities include fund raising activities, disbursement of funds and other banking activities. The purpose of this study was to determine differences in the imposition of VAT on Commercial Bank after the third amendment of the VAT Act and the publication SE-121/PJ/2010 and to determine the VAT system in the banking industry in other countries like Australia and New Zealand. This study uses an approach that is exploratory and descriptive. The research method used is a literature study with a qualitative approach. Based on the research, the imposition of VAT on the banking sector after the third amendment of the VAT Act are material changes that result in the presence of legal uncertainty. Publication SE-121/PJ/2010 concerning affirmation treatment VAT on banking activities can not be fully effective. Modification of exemption system that apply in Australia and New Zealand can not be applied in Indonesia as expected may result disturb state tax revenue and administrative burden."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rahajeng Mentariningtyas
"Laporan magang ini membahas mengenai kasus sengketa pajak yang dialami oleh PT SASA yang berkaitan dengan pengkreditan Pajak Masukannya atas perolehan Barang Kena Pajak BKP dan Jasa Kena Pajak JKP yang terdiri dari barang modal dan non-barang modal. Pokok permasalahan sengketa karena pihak Pemeriksa melakukan pemeriksaan kepada perusahaan atas pelaporan Surat Pemberitahuan Masa yang lebih bayar di tahun 2011. Hasil pemeriksaan yang dilakukan Fiskus menyatakan bahwa Pajak Masukan atas perolehan yang dilakukan PT SASA pada tahun 2011 tidak dapat dikreditkan sehingga pihak Fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB . PT SASA pun mencoba untuk melakukan upaya hukum untuk mempertahankan argumennya hingga ke pengadilan pajak. Laporan magang ini menjelaskan analisis penulis terhadap hasil putusan persidangan yang akan diterbitkan Pengadilan Pajak di masa mendatang.
This internship report discusses about tax dispute case in PT SASA regarding its Value Added Tax VAT -in of acquiring taxable goods and services of capital goods and non capital goods which can not be credited. The point of dispute is assessor Director General of Tax DGT doing tax audit for PT SASA based on Tax Return that stated PT SASA has overpayment of VAT in 2011. The tax audit resulting VAT-in of PT SASA can not be credited in 2011 and DGT issued Tax Underpayment Assessment Letter. PT SASA tries to defend its argument and right and take the case to the tax court. This internship report explains the writer rsquo;s analysis of tax court decision that will be issued by the tax court in the future."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library