Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141554 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kanza Sekar Andini
"Perlakuan akuntansi atas penyisihan pencadangan piutang tak tertagih mengalami perubahan cukup signifikan, sejak diterapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 71 yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2020, terutama pada metode perhitungan atas Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Metode perhitungan atas CKPN pada PSAK 71, menggunakan expected loss dengan sifat forward-looking. Atas perubahan ketentuan akuntansi tersebut, belum diiringi dengan perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81 tahun 2009 dan PMK No. 219 tahun 2012. Hal ini menimbulkan permasalahan untuk ditinjau secara lebih lanjut. Salah satu perusahaan yang terdampak dengan perubahan ini adalah PT XYZ. Penelitian ini bertujuan menganalisis implikasi yang ditimbulkan atas perbedaan perlakuan secara akuntansi dan pajak atas penyisihan piutang tak tertagih pada PT XYZ tahun 2022. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik analisis dalam pengumpulan data yang digunakan adalah metode deskriptif. Pada penelitian ini, data diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam terhadap beberapa narasumber yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan PSAK 71 cenderung menaikkan CKPN yang dimiliki perusahaan. Selanjutnya, dikarenakan PT XYZ merupakan industri yang diperbolehkan untuk melakukan pembebanan atas pencadangan piutang secara pajak, maka perbedaan yang terjadi terdapat pada selisih besar CKPN menurut akuntansi dan pajak. Dengan demikian, atas penerapan PSAK 71, akan berpengaruh terhadap koreksi fiskal pada CKPN yang menjadi lebih besar, dibandingkan saat penerapan PSAK 55.

The accounting treatment for the provision for allowance for doubtful accounts has changed significantly, since the implementation of Statement of Financial Accounting Standards 71 ​​which became effective on January 1, 2020, especially in calculating Allowance for Impairment Losses (CKPN). The calculation method for CKPN in PSAK 71 uses expected loss with forward-looking characteristics. The change in accounting provisions has not been followed by a change in Minister of Finance Regulation (PMK) No. 81 of 2009 and PMK No. 219 of 2012. This raises issues for further review. One of the companies affected by this change is PT XYZ. This study aims to analyze the implications arising from differences in accounting and tax treatment of allowance for doubtful accounts at PT XYZ in 2022. This research uses a qualitative approach. The analysis technique used in data collection is the descriptive method. This study obtained data from literature studies and in-depth interviews with several relevant sources. This study's results indicate that applying PSAK 71 tends to increase the company's CKPN. Furthermore, because PT XYZ is an industry that is allowed to charge for provisioning receivables taxably, the difference that occurs is in the large difference in CKPN according to accounting and tax. Thus, the implementation of PSAK 71 will affect the fiscal correction in the CKPN which becomes larger, compared to the implementation of PSAK 55."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfano Abdurrasyad Franedi,author
"Putusan Banding yang dijadikan studi kasus pada penelitian ini terkait dengan sengketa penafsiran dalam hal penerapan ketentuan pajak penghasilan atas pembebanan kerugian yang timbul dari piutang tak tertagih. Bank XYZ mengakui adanya kerugian dari piutang tak tertagih melalui pembentukan cadangan yang telah dibentuk pada tahun-tahun sebelumnya, sedangkan pada saat melakukan penghapusan piutang, kerugian tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan sehingga tidak mempengaruhi pos biaya pada laporan laba rugi. Di sisi lain, pemeriksa berpendapat bahwa pencadangan dan penghapusan merupakan dua peristiwa yang berbeda, sehingga pada saat melakukan penghapusan piutang tak tertagih, Bank XYZ harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan Majelis Hakim yang mengabulkan seluruh permohonan banding telah memenuhi asas kepastian hukum dalam memutus sengketa yang terjadi antara Bank XYZ dengan pihak otoritas perpajakan, khususnya dari segi pendefinisian atau penafsiran. Hal ini dikarenakan putusan Majelis Hakim telah tepat dan sesuai dalam penerapan ketentuan perpajakan mengenai pembebanan atas kerugian piutang tak tertagih bagi industri perbankan, khususnya Bank XYZ.

Appeal Verdict which are used as case studies in this study are related to interpretation disputes in terms of the application of income tax provisions to the imposition of losses arising from uncollectible accounts. Bank XYZ recognizes losses from uncollectible receivables through the formation of reserves that have been formed in previous years, while at the time of elimination of accounts receivable, the loss is charged to the estimated reserves so as not to affect the cost of income statement. On the other hand, the examiner is of the opinion that the reserves and deletions are two different events, so that when carrying out the elimination of uncollectible accounts, XYZ Bank must fulfill the requirements as stipulated in the tax provisions. The results of the study indicate that the Judges decision that granted all appeal requests fulfilled the principle of legal certainty in deciding disputes that occurred between Bank XYZ and the tax authorities, especially in terms of defining or interpreting. This is because the Judges decision is appropriate and appropriate in the application of tax provisions regarding the imposition of losses on bad debts for the banking industry, especially Bank XYZ."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Ardiyani
"Pada lembaga keuangan perbankan, kredit macet merupakan persoalan serius. Salah satu upaya bank untuk menanggulangi kredit macet tersebut dengan melakukan penyelesaian secara damai berdasarkan kesepakatan antara bank dengan debitor yang masih mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan pinjamannya, Alternatif penyelesaian kredit macet secara paksa dapat dilakukan dengan jalan menyerahkan piutang¬piutang negara tersebut kepada Pengadilan negeri untuk dimintakan upaya eksekusi atas objek jaminan kredit atau menyerahkan permasalahan kredit melalui lelang oleh DJKN. Lelang eksekusi Hak Tanggungan yang dimintakan oleh pemegangnya sangat jarang terjadi, hal ini karena terkadang sulitnya proses pengosongan objek lelang serta keengganan dari pemohon lelang untuk membuat surat pernyataan bersedia bertanggung jawab apabila timbul gugatan,yang sering menjadi permasalahan adalah jika objek lelang ternyata adalah milik pihak ke tiga sehingga objek tidak dapat dilakukan lelang eksekusi.
Tesis ini membahas tentang alternatif penyelesaian kredit maces melalui eksekusi objek Hak Tanggungan di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan studi kasus di Kantor Wilayah V DJKN Bandar Lampung. Penulis berkesimpulan bahwa penyelesaian kredit macet melalui eksekusi objek jaminan kredit di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah banyak membantu dalam menyelesaikan permasalahan kredit macet. Hal ini dikarenakan penyelesaian masalah kredit maces melalui lelang lebih cepat dan efektif.
Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan bersifat yuridis normatif dengan cara mempelajari berbagai literatur dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penelitian ini, hasil penelitian dituangkan dalam simpulan berbentuk Deskriptif Analistis dengan harapan dapat menjadi rekomendasi untuk meningkatkan minat masyarakat untuk memanfaatkan jasa lelang dalam menyelesaikan masalah kredit macet serta meningkatkan kinerja Direktorat Jenderal Kekayaan Negara khususnya di Kantor Wilayah V Bandar Lampung untuk lebih meningkatkan pelayanan pada masyarakat dibidang lelang.

In certain banking financial institutions, non-performing loans or bad debts are considered to be a serious banking problem. This is because the banks are facing fresh capital difficulties due to the continuing scarce of capital. That is the reason why the non-performing loans are to be dealt with effectively, so that banking operations would not be in jeopardy. One way for banks to deal with this problem is through negotiated settlement that is a credit settlement based on agreement between the Bank and the debtor who is still having good faith in settling its loans. On the other hand, a forced settlement to the bad debts still can be done through the submission of the State receivables to the local District Court in order to apply to the Court to execute the credit security object. It can also be done alternatively through the auction of the object by the Directorate General of State Wealth. The execution through the auction of fiduciary rights is in fact seldom happen. This is because wide spread perception in the society that bad debt settlement through fiduciary rights auction is so bureaucratic and a difficult process. In most cases, the object to be auctioned is difficult to be freed from a third party physical control, especially when it is jointly owned by the third party. In this case, the realization of the auction is very much problematic. In other cases, the applicant of the auction is generally not willing to make statutory declaration that he or she be responsible should there be a law suit on this matter in the Court.
This thesis will try to analyze alternative settlement of non-performing loans (bad debts) through the execution of credit security object (fiduciary rights) held by the Dir.Gen. of State Wealth (a case study at the Regional Office V of the DGSW in Bandar Lampung).
The Author concludes that the settlement of bad debts through the execution of credit security object is in reality a good way in settling the non-performing loans. This is due to the fact, that this kind of settlement is generally faster and effective. Auction document is legally an authentic act and in the same time can be used as a legal basis for the transfer of land rights or the change of owners name.
This thesis applies library research method, with juridical and normative approach to the literature and relevant legal documents. The research is reported in the form of evaluative findings and analytical conclusions. It is hoped that this study would serve as a practical recommendation for the public in settling bad debts through the auction of credit security object held by Dir. Gen. of State Wealth. At the same time, it is also hoped that this would enhance the working performance of Dir. Gen. of State Wealth in general.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Sutriani
"Penelitian ini merupakan studi kasus yang bertujuan untuk menganalisis efektivitas dari pengelolaan Piutang Negara Piutang TP/TGR yang dilakukan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kementerian PUPR. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan identifikasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan piutang yang tidak dapat ditagih, mengungkapkan bagaimana perlakuan yang seharusnya secara akuntansi atas piutang yang tidak dapat ditagih, dan selanjutnya peneliti mencoba mengungkapkan hal-hal yang mungkin bisa digunakan oleh Kementerian PUPR untuk meminimalisir terbentuknya piutang yang tidak dapat ditagih.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan pengelolaan piutang TP/TGR yang dilakukan oleh Kementerian PUPR belum dilakukan dengan efektif. Kondisi ini bisa terlihat dari besarnya jumlah pembentukan piutang TP/TGR yang tidak dapat ditagih yang mencapai separuh dari keseluruhan jumlah piutang. Kurang efektifnya pengelolaan piutang TP/TGR antara lain disebabkan oleh kesalahan dalam sisi akuntasi, dan kurangnya sistem pengendalian internal SPI.
Dalam menyusun saran terkait peningkatan efektivitas pengelolaan piutang yang dilakukan, peneliti membandingkan pengelolaan piutang sektor publik dengan sektor privat, serta menjabarkan konsekuensi terkait ketidaktertagihan piutang TP/TGR agar Kementerian PUPR menyadari urgensi terkait perbaikan pengelolaan piutang ini. Kata kunci: Pengelolaan piutang; piutang negara; piutang tak tertagih; penyisihan piutang.

This study is a case study that aims to analyze the effectiveness of the management of Government Receivables Receivables of Treasury Demand Receivable Claims of Compensation conducted at the Ministry of Public Works and Housing. In this study, the researcher identifies the factors that influence the formation of receivables that can not be collected, reveals how the accounting treatment should be, and then the researchers try to reveal what might be used by Ministry of Public Works and Housing to minimize the formation of receivables that can not be collected.
The results of the research show that the management of receivables has not been done effectively. This condition can be seen from the large amount of the formation of receivables that can not be collected which reached half of the total number of receivables. Ineffective management of accounts receivable is partly due to errors in the accounting side, and the lack of an internal control system.
In preparing suggestions related to improving the effectiveness of the management of receivable, researchers compared the management of public sector receivables with the private sector, as well as describe the consequences related to uncollectible receivables so that the Ministry of Public Works and Housing realizes the urgency of improving the management of these receivables. Keywords Receivables management state receivables bad debts allowance for receivables receivable.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Yulianti
"Sektor perbankan berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan mempunyai peranan strategis dalam kegiatan perekonomian karena kegiatan usaha utamanya, menghimpun dana dan menyalurkan kredit. Dalam peningkatkan pembangunan ekonomi sangat diperlukan dana dalam jumlah besar, yang sebagian diperoleh melalui kegiatan perkreditan perbankan. Kredit bermasalah yang tidak dapat diselesaikan pada bank akan berpotensi berkurangnya modal bank. Bank yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan modal minimum akan termasuk sebagai bank bermasalah. Oleh karena itu, bank harus dapat segera melakukan penyelesaian terhadap kredit bermasalah.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah penyelesaian kredit macet menurut hukum perbankan yang berlaku di Indonesia dan bagaimana penyelamatan kredit bermasalah melalui restrukturisasi yang dilakukan Bank Nagari kepada Hotel G. Penelitian ini dianalisis secara deskriptif analitis dengan menggunakan bentuk penelitian bersifat yuridis normatif.
Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa ada beberapa cara penyelesian kredit bermasalah, 1) Penyelesaian kredit bermasalah yang diatur oleh Bank Indonesia, 2) penyelesaian kredit bermasalah melalui negosiasi, litigasi dan atribrase, dan 3) penyelesaian kredit bermasalah pada Hotel G melalui restrukturisasi yang dilakukan oleh Bank Nagari.

The banking sector serves as a financial intermediary has a strategic role in economic activities as core business activities is raise funds and extend credit. In promoting economic development is very necessary funds in large quantities, which are obtained through bank lending activities. Non-performing loans that can not be resolved at the bank will potentially decrease the bank's capital. Banks do not comply with the minimum capital requirements will be included as a troubled bank. Therefore, banks should be able to immediately perform the completion of the credit crunch.
Formulation of the problem in this research is the loan resolution under applicable banking laws in Indonesia and how to rescue troubled debt restructuring undertaken by the Nagari Bank on G Hotel. This study analyzed using descriptive analytical research juridical normative studies.
In this study concluded that there are several ways settlement problem loans, 1) settlement of non-performing loans arranged by Indonesian Bank, 2) settlement of non-performing loans through negotiation, litigation and atribrase and 3) settlement of non-performing to G Hotel through restructuring undertaken by the Nagari Bank.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54063
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Kurniadi Asyari
"Sesuai peraturan Bank Indonesia dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia, bank dapat melakukan hapus buku dan mengeluarkan piutang kategori macet dari neraca serta mencatatnya dalam rekening administratif. Namun, dalam perpajakan tidak dikenal istilah hapus buku dan hapus tagih. Perlakuan Pajak Penghasilan ketika bank menghapus buku piutang tak tertagih menimbulkan perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak dan juga antara Majelis Hakim.
Hasil analisis menunjukkan bahwa saat piutang tak tertagih dihapus buku, upaya penagihan masih terus dilakukan sehingga belum merupakan penagihan maksimal atau terakhir. Dengan belum memenuhi ketentuan fiskal, piutang tak tertagih tersebut masih berada dalam saldo akhir cadangan pada golongan kualitas macet karena belum terjadi pembebanan pada perkiraan cadangan dan juga tidak terjadi dua kali pembentukan cadangan. Pembentukan cadangan pada tahun dilakukannya hapus buku akan sama jumlahnya secara komersial dan fiskal.
Mengingat persoalan penghapusan piutang hanya merupakan beda waktu, peraturan pajak perlu memperjelas kedudukan piutang yang nyatanyata tidak dapat ditagih, yaitu sama dengan hapus tagih. Selanjutnya, perlu dilakukan penyesuaian peraturan perpajakan mengenai saat pembebanan kerugian dari piutang tak tertagih dan pengertian penagihan maksimal atau terakhir. Dengan demikian, harmonisasi antara peraturan perpajakan dengan peraturan Bank Indonesia perlu dilakukan dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi fiskus dan Wajib Pajak.

In accordance with Bank Indonesia regulation and Indonesian Banking Accounting Guidelines (PAPI), the bank can write off and remove loss category accounts of the issued also recorded it off balance sheet. However, in terms of taxation not recognized written off and charged off bad debts. Income tax treatment when a bank write off bad debts caused disagreement between the taxpayer by the Directorate General of Taxes and also among the judges.
The analysis results showed that when bad debts written off, collection efforts still continue to do so has not already made a maximum or last effort. Not fulfilled tax requirement, the accounts are still in ending balances of allowance of the loss collectibility because allowance accounts has not debited and also bad debts expense do not made twice. Bad debt expense in the year of write off will be the same amount of commercial and fiscal.
The issue of deductible write off is a time different only, tax laws need to clarify the position of debts which are actually uncollectible, which is equal to charged off bad debts. Furthermore, adjustments need to be done as well as the imposition of tax laws regarding loss of bad debts and the maximum or last effort interpretation. Thus, harmonization of tax laws with Bank Indonesia regulations need to be done in order to provide legal certainty for tax officer and taxpayer.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tabitha Adischa Puti Salma
"Perkembangan teknologi di dunia mendorong globalisasi sehingga masyarakat sangat mudah untuk mengakses informasi dengan menggunakan koneksi internet. Perkembangan teknologi membuat transformasi mendalam dalam sistem pembiayaan di Indonesia. Inovasi teknologi yang semakin meningkat mempengaruhi perkembangan dalam sektor keuangan. Perkembangan dalam sektor keuangan akibat teknologi salah satunya adalah Financial Technology, yaitu sektor keuangan yang menggunakan inovasi teknologi sehingga pelaksanaan transaksi menjadi lebih mudah dan efisien. Fintech meningkatkan aksesibilitas pendanaan, perbaikan taraf hidup masyarakat, dan mendukung inklusi keuangan. Salah satu aktivitas Fintech adalah deposito, pinjaman, dan penambahan modal. Pendekatan yang umum dan populer masyarakat gunakan adalah pinjam-meminjam uang secara daring yaitu Peer to Peer Lending. Fintech P2PLending ialah platform Penyelenggara sebagai perantara yang mempertemuan Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman. Fintech P2P Lending  melibatkan tiga pihak yaitu Penyelenggara Fintech P2P Lending, Pemberi Pinjaman, dan Penerima Pinjaman. Ketiga pihak tersebut terhubung dalam beberapa hubungan hukum yaitu kuasa dan pinjam meminjam. Dalam pelaksanaan pinjam meminjam ada kalanya Penerima Pinjaman tidak mampu membayar pinjaman tersebut. Keadaan tersebut adalah keadaan gagal bayar. Penyelenggara melakukan penagihan sebagai pengingat kepada Pemberi Pinjaman ketika belum terlambat dan sesudah gagal bayar. Penyelenggara dapat mengalihkan tugas penagihan kepada Pihak Ketiga. Tidak ada peraturan yang seccara langsung melarang Pemberi Pinjaman untuk melakukan penagihan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanannya Pemberi Pinjaman seharusnya memiliki kewenangan untuk melakukan penagihan.

The development of technology in the world encourages globalization so that people find it very easy to access information using an internet connection. Technological developments have deep transformation in the financing system in Indonesia. Increasing technological innovation affects developments in the financial sector. One of the developments in the financial sector due to technology is Financial Technology, which is a financial sector that uses technological innovation to make the implementation of transactions easier and more efficient. Fintech increases funding accessibility, improves people's lives, and supports financial inclusion. One of the activities of Fintech is deposits, loans, and capital increases. A common and popular approach is online money Lending, namely Peer to Peer Lending. Fintech P2P Lending is a platform that acts as an intermediary that brings together lenders and borrowers. Fintech P2P Lending involves three parties, namely the Fintech P2P Lending Organizer, the Lender, and the Borrower. The three parties are connected in several legal relationships, namely power of attorney and Lending-and-borrowing. In the implementation of Lending-and-borrowing, there are times when the Borrower is unable to pay the loan. This situation is a state of default. The Organizer conducts collection as a reminder to the Lender when not yet late and after default. The Organizer may assign the task of collection to a Third Party. There is no regulation that directly prohibits the Lender from collecting. Based on the laws and regulations and the implementing regulations, the Lender should have the authority to collect."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriani Cristina Susianti Magdalena
"Standar IFRS 9 membawa perubahan signifikan pada model untuk menentukan loan loss provisions, yakni expected credit loss model, standar ini efektif sejak 1 Januari 2018. European Bank Central telah melakukan supervisi kepada bank di Eropa sejak tahun 2017 sehingga bank memiliki persiapan yang lebih matang dan dapat mengadopsi tepat waktu. Hal ini menjadi motivasi penelitian ini untuk menguji nilai loan loss provisions dan diskresioner loan loss provisions setelah adopsi IFRS 9, serta peran keahlian akuntansi komite audit dan audit tenure dalam membatasi diskresioner loan loss provisions setelah adopsi IFRS 9 di Eropa. Penelitian ini menggunakan sampel bank konvensional di Eropa periode 2016-2018. Dengan menggunakan analisis univariat dan analisis data panel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa loan loss provisions setelah adopsi IFRS 9 tidak meningkat signifikan dibandingkan IAS 39, sementara diskresioner loan loss provisions setelah adopsi IFRS 9 meningkat jika dibandingkan IAS 39. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa komite audit dengan keahlian akuntansi belum dapat membatasi diskresioner loan loss provisions setelah adopsi IFRS 9, hanya masa perikatan partner audit dengan bank yang pendek, yang dapat membatasi diskresioner loan loss provisions. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong standard setter untuk membentuk kebijakan tertentu yang lebih dapat membatasi diskresioner loan loss provisions. Penelitian ini dapat menjadi pertimbangan regulator untuk membatasi masa perikatan partner audit dengan bank, sehingga peran partner audit semakin efektif dalam mengurangi asimetri informasi antara investor dengan manajemen yang pada akhirnya mengurangi diskresioner loan loss provisions.

IFRS 9 standard brings significant changes to the model for loan loss provisions, namely the expected credit loss model, this standard is effective from January 1, 2018. European Central Bank has been supervising banks in Europe since 2017 so banks have better preparation and adopt on time. The motivation of this study to examine the value of loan loss provisions and discretionary loan loss provisions after the adoption of IFRS 9, as well as the role of accounting expertise audit committee and audit tenure to reduce discretionary loan loss provisions after IFRS 9 adoption in Europe. This study uses a sample of conventional banks in Europe in the 2016-2018 period. By using univariate analysis and panel data analysis. The results of this study indicate that loan loss provisions after IFRS 9 adoption do not increase significantly compared to IAS 39, while discretionary loan loss provisions after IFRS 9 adoption increase when compared to IAS 39. The results of this study also prove that accounting expertise audit committees cannot reduce discretionary loans loss provisions after IFRS 9 adoption, only a short period of audit partner engagement with banks can reduce discretionary loan loss provisions. The results of this study are expected to encourage standard setters to form certain policies that can reduce discretionary loan loss provisions. This research can be considered by regulators to limit the audit partner engagement period with banks, so audit partners is more effective in reducing information asymmetry between investors and management, which in turn reduces discretionary loan loss provisions."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T55232
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorius Adisamodra
"ABSTRAK
Meningkatnya pembangunan di segala bidang tentunya tidak terlepas dari peran Bank sebagai agen pembangunan. Perbankan melalui kegiatan utamanya, menghimpun dana masyarakat dan, menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemberian kredit untuk kegiatan-kegiatan ekonomi. Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat juga keperluan akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan. proses pemberian kredit tersebut memiliki resiko. Semakin banyak kredit yang disalurkan berbanding lurus dengan besarnya resiko yang terkandung di dalamnya, di mana resiko yang mungkin timbul adalah menjadi bermasalahnya kredit tersebut yang selanjutnya disebut kredit bermasalah atau macet. Pada penulisan ini akan dibahas mengenai proses pelaksanaan dan kendala Agunan Yang Diambil Alih AYDA sebagai alternatif penyelesaian kredit bermasalah di PT Bank X, Tbk. Pada penulisan ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian yang deskriptif dan jenis data sekunder. Sebelum masuk ke dalam pembahasan pokok permasalahan, terlebih dahulu dijabarkan tinjauan umum tentang kredit seperti pengertian kredit, unsur-unsur kredit, fungsi kredit, jenis-jenis kredit, tujuan penggunaan, jaminan kredit, serta prinsip kehati-hatian yang harus diterapkan dalam pemberian kredit. Mengenai peraturan yang mengatur mengenai penyelesaian kredit bermasalah akan ditinjau baik dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan untuk pembahasan mengenai penyelesaian kredit bermasalah pada PT. Bank X, Tbk. didasarkan pada studi kasus yang terjadi pada PT. Bank X, Tbk di Jakarta. Kesimpulan pada penulisan ini bahwa AYDA sebagai alternatif penyelesaian kredit bermasalah di bank menurut peraturan perundang-undangan dapat dilakukan dengan penyerahan sukarela maupun pelangan. Sedangkan pada praktek AYDA untuk penyelesaian kredit bermasalah, banyak kendala yang dihadapi oleh bank. Bank X dalam menyelesaikan kredit bermasalah yang ada selalu mengacu kepada peraturan yang ada, namun terlebih dahulu diusahakan penyelesaian secara kekeluargaan. Kata kunci :Kredit bermasalah, Bank, AYDA

ABSTRACT
Increasing development in all aspect can not be separated from the role of the Bank as a development agent. Bank main activities are raising public funds and, channeling back to the community in the form of credit for economic activities. With the increase in development activities, the need for funding, which is mostly obtained through credit activities, also increases. The crediting process is at risk. The greater the amount of the loan principal, the greater the risk it will run. One of the most likely risks is the inability of the borrower to make repayments in accordance with the terms of the loan agreement and this may lead to a non performing loan. This thesis concerns the ways of dealing with regarding the implementation process and constraints of Foreclosed Properties as Non Performing Loan settlement at PT Bank X, Tbk. In this thesis the writer adopts a juridical normative and descriptive method of research and relies on secondary data source. It starts with an overview of the nature of credit, such as the concept, elements, functions, types, purposes of credit, and the collateral for credit, as well as the principal of prudence in extending a credit.. The settlement of non performing loans may be carried out under the prevailing laws or under Bank Indonesia Regulations, and Otoritas Jasa Keuangan Regulations. The discussion on the settlement of nonperforming loans at PT. Bank X, Tbk is based on a case study at PT. Bank X in Jakarta. The Conlusion of this thesis that Foreclosed Properties as an alternaive settlement of non performing loans may take the form of a private sale or an auction. In fact, the practice of Foreclosed Properties is challenging for bank. There are many obstacle . Bank X always complies with the prevailing laws and regulations in settling any non performing loans, but it always prioritizes amicable settlement. Keywords Bank, Non Performing Loan"
2018
T51117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Gidion Hasudungan
"Tesis ini menganalisis determinan penerimaan pajak pada 4 (empat) sektor kontributor penerimaan pajak terbesar di Indonesia dengan menggunakan variabel institusional yang diwakili oleh upaya pemeriksaan pajak sektoral dan variabel-variabel makroekonomi unik per sektor. Model dikembangkan dari teori Tanzi (1989) dan diestimasi menggunakan Ordinary Least Square (OLS) terhadap data triwulanan dari 2004 hingga 2012. Upaya pemeriksaan pajak diwakili oleh rasio nilai Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) terhadap nilai Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan jumlah SKPKB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio nilai SKPKB terhadap nilai SKPLB tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, jasa keuangan dan asuransi, dan pertambangan dan penggalian. Hal ini terjadi karena nilai SKPKB dan SKPLB hasil pemeriksaan relatif berimbang. Jumlah SKPKB berpengaruh positif terhadap kenaikan penerimaan pajak sektor industri pengolahan yang berarti banyaknya jenis pajak yang dikoreksi akan menjadi pegangan wajib pajak untuk memperbaiki laporan pajaknya sehingga meningkatkan voluntary collections. Sebaliknya jumlah SKPKB berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak sektor perdagangan besar dan eceran dimana meningkatnya jumlah jenis pajak yang dikoreksi dapat menyebabkan wajib pajak terutama pedagang eceran kabur dan tidak melaporkan kewajiban pajak rutinnya sehingga voluntary collections menurun. Produk domestik bruto merupakan variabel makroekonomi yang secara signifikan berpengaruh dalam meningkatkan penerimaan pajak sektoral.

This thesis analyzes the determinants of tax revenues on four sectors of largest tax revenue contributor in Indonesia using institutional factor represented by tax audit and macroeconomic variables. Models are constructed based on Tanzi (1989) and estimated by using Ordinary Least Square (OLS) on quarterly data from 2004 to 2012. Tax audit efforts are represented by the ratio of Underpaid Tax Assessment Notice (SKPKB) amount on Overpaid Tax Assessment Notice (SKPLB) and the number of Underpaid Tax Assessment Notice issued. The result indicates that the ratio of assessment amount of underpayment on overpayment does not affect tax revenues in manufacturing, wholesale and retail trade, financial services and insurance, and mining and quarrying sectors. It can be happened due to relatively equal amounts of undepaid and overpaid tax assessment. The number of Underpaid Tax Assessment Notice issued has a significantly positive effect on manufacturing tax revenue which means that types of taxes corrected by auditor will be a legal basis for tax payer to fix current tax return so that voluntary collections increase. In contrast to that, the number of Underpaid Tax Assessment Notice has a significantly negative effect on wholesale and retail trade tax revenue where an increase in number of types of taxes corrected in tax audit can lead retail tax payers to dissapear and stop reporting current tax return so that voluntary collection start to decrease. Gross domestic product is the macroeconomic variable that significantly affect in the increasing of sectoral tax revenues."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>