Ditemukan 196385 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Miska Azkia
"Perkembangan teknologi memungkinkan perusahaan memperkenalkan metode belanja yang lebih nyaman melalui voucer. Transaksi yang melibatkan voucer sebagai alat pembayaran dan pengganti uang dapat menjadi peluang untuk meningkatkan pendapatan tidak hanya bagi pengusaha tetapi juga bagi negara melalui pajak. Pajak yang dipungut dari transaksi melalui voucer dapat menyumbang penerimaan negara. Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6/PMK.03/2021 kemudian dibuat agar pemungutan PPN dan PPh khususnya yang berkaitan dengan voucer memperoleh kepastian serta tata cara dan mekanisme pemungutan pajak menjadi sederhana (ease of administration). Kepastian dan kemudahan administrasi berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak di mana berdasarkan hasil penelitian, PMK 6/PMK.03/2021 secara umum telah memenuhi asas kemudahan administrasi dengan baik. Namun dari aspek certainty, hal tersebut masih dapat ditingkatkan, mengingat belum ada aturan turunan dari PMK 6/PMK.03/2021 tentang pengenaan pajak sehubungan dengan voucher. Dari aspek efficiency juga terdapat kemungkinan adanya cascading effect yang perlu ditinjau lebih lanjut.
Technological developments have enabled companies to introduce more convenient shopping methods via vouchers. Transactions involving vouchers as a means of payment and as a substitute for money can be an opportunity to increase revenue not only for entrepreneurs but also for the state through taxes. Taxes collected from transactions through vouchers can contribute to state revenues. Therefore, the government issued Regulation of the Minister of Finance of the Republic of Indonesia Number 6/PMK.03/2021 then made it so that the collection of VAT and PPh, especially those related to vouchers, obtains certainty and the procedures and mechanisms for collecting taxes become simple (ease of administration). Legal certainty and ease of administration have an effect on increasing taxpayer compliance where based on research results, PMK 6/PMK.03/2021 in general have fulfilled the principles of ease of administration properly. But in certainty aspect, this can still be improved, considering that there are no derivative regulations from PMK 6/PMK.03/2021 regarding the imposition of taxes in connection with vouchers. From the aspect of efficiency there is also the possibility of cascading effect that needs to be reviewed further."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nourma Linda
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak penerapan ISAK 16 pada perhitungan pajak perusahaan independent power producer IPP . Dalam penyusunan analisis penulis melakukan studi kasus pada PT ABC. PT ABC adalah perusahaan IPP yang melakukan perjanjian jual beli listrik dengan PLN. Dalam pelaporan keuangan komersial PT ABC menerapkan ISAK 16. Tetapi untuk keperluan pajak, PT ABC tidak menerapkan ISAK 16. Saat ini PT ABC sudah dalam tahap berproduksi secara komersial. Hasil penelitian menunjukkan beban Pajak Penghasilan lebih kecil jika perusahaan menerapkan ISAK 16. Akan tetapi beban Pajak Pertambahan Nilai menjadi lebih besar jika perusahaan menerpkan ISAK 16. Secara umum beban pajak lebih besar jika menerapkan ISAK 16.
The purpose of this study was to determine the impact of the requirement of ISAK 16 in the calculation of corporate tax of independent power producer IPP . In preparing analysis, the authors conducted a case study in PT ABC. PT ABC is a company that does IPP power purchase agreement with PLN. In the financial reporting PT ABC implement ISAK 16. However, for tax purposes, PT ABC does not apply IFAS 16. Currently, PT ABC is already in the stage of commercial production. The results of this study showed smaller income tax expense if companies implement ISAK 16. But there is a larger value added tax if the company implement ISAK 1616. In general, tax expense is greater when company implement ISAK 16."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S67690
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hana Salsabila Putri Luftyantari
"Terdapat pembaharuan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan terkait Jasa Kena Pajak Tertentu. Salah satu Jasa yang termasuk ke dalam Jasa Kena Pajak Tertentu adalah Jasa Biro Perjalanan Wisata. Penelitian skripsi ini memiliki tujuan untuk menganalisis kebijakan pemungutan PPN atas penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan melihat kebijakan tersebut dari perspektif kemudahan administrasi. Dalam analisis penelitian ini menggunakan pendekatan post- positivist dengan studi kepustakaan dan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pemungutan PPN atas penyerahan jasa biro perjalanan wisata menggunakan metode pemungutan PPN tanpa kredit pajak masukan dan menggunakan tarif efektif untuk memberikan kemudahan administrasi. Selain itu, ditemukan bahwa pada saat peninjauan kebijakan menggunakan asas kemudahan administrasi, hasil yang paling terlihat ada di dimensi kemudahan dimana pemerintah memberikan beberapa kemudahan yang diundangkan dalam Undang- Undang Harmonisasi Perpajakan terkait dengan pemungutan PPN terutang, pembuatan faktur pajak, pembuatan SPT, dan pelaporan pajak untuk jasa biro perjalanan wisata. Peneliti menyarankan sebaiknya pihak pemerintah tetap melakukan pengawasan serta evaluasi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut sehingga dapat terus menjaga tujuan utama dari dibentuknya Pasal 9A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
There is an update to the Value Added Tax (VAT) policy in the Law on the Harmonization of Tax Regulations related to Certain Taxable Services. One of the Services included in Certain Taxable Services is Tour and Travel Bureau Services. This thesis research has the aim of analyzing the VAT collection policy on the delivery of travel agency services and looking at the policy from the perspective of administrative ease. In the analysis of this study using a post-positivist approach with literature studies and in-depth interviews as data collection techniques. The results of this study indicate that the VAT collection policy for the delivery of travel agency services uses the VAT collection method without input tax credits and uses effective rates to provide administrative convenience. In addition, it was found that when reviewing policies using the ease of administrative principle, the most visible results were in the dimension of convenience where the government provided several facilities promulgated in the Tax Harmonization Law related to collecting VAT payable, making tax invoices, making tax returns, and reporting tax for travel agency services. The researcher suggests that the government should continue to supervise and evaluate the implementation of this policy so that it can continue to maintain the main objective of the establishment of Article 9A of the Value Added Tax Law in the Law on Harmonization of Tax Regulations."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Alwan Ibrahim
"Ekonomi digital semakin mendominasi sistem ekonomi di era ini, perdagangan aset kripto timbul karena adanya perkembangan teknologi. Dalam transaksi aset kripto, terdapat pihak yang memperdagangkan aset kripto baik dari sisi komersial, tukar menukar, maupun jasa pertambangan. Pengenaan PPN atas perdagangan aset kripto dilihat dari adanya objek PPN aset kripto yang termasuk dalam komoditi. Sedangkan aset kripto dikategorikan sebagai penghasilan karena adanya penambahan kekayaan pada transaksi perdagangannya. Penelitian ini membahas tentang kebijakan PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto yang diatur di dalam PMK No. 68/PMK.03/2022. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perumusan kebijakan dan bagaimana strategi implementasi yang telah disiapkan serta membandingkan bagaimana kebijakan pajak kripto, dengan negara anggota forum G20. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perumusan kebijakan dilatar belakangi oleh upaya pemerintah untuk memungut pajak aset kripto sebagaimana sesuai dengan asas pemungutan pajak yakni equality dan bersifat netral, serta sesuai dengan asas keadilan dan didasari oleh asas revenue productivity. Dalam penetapan kebijakan, pemerintah memilih opsi untuk memberi kepastian bagi Wajib Pajak yang melaksanakan kewajiban perpajakan. Selanjutnya, strategi implementasi yang disiapkan oleh pemerintah ialah dengan melakukan sosialisasi, serta mempersiapkan sistem yang baik untuk implementasinya baik dari segi teknologi maupun ekonomi.
Digital economy increasingly dominating the economic system in this era, crypto assets trading arises due to technological developments. In a trade of crypto assets transaction, the crypto is subject to VAT payable because of it’s categorization as Commodities. The other subject is Income Tax because of how crypto assets is additional income to those who owned crypto assets. This research discusses about taxation of Crypto Assets policy in Indonesia, which regulated in PMK No. 68/PMK.03/2022. This study aims to analyze the policy’s formulation and analyzing the strategy of implementation, also to compare the policy and implementation of VAT dan Income Tax, along with countries in the G20 Forum. The method of this research is descriptive method with qualitative approach. The result of this research indicates that the policies is based by the Government’s attempt to collect a Tax on crypto assets trading as accordant with the principle of tax collections which are equality and neutral, and based by the revenue productivity. Government chose the option giving certainty to Taxpayers who engages in taxation obligations. The strategy of implementation which Government prepares is to hold socialization, and to organize a system for the implementation, both from the technology and economy viewpoint."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Denisa Gewa Syahbani
"Sistem administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam ketentuannya mewajibkan Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk melakukan pemungutan PPN. Faktur pajak berfungsi sebagai instrumen yang digunakan sebagai bukti dari pemungutan dan pengkreditan PPN yang dilakukan PKP. Pada tahun 2014, berdasarkan permasalahan terkait penyalahgunaan faktur pajak diterbitkan kebijakan faktur pajak elektronik oleh DJP yang bertujuan memberikan kemudahan administrasi perpajakan bagi PKP dan fiskus dalam proses pemeriksaan. PT Pembangunan Perumahan (PP) - EPC menerapkan e-Faktur sebagai bentuk modernisasi sistem administrasi PPN perusahaannya. Setelah diimplementasikan lebih kurang lima tahun, masih terdapat beberapa kasus faktur pajak fiktif dalam sistem e- Faktur. Penelitian ini membahas mengenai penerapan kebijakan electronic tax invoice system pada PT PP – EPC dalam upaya antisipasi faktur pajak fiktif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan e-Faktur dalam sistem administrasi PPN pada PT PP – EPC dan mengetahui upaya yang PT PP - EPC lakukan untuk mengantisipasi faktur pajak fiktif. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa selama penerapan sistem administrasi PPN menggunakan e-Faktur di PT PP – EPC masih timbul beberapa kasus faktur pajak fiktif karena terdapat penyesuaian dan penyempurnaan sistem e-Faktur. Namun, seiring berkembangnya teknologi permasalahan tersebut menjadi berkurang karena dilakukan pengembangan sistem administrasi internal sebagai bentuk perencanaan pajak PT PP – EPC. Pembaharuan sistem administrasi PPN dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi oleh DJP sehingga dapat mengurangi peluang kecurangan tersebut.
The Value Added Tax (PPN) administration system in its provisions requires Taxable Entrepreneurs to collect VAT. The Tax Invoice serves as an instrument used as evidence of the collection and crediting of VAT. In 2014, based on problems related to misuse of tax invoices, the DGT issued an electronic tax invoice policy with the aim of facilitating tax administration for PKP and tax authorities in the audit process. PT Pembangunan Perumahan (PP) - EPC implemented e-Faktur as a form of modernizing the company's VAT administration system. After being implemented for approximately five years, there are still several cases of fictitious tax invoices in the e-Faktur system. This study discusses the application of the electronic tax invoice system policy at PT PP - EPC in an effort to anticipate fictitious tax invoices. This study aims to analyze the application of e-Faktur in the VAT administration system at PT PP - EPC and find out the efforts that PT PP - EPC did to anticipate fictitious tax invoices. This research is a descriptive study, with a qualitative approach and qualitative data collection techniques. The results of this study indicate that during the implementation of the VAT administration system using e-Faktur at PT PP - EPC, several cases of fictitious tax invoices still arise because there are adjustments and improvements to the e-Invoice system. However, along with the development of technology, these problems have been reduced due to the development of an internal administration system as a form of PT PP - EPC tax planning. The DGT has updated the VAT administration system in a comprehensive and integrated manner so as to reduce the opportunities for fraud."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Puspita Andini
"Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), mengubah ketentuan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). UU HPP mengubah jasa pendidikan menjadi jasa kena pajak dengan fasilitas dibebaskan. Perubahan kebijakan ini menimbulkan beberapa permasalahan, seperti kepastian hukum dan mekanismenya. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang dibentuknya kebijakan PPN atas jasa pendidikan dan menganalisis kebijakan PPN atas jasa pendidikan ditinjau dengan menggunakan teori Ease of Administration. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah post-positivist. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan PPN atas jasa pendidikan ini dilatar belakangi karena 1) meningkatkan kinerja penerimaan PPN, 2) memperluas tax base ,3) Mengembalikan ke konsep dasar PPN, 4) perkembangan jasa pendidikan yang dinamis, 5) benchmark ke negara lain, dan 6) menambah penerimaan negara dimasa mendatang. Kemudian kebijakan ini belum memenuhi sepenuhnya kemudahan administrasi sesuai dengan teori Fritz Neumark. Pada implementasinya, masih terdapat jasa pendidikan yang belum pasti perlakuan pajaknya. Selain itu, belum terdapat penegasan dari otoritas pajak terkait subjek, objek, dan dasar pengenaannya pada penyelenggara jasa pendidikan. Atas penelitian yang dilakukan, rekomendasi yang diberikan adalah untuk melakukan penegasan terhadap jasa pendidikan tertentu, memberikan sosialisasi mengenai kepastian hukum jasa pendidikan, dan memberikan kemudahan administrasi bagi Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajibannya.
The issuance of Law Number 7 of 2021 concerning Harmonization of Tax Regulations (UU HPP), changes the provisions regarding Value Added Tax (VAT). The HPP Law changes educational services to become taxable services with exempt facilities. This policy change raises several problems, such as legal certainty and mechanisms. Therefore, this study aims to determine the background of the formation of VAT policies on educational services and to analyze VAT policies on educational services in terms of using the Ease of Administration theory. The research approach used is post-positivist. Data collection techniques used were literature studies and in-depth interviews. The results of the study show that the VAT policy on educational services is motivated by 1) increasing the performance of VAT revenues, 2) expanding the tax base, 3) returning to the basic concept of VAT, 4) dynamic development of educational services, 5) benchmarking to other countries, and 6) increase state revenue in the future. Then this policy has not fully fulfilled the ease of administration according to Fritz Neumark's theory. Because there are uncertaity about tax obligation for some educational services. In addition, there has been no confirmation from the tax authorities regarding the subject, object and tax basis for imposing tax on education services. For the research conducted, the recommendations given are to confirm certain educational services, provide socialization regarding legal certainty for educational services, and provide administrative convenience for taxpayers in the context of fulfilling their obligations."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nadia Az-Zahra Prabawati
"Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah merilis versi terbaru dari aplikasi E-Faktur, yang disebut dengan E-Faktur 4.0 pada Juli 2024. Peluncuran Aplikasi E-Faktur 4.0 diharapkan dapat meningkatkan kemudahan administasi PPN. Akan tetapi, pada penerapannya masih terdapat kendala yang menimbulkan beban administratif bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, seperti validasi data yang belum sepenuhnya terotomatisasi, terjadinya error pada Aplikasi E-Faktur 4.0, kegagalan dalam proses unggah faktur pajak, serta bugs yang terjadi pada Aplikasi E-Faktur 4.0. Untuk itu, diperlukan analisis penerapan E-Faktur 4.0 ditinjau dari kemudahan administrasi (Ease of Administration). Penelitian ini menggunakan teori Ease of Adminitration yang terdiri atas empat dimensi, yaitu Certainty, Efficiency, Convenience, dan Simplicity. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan paradigma postpositivist. Teknik pengumpulan data dilakukan secara mixed method, berupa pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif digunakan sebagai penguat dan sarana triangulasi data kualitatif dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, studi kepustakaan, dan penyebaran survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Aplikasi E-Faktur 4.0 belum sepenuhnya memenuhi asas Ease of Administration, khususnya pada dimensi Efficiency dan Convenience. Aplikasi E-Faktur 4.0 yang kerap mengalami error menimbulkan beban waktu tambahan bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, terutama ketika mendekati tenggat waktu unggah faktur dan pelaporan SPT Masa. Hal tersebut juga menimbulkan beban psikologis tambahan berupa rasa cemas dan panik bagi Wajib Pajak. Permasalahan ketika melakukan pembaruan aplikasi serta Bugs dan error yang muncul dalam penggunaan aplikasi juga menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengguna dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Di sisi lain, penerapan Aplikasi E-Faktur 4.0 sudah memenuhi dimensi Certainty dan Simplicity. Penerapan aplikasi E-Faktur 4.0 sudah memenuhi aspek kepastian hukumm kepastian informasi, dan keamanan data. Prosedur perpajakan melalui Aplikasi E-Faktur 4.0 juga mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh pengguna.
The Directorate General of Taxes (DGT) has released the latest version of the E-Faktur application, called E-Faktur 4.0 in July 2024. The launch of the E-Faktur 4.0 application is expected to improve the ease of VAT administration. However, in its application there are still obstacles that cause administrative burdens for taxpayers in fulfilling their tax obligations, such as data validation that has not been fully automated, errors in the E-Faktur 4.0 Application, failure in the tax invoice upload process, and bugs that occur in the E-Faktur 4.0 Application. For this reason, it is necessary to analyze the application of E-Faktur 4.0 in terms of ease of administration (Ease of Administration). This research uses the Ease of Administration theory. Ease of Administration theory consists of four dimensions, namely Certainty, Efficiency, Convenience, and Simplicity. This research uses a quantitative approach with a postpositivist paradigm. The data collection technique was carried out in a mixed method, in the form of qualitative and quantitative data collection. Quantitative data is used as a reinforcement and means of triangulating qualitative data in this study. Data collection was conducted through in-depth interviews, literature study, and survey distribution. The results showed that the application of the E-Faktur 4.0 Application has not fully fulfilled the principle of Ease of Administration, especially in the Efficiency and Convenience dimensions. The E-Faktur 4.0 application that often experiences errors creates an additional time burden for taxpayers in fulfilling tax obligations, especially when approaching the deadline for uploading invoices and reporting Periodic Tax Returns. It also creates an additional psychological burden in the form of anxiety and panic for taxpayers. Problems when updating the application as well as bugs and errors that appear in the use of the application also cause inconvenience to users in fulfilling tax obligations. On the other hand, the application of the E-Faktur 4.0 Application are also easy to understand and easy for users to implement."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Galih Hasty Ayu Astuty
"Penelitian ini membahas perlakuan PPN atas retensi pada usaha jasa konstruksi sesuai asas ease of administration. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan retensi sebagai objek PPN sesuai dengan konsep PPN dan menjelaskan perlakuan PPN atas retensi sesuai dengan asas ease of administration. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Hasil penelitian yaitu bahwa berdasarkan konsep PPN retensi dikenakan PPN karena merupakan bagian dari penyerahan jasa konstruksi yang merupakan objek PPN. Kemudian berdasarkan asas ease of administration, perlakuan PPN atas retensi pada usaha jasa konstruksi sudah cukup jelas tetapi tetap membutuhkan penegasan atas perlakuannya yang berbeda-beda untuk memberikan kepastian lebih bagi kontraktor dan pemilik proyek. Lalu, accrual basis yang dianut PPN memberikan konsekuensi berbeda bagi Fiskus dan Wajib Pajak jika dipandang sesuai asas efficiency. Selain itu, perlakuan PPN atas retensi pada usaha jasa konstruksi juga telah memenuhi asas convenience dan asas simplicity.
This study discusses treatment of VAT on retention in construction services accordance principle of ease of administration. The purpose of this study is to describe retention as object of VAT accordance with the concept of VAT and explains the treatment of VAT in retention accordance with the principles of ease of administration. This study used a qualitative approach with descriptive research. The result is that it is based on the concept of VAT, retention levied VAT because retention is part of the submission of construction services which is the object of VAT. Then based on the principle of ease of administration, the treatment of VAT on retention in construction services is quite clear but still requires affirmation of varying treatment to provide more certainty for contractors and project owners. Then, accrual basis that VAT adopted give different consequences for the taxpayer and the tax authorities accordance principles of efficiency. In addition, treatment of VAT on retention in construction services has been meeting principle of convenience and principles of simplicity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52607
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nur Ilmi Sari
"Skripsi ini membahas tentang pengkreditan Pajak Masukan pada perusahaan kelapa sawit terpadu. Penelitian ini bertujuan menggambarkan latar belakang dikeluarkannya kebijakan, menganalisis evaluasi kebijakan ketentuan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kelapa sawit tersebut ditinjau dari segi asas pemungutan pajak yaitu ease of administration, serta perumusan alternatif kebijakan pengkreditan pajak masukan bagi perusahaan kelapa sawit terpadu. Latar belakang dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah untuk memberikan perlakuan yang sama (equal treatment) pada petani agar dapat meningkatkan daya saing dalam dunia usaha kelapa sawit. Jika dilihat dari konsep exemption goods, menghasilkan sendiri input berupa barang yang dibebaskan dari pengenaan pajak kemudian diolah sendiri akan menimbulkan sebagian Pajak Masukan yang telah dibayarkan menjadi tidak dapat dikreditkan. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data kualitatif dengan hasil penelitian kemudahan administrasi perpajakan belum terpenuhi.
This undergraduate thesis discusses about input tax credit on integrated oil palm company. This research aims to describe the background of the policy, analyze the evaluation of the policy from the concept of the ease of administration principle, and to describe the formulation of alternative policy of input tax credit on integrated oil palm company. The background of the policy is the government?s desire to treat farmers with equal treatment to oil palm companies, in order to escalate their competitiveness of the palm oil market. The concept of exemption goods describes that if a company produce their own input, which their input is partly exempted from VAT so they cannot reclaim some parts of their input tax for credits. Researcher used qualitative approach and qualitative data analysis technique. The result is the principle of ease of administration on the implementation of tax policy has not been reached."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Mikha Grinelda Ningrum
"Adanya transaksi jual dan beli membuat tiap perusahaan harus melakukan kewajiban perpajakan Pajak Pertambahan Nilainya, termasuk pula yang dilakukan PT X. Pelaporan perpajakan yang dilakukan PT X mengalami kesalahan yang sebetulnya dapat diatasi dengan Pemindahbukuan. Namun PT X tidak dapat menempuh alternatif tersebut sehingga PT X harus menanggung sanksi administrasi agar kesalahan tersebut dapat terselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar pertimbangan dari Direktorat Jenderal Pajak dalam membuat aturan terkait kesalahan setor pada Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean tidak dapat dipindahbukukan dan menganalisis sanksi administrasi yang diterima PT X apakah sudah sesuai dengan mempertimbangkan asas ease of administration. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak membuat aturan mengenai kesalahan setor Jasa Kena Pajak Luar Daerah Pabean tidak dapat dipindahbukukan karena Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak Luar Daerah Pabean masih rentan untuk dimanfaatkan oleh Wajib Pajak untuk menghindari pajak dan pengawasan yang dilakukan Pemerintah belum dapat diandalkan. Atas adanya ketentuan yang tidak memperbolehkan untuk melakukan Pemindahbukuan, maka cara yang ditempuh PT X untuk mengatasi kesalahan penyetoran pajak adalah Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang, yang menimbulkan sanksi administrasi. Dengan adanya hal tersebut, sanksi administrasi yang terjadi akibat kesalahan setor pajak yang dilakukan PT X tidak memenuhi asas ease of administration.
The occurrence of selling and buying transactions cause every companies to do their VAT obligations, including PT X. Tax reported by PT X which appear to be wrong can be subdued by Overbooking. However PT X couldn’t go thrpugh the said alternative, therefore PT X had to bear administrative sanctions so those mistakes can be resolved. The purpose of this research is to analyze basic considerations from Directorate General of Taxes in making regulations regarding the faulty transfer of Taxable Services from outside the custom area which cannot be overbook and analyze whether the administrative sanctions given to PT X are appropriate, with Ease of Administration principle in deliberation. This research used a qualitative approach with in-depth interview and literature study for data collection. The result of this research concludes that the primary consideration Directorate General of Taxes made regulations concerning the incorrect transfer of Taxable Services from outside the custom area is because Intangible Taxable Goods and Taxable Services from outside the custom area are susceptible to being used by Taxpayers for the purpose of avoiding tax and the Government’s control are not fully reliable. Because the regulations do not allow overbooking, alternative ways taken by PT X to resolve the incorrect transfer of tax is Restitution, which causes administrative sanctions. With that being said, administrative sanctions that occur as a result of wrong transfer of tax do not fulfill the Ease of Administration principle."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library