Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153006 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deiana Triseptiarani Ilma
"Menopause merupakan kondisi di mana siklus menstruasi berhenti selama 12 bulan berturut-turut, umumnya terjadi pada usia 48 hingga 60 tahun. Saat terjadi menopause pada usia 40-45 tahun disebut dengan menopause dini. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan data sekunder SDKI 2017 dengan desain penelitian cross sectional. Populasi penelitian adalah perempuan umur 40-49 tahun dengan total sampling sesuai kriteria inklusi sebanyak 12.362 responden. Analisis yang digunakan yaitu regresi logistik sederhana dengan model faktor risiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status merokok dengan kejadian menopause dini di Indonesia setelah dikontrol dengan faktor tempat tinggal dan status merokok by tempat tinggal dengan risiko 1,893 kali lebih besar terjadi pada perempuan perokok dibanding perempuan bukan perokok (OR= 1,893 95% CI: 1,429-2,506). Perempuan bertempat tinggal di pedesaan lebih berisiko 1,479 kali lebih besar dibanding perempuan yang bertempat tinggal di perkotaan. Hasil interaksi status merokok by tempat tinggal didapatkan perempuan merokok yang tinggal di perkotaan berisiko 6,63 kali lebih besar untuk mengalami kejadian menopause dini dibandingkan perempuan tidak merokok yang tinggal di perkotaan, sedangkan perempuan merokok yang tinggal di pedesaan berisiko 12,36 kali lebih tinggi untuk mengalami kejadian menopause dibandingkan perempuan di pedesaan yang tidak merokok. Penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian terhadap frekuensi merokok dan tingkat keterpaparan rokok untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Menopause is a condition where menstrual cycles cease for 12 consecutive months, typically occurring between the ages of 48 to 60. When menopause occurs between the ages of 40-45, it is referred to as early menopause. This study is a quantitative research utilizing secondary data from IDHS 2017 with a cross sectional study design. The study population consists of women aged 40-49 years, with a total sample of 12,362 respondents based on inclusion criteria. The analysis used was simple logistic regression with a risk factor model. The research findings indicate a significant relationship between smoking status and the occurrence of early menopause in Indonesia, after controlling for place of residence and smoking status by place of residence, with a 1.893 times greater risk for early menopause among smoking women compared to non smoking women (OR=1.893, 95% CI: 1.429-2.506). Women residing in rural areas have a 1.479 times higher risk compared to women residing in urban areas. The interaction effect of smoking status by place of residence reveals that smoking women living in urban areas have a 6.63 times greater risk of experiencing early menopause compared to non-smoking women in urban areas, while smoking women in rural areas have a 12.36 times higher risk of experiencing menopause compared to non-smoking women in rural areas. Further research can explore the frequency of smoking and the level of exposure to obtain more accurate results"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrati Handini
"Dari tahun ke tahun, usia harapan hidup wanita Indonesia semakin meningkat. Sementara SDKI pada tahun 2003-2004 menyebutkan sekitar 21,1 % penduduk Indonesia yang telah memasuki usia menopause.
Menopause merupakan peristiwa fisiologis yang menyebabkan munculnya berbagai perubahan fisik, reproduksi dan psikis. Hal ini berhubungan dengan berhentinya fungsi indung telur yang mempengaruhi produksi hormon estrogen dan progesteron. Keadaan ini menyebabkan munculnya berbagai keluhan, gangguan atau penyakit, seperti sindroma menopause, osteoporosis, dan penyakit jantung koroner.
Untuk mencegah, dan mengurangi risiko kejadian tersebut, salah satu alternatifnya adalah dengan pemberian Terapi Sulih Harmon/Harmane Replacement Therapy (HRT). TSH adalah hormon pengganti yang diberikan kepada wanita menopause karena sudah tidak memproduksi estrogen lagi. TSH dapat mencegah, dan mengurangi resiko keluhan, gangguan atau penyakit akibat menopause. Penggunaan TSH sampai sekarang masih menimbulkan kontraversi di masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan penggunaan terapi sulih hormon pada pasien menopause. Sebagai variabel bebas adalah usia saat menopause, lama menopause, sindroma menopause, riwayat reproduksi, riwayat kesehatan pasien dan keluarganya, riwayat penggunaan kontrasepsi, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan tentang terapi sulih hormon, anjuran dokter dan permintaan pasien.
Sedangkan sebagai varibel terikat adalah penggunaan terapi sulih hormon. Penelitian ini dilakukan di Klinik Menopause Yasmin Perjan RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Klinik Menopause RSPAD Gatol Soebroto mulai bulan Januari 2003 - Desember 2004.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Sampel penelitian adalah pasien yang sudah menopause yang datang berkonsultasi di klinik menopause selama periode Januari 2003- Desember 2004. Jumlah sampel minimal ditetapkan kasus banding kontrol = 1 : 1, dengan tingkat kemaknaan 95% dan presisi 20%, diperoleh 105 responden untuk kelompok kasus dan 105 responden untuk kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan pemberian terapi sulih hormon adalah variabel riwayat penyakit, riwayat kontrasepsi hormonal, pengetahuan tentang terapi sulih hormon ananjuran dokter. Dari analisis multivariat didapatkan OR= 3,117 untuk variabel riwayat penyakit, OR = 2,381 untuk variabel riwayat menggunakan kontrasepsi hormonal, OR= 2,303 untuk variabel berpengetahuan linggi dan OR = 4.454 untuk variabel anjuran dokter.
Diperlukan upaya sosialisasi dan pendidikan yang berhubungan dengan masalah-masalah menopause dan penggunaan TSH kepada masyarakat luas. Hal ini harus didukung oleh kebijakan dari Departemen Kesehatan maupun organisasi profesi kedokteran tentang penatalaksanaan TSH, termasuk mempersiapkan tenaga yang handal untuk melaksanakan konseling pasca menopause.

Reasons on Use of Hormone Replacement Therapy for Menopausal Patients in Yasmine Perjan Menopause Clinic in Dr Cipto Mangunkusumo Hospital & Menopause Clinic RSPAD Gatot Subroto 2005.Through the years the life span of Indonesian women has been increasing. While in year 2003-2004 SDKI says that 21,1 % of Indonesian population is entering menopausal ages.
Menopause itself is a physiologic episode that causes many physical changes and in reproduction and psyche as well. It relates to the stop of the ovary function that affects the estrogen and progestine hormones. This condition will also affect other complaints on body, disorders or diseases, such as menopausal syndrome, osteoporosis, and coronary heart disease.
Hormone Replacement Therapy (HRT) is an alternative therapy to prevent and reduce the risks of those complaints. HRT aims to replace the hormone of a menopausal woman so that it could prevent and reduce the risks. But HRT user gives controversial with public
This research aims to find out the basic reasons for the patients to use the therapy. As free variables are the age by the time menopause starts, the length, the syndrome, the reproduction history of the patient and family, the history of contraception use, education, occupation and knowledge on HRT, doctor's advises and patients demands. As bond variable is the use of HRT. This research is conducted in Yasmin Perjan Menopause Clinic in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital and Menopause Clinic in RSPAD Gatot Soebroto starting January 2003 up to December 2004.
It uses primary and secondary data. The samples are patients with menopausal problem that already have a consultation in the clinic during period of January 2003 - December 2004. The total sample, with ratio = 1.1 minimally, with significant level 95% and precision 20%, is found respectively from 105 respondents each lbr case group and controlled group.
The result shows that the variables that related significantly to HRT are history of the diseases, hormonal contraception, knowledge on HRT and doctor's advises. From multi variant analysis it is found OR= 3, 1 17 times for variable of history o f disease, OR = 2,381 for variable of history on hormonal contraception, OR= 2,303 for variable with high education and OR= 4.454 for doctor's advises.
Finally it is necessary to socialize and to educate people relates to menopausal problems and use of HRT to the public. Policies are from Health Department and other Medical Profession Organization on HRT management. It is needed more experiences to do the menopausal consultation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2005
T13579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitriyanti
"Latar Belakang: simtom psikotik tidak hanya ditemukan pada populasi klinis, tetapi juga pada populasi non-klinis. Simtom psikotik yang muncul pada remaja dapat berkembang menjadi berbagai macam gangguan mental di masa mendatang dan diketahui sebagai faktor risiko berbagai gangguan mental. Orang yang menunjukkan minimal satu simtom psikotik namun tidak memenuhi kriteria untuk ditegakkan diagnosa mengalami psikotik dikategorikan sebagai psychotic like experience (PLE). Penelitian sebelumnya menemukan prevalensi PLE pada remaja anak buruh migran sebesar 78.3%-81.9% sedangkan pada populasi umum sekitar 7-8%. Intervesi dini pada remaja yang menunjukkan simtom PLE dianggap menguntungkan untuk mencegah PLE berkembang menjadi gangguan mental. Dialectical Behavior Therapy (DBT) diketahui efektif membantu mengatasi kekambuhan pada skizofrenia yang memiliki simtom yang mirip dengan PLE sehingga DBT juga diprediksi efektif menurunkan simtom PLE.
Tujuan: menguji penerapan DBT untuk memurunkan simtom PLE pada remaja anak buruh migran di Karawang.
Metode: partisipan pada penelitian merupakan murid SMP di Karawang dengan rentang usia 14 sampai 16 tahun dan merupakan anak buruh migran. Desain penelitian ini adalah repeating treatments within subject. Intervensi terdiri dari satu sesi individu untuk wawancara awal dan 6 sesi kelompok untuk meningkatkan skill behavioral. Skill mindfulness merupakan skill utama yang diajarkan sepanjang latihan skill distress tolerance, regulasi emosi, dan relationship effectiveness. Pengukuran dilakukan degan menggunakan alat skrining PLEs dan SGABS.
Hasil: Peserta menunjukkan penurunan skor pada alat skrining PLEs dan SGABS setelah dilakukan intervensi DBT. Hasil kualitatif menunjukkan peserta mendapatkan manfaat setelah mengikuti kegiatan intervensi. Peserta memiliki skill baru yang efektif dan bermanfaat untuk menghadapi masalahnya.
Kesimpulan: penerapan DBT membantu remaja anak buruh migran dalam mengatasi PLE.

Background: psychotic symptoms have been found in a wide range of population, not only among clinical population but also among non-clinical population. Psychotic symptoms on adolescents could lead to several serious mental illnesses in the future and is attributable as a risk factor to numerous forms of mental illnesses. People who shows minimum one psychotic symptom but do not meet criteria for clinical diagnosis are categorized as having psychotic like experience (PLE). Previous studies revealed that the prevalence of PLEs among left-behind early adolescents was around 78.3 % - 81.9 %, while the prevalence of PLEs among non-left behind children was around 7-8%. Early intervention program for adolescents exhibiting PLE symptoms will be beneficial prevent PLE develop into disorder. Dialectical Behavior Therapy (DBT) has been identified as an effective treatment to prevent relapse on schizophrenia which has similar symptoms with PLE. Hence, it is reasonable to expect that DBT would also be effective to reduce symptoms of PLEs.
Objective: examine the implementation of DBT in managing PLE.
Methods: the participants of this study were junior high school student age between 14 to 16 years old and having status as left-behind early adolescents. This study was a repeating treatments within subject. This intervention was contains of one individual session in initial interview and six group sessions of behavioral enhancement which was mindfulness as a core skill that also learn through skill for distress tolerance, skill for regulation emotion, and skill of relationship effectiveness. The PLEs screening tool and SGABS screening tool were administered to measure the outcomes.
Results: participants showed a decrease on PLEs score and SGABS score after undergoing the DBT intervention. Qualitative inquiries suggest that participants get benefit from participating in the intervention program. Participant gain a new skill that effective and useful to dealing with the problems.
Conclusion: the implementation DBT help left-behind early adolescents in managing PLE.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Wahyuni
"Penurunan massa tulang akan terus terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Osteopenia atau berkurangnya densitas (kepadatan) tulang merupakan prediktor awal akan terjadinya osteoporosis (keropos tulang) di waktu yang akan datang. Penyebab osteopenia salah satunya adalah karena kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan. Kebiasaan makan pada diet vegetarian (tidak mengkonsumsi daging hewani) berbeda dengan kebiasaan makan masyarakat pada umumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran osteopenia dan faktor? faktor yang berhubungan dengan osteopenia pada kelompok vegetarian umur 20-35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. Faktor?faktor yang diteliti pada penelitian ini adalah osteopenia (variabel dependen), umur, jenis kelamin, IMT (Indeks Massa Tubuh), pengetahuan tentang osteoporosis, jenis vegetarian, lama vegetarian, kebiasaan olah raga, kebiasaan merokok, konsumsi makanan sumber kalsium, konsumsi susu dan hasil olahannya, konsumsi kacang-kacangan dan hasil olahannya, konsumsi sayuran dan buah-buahan konsumsi kafein, konsumsi alcohol dan konsumsi suplemen.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, FFQ, pengukuran tinggi badan dan berat badan serta pemeriksaan tulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi osteopenia pada kelompok vegetarian umur 20-35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira Jakarta Barat sebesar 34,5 %. Faktor-faktor yang berhubungan dengan osteopenia adalah jenis kelamin dan pengetahuan. Faktor-faktor yang tidak berhubungan secara signifikan adalah umur, IMT (Indeks Massa Tubuh), jenis vegetarian, lama vegetarian, kebiasaan olah raga, kebiasaan merokok, konsumsi makanan sumber kalsium, konsumsi susu dan hasil olahannya, konsumsi kacang-kacangan dan hasil olahannya, kebiasaan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan, konsumsi kafein, konsumsi alkohol dan konsumsi suplemen. Namun pada penelitian ini, terdapat kecendrungan proporsi osteopenia lebih besar pada IMT < 18 kg/m2, lama vegetarian > 5 tahun, pernah merokok, tidak olah raga, konsumsi sumber kalsium/hari ≤ median (≤ 4,47), tidak mengkonsumsi susu, konsumsi kafein/hari > median (> 0,34), konsumsi alkohol dan tidak mengkonsumsi suplemen.
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat disampaikan seperti peningkatan pengetahuan secara optimal bagi kelompok vegetarian laki-laki dan perempuan dalam mencegah terjadinya osteopenia dan osteoporosis dikemudian hari, dengan mengkonsumsi makanan sumber kalsium seperti susu dan hasil olahannya, kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti susu kedele, sayuran dan buah-buahan. Olah raga yang dianjurkan untuk pencegahan osteopenia dan osteoporosis adalah olah raga dengan pembebanan (weight-bearing exercises) 3-5 kali seminggu selama 30-45 menit, dilakukan pagi hari di luar ruangan (outdoor) yang cukup Vitamin D dari sinar matahari serta batasi konsumsi makanan atau minuman penghambat penyerapan kalsium seperti kafein (teh, kopi, soda), alkohol dan kebiasaan merokok."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Neng Nenden Mulyaningsih
"Suplemen kalsium dapat membantu mencegah kasus osteopenia dan osteoporosis, selain itu juga dapat digunakan dalam pengobatan bersama-sama dengan obat lain. Penelitian ini membahas metode-metode pengukuran yang tepat secara fisika biomedis dari tulang tikus putih Rattus norvegicus yang diovariektomi dan diberi perlakuan diet nano kalsium fosfat. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan metode yang tepat dalam mendeteksi status penulangan kembali, dari hewan model yang mendapat diet nano kalsium fosfat dalam perbaikan tulang osteoporosis pascaovariektomi (pasca-OVX). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan dalam serangkaian penelitian dan dibagi dalam tiga prosedur kerja. Diet dibuat dalam tiga jenis yaitu A (diet dengan nano kalsium 0,1%), B (diet dengan nano kalsium 0,4%) dan C (diet dengan nano kalsium 0,7%). Parameter yang diukur pada tahap pertama yaitu kandungan nutrisi dan mineral diet. Tahap kedua yaitu operasi OVX pada tikus dan dipelihara normal untuk mengkondisikan tikus osteoporosis. Parameter yang diukur pada tahap kedua yaitu mineral serum dan tulang, gugus fungsional tulang, morfologi, struktur kristal dan densitas tulang tibia dan femur yang dilakukan setiap dua minggu saat proses osteoporosis. Tahap ketiga yaitu tahap perlakuan pemberian diet nano kalsium fosfat terhadap tikus osteoporosis akibat OVX. Parameter yang dianalisis yaitu konsumsi bahan kering, konsumsi kalsium, kalsium dalam feses, persentase serapan kalsium, kandungan kalsium, magnesium dan fosfor dalam serum, tulang femur dan tibia, gugus fungsional tulang, morfologi, struktur kristal dan densitas tulang femur dan tibia pada saat proses recovery. Alat karakterisasi yang digunakan yaitu Transmission Electron Microscopy (TEM), Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), Ultraviolet-Visible (Uv-Vis), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Scanning Electron Microscopy/Energy Dispersive Spectroscopy (SEM/EDS), X-ray Diffraction (XRD) dan Computed Tomography (CT) Scan. Analisis data yang digunakan adalah uji-t bebas, dengan membandingkan hasil yang diperoleh antara tikus non-OVX dan OVX serta membandingkan hasil dari tikus yang diberi diet A dengan B dan B dengan C. Hubungan antara metode deteksi dengan data biologis diuji dengan analisis regresi berganda. Berdasarkan data yang diperoleh, hasil riset tahap satu menginformasikan bahwa kandungan nutrisi dan mineral diet sesuai dengan standar diet yang direkomendasikan oleh National Research Council (NRC) USA. Hasil riset tahap dua yaitu tikus yang diovariektomi menunjukkan tanda osteoporosis dengan menurunnya kadar kalsium dalam serum, tulang femur dan tibia, terjadinya penurunan ion fosfat dan densitas elektron, serta ukuran butir yang lebih besar terjadi pada minggu ke-7 sejak OVX. Hasil perlakuan ketiga jenis diet nano kalsium fosfat pada riset tahap tiga menunjukkan bahwa tikus osteoporosis pasca-OVX yang diberi diet dengan nano kalsium 0,4% memberikan hasil yang lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan tikus osteoporosis pasca-OVX yang diberi diet dengan kandungan nano kalsium 0,1% dan 0,7%.
Calcium suplements are used as an aid in the prevention of osteopenia and osteoporosis, and also for the treatment of patients when used along with medication. This study analyzed precise measurements for physic-medical bones of ovariectomized white rats (Rattus norvegicus) which were conditioned in a nano calcium phosphate diet treatment. The goal was to get the right method for detecting bone rebalancing from animal models that had a nano calcium phosphate diet in postovariectomy (post-OVX) condition for osteoporosis bone repair. This research was qualitatively and quantitatively conducted in a series of studies and divided into three work procedures. The first step was the production of a nano calcium phosphate diet. Three types, namely A (diet with 0.1% nano calcium according to normal needs), B (diet with 0.4% nano calcium) and C (diet with 0.7% nano calcium). The second step was rats OVX surgery and the rats were maintained normally up to osteoporosis stage. The parameters measured in the second step were serum and bone minerals, bone functional groups, morphology, crystalline structure and density of the tibia and femur that were carried out every two weeks during the osteoporosis process. The third step involved the osteoporosis rats (ovariectmized rats) that had the nano calcium phosphate diet treatment. The parameters analyzed were dry matter consumption, calcium consumption, feces in calcium, percentage of calcium absorption, calcium, magnesium and phosphorus content in serum, femur and tibia, bone functional groups, morphology, crystal structure and femur and tibia bone density during the recovery process. The characterization were Transmission Electron Microscopy (TEM), Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), Ultraviolet-Visible (Uv-Vis), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Scanning Electron Microscopy / Energy Dispersive Spectroscopy (SEM / EDS), X-ray Diffraction (XRD) and Computed Tomography (CT) Scan. The free t-test was applied to analyzed the data, by comparing the results obtained between non-OVX and OVX rats and comparing the results of rats grouped diet A with B and diet B with C. The relationship between the detection method and biological data was tested by multiple regression analysis. Based on the data obtained, the first step results informed that the nutritional and mineral contents of the diet were in accordance with diet standards which were recommended by the National Research Council (NRC) USA. The second test results showed that ovariectomized rats had the signs of osteoporosis with decreasing in calcium levels in serum, femur and tibia, in phosphate ions and electron density, and increasing larger grain size occurred in the 7th week since OVX. The third step results revealed that post-OVX osteoporosis rats in the 0.4% nano calcium diet showed more effective and efficient bone-rebalancing compared to post-OVX osteoporosis rats in 0.1% or 0.7% nano calcium."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fita Maulina
"Latar Belakang: Histerektomi adalah salah satu prosedur ginekologis yang paling banyak dilakukan pada wanita. Salah satu efek buruknya adalah perubahan fisik dan penampilan dalam bentuk gejala menopause, sering kali mengurangi kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala menopause yang dialami oleh wanita premenopause yang menjalani histerektomi dengan salpingo-ooforektomi bilateral.
Metode: Penelitian deskriptif dengan metode kohort retrospektif dilakukan di RSUD dr. Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangunkusumo, Indonesia. Semua wanita yang menjalani histerektomi total dengan salpingo-ooforektomi bilateral dilibatkan dalam penelitian ini. Pasien yang buta huruf atau tidak kooperatif dikeluarkan. Gejala menopause dibagi menjadi gejala vegetatif, psikosomatik, dan somatotropik. Setiap mata pelajaran ditindaklanjuti selama 6 bulan, mencatatmenopause gejala bulanan.
Hasil: Di antara 37 subjek dalam penelitian ini, 100% subjek mengalamimenopausegejala dalam 6 bulan pertama masa tindak lanjut. Kategori gejala yang paling sering dikeluhkan adalah gejala vegetatif (97,3%), diikuti oleh somatotropik (83,8%) dan gejala psikosomatik (70,3%). Prevalensi tertinggi keluhan darimenopause gejalanya adalah berkeringat (78,4%) dan muka memerah (75,7%), diikuti oleh nyeri otot (59,5%), suasana hati tidak stabil (54,1%), penurunan libido (51,4%), kelainan kencing (45,9%), kekeringan vagina (43,2%) ), masalah konsentrasi (43,2%), Insomnia (40,5%), kelelahan (29,7%), sakit kepala (5,4%), dan palpitasi (2,7%).
Kesimpulan: Wanita premenopause yang menjalani histerektomi akan mengalami gejala menopause dalam enam bulan pertama. Mengatasi dan mengelola setiap gejala menopause yang terjadi akan sangat penting dalam perawatan pasien pasca HTSOB.

Background:  Hysterectomy is among the most gynecological procedure done on women. One of its adverse effects is physical and appearance changes in form of menopausal symptoms, often reducing the quality of life. This study aims to investigate menopausal symptoms experienced by premenopausal woman undergoing hysterectomy with bilateral salpingo-oophorectomy.
Methods: A descriptive study with retrospective cohort method was conducted in dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Indonesia. All women undergoing total hysterectomy with bilateral salpingo-oophorectomy were included in this study. Illiterate or uncooperative patients were excluded. Menopausal symptoms were divided into vegetative, psychosomatic, and somatotropic symptoms. Each subjects was followed up for 6 months, noting menopausal symptoms monthly.
Results: Among 37 subjects in this study, 100% of subjects experienced menopausal symptoms in the first 6 months follow up period. The most commonly complained symptom category was vegetative symptoms (97.3%), followed by somatotropic (83.8%) and psychosomatic symptoms (70.3%). The highest prevalence of complaints from menopausal symptoms is sweating (78.4%) and hot flushes (75.7%), followed by muscle soreness (59.5%), unstable mood (54.1%), decreased libido (51.4%), urinary disorders (45.9%), vaginal dryness (43.2%), concentration problem (43.2%), Insomnia (40.5%), fatigue (29.7%), headache (5.4%), and palpitation (2.7%).
Conclusion: Premenopausal women undergoing hysterectomy would experience menopausal symptoms in the first six months. Addressing and managing each menopausal symptoms occurring would be essential in post HTSOB patient treatment.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Andriani Murtadlo
"Angka harapan hidup wanita semakin meningkat dan jumlah wanita di berusia di atas 45 tahun dengan kondisi menopause akan selalu meningkat setiap tahunnya. Kondisi menopause menimbulkan banyak perubahan pada wanita yang dapat menyebabkan risiko timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi menopause dengan risiko penyakit jantung koroner pada wanita berusia di atas 45 tahun. Desain penelitian yang digunakan ialah cross sectional dengan teknik pengambilan sampel consecutive sampling. Jumlah sampel penelitian sebanyak 107 responden, dan pengambilan data dilakukan secara offline. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square dan didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi menopause dengan risiko penyakit jantung koroner pada wanita berusia di atas 45 tahun (p=0,01, α=0,05). Responden yang telah menopause yang berisiko mengalami penyakit jantung koroner sebesar 46,6%. Terdapat hubungan yang bermakna antara kondisi menopause dengan risiko penyakit jantung koroner sehingga perlu dilakukannya screening terhadap kondisi jantung pada wanita yang telah mengalami menopause.

The life expectancy of women is increasing and the number of women aged over 45 years with menopausal conditions will always increase every year. Menopausal conditions cause many changes in the female hormone system that can cause degenerative diseases such as coronary heart disease. The aim of this research is to describe the association between menopause conditions with the risk of coronary heart disease in women aged over 45 years. The research design used is cross sectional with consecutive sampling technique. The number of research samples is 107 respondents, and data collection was done offline. The statistical test used was the chi square test and the results showed that there was a significant relationship between menopausal conditions and the risk of coronary heart disease in women aged over 45 years (p=0.01, α =0.05). The percentage of menopausal respondents who are at risk of experiencing coronary heart disease was 46,6%. There is a significant relationship between menopausal conditions and the risk of coronary heart disease, so it is necessary to screen for heart conditions in women who have experienced menopause."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eksi Wijayanti
"Menopause merupakan suatu Menopause merupakan suatu kondisi fisiologis normal yang umumnya terjadi pada usia 44,6 sampai dengan 52 tahun. Adanya pengaruh genetik, autoimun, iatrogenic dan idiopatik diduga dapat menyebabkan menopause terjadi lebih cepat. Kondisi ini berkaitan dengan infertilitas dan peningkatan risiko terjadinya penyakit tidak menular dan kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status merokok dengan kejadian menopause dini di Indonesia tahun 2012. Penelitian dilakukan menggunakan disain cross sectional menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 melibatkan 4.973 perempuan usia 45-49 tahun. Untuk menguji hubungan tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan regresi cox.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa perempuan perokok berisisko 1,5 kali untuk mengalami menopause dini dibandingkan dengan perempuan yang tidak merokok setelah dikontrol dengan penggunaan kontrasepsi hormonal (PRadjusted = 1,49, 95% CI = 0,99 - 2,24, nilai p = 0,052).

Menopause is physiological condition which usually occurs at 44,6 to 52 years. The influence of genetic, autoimmune, infection, and idiopathic thought to cause early menopause. This condition is associated with fertility and increased risk of non communicable disease and mortality.
The objectives of present study is to investigate the association between smoking status and early menopause in Indonesia year 2012. A cross-sectional study of IDHS data analysis was conducted on 4973 Indonesian women, ranging in age between 45-49 years. We applied cox regression analyses (crude and adjusted prevalence ratio (PR)) to examine the association between smoking status and early menopause.
This study shows that women smokers 1,5 times the risk for early menopause compared with non smokers after controlled use of hormonal contraceptives (PRadjusted = 1,49, 95% CI = 0,99 - 2,24, p value = 0,052).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaima Amalia
"Keamanan pangan merupakan salah satu isu internasional. Bahaya penggunaan antibiotik pada budidaya hewan menjadi salah satu penyumbang timbulnya resistensi pada manusia. DiIndonesia, lazim digunakan antibiotik sebagai growth promotor pada budidaya hewan.Larangan penggunaan hormon dan antibiotik imbuhan pakan tertulis dalam Undang-UndangNo. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang kemudian diperjelasdengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14/Permentan/PK.350/5/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Tesis ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kebijakan larangan penggunaan hormon dan antibiotik imbuhan pakan, khususnya faktor kesehatan, hukum, politik, dan ekonomi. Penelitian menggunakan studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan menggunakan wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan faktor politik, hukum dankesehatan.

Food safety is an international issue. Using antibiotic in poultry production is dangerous and it could be caused of antibiotic antimicrobial resistance for human. In Indonesia, poultries using antibiotic as growth promoter AGP. The prohibition of hormones andantibiotics as feed additive using written in Act 18 of 2009 on Livestock and Animal Health, which is then clarified by the Regulation of the Minister of Agriculture No.14 Permentan PK.350 5 2017 on Classification of Animal Drugs. This thesis discusses the factors that influence the making policy of prohibiting the use ofhormones and antibiotics as feed additive, especially health, legal, politic, and economicfactors.This is a descriptive study by qualitative approach. The data were collected by of in depthinterview and literature review. The result is the economy factor is more influence thanpolitic, legal and health`s factor."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47574
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Petra Laurensia Br
"Kadmium adalah unsur toksik yang terdapat di lingkungan dan tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia. Densitas mineral tulang adalah salah satu cara untuk melihat kepadatan tulang apakah seseorang terkena osteoporosis, osteopenia atau tidak. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui asosiasi kadmium urin dengan densitas mineral tulang masyarakat yang tinggal disekitar TPA sampah.Penelitian ini dilaksanakan menggunakan desain cross sectional yang dilakukan di sekitar TPA Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Populasi adalah seluruh laki-laki dan perempuan dewasa, dengan sampel berjumlah 96 orang dengan cara random sampling. Data kadmium urin didapat dari data penelitian sebelumnya sedangkan data BMD dan karakteristik individu lainnya adalah data primer. Densitas mineral tulang diukur menggunakan densitometer QUS. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis regresi linier.eluruh sampel 100 menunjukkan kadar kadmium urin sudah diatas kadar yang ditentukan. Kadar kadmium urin berkisar antara 0,015 ndash; 0,067 mg/L dengan rata-rata 0,034 mg/L 0,012 mg/L. Hasil pengukuran densitas mineral tulang menunjukkan nilai T-score antara -3,8 SD sampai -0,6 SD dengan rata-rata -2,439 SD. Pada analisis multivariat menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 satuan kadmium urin akan menurunkan densitas mineral tulang sebesar 1,459 SD setelah dikontrol dengan variabel umur, konsumsi susu, konsumsi tahu, konsumsi brokoli, konsumsi telur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, lama tinggal dan konsumsi daun singkong. Oleh karena itu, masyarakat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium dan membiasakan diri untuk berolahraga dan diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Kabupaten Deli Serdang sebagai dasar untuk membuat perencanaan program dibidang pemeriksaan kepadatan tulang masyarakat.

Cadmium Cd is a toxic element ubiquitous in the environment and not needed by the human body and can cause effects on bone. Bone Mineral Density is a way of measuring calcium to determine people has osteoporosis, osteopenia or still normal. The aim of this study was to examine the assosiation of urinary cadmium and bone mineral density BMD among community living around dumping site.The study was performed with cross sectional design in the community living around Namo Bintang Open Dumping Site. The population were adult males and females with a sample of 96 person taken by random sampling. Data of urinary cadmium was obtained from previous study, while data on BMD, and the other individual characteristics were collected primarily. BMD was measured by Densitometer QUS. Data analyzed by linier regression.All urine samples 100 show high Cd levels above the normal limit. The urinary Cd level ranged from 0,015 0,067, with the mean of 0,034 mg L 0,012 mg L. Result of BMD measurement showed that the T Score ranged from 3,8 to 0,6, with the mean of 2,439 SD. Multivariate analysis showed that each 1 mg L increase in urinary cadmium will decreases the bone mineral density about 1,459 SD after controlled age, milk consumption, tofu consumption, consumption of broccoli, egg consumption, gender, smoking status, length of stay, and consumption of cassava leaves. Therefore, people are encouraged to consume foods that contain high calcium and get exercise and expected to be utilized by the government of Deli Serdang regency as a basis program planning for examination of community bone mineral density in the study area."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48875
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>