Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87957 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vyan Tashwirul Afkar
"NU adalah religious nongovernmental organization (RNGO) yang terlibat dalam
peacebuilding Afghanistan sejak tahun 2011 hingga 2021. Dalam implementasinya, NU
berperan sebagai aktor transnasional yang mengupayakan perdamaian lewat pengenalan
nilai-nilai Islam Moderat kepada aktor-aktor konflik dengan harapan hal tersebut mampu
mengubah karakter keagamaan mereka menjadi lebih moderat (tawasuth), seimbang
(tawazun), toleran (tasamuh), adil (i’tidal), dan saling terikat dalam persaudaraan
kebangsaan (ukhuwah wathaniyyah). Usaha tersebut diklaim berhasil dalam studi-studi
terdahulu, seperti Faizin (2020), Pratama & Ferdiyan (2021), Mahfudin (2021), dan
Mahfudin & Sundrijo (2021). Bahkan, berbagai literatur menyebut NU sebagai aktor
yang signifikan dan lebih efektif menyelesaikan konflik daripada aktor negara dan
lembaga internasional. Sayangnya, reeskalasi konflik dan perebutan kekuasaan di
Afghanistan oleh Taliban pada Agustus 2021 menunjukkan bahwa peacebuilding selama
satu dekade tersebut tidak berhasil. Oleh karena itu, penelitian ini mempertanyakan
“Mengapa upaya peacebuilding NU di Afghanistan melalui promosi Islam Moderat tidak
berhasil?”. Dengan pendekatan kualitatif dan metode analisis process tracing, penelitian
ini menemukan bahwa ketidakberhasilan tersebut disebabkan oleh empat faktor, yaitu:
ketidakselarasan ideasional, keterbatasan pengaruh, strategi yang tidak lengkap, dan
ancaman keamanan. Keempat hambatan tersebut berada di empat dimensi yang berbeda
namun saling mempengaruhi dan saling berkelindan: ideational, relational, instrumental,
dan situational.

NU, a religious non-governmental organization (RNGO), has been actively involved in peacebuilding initiatives as a transnational actor in Afghanistan from 2011 to 2021. Its approach focuses on promoting the values of Moderate Islam to conflicting parties in the hopes of fostering a more moderate, balanced, tolerant, just, and nationally unified religious outlook. Previous studies by Faizin (2020), Pratama & Ferdiyan (2021),
Mahfudin (2021), and Mahfudin & Sundrijo (2021) have highlighted NU's significant
role in conflict resolution, surpassing that of state actors and international organizations. However, the unfortunate resurgence of conflict and power struggles initiated by the Taliban in August 2021 has revealed the limited success of NU's decade-long peacebuilding efforts. This research seeks to understand the reasons behind the failure of NU's peacebuilding endeavors in Afghanistan, specifically focusing on the promotion of Moderate Islam. Employing a qualitative approach and process tracing analysis, the study identifies four contributing factors: a lack of ideational coherence, limited influence, incomplete strategies, and security threats. These barriers, situated within distinct dimensions—ideational, relational, instrumental, and situational—interact and mutually reinforce each other, hindering NU's peacebuilding objectives
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : PBNU,
297 JMNU
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrudin Alwi
"Penelitian ini ditulis dengan tema konsep siyasah pada pergerakan Islam di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif komparatif dengan sumber pencarian data berupa studi pustaka, mengambil dari sumber acuan seperti referensi buku dan penelitian sebelumnya. Setelah penelitian, penulis menemukan kesimpulan bahwa keempat organisasi ini sepakat bahwa Islam adalah agama yang syumu>l, lengkap, menyeluruh dan komprehensif. Maka Islam membahas seluruh segi kehidupan manusia termasuk politik. Meski memiliki pandangan sama tentang syumu>liyatul Islam, Islam yang komprehensif keempat organisasi ini memiliki pandangan yang berbeda terutama dalam implementasi konsep siyasah di kehidupan sehari-hari.

This research is written with the concept of siyasah theme on the movement of Islam in Indonesia. This study is a qualitative research comparative with the source of data search in the form of literature study, taking from reference sources such as reference books and previous research. After the research, the authors found the conclusion that these four organizations agree Islam is syumu>l, complete and comprehensive, then Islam discusses all aspects of human life including politics. Despite having the same view of syumu>liyatul Islam¸ complete and comprehensive, these four organizations have different views, especially in the implementation of the concept siyasah in daily life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulil Abshar
"Pada dasarnya istighosah adalah sebuah praktik ritual keagamaan yang bersifat individual. Akan tetapi bersama beijalarmya waktu istighosah tidak hanya sebatas pada ritual keagamaan saja tetapi lebih dari itu. Perubahan praktik ini dipengaruhi oleh pemaknaan yang berubah, sesuai kondisi sosial politik dimana istighosah itu dilaksanakan. Karenanya tidak bisa dipungkiri bahwa istighosah merupakan fenomena budaya yang harmonis, ia berubah bersama perubahan konteksnya. Memahami makna istighosah sebagai sebuah budaya harus disertai dengan pemahaman konteksnya. Pemahaman atas konteks inipun harus dilihat secara jeli agar makna yang terkandung dalam istighosah terbaca secara menyeluruh. Pembacaan makna istighosah dalam kontinuitas perubahan konteks inilah yang menjadi tujuan penelitian ini.
Istighosah merupakan ciri khas Nahdlatul Ulama -NU-, sebuah oraganisasi sosial keagamaan yang beranggotakan para intelektual tradisional islam -santri dan kyai- di awal abad XX. NU lahir dengan misi menyelamatkan tradisi sebagai wariasan leluhur. NU mempunyai prinsip dasar al-muhafadhoh alal qadimish sholeh wal ahdu bil jadidil ashlah artinya NU senantiasa menjaga segala hal yang baik yang berasal dari leluhur dan pendahulu, serta tidak menutup pada hal-hal baru yang lebih baik Kesetiaan NU terhadap praktik tradisi ini tidak akan memudar selama tradisi itu membawa pada kebaikan. Diantara tradisi tersebut adalah istighosah. Istighosah bagi NU adalah cagar budaya yang wajib dilestarikan disamping sebagai warisan leluhur, istighosah juga dipercaya sebagai wahana permohonan kemenangan oleh kaum muslim kepada Allah Yang Kuasa.
Dari kelahirannya NU adalah sebuah organisasi Islam yang membawa gerbong tradisionalis, sehingga tarkenal dengan organisasinya kaum sarungan dan orang pesantren. Di tengah maraknya modernitas NU mencoba bertahan dan tetap tegar menghadapi benturan-benturan modernitas. Hingga suatu saat di kala orde baru berkuasa NU terkena dampak kegigihannya membela tradisional, hingga semua aset yang ada di NU dibekukan oleh pemerintah. Di satu sisi NU tidak bisa bergerak leluasa dan di sisi lain NU memang tidak mempunyai kekuasaan. Karenanya NU hanya bisa bergerak melalui jalur kultural. Karenanya NU memilih istighosah sebagai jalan kultural tersebut hingga pada suatu saat istighosah menjadi ikon perlawanan dan resistensi NU terhadap pemerintah. Istighosah tidak lagi sebatas praktik ritual individual tapi sudah berubah manjadi sebuah praktik politik pemaknaan yang beroperasi merebut makna dalam gelanggang kontestasi, yang oleh peneliti dikatakan sebagai praktik politik kultural.
Dalam kenyataannya politik kultural tidak hanya terlihat dari perebutan makna yang terungkap dalam dunia wacana, akan tetapi politik kultural tersebut turut pula didukung dan dikontruksi oieh identitas-identitas islighosah. Mulai dari tema yang diangkat, ekpresi busana para peserta istighosah hingga doa dan tokoh ulama yang hadir. Kesemuanya semakin mengukuhkan keberadaan istighosah sebagai praktik politik kultural bukan politisasi agama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987
R 297.1403 ENS
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Rifyal Ka`bah
"Topik penelitian ini berhubungan dengan salah satu sumber hukum Islam, setelah Qur'an, Sunnah dan Ijma (konsensus ulama), yaitu Ijtihad. ljtihad secara sederhana sebenarnya adalah usaha sungguh-sungguh kalangan ahli hukum Islam yang bertolak dari maksud-maksud (magdshid) Qur'an dan Sunnah dengan menggunakan akal sehat dan dalil-dalil logika untuk sampai kepada suatu ketentuan hukum syari (sah secara Islam). Formulasi hukum melalui ijtihad ini biasanya menggunakan metodologi ushul figh, dengan metode-metode standar seperti giyus (analogi), istihsan (pemakaian opsi terbaik, application of the discretion in a legal decision), istishlah (kemaslahatan) dan lain-lain.
Di zaman lampau, Ijtihad dilakukan secara individual, dan pada zaman modern, karena kelangkaan ulama atau ahli hukum tipe mujtahid (individu yang melakukan ijtihad) masa lalu, maka tugas ini dilakukan secara kolektif. Usaha bersama untuk memformulasikan hukum ini dapat disebut sebagai ijtihad jama'i (ijtihad kolektif) atau istinbath jama?i (perumusan hukum secara kolektif). Usaha ini di Indonesia, antara lain, dilakukan oleh Lajnah Tarjih Muhammadiyah dan Lajnah Bahsul Masa'il Nahdlatul Ulama.
Lajnah Tarjih mengadakan penyeleksian terhadap ketentuan-ketentuan hukum Islam yang pernah dikeluarkan oleh para mujtahid muslim pada masa lalu. Tarjih berarti mengambil pendapat yang arjah (terkuat) dari beberapa pendapat yang ada, dari aliran (mazhab) mana pun. Karena itu, dalam masalah figh (pemahaman hukum), Muhammadiyah terkenal sebagai tidak bermazhab, atau tidak terikat oleh satu mazhab tertentu. Selain penyeleksian, lembaga ini juga memutuskan ketentuan-ketentuan hukum bare yang belum dibicarakan oleh para pendahulu.
Sementara itu, pertemuan Lajnah Bahsul Masa'il dihadiri oleh alim ulama NU untuk membahas "kitab-kitab kuning" (buku-buku lama) dari berbagai disiplin pengkajian Islam tradisional, dari karangan imam imam mazhab, terutama mazhab Syafi'i. Tujuannya adalah untuk menyarikan ketentuan-ketentuan hukum Islam bagi kepentingan umum. Dalam pertemuan pertemuan ini juga dibahas masalah-masalah baru yang belum jelas ketentuan hukumnya."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
D1144
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifyal Ka`bah
"Topik penelitian ini berhubungan dengan salah satu sumber hukum Islam, setelah Qur'an, Sunnah dan Ijma (konsensus ulama), yaitu Ijtihad. ljtihad secara sederhana sebenarnya adalah usaha sungguh-sungguh kalangan ahli hukum Islam yang bertolak dari maksud-maksud (magdshid) Qur'an dan Sunnah dengan menggunakan akal sehat dan dalil-dalil logika untuk sampai kepada suatu ketentuan hukum syari (sah secara Islam). Formulasi hukum melalui ijtihad ini biasanya menggunakan metodologi ushul figh, dengan metode-metode standar seperti giyus (analogi), istihsan (pemakaian opsi terbaik, application of the discretion in a legal decision), istishlah (kemaslahatan) dan lain-lain.
Di zaman lampau, Ijtihad dilakukan secara individual, dan pada zaman modern, karena kelangkaan ulama atau ahli hukum tipe mujtahid (individu yang melakukan ijtihad) masa lalu, maka tugas ini dilakukan secara kolektif. Usaha bersama untuk memformulasikan hukum ini dapat disebut sebagai ijtihad jama'i (ijtihad kolektif) atau istinbath jama?i (perumusan hukum secara kolektif). Usaha ini di Indonesia, antara lain, dilakukan oleh Lajnah Tarjih Muhammadiyah dan Lajnah Bahsul Masa'il Nahdlatul Ulama.
Lajnah Tarjih mengadakan penyeleksian terhadap ketentuan-ketentuan hukum Islam yang pernah dikeluarkan oleh para mujtahid muslim pada masa lalu. Tarjih berarti mengambil pendapat yang arjah (terkuat) dari beberapa pendapat yang ada, dari aliran (mazhab) mana pun. Karena itu, dalam masalah figh (pemahaman hukum), Muhammadiyah terkenal sebagai tidak bermazhab, atau tidak terikat oleh satu mazhab tertentu. Selain penyeleksian, lembaga ini juga memutuskan ketentuan-ketentuan hukum bare yang belum dibicarakan oleh para pendahulu.
Sementara itu, pertemuan Lajnah Bahsul Masa'il dihadiri oleh alim ulama NU untuk membahas "kitab-kitab kuning" (buku-buku lama) dari berbagai disiplin pengkajian Islam tradisional, dari karangan imam imam mazhab, terutama mazhab Syafi'i. Tujuannya adalah untuk menyarikan ketentuan-ketentuan hukum Islam bagi kepentingan umum. Dalam pertemuan pertemuan ini juga dibahas masalah-masalah baru yang belum jelas ketentuan hukumnya."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
D168
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laode Ida
"Penelitian ini mendeskripsikan Gerakan Sosial Kelompok Nahdlatul Ulama (NU Progresif) yang dilakukan oleh para aktivis NU. Hasil analisis ditemukan bahwa kelompok NU yang progresif melakukan perubahan dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok transformis, kelompok radikal dan kelompok moderat. Kelompok transformis mencoba menekankan pada perubahan secara intemal dalam organisasi NU dengan memberikan pencerahan dan pemberdayaan di tingkat komunitas. Kelompok radikal memberikan prioritas pada perubahan sistem kenegaraan dengan membangun pemikiran kritis dan mengembangkan ideologi egaliter. Dan yang terakhir kelompok moclerat memfokuslcan gerakannya dengan mengembangkan perubahan sosial yang tidak didasari dengan basis ideologi.

This study describes social movements conducted by some individuals in NU known as the ?progressive group". Further analysis shows the existence of three types of progressive groups: the transformists, the radicals, and the moderates. The transformists try to emphasize internal change through enlightenment and empowerment of the community. The radicalists prioritize to change the state system by developing critical and egalitarian ideology. Finally, the moderates consists of social changes conducted by social groups with no ideological basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
D817
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Busyro Karim
"Pada muktamar XXX NU tahun 1999, NU mengeluarkan keputusan tentang Islam dan kesetaraan jender, di mana di dalamnya dibahas masalah kepemimpinan politik perempuan. NU secara institusi dapat menerima kepemimpinan politik perempuan. Hal ini merupakan langkah maju bagi NU, ketika beberapa kaiangan menolak keberadaan pemimpin politik perempuan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan sumber data dokumentasi. Adapun teori yang dipakai adalah teori demokrasi, kepemimpinan dan budaya patriarkhi. Studi ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis dengan maksud untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, akurat tentang faktafakta yang akan diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan, landasan berpikir yang digunakan oleh NU dalam menerima pemimpin politik perempuan adalah; penggunaan legitimasi agama untuk menolak pemimpin politik perempuan bertentangan dengan semangat kesetaraan jender dan keadilan politik. Penafsiran keagamaan yang melahirkan sikap bias jender seharusnya ditafsirkan ulang yang disesuaikan dengan realitas sosial. Model kepemimpinan dalam masyarakat modern adalah kepemimpinan yang terlembaga.
Dalam perdebatan tentang kepemimpinan politik perempuan terdapat dua kelompok yang saling berseberangan. Kelompok pertama berpendapat bahwa perempuan boleh menjadi pemimpin politik, karena setiap individu mempunyai hak politik yang sama. Penolakan terhadap pemimpin perempuan merupakan diskriminasi hak politik perempuan dan bertentangan dengan nilai-nilai persamaan (equality) dalam demokrasi. Agama Islam tidak melarang perempuan untuk menjadi pemimpin politik.
Sedangkan kelompok yang menolak pemimpin politik perempuan berpendapat, dalam agama Islam perempuan tidak boleh menjadi pemimpin politik, karena kepemimpinan merupakan hak mutlak laki-laki. Dalam Islam tidak boleh memberikan wilayah (kekuasaan) kepada perempuan. Perempuan diperboiehkan berperan aktif dalam politik, namun bukan untuk jabatan sebagai kepala negara dan pemerintahan. Inti dari perdebatan ini adalah perbedaan interpretasi dasar keagamaan dan dominasi budaya patriarkhi di antara masing-masing kelompok.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keluamya keputusan Islam dan kesetaraan jender adalah munculnya kelompok yang menginginkan perubahan wacana dalam NU. Tekanan dari lembaga perempuan NU. Dinamika politik Indonesia pada kurun waktu 1996-1999, yaitu munculnya isu presiden perempuan.

In muktamar XXX 1999, NU issued a decision about Islam and gender equality, which in it discussed women politics leadership matter. NU institutionally able to accept women politics leadership. it is one step a head for NU, while sum of other factions reject the women politic leader existence.
This observation uses qualitative method which is using data collecting technique through interviews and data documentation source. The theory which was used is democracy theory, leadership and patriarchy cultural. This study uses descriptive analytic approach in order to make visualization systematically, factual, accurate in the facts which will be observed.
The observation's result shows, the main idea which is used by NU in accepting women politics leader is; using religion's legitimacy to reject women politics leadership which is contrary to the gender equality spirit and political justice. Religious interpretation which produced a bias gender form should be reinterpreted which is fitted in the social reality. The leadership model in modem society is the institutionalized leadership.
In the women politics leadership debate there were two groups which were contrary. The first group thought that women may became politics leader, as every individual has the same rights in politics. Rejection to the women leader was a women politics rights discrimination and contradictory to the equality value in democracy. Islam does not forbid women of being politics leader.
While the group which rejected women politics leader thought in Islam, women can not be political leaders, as the leadership is the men absolute rights. In Islam can not give territory (power) to women. Women are allowed to do active in politics, but not for the profession as the head of state and governmental. The quintessence in this debate is the differences in basic religious interpretation and patriarchy cultural domination between each groups.
The factors which influence the issues of Islam decision and gender equality is the appearance of groups which wanted changes in discourse of NU. The Indonesian politics dynamic in the last 1996-1999, that is women president issue appears.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>