Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131347 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rakyan Ratri Syandriasari Kameron
"Tidak semua seni tari tradisional Bali diketahui oleh masyarakat umum. Bahkan terdapat beberapa jenis seni tari tradisional Bali yang mulai terlupakan seperti tari Legong, tari Sang Hyang Dedari dan juga tari Puspa Mekar. Dari perspektif antropologis proses kolaborasi antara kesenian tradisional dan modern bisa membuka berbagai kemungkinan sehingga seni tari Bali makin dikenal dan berkembang. Dari perspektif Antropologi publik, seni tari merupakan praktik yang terlibat dengan publik, kehidupan nyata, dan kendalanya pada pengenalan dan pengembangan tari Bali itu sendiri. Penelitian ini akan terfokus pada penjelasan bagaimana Growing Sense of Body Pada Penari Legong di Komunitas Kembalikan Baliku dapat mengubah sudut pandang anak muda agar kesenian tari tradisional Bali bisa diingat dan dicintai kembali. Dimulai dari tari Legong gaya Peliatan sebagai salah satu seni tari tradisional Bali, dimana hasil dari penulisan ini memang murid Kembalikan Baliku dengan mempelajari seni tari tradisional Bali rasa cinta mereka untuk memperdalam seni tari tradisional Bali bertumbuh seiring berjalannya waktu.

Not all Balinese traditional dances are known by the general public. Several types of traditional Balinese dance are starting to be forgotten, such as the Legong dance, the Sang Hyang Dedari dance, and the Puspa Mekar dance. From an anthropological perspective, the process of collaboration between traditional and modern arts can open up various possibilities so that Balinese dance is increasingly recognized and developed. From the perspective of public anthropology, dance is a practice that engages with the public, real life, and its constraints in the introduction and development of Balinese dance itself. This research will focus on explaining how Growing Sense of Body in Legong Dancers in the Kembalikan Baliku Community can change the perspective of young people so that traditional Balinese dance can be remembered and loved again. Starting from the Peliatan style Legong dance as one of the traditional Balinese dance arts, the results of this writing are indeed the students of Kembalikan Baliku by studying traditional Balinese dance, their love for deepening Balinese traditional dance has grown over time."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiana Setiawan
"ABSTRAK
Tari Roa Mu'u merupakan salah satu jenis kesenian tradisional pada masyarakat Sikka di Kabupaten SIkka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang terancam punah. kehadiran agama Katolik telah turut mereduksi peranan adat-istiadat karena masyarakat tidak perlu menyelenggarakan pernikahan tradisional, tetapi cukup dengan pemberkatan perkawinan di gereja. Untuk itu diperlukan peranan pemerintah daerah dan pengurus gereja Katolik.
Permasalahan penelitian dalam tulisan ini adalah: (1) Upaya apa yang dilakukan pemerintah daerah untuk melestarikan tari tari Roa Mu'u?; (2) Bagaimana peranan gereja Katolik terhadap adat dan tradisi masyarakat Sikka, termasuk pelestarian tari tari Roa Mu'u? Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam melestarikan tari tari Roa Mu'u, serta mengetahui upaya gereja Katolik dalam berasimilasidengan adat dan tradisi masyarakat SIkka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Sikka telah melakukan revitalisasi kesenian melalui fasilitas, festival,s erta pendidikan di sekolah, tetapi belum melalui jalur agama. Dari sisi peranan gereja, berdasarkan Konsili Vatikan II, pihak gereja Katolik tidak diperkenankan menolak upacara pernikahan tradisional pada masyarakat Sikka. Adapun dalam tradisi masyarakat Sikka, penyerahan belis dan pementasan atri tari Roa Mu'u merupakan simbol untuk menghormati wanita. Oleh sebab itu, pemberkatan perkawinan di gereja Katolik dapat diasimilasikan dengan upacara perkawinan tradisional pada masyarakat SIkka.
"
Denpasar: Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, 2017
902 JPSNT 24:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
T. Dibyo Harsono
"ABSTRAK
Salah satu kelengkapan dalam pelaksanaan tata cara adat, upacara adat yang ada pada masyarakat melinting adalah adanya sebuah tarian adat melinting. Pada awalnya tarian ini memang merupakan sebuah tarian sakral, namun dalam perkembangannya tarian ini banyak mengalami perubahan dan perkembangan, baik dalam segi gerak, kostum maupun kesakralannya. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan mengungkapkan tari melinting beserta filosofi yang mendasarinya. Pengumpulan data dilakukan dengan melaksanakan wawancara yang mendalam, pengamatan (observasi), dan studi kepustakaan. Ternyata tari melinting memiliki makna yang mendalam, tidak hanya gerakan tarinya yang indah, namun juga filosofi yang ada dibalik tarian tersebut, seperti tentang kearifan tradisional masyarakat, falsafah hidup, serta dinamika kehidupan masyarakat Melinting khususnya dan masyarakat Lampung Timur pada umumnya. Kata melinting mempunyai makna yang sangat luas, merupakan nama daerah (kecamatan), nama jenis tumbuhan, nama tarian dan juga nama dari sebuah wilayah adat dari Keratuan Melinting yang meliputi daerah Labuhan Maringgai, Gunung Pelindung, Wana. Di masa lalu wilayah adat melinting mencakup daerah yang lebih luas lagi, ke utara sampai dengan pantai di Labuhan maringgai dan ke selatan sampai ke daerah Tegineneng."
Denpasar: Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, 2017
902 JPSNT 24:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dharma Kelana Putra
"Tari langsir adalah salah satu tari tradisional etnik Haloban yang bermukim di Pulau Tuangku,
Kabupaten Aceh Singkil. Tari ini sempat hilang selama 20 tahun tetapi kemudian mulai ditarikan kembali beberapa tahun terakhir tanpa ada intervensi dari pemerintah. Fenomena ini mengarah pada asumsi bahwa tari tradisional tidak dipraktikkan sekedar untuk hiburan masyarakat semata, tetapi ada nilai lain yang terkandung di dalamnya. Untuk mengungkapnya, penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif tipe deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan tari langsir sebagaimana yang ditemukan di lapangan. Data primer dikumpulkan dengan teknik pengamatan serta wawancara mendalam. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan dokumentasi menggunakan foto
serta rekaman video. Tari langsir ternyata memiliki unsur yang unik dan tidak dimiliki oleh tari lain, seperti pola lantai yang estetik, 32 variasi gerak yang diinstruksikan oleh komandir, serta pola kombinasi gerak yang tersusun secara runtut dan kronologis. Meski tari ini sempat tidak dimainkan lagi selama lebih dari 20 tahun, pengetahuan tentang tari ini masih tetap hidup dalam memori kolektif masyarakat. Dengan demikian, ketersentuhan kembali generasi muda Haloban pada budayanya, kesenian ini dapat dihidupkan kembali oleh masyarakat bahkan tanpa ada program revitalisasi dari pemerintah sekalipun."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2022
900 HAN 5:2 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Oral literature that has the values of local wisdom, but less desirable, especially on the younger generation. Oral literature is a cultural asset that has been abandoned by their owners. This is one of them caused by the impact of globalization that hit the Indonesian nation, so many lost literature that only a name. Along with the automatic player oral literature has a reduced or even lost. Therefore, it is necessary revitalization of the oral literature one formulaic system and the function of an oral literature to overcome the scarcity of players a show oral literature in society.
The system is the use of iteration formula is implemented in a show. Formula made by players in conveying the text often is by repeating words, phrases, clauses, or array. Likewise, the frequency of carrying out automatic performance function of a show done and will anticipate the scarcity of players on an oral literary performances."
899 WE 1:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fikri Haidar
"Peralihan mendadak dan penggunaan intensif dari komunikasi termediasi oleh teknologi mengubah pengalaman ketubuhan suatu kelompok masyarakat. Pandemi Covid-19 melalui pembatasan sosial dan aktivitas mendorong penggunaan ruang yang dimediasi oleh teknologi dalam ragam kegiatan yang sebelumnya dilakukan pada medium ruang fisik. Komunitas tari tradisional Indonesia menjadi salah satu kelompok tari yang memiliki tantangan besar dalam menggunakan ruang virtual untuk kegiatan berkesenian. Karakter keruangan dan ketubuhan khusus dari tari tradisional tidak dapat terakomodasi dalam infrastruktur ruang virtual. Pada Maret hingga Desember 2020, sanggar tari Wulangreh Omah Budaya mengalihkan aktivitas kelas tari Jawa dan Bali dalam ruang virtual oleh Zoom, medium telekonferensi yang paling banyak digunakan selama masa pembatasan sosial dan aktivitas di DKI Jakarta. Ragam upaya dilakukan bagi pelatih dan peserta tari untuk ‘membangun’ ruang yang dimediasi oleh teknologi dengan tujuan mereplikasi pengalaman yang serupa dengan ruang fisik. Tulisan ini akan menggambarkan proses pembentukan ruang yang dimediasi oleh teknologi sebagai tempat untuk komunitas tari berlatih tari. Menggunakan metode etnografi, tulisan ini akan menelusuri proses peralihan medium dari ruang fisik ‘ke dalam’ ruang yang dimediasi oleh teknologi. Proses peralihan medium ini menelusuri aspek keruangan dan ketubuhan dari wiraga, wirama, wirasa dalam tari tradisional dalam infrastruktur ruang virtual oleh Zoom.

Sudden shift and intensive use of computer mediated communication change the embodiment for certain group of people. Covid-19 pandemic through social and activity restriction pushes the use of virtual space on many activities previously occurred on physical space. Indonesia traditional dance community faces the toughest challenge on using virtual space as a place for making art. The spacial and emobied quality of traditional dance is unable to be afforded by the infrastructure of virtual space. Since March until December 2020, traditional dance studio (sanggar tari) of Wulangreh Omah Budaya shifted their Javanese and Balinese dance class on a virtual space by Zoom, a popular teleconference medium during social and activity restriction in Jakarta Capital Region. Instructor and class’ participants have many efforts to ‘construct’ technology-mediated space to replicate the similar experience of physical space. This paper will explore the construction of technology-mediated space as a ‘new space’ for traditional dance community rehearsal. Through ethnography, this paper will explore the process of remediation from physical ‘onto’ technology-mediated space. This process explores spacial and embodiment aspect of wiraga, wirama, wirasa on a mediated space provided by Zoom."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Alifah Mustajabah
"ABSTRACT
Penelitian ini membahas mengenai pembentukan sense of body awareness penari dalam komunitas Yosakoi Naruko Odori Hyakka Ryouran YHR saat melakukan tari yosakoi, baik dalam latihan maupun dalam pertunjukan. Saya menerapkan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif dalam studi ini. Pengumpulan data saya lakukan dengan cara autoethnography, wawancara, pengamatan, dan juga studi kepustakaan. Studi ini melihat seni tari dari sudut pandang penari mengenai cara penari melatih tubuhnya untuk melakukan gerakan tari, atau cara membangun relasi antara penari dengan tubuhnya dalam menari, terutama mengenai relasinya dengan penari lain dan juga properti yang digunakan. Penari menyerap sebuah koreografi tari menggunakan sense dari tubuhnya. Sense of body penari berfungsi sebagai alat pengumpul informasi bagi penari dalam melakukan tarian. Hal tersebut membuat tubuh dari penari dapat mengingat bentuk gerakan tari. Sense of body dalam tulisan ini bukan hanya mengacu pada pancaindra saja, namun juga sense lainnya dari tubuh. Pembentukan sense of body penari sendiri dilakukan dengan melakukan latihan tari secara terus-menerus dan juga melakukan banyak pertunjukan tari, sehingga tubuh penari terbiasa dengan gerakan tari tersebut.

ABSTRACT
This research focus on dancer growing sense of body awareness in Yosakoi Naruko Odori Hyakka Ryouran community when dancing yosakoi, in their practice or performance. I apply a qualitative approach descriptively. The data was collected by doing autoethnography, interviews, observations, and literacy study. This thesis examines dance from dancer point of view about how dancer train her his body to do dance movement, or the way dancer developing relation between dancer and his body in dance, especially the relationhip of dancer with other dancer and also with the property they used. Dancer memorize the dance used their sense of body. Dancers sense of body have function as a tool to collected information for dancer to dance. Thats making body of dancer can memorize the shape of dance movement. Sense of body, here, is not only refers to five sense, but also to other senses. Growing dancer sense of body done by doing dance practice continueally and doing many performances. So, dancers body get used to it."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samiya Romzy
"Penelitian ini menggali fenomena simulacra dalam arsitektur tradisional Indonesia yang termanifestasi di luar negeri, khususnya pada Minangkabau House di Rotterdam dan The House of Five Senses di Kaatsheuvel, Belanda. Di era hiperrealitas, di mana realitas dan replika saling melebur, penelitian ini menelusuri dampak simulacra terhadap persepsi dan pengalaman terhadap arsitektur tradisional. Arsitektur, sebagai seni merancang ruang dan lingkungan, memiliki peran sentral dalam membentuk hubungan manusia dengan lingkungannya. Namun, teori postmodernisme, terutama konsep simulacra, merubah paradigma pandangan kita terhadap realitas. Melalui analisis visual dan pemahaman konsep simulacra, penelitian ini bertujuan untuk membedakan arsitektur yang bersifat simulatif dari yang memiliki keaslian tertanam dalam tradisi. Studi kasus di Rotterdam dan Kaatsheuvel mengungkapkan bagaimana replika arsitektur tradisional Indonesia melebur dengan lingkungan sekitarnya, menciptakan suasana dimana batas antara asli dan replika menjadi kabur. Dalam Minangkabau House dan The House of Five Senses, simulacra memanifestasikan dirinya dalam replika yang menantang untuk dibedakan dari yang asli. Dalam masyarakat yang terus terpapar media hiperreal, tantangan memahami identitas asli suatu struktur menjadi lebih kompleks. Penelitian ini, melalui landasan teoritis simulacra, mengeksplorasi hingga sejauh mana konsep ini membentuk pengalaman terhadap arsitektur tradisional di luar negeri dan dampaknya terhadap persepsi masyarakat tentang otentisitas. Dengan demikian, penelitian ini merintis jalan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang identitas dan makna arsitektur tradisional Indonesia di era hiperrealitas.

This study delves into the phenomenon of simulacra within traditional Indonesian architecture manifested abroad, particularly in the Minangkabau House in Rotterdam and The House of Five Senses in Kaatsheuvel, Netherlands. In the era of hyperreality, where reality and replicas seamlessly merge, this research explores the impact of simulacra on perceptions and experiences of traditional architecture. Architecture, as the art of designing spaces and environments, plays a central role in shaping human relationships with their surroundings. However, postmodernism, notably the concept of simulacra, has transformed our paradigm of reality. Through visual analysis and an understanding of the simulacra concept, this study aims to distinguish between architecture that is simulative and that which embeds authenticity within tradition. Case studies in Rotterdam and Kaatsheuvel reveal how replicas of traditional Indonesian architecture blend with their surrounding environments, creating an atmosphere where the boundaries between the original and the replica become blurred. In Minangkabau House and The House of Five Senses, simulacra manifest themselves in replicas that challenge differentiation from the authentic. In a society continually exposed to hyperreal media, the challenge of understanding the authentic identity of a structure becomes more complex. This research, grounded in the theoretical framework of simulacra, explores the extent to which this concept shapes the experience of traditional architecture abroad and its impact on society's perception of authenticity. Thus, this study paves the way towards a deeper understanding of the identity and meaning of traditional Indonesian architecture in the era of hyperreality."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surakarta: Institut Seni Indonesia Press, 2007
793.31 JOG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suhaji Hadibroto
Semarang: Intra Pustaka Utama, 2004
793.31 SUH b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>