Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144226 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Risma Wardiani
"Permenkumham No.217/2011 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan di Lingkungan Kemenkumham dan kebijakan turunan Dirjenpas No.PAS.32.PK.01.07.01/2016 Standar Pelayanan Dasar Perawatan Kesehatan di Rutan-Lapas merupakan kebijakan utama untuk menyelesaikan masalah kesehatan di UPT Rutan-Lapas yang merupakan tempat Tahanan dan Narapidana menjalani proses hukum. Rutan-Lapas di Indonesia memiliki jumlah penghuni yang melebihi kapasitas/overcrowded sampai 109%, wilayah Banten mencapai 211% sehingga termasuk dalam populasi rentan dan kunci dalam penyebaran penyakit. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan model Van Metter Van Horn (1975). Kesimpulannya kebijakan pelayanan kesehatan di UPT Rutan-Lapas wilayah Banten belum dilakukan secara komprehensif dilihat dari variabel yang mempengaruhi impementasi Van Metter Van Horn (1975) ditemukan kendala-kendala dalam mendukung proses kinerja implementasi kebijakan yaitu: (1) pelayanan promotif dan rehabilitatif belum sesuai standar, (2) Pemanfaatan sumber daya anggaran belum maksimal, SDM kesehatan belum merata, fasilitas sarana prasarana pelayanan kesehatan belum lengkap dan dengan kondisi rusak, (3) Komunikasi dan koordinasi belum memiliki kontrol, (4) karakter dan sikap pelaksana yang belum memiliki penilaian baku. (5) ekonomi, sosial, dan politik memerlukan komitmen lintas kementerian yang perlu dipenuhi, (6) kecenderungan dan disposisi belum ada penguatan dan monitoring evaluasi yang berkesinambungan. Hal tersebut harus dipenuhi agar implementasi kebijakan pelayanan kesehatan di UPT Rutan-Lapas dapat dilakukan secara maksimal.

Guideline Permenkumham No.217/2011 for Health Services within the Ministry of Law and Human Rights and derivative policy from Dirjenpas Number PAS.32.PK.01.07.01/2016 concerning Basic Service Standards for Health Care in Prisons Prison and Detention Center which is a place where them in violation of the law. Prisons condition in Indonesia has an overcrowded population up to 109%, Banten area it reaches 211%, so in the vulnerable and key population easily spread of disease. This study used qualitative descriptive research method from Van Metter Van Horn's (1975) model theory. The conclusion is health service policies in UPT Rutan-Prisons in Banten region haven’t been carried out comprehensively, judging from the variables that affect the implementation of Van Metter Van Horn (1975), obstacles were found to supporting the process of policy implementation, there are: (1) Promotive and rehabilitative services aren’t like standard, (2) Utilization of budget resources haven’t been maximized, health human resources aren’t distributed well, health service infrastructure facilities are incomplete and in damaged condition, (3) Communication and coordination haven’t control yet, (4) character and attitude of implementers don’t have a standard assessment, (5) Economic, social, and political require cross-ministerial commitments, and tendency, (6) disposition haven’t been strengthened and monitored by continuous evaluation. These are must be fulfilled so the implementation of health service policies in Prison and Detention Center Banten Region can be running optimally."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Dianasari Devana
"

Defisiensi vitamin D rentan terjadi pada tenaga kesehatan dan berakibat pada gangguan sintesis cathelicidin, peptida antimikrobial dengan efek proteksi terhadap virus. Studi terdahulu menunjukkan adanya korelasi positif antara 25-OH-D dengan cathelicidin, sementara data terkait pada populasi obesitas masih terbatas. Penelitian dengan desain potong lintang dilakukan di Rumah Sakit rujukan pasien COVID-19 di Jakarta dan Depok. Consecutive sampling dan randomisasi dilakukan untuk memperoleh sampel. Asupan makronutrien dan vitamin D dinilai menggunakan Food recall 24 jam dan semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Kadar 25-OH-D dan cathelicidin serum dianalisa dengan metode Chemiluminescence Immunoassay (CLIA) dan Enzyme Linked Immunosorbentassay (ELISA). Uji Mann Whitney dan Kruskal Wallis dilakukan untuk menilai perbedaan rerata kadar cathelicidin, sementara korelasi 25-OH-D dan cathelicidin serum dinilai dengan regresi linear setelah penyesuaian terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT). 80 subjek usia 22 hingga 47 tahun dianalisa, dengan 70% subjek memiliki status gizi obesitas dan 30% berat badan lebih. 93.7% subjek belum mencukupi kebutuhan asupan harian Vitamin D dengan median asupan Vitamin D 2.8 µg per hari. Median kadar 25-OH-D dan cathelicidin subjek 14.3 ng/ml dan 211.6 ng/ml. 85% subjek tergolong defisiensi vitamin D dan subjek dengan obesitas II memiliki kadar cathelicidin yang lebih tinggi. Tidak didapatkan korelasi antara kadar 25-OH-D dengan cathelicidin serum pada subjek tenaga kesehatan dengan berat badan lebih dan obesitas (p 0.942 𝛃-0.077 95% CI -2.182-2.029). Hasil penelitian ini membutuhkan analisa lebih lanjut mengingat peningkatan kadar cathelicidin dapat dipengaruhi oleh variabel perancu sehingga efek protektif dari cathelicidin belum dapat disimpulkan.


Vitamin D deficiency is prevalent among healthcare workers, resulting in impairment of cathelicidin, an antimicrobial peptide with antiviral properties. Former studies show a positive correlation between 25-OH-D and cathelicidin, yet data on the obese population is still scarce. We conducted a cross-sectional study in the COVID-19 referral hospitals in Jakarta and Depok. Samples were collected using consecutive sampling followed by randomization. A repeated 24-hour food recall and a semi-quantitative food frequency questionnaire (SQ-FFQ) were used to estimate intake. The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) and Chemiluminescence Immunoassay (CLIA) were used to measure serum cathelicidin and 25-OH-D. Mann Whitney and Kruskal Wallis analyses were done to assess the mean difference of cathelicidin, and linear regression adjusted for body mass index was done to assess the correlation between 25-OH-D and cathelicidin. 80 subjects aged 22 to 47 years were included, where 70% of the subjects were categorized as obese and 30% were overweight. 93.7% of the subjects did not meet their daily intake of vitamin D requirements, with a median intake of vitamin D of 2.8 µg daily. The subject’s median serum of 25-OH-D and cathelicidin were 14.3 ng/ml and 211.6 ng/ml, respectively. 85% of the subjects were classified as vitamin D deficient, and subjects with class II obesity had significantly higher levels of cathelicidin. Serum 25-OH-D and cathelicidin did not correlate in overweight and obese healthcare workers (p 0.942 𝛃-0.077 95% CI -2.182-2.029). Further research is essential to better understand the findings of this study since the protective effects of cathelicidin cannot be determined because confounding factors may cause cathelicidin levels to rise.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Dwi Sasri
"Latar Belakang: Obesitas menjadi masalah Kesehatan global dengan tren peningkatan populasi yang berlanjut. Keseimbangan energi positif, dimana asupan energi lebih besar dari pengeluaran energi akan menyebabkan penumpukan lemak. Obesitas akibat akumulasi lemak, khusunya lemak viseral merupakan penyebab fator risiko terjadinya penyakit tidak menular, Pegawai kantor berpeluang mengalami obesitas dengan memiliki gaya hidup diet tinggi kalori dan gaya hidup sedenteri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara asupan energi dan aktivitas fisik dengan lemak viseral pada pegawai kantor yang mengalami obesitas. Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada subjek pegawai kantor yang mengalami obesitas di RSCM. Asupan energi dinilai dengan 3 x 24-h food recall. Aktivitas fisik dinilai dengan kuesioner GPAQ dan lemak viseral dinilai dengan BIA multifrekuensi. Hasil: Sebanyak 85 subjek penelitian dengan rerata usia 41 tahun, dengan sebagian besar perempuan dan temasuk dalam kategori obesitas derajat I. Hampir seluruh subjek memiliki volume lemak viseral tidak normal dengan median 2,95 L (1,3 – 8,5 L). Sebagian besar memiliki asupan energi lebih dengan rerata asupan 2196 ± 467 kkal. Sebagian besar memiliki aktivitas fisik sedang dengan nilai median 1850 MET (120 – 4680 MET). Terdapat korelasi sedang antara asupan energi dengan lemak viseral (r=0,554, p<0,001) dan korelasi lemah antara aktivitas fisik dengan lemak viseral (r=-324, P=0,008). Kesimpulan: Terdapat korelasi sedang antara asupan energi dengan lemak viseral dan korelasi lemah antara aktivitas fisik dengan lemak viseral

Background: Obesity is a global health problem with a continuing trend of increasing population. A positive energy balance, where energy intake is more remarkable than energy expenditure, will cause fat accumulation. Obesity due to the accumulation of fat, especially visceral fat, is a risk factor for non-communicable diseases. Office employees can become obese by having a high-calorie diet and a sedentary lifestyle. This study aims to see the correlation of energy intake and ohysical activity with visceral fat in obese office workers. Method: This cross-sectional study was conducted on obese office staff at RSCM. Energy intake was assessed with 3 x 24-h food recalls. Physical activity was assessed with the GPAQ questionnaire, and visceral fat was assessed with multifrequency BIA. Results: A total of 66 study subjects with an average age of 41 years were women and included in the category of obesity degree I. Almost all subjects had abnormal visceral fat volume with a median of 2.95 L (1.3 – 8.5 L). Most have more energy intake, with an average intake of 2196 ± 467 kcal. Most had a moderate physical activity with a median value of 1850 MET (120 – 4680 MET). There was a moderate correlation between energy intake and visceral fat (r=0.554, p<0.001) and a weak correlation between physical activity and visceral fat (r=-324, P=0.008). Conclusion: There was a moderate correlation between energy intake and visceral fat and a weak correlation between physical activity and visceral fat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Yudistira
"Tesis ini membahas tentang strategi penyelenggaraan rumah tahanan di lingkungan Badan Narkotika Nasional dalam rangka mewujudkan pelayanan yang manusiawi dan bebas dari KKN.Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan fakta bahwa persoalan yang dihadapi dalam pelayanan di Rutan BNN yaitu : 1. Beberapa kebutuhan mendasar dari penghuni Rutan BNN tidak dipenuhi oleh BNN, hal tersebut berdampak terjadinya KKN antara petugas dan penghuni rumah tahanan BNN; 2. Fasilitas yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh PP No. 58 tahun 1999 dan peraturan internasional tentang standar minimum layanan tahanan (PBB dan ICRC); 3. Petugas penjaga Rutan merupakan petugas kontrak sehingga pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola tahanan sangat minim.
Strategi dapat dilaksanakan dengan: 1.Pemenuhan Kebutuhan dasar Penghuni Rutan BNN; 2. Pembenahan fasilitas Rutan BNN; 3. Penempatan tahanan dan narapidana; 4.Peningkatan fasilitas kesehatan, pemeriksaan berkala serta pemisahan tahanan yang sakit; 5.Adanya Kegiatan tahanan dan narapidana selama di Rutan BNN; dan 6.Pembinaan Petugas Rutan BNN.
Kendala-kendala yang akan dihadapi dalam melaksanakan strategi tersebut yaitu: 1. Kurangnya dukungan penentu Kebijakan dan keterbatasan anggaran dalam pengelolaan Rutan BNN sesuai standar; dan 2. Lokasi dan status kepemilikan lahan untuk pengembangan sarana Rutan di komplek BNN Cawang yang masih belum jelas.

This thesis discusses the implementation of the strategy within the detention National Narcotics Agency in order to realize the humane care and freedom from corruption. The research method is descriptive qualitative approach. Based on the results of the study found that the problems faced by the ministry on BNN detention are: 1. Some basic needs of residents are not met by detention BNN, it affects the occurrence of corruption among officials and residents BNN arrest; 2. Facilities that do not conform to the standards set by the PP number 58 of 1999 and international regulations on minimum standards of detention services (UN and ICRC); 3. Prison guards are contract workers so that their knowledge and skills in managing resistance are minimal.
Strategies can be implemented: 1. Fulfillment the basic needs of the BNN detention occupants; 2. Settling the BNN detention facility; 3. To allocate between detainees and prisoners; 4. Improving health facilities, periodic inspection and separation of prisoners who are sick; 5. Activities for detainees and prisoners held in BNN detention, and 6. Coaching BNN Prison Officers.
Constraints that will be faced in implementing the strategy are: 1. Lack of support for policy makers and budget constraints in the management of BNN detention standards; 2. Location and land tenure for the development of facilities in the BNNcomplex detention Cawang are still unclear."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kindangen, Henry Yoseph
"ABSTRAK
Keberadaan lembaga penahanan sering juga disebut sebagai salah satu upaya
paksa dalam proses penegakan hukum pidana sering dianggap sebagai sebuah ”a
necessary evil” atau hal yang menyakitkan namun tetap diperlukan dan tidak
dapat dihindari. Upaya untuk membatasi agar penahanan benar-benar digunakan
sebagai sebuah upaya terakhir (last resort) pada dasarnya tidak cukup dengan
sebatas mengatur secara ketat mengenai syarat-syarat dapat dilakukannya
penahanan, melainkan harus diimbangi dengan sebuah mekanisme pengawasan
yang efektif untuk menjamin bahwa berbagai syarat-syarat tersebut dipatuhi oleh
aparat penegak hukum dalam menerapkan kewenangannya. Peran pengadilan
menjadi sangat penting untuk menjamin bahwa kepentingan dan kebutuhan untuk
melakukan penahanan dipertimbangkan secara obyektif dan bukan semata-mata
bersandar pada aspek subyektifitas dari instansi yang melakukan penahanan
tersebut. Permasalahan menjadi menarik mengingat dengan dianutnya prinsip
diferensiasi fungsional dalam KUHAP, maka masing-masing lembaga penegak
hukum berwenang untuk melakukan penahanan sesuai dengan tingkatan
pemeriksaannya masing-masing. Namun demikian, terlepas dari pemisahan secara
tegas berbagai fungsi tersebut, KUHAP juga mengatur sebuah mekanisme lain
yang dapat difungsikan sebagai bentuk pengawasan terhadap penggunaan
penahanan pra persidangan, yaitu melalui mekanisme perpanjangan penahanan.
Tesis ini akan berupaya untuk mengupas mengenai keberadaan lembaga
perpanjangan penahanan sebagai pengawasan terhadap penahanan pra
persidangan, termasuk kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam aturan
mengenai perpanjangan penahanan dalam KUHAP seta bentuk pengawasan
terhadap penahanan pra persidangan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum
Acara Pidana yang saat ini sedang dibahas di parlemen.

ABSTRACT
The existence of the detention as an effort in the process of criminal law
enforcement is often regarded as a "a necessary evil", which is painful yet
necessary and unavoidable. Efforts to limit the use of pre trial detention as the last
resort is not enough basically by strictly regulate the conditions of detention, but
must be balanced with an effective monitoring mechanism to ensure that the terms
and conditions is observed by law enforcement officers in applying its authority.
Role of the courts is essential to ensure that the interests and needs to make an
arrest and detention to be considered objectively and not solely rely on the
subjectivity aspect of the agency making the arrest. Issues have become
particularly attractive given the espoused principles of functional differentiation in
KUHAP (The Book of Criminal Procedure Code of Indonesia), the respective law
enforcement agencies are authorized to issue detention order in accordance to
each level. Nevertheless, in spite of the strict separation of these functions, the
Criminal Procedure Code also regulates a mechanism that may be used as a form
of control over the use of pre-trial detention, the detention extension mechanism.
This thesis will attempt to strip the existence of an extension detention mechanism
as supervision of pretrial detention, including the weaknesses of extension
detention mechanism according to KUHAP (The Book of Criminal Procedure
Code of Indonesia) and also about the form of supervision of pretrial detention
according to Criminal Procedure Code Draft which is currently being discussed in
the House."
2013
T35479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurudin
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang implementasi kebijakan penanganan deteni lebih dari 10 di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta dengan menggunakan teori implementasi kebijakan public George C. Edward, yang terdiri dari faktor, yaitu komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan/disposisi dan struktur birokrasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi, sumber-sumber dan struktur birokrasi belum dapat berjalan dengan optimal yang disebabkan belum adanya peraturan yang secara jelas dan tegas mengatur penanganan deteni, sehingga menimbulkan perbedaan persepsi terhadap penanganan, pengawasan dan pelaporan maupun koordinasi penanganan deteni lebih dari 10 tahun.
Penelitian ini menyarankan untuk melakukan komunikasi peraturan sehingga terdapat kejelasan tugas dan wewenang dalam pengawasan dan pelaporan, pemberian pelatihan kerja bagi deteni, pemberian ijin tinggal, kejelasan status identitas diri dan kepastian hukum dalam rangka kehidupan yang layak dan pemenuhan hak asasi manusia serta peningkatan koordinasi internal dan eksternal sehingga mempunyai kesamaan pandangan dalam penanganan deteni lebih dari 10 tahun.

ABSTRACT
This thesis discussed about the implementation policy on handling detainees more than 10 years in Rumah Detensi Imigrasi Jakarta by using public policy implementation theory of George c. Edward. The theory consists of some factors such as communication, resources, disposition and bureaucracy structure. This research used qualitative descriptive method. The results showed that communication, sources, and bureaucracy structure hasn't been able to work optimally which were caused by the absence of clear and strict regulation to handle detainees. It made different perceptions of handling, monitoring and reporting as well as coordination for detainee more than 10 years.
This research suggested to communicate regulations in order to make the clarity of duties and authorities in monitoring and reporting, giving job training for detainees, granting of residence permit, the clarity of self identity and legal status in order to have a decent life and the fulfillment of human rights and also the increase of internal and external coordination so they have same perceptions on handling detainees more than 10 years."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fachmi
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas persepsi pengguna terhadap layanan di perpustakaan
Lembaga Pemayarakatan Anak Pria Tangerang. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode studi kasus. Masalah yang ada
dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi pengguna terhadap layanan
perpustakaan lembaga pemasyarakatan, yang terdiri jam buka perpustakaan,
koleksi perpustakaan, lokasi dan sarana prasarana perpustakaan, petugas
perpustakaan, kegiatan perpustakaan, serta manfaat layanan perpustakaan. Hasil
penelitian menunjukkan kurang efektifnya layanan karena koleksi perpustakaan
kurang up-to-date; sarana dan prasarana yang perlu diperbaiki; kegiatan
perpustakaan belum optimal; pemahaman petugas tentang perpustakaan perlu
ditingkatkan; serta belum terasanya manfaat dari perpustakaan. Namun, untuk jam
buka pengguna merasa puas.

ABSTRACT
Thesis is focused on users? perceptions of library service in Tangerang juvenile
detention center. This study is a descriptive qualitative study with case study
method. Problems that existed in this study is to find how user perceptions of
juvenile detention center library service, which comprises a library opening hours,
library collections, location, facilities, infrastructure of the library, librarians,
library activities, and library services benefits. This study show a less
effectiveness of library services because the collections are less up-to-date,
infrastructure and facilities that need to be improved, unoptimal library activities,
knowledge of library staffs need to be improved, and a less benefit of the library.
But, for opening hours of library, users are satisfied"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43129
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Anggaini
"Penelitian ini mengkaji tentang Penerapan Prosedur Detensi Imigrasi di Jepang yang Berimplikasi pada lamanya Masa Pendetensian di Masa Pandemi Covid-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Penerapan prosedur detensi imigrasi yang berimplikasi pada lamanya masa pendetensian dan implikasi yang diakibatkan oleh penerapan prosedur Detensi migrasi tersebut pada masa pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan tinjauan perspektif institusional dengan metode kualitatif dengan menganalisis dokumen resmi negara seperti Undang-undang, prosedur resmi yang di keluarkan oleh otoritas Imigrasi Jepang, berita-berita dari surat kabar dan jurnal. Penelitian ini menemukan bahwa penerapan prosedur Detensi Imigrasi di Jepang berimplikasi pada semakin panjangnya masa pendetensian deteni dan meningkatnya populasi deteni pada Fasilitas Detensi Imigrasi di Jepang di masa pandemi Covid-19 sehingga memaksa Pemerintah Jepang untuk membebaskan deteni. Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat korelasi antara ideologi homogenitas etnis yang diyakini oleh masyarakat Jepang yang cenderung menghambat integrasi imigran ke dalam masyarakat Jepang dengan lamanya masa pendetensian bagi deteni.

This study examines the Implementation of Immigration Detention Procedures in Japan and Its Implications on the Length of Detention Period amid Pandemic of Covid-19. This study is aimed to describe the implementation of immigration detention procedures impact on the length of detention period and describe its implication amid Pandemic of Covid-19 trough institutional perspective. A qualitative research method applies to this study by analyzing official documents derived from the state such as Japan Immigration Control and Refugee Recognition Acts, official procedures issued by the Japanese Immigration authority, newspapers and journal news. This study found that the implementation of immigration detention procedure in Japan implicate on the lenght of detention period. Moreover, the implemetation of immigration detention procedure has increased the population of immigration detention facilities in Japan, nacessitating Japanese Government to release detainees amid Pandemic. This study also found the correlation between ethnic homogeneity in Japan and the prolonged immigration detention"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aderia Rintani
"ABSTRAK
Implementasi kebijakan kerja sama pelayanan darah (Quickwins) merupakan strategi
pemerintah menyelesaikan masalah tingginya kematian ibu dan terbatasnya ketersediaan
darah di Indonesia. Sejak diimplementasikan tahun 2015, masih terdapat kesenjangan
implementasi antar kabupaten/kota di Banten. Tesis ini membahas bagaimana dan apa yang
terjadi dalam implementasi kebijakan kerja sama pelayanan darah di Provinsi Banten Tahun
2018 ditinjau dari kemampuan petunjuk teknis dalam Permenkes no 92 tahun 2015
menstrukturisasi proses implementasi, mudah-sulitnya masalah teknis untuk dikendalikan,
lingkungan eksternal kebijakan, faktor pendukung dan penghambat implementasi.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam,
diskusi kelompok terarah dan telaah dokumen. Kriteria informan penelitian adalah unsur
pimpinan dan petugas pengelola kebijakan yang ada di Kementerian Kesehatan, Dinas
Kesehatan Provinsi Banten, Dinas Kesehatan Kota Cilegon, Puskesmas, UTD, dan RS.
Hasil penelitian menemukan bahwa hanya 1 dari 8 kabupaten/ kota di Banten yaitu Cilegon
yang memiliki nota kesepahaman (MoU) sesuai Permenkes No 92 Tahun 2015. Hal ini
karena belum dipahaminya urgensi nota kesepahaman oleh implementor, dan ada benturan
kepentingan dengan kebijakan lain. Hambatan teknis implementasi adalah kompleksitas
struktur implementor, anggaran untuk rekrutmen donor, mispersepsi di masyarakat, dan
kesulitan koordinasi akibat fragmentasi organisasi. Dari hasil disimpulkan bahwa ada
modifikasi dalam implementasi kebijakan kerja sama pelayanan darah di Provinsi Banten
menyesuaikan dengan kondisi dan kapasitas masing-masing kabupaten/kota. Perlu
dilakukan monitoring terhadap seberapa jauh modifikasi yang dilakukan, seberapa besar
efektivitasnya dan ada tidaknya penyimpangan dari tujuan. Implementasi kebijakan kerja
sama pelayanan darah perlu didukung dengan penguatan sistem rujukan dan pelayanan
kesehatan ibu yang adekuat agar dapat berdampak langsung terhadap penurunan AKI.

ABSTRACT
The policy implementation on blood service cooperation (Quickwins) is a government
strategy to solve the problem of high maternal mortality and limited blood availability in
Indonesia. Since it was implemented in 2015, there are still implementation gaps between
districts / cities in Banten. This study discusses how and what happened in the
implementation of blood service cooperation policy in Banten Province in 2018 in terms of
the ability of technical instructions in Minister of Health Regulation No. 92 of 2015 to
structure the implementation process, tractability of the problems, external policy
environment, supporting factors and barriers. This research is a qualitative study using indepth
interviews, focus group discussions and document review. The criteria of the research
informants were elements of the leadership and policy management officers in the Ministry
of Health, Banten Provincial Health Office, Cilegon City Health Office, CHC, BTC, and
Hospital. The study found that only 1 out of 8 regencies / cities in Banten, namely Cilegon,
had a memorandum of understanding (MoU) in accordance with Minister of Health
Regulation No. 92 of 2015. This was because the urgency of the MoU was not yet
understood, and there were conflicts of interest with other policies. Technical barriers to
implementation are the complexity of the implementor structure, the budget for donor
recruitment, misperception in the community, and coordination difficulties due to
organizational fragmentation. The result concluded that there was a modification in the
implementation of the blood service cooperation policy in Banten Province in accordance
with the conditions and capacities of each district / city. It is necessary to monitor how far
the modifications are made, how effective and whether there is a deviation from the goal.
The implementation of a blood service cooperation policy needs to be supported by
strengthening the referral system and maternal health services.

"
2019
T53120
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dania Mirza Ramadhanty
"

Berat badan berlebih merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang sering terjadi pada anak-anak dan remaja di seluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Hal ini didukung oleh data hasil prevalensi terhadap kasus overweightpada anak usia 2–19 tahun di Amerika Serikat yang terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil penelitian National Health and Nutrition Examination Surveytahun 2009–2010 di Amerika, didapatkan persentase overweightdan obesitas berdasarkan kelompok umur dengan jumlah prevalensi tertinggi terjadi pada remaja berusia 12–19 tahun (33,6%). Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi gizi berlebih secara nasional pada remaja berusia 16–18 tahun di Indonesia mencapai angka tertinggi yaitu 11,5%. 

Pada penelitian ini, peneliti berusaha mencari tahu lebih lanjut mengenai fenomena terdapatnya keterkaitan antara seorang individu khususnya remaja di Indonesia yang memiliki berat badan berlebih dengan citra tubuh (body image)yang dimilikinya, apakah berdampak positif atau negatif. Sejumlah 350 remaja dengan rentang usia 16–18 tahun dari kedua SMA di Jakarta Selatan, tepatnya SMA Negeri 109 dan SMA Negeri 28, dipilih untuk menjadi subjek penelitian dan setelahnya diteliti dengan desain studi potong lintang (cross-sectional) dan metode observasional analitik.  Proses pengambilan data untuk penelitian yang dilakukan pada bulan Desember 2017 di SMA Negeri 109 dan bulan Januari 2018 diawali dengan pengukuran antropometri, selanjutnya responden berkewajiban untuk mengisi instrumen penelitian berupa kuesioner tipe King College London Body Image Questionnaire’s. Melalui hasil skoring total seluruh komponen pertanyaan serta hasil analisis dengan uji hipotesis chi-squaredidapatkan bahwa nilai p menunjukkan angka 1,000 yang berarti p tidak bermakna (uji hipotesis 0 diterima), sehingga hubungan antara berat badan berlebih terhadap body image tidak dapat ditentukan dan cenderung tidak signifikan

Kata kunci        : 

Berat Badan berlebih, Body Image, Jakarta Selatan, Remaja 16-18 Tahun.


Overweight is one of the health problems that often occur in children and adolescents throughout the world, both in developed and developing countries. This is supported by the results in USA that there is an increase of overweight prevalence at children aged 2–19 years from year to year. In addition, based on the results of the National Health and Nutrition Examination Survey 2009–2010 in United States, the percentage of overweight and obesity by age group with the highest prevalence was found at the age of 12–19 years with a score of 33,6%.According to the data obtained by Riskesdas in 2013, it shows that the prevalence of adolescents aged 16–18 years in Indonesia reached the highest value of 11,5%.

In this study, researcher trying to find out more about a phenomenon if there is relationship between teenagers in Indonesia who have excess body weight with body image, whether the positive or negative impact. Three hundred and fifty adolescents ranging in age at 16–18 years old from two senior high school in South Jakarta, which is 109 senior high school and 28 senior high school were chosen to be the participants, with cross sectional study and analytic observational method. Data collection process started from December 2017 until January 2018 performing antropometric measurements, and participants had to complete the King College London Body Image Questionnaire's. The result from hypothesis testing with chi-square shows that p score is 1,000, which means p score is meaningless and also prove that there is no significant relationship between excessive body weight and body image.

Keywords:

Body Image, Overweight and Obesity, Teenagers Aged 16-18 Years Old, South Jakarta.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>