Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116438 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fauziah Nur Izzati
"Kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia masih banyak terjadi meskipun sudah 25 tahun berlalu sejak reformasi. Kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia muncul sebagai akibat kegagalan negara dalam melindungi jurnalis dan pers. Tugas karya akhir ini mencoba mendeskripsikan permasalahan tersebut dengan melihat unsur dari kejahatan negara dan viktimologi kritis. Penulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan sumber data yang diambil dari data sekunder lembaga terpercaya jurnalistik Indonesia yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Melalui teori viktimologi kritis dan konsep kejahatan negara, tindak kekerasan terhadap jurnalis dapat dilihat terjadi atas negara yang tidak memenuhi peranannya dalam melindungi jurnalis dan pers, mengakibatkan munculnya pelanggaran kemerdekaan pers.

There are still many cases of violence against journalists in Indonesia, even though it has been 25 years since the reform era. Cases of violence against journalists in Indonesia arose as a result of the state's failure to protect journalists and the press. This final project tries to describe the problem by looking at the elements of state crime and critical victimology. This writing uses qualitative research methods, with data sources taken from secondary data from a trusted Indonesian journalistic institution, namely the Alliance of Independent Journalists (AJI). Through the theory of critical victimology and the concept of state crime, acts of violence against journalists can be seen as occurring against the state which does not fulfill its role in protecting journalists and the press, resulting in violations of press freedom."
2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 2013
323.445 PRE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pandjaitan, Hinca Ikara Putra, 1964-
Jakarta: Internews Indonesia , 2000
070.026 PAN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Widarto
"Sejarah kemerdekaan pers di Indonesia dalam perkembangannya telah mengalami pasang surut yang tidak terlepas dari dinamika kehidupan politik di Indonesia. Dan hal ini pada gilirannya mempengaruhi hakekat pers bebas dan bertanggung jawab itu sendiri. Bahkan dengan digantikannya UU No. 21 tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers dengan UU No. 40 Tahun 1999 Tenting Pers telah terjadi perubahan sistem pertanggungjawaban pers. Mengingat hal ini penulis berkeinginan menuangkan fenomena tersebut ke dalam suatu tulisan yang berjudul "Analisis Kritis Terhadap Perkembangan Pers bebas Dan Bertanggung Jawab Di Indonesia Pada Era Refarmasi". Penulisan ini bersifat deskritif dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi dokumen, serta menggunakan metode analisis kualitatif Berdasarkan hasil analisis dapat dikemukakan di era reformasi pengawasan terhadap pers oleh pemerintah melemah dengan ditiadakannya penyensoran, pembredelan, dan SIUPP yang barhubungan langsung dengan kebebasan pers. Dan di sisi lain kode etik sebagai pencerminan pers yang bertanggung jawab yang dimiliki oleh insan pers belumlah m.erupakan bagian yang terintegral pada setiap diri insan pers. Kondisi ini diperparah dengan ketidakpahaman pemerintah dan masyarakat untuk menyelesaikan sengketanya dengan pers sebagai akibat pemberitaannya yang dirasakan merugakan, baik melalui lembaga hak jawab, melalui jalur hokum, maupun menggunakan Dewan Pets sebagai mediator. Hal inilah yang menyebabkan kemerdekaan pers di era reformasi cenderung menjadi "kebebasan pers". Sehingga, dapat dikatakan fungsi kebebasan pers di era reformasi mendahului fungsi pers yang bertanggung jawab. Perihal limitasi kebebasan nears dalam wujui.i peraturan pidana yang diatur baik di dalam KUHP dan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers merupakan penceminan bahwa kebebasan pers tidaklah bersifat absolut, namun dibatasi peraturan-peraturan pidana yang harus memenuhi syarat limitatif dan syarat demokratis.
Adapun, peraturan-peraturan pidana tersebut dapat digolongkan ke dalam 6 (lima) bagian. Dan keenam peraturan pidana tersebut dapat diategorikan sebagai suatu pembatasan yang bersifat universal, karena telah sesuai dengan pembatasan-pembatasan yang diatur dalam Konvensi Internasional Tentang Kebebasan Alas Informasi. Sedangkan perihal sistem pertanggunjawaban pidana pers, telah terjadi tiga kali perubahan dengan dua sistem pertanggungjawaban pidana pers selaina ini, Diawali dengan sistem pertanggungjawaban pidana pers berdasar KUHP yang menitikberatkan pada ajaran penyertaan dan kesalahan.
Dengan berlakunya UU No. 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, maka sistem pertanggungjawaban pidana pers bersifat "air terjun/waterfalls system" yang bersifat fiktif dan suksesif. Dan akhirnya berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers sistem pertanggungjawaban pers kembali didasarkan pada KUHP yang menitikberatkan pada unsur kesalahan dan penyertaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T10834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valerie Augustine Budianto
"Skripsi ini membahas mengenai produk media liability insurance yang dipercaya dapat menjadi salah satu bentuk perlindungan kebebasan pers bagi jurnalis di Indonesia. Permasalahan dalam skripsi menitikberatkan pada fakta semakin maraknya gugatan yang ditujukan kepada jurnalis karena pemberitaan yang dibuatnya, yang membuat profesi jurnalis tergolong high risk. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana produk ini mampu memberikan perlindungan atas gugatan terhadap jurnalis, bentuk pengalihan risiko, dan hubungan hukum yang terkandung di dalamnya, serta membandingkan keberlakuannya di Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa media liability insurance memberikan perlindungan non-litigasi berupa ganti kerugian terhadap pihak ketiga yang dirugikan oleh tertanggung, dengan opsi ruang lingkup pertanggungan yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan tertanggung selama hal tersebut tidak dikecualikan untuk dipertanggungkan. Penelitian menunjukan bahwa keberlakuan media liability insurance membawa dampak positif bagi kebebasan pers bagi jurnalis di Amerika Serikat, sehingga Penulis menyarankan agar produk ini segera diterapkan di Indonesia karena mampu menjadi solusi yang baik untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan calon tertanggung jurnalis serta kebebasan pers di Indonesia.

This thesis examines the media liability insurance product, which is thought to be a form of press freedom protection for journalists in Indonesia. The issue in this thesis is that more and more lawsuits are being filed against journalists as a result of the news they publish, classifying the journalist profession as high risk. The goal of this thesis is to determine how this product can protect journalists from lawsuits, the form of risk transfer, and the legal relationships contained therein, as well as to compare its validity in the United States. This research was written using a normative juridical research method with descriptive analytical research. The findings indicate that media liability insurance provides non-litigation protection in the form of compensation for third parties harmed by the insured, with options for the scope of coverage varying according to the insured's needs as long as it is not excluded from being insured. According to research, the use of media liability insurance has a positive impact on press freedom for journalists in the United States; therefore, the author recommends that this product be implemented immediately in Indonesia because it can be a good solution to improve the protection and welfare of prospective insured journalists as well as press freedom in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Novianto Sofnir
"Tesis ini merupakan penelitian terhadap kebebasan pers di Amerika. Penelitian difokuskan kepada sebuah kasus pengadilan yaitu Onassis v. Galicia di United States District Court, Second Circuit, Southern District of New York. pada tanggal 13 September 1973. Permasalahan dari penelitian ini adalah peliputan berita yang dilakukan dengan melanggar hak pribadi dapat membatasi kebebasan pers. Pembatasan kebebasan pers disini adalah pada peliputan berita terhadap seorang figur publik yang bernama Jacqueline Onassis beserta kedua anaknya.
Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah landasan teori demokrasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Hasil penelitian yang ditemukan pada tesis ini adalah peliputan berita sebagai bagian dari kebebasan pers harus dibatasi pada saat dilakukan dengan melanggar hak pribadi. Pelanggaran ini dibuktikan dengan akibat-akibat yang harus ditanggung oleh seorang figur pubik Jacqueline Onassis beserta kedua anaknya yaitu hilang reputasi, harga diri dan dipermalukan. Pada tesis ini juga ditemukan jawaban posisi kepentingan hak pribadi diposisikan lebih tinggi dibandingkan dengan kebebasan pers. Hal ini yang kemudian menyebabkan kebebasan pers pada isu peliputan berita harus diberikan batasan-batasan.
Jawaban ini memperlihatkan berdasarkan filosofi demokrasi penekanan hak ada pada individu dan bukan pada kelompok tertentu. Alasannya adalah kepentingan atau unsur individu adalah yang menghidupi kepentingan atau unsur masyarakat. Maka pada saat kebebasan pers yang merupakan representasi kepentingan masyarakat melanggar hak pribadi, maka secara tidak langsung kepentingan atau unsur masyarakat telah menciderai kepentingan atau unsur individu.
The Restrain of The Freedom of the Press in the case Galicia v. Onassis in 1973 at New YorkThis thesis is study on the press freedom in America. The main focus on this research is the case of Galicia v. Onassis at United States District Court, Second Circuit, Southern District of New York, 13th September 1973. The main problem on this research is the newsgathering that violate the right of privacy may restrain the freedom of the press. The freedom of the press restrained by the court to the paparazzi.
The main theory of this research is democracy and privacy. The method of this research is qualitative
The main result of this thesis is the newsgathering as the part of the freedom of the press must be restrained when the freedom of the press violate the right of privacy. The violation can be seen by the risk that have to be accepted by the public figure Jacqueline Onassis, which are the loss of dignity, the loss of reputation and potential to lower his standing in the eyes of the public. On this thesis is also found that the position of the right of privacy is much higher than the position of the freedom of the press. That is the caused why the freedom of the press must be restrain especially in newsgathering. The answer is based on the philosophy of democracy; the right is on the nature of man and not in the nature of society. The reason is the nature of society is been supported by the nature of man. In the conclusion by the time the freedom of the press, which is the representation of the interest of the people, has violated the right of privacy, as a result the nature of society has violated the nature of man.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T 11843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulhasril Nasir
"Kajian tentang kebebasan pers adalah studi yang tak hentihentinya. Bukan saja disebabkan pemahaman kebebasan pers itu berbeda-beda di tiap-tiap masyarakat, tetapi makna kebebasan pers itu selalu berubah sesuai dengan perkembangan suatu masyarakat. Sementara itu, konsep tentang kebebasan pers lebih statis karena mengikuti struktur sosial dan sistem politik yang sudah ada (structural-functionalism) yang sifatnya impersonal dan terlembaga. Proses interaksi (interactionism) antara perkembangan masyarakat dengan konsep kebebasan pers yang statis itu yang kemudian menghasilkan bentuk "peran pers" dalam kurun waktu tertentu. Jadi, peran pers dapat dikatakan sebagai hasil interaksi yang bersifat impersonal dan sekaligus personal. Disebut personal karena terdapat sifat subyektif di dalamnya, yaitu dari kalangan yang terlibat dalam proses interaksi itu: wartawan (pers), pejabat (pemerintah) dan anggota (masyarakat).
Dengan kata lain, ketiga unsur tadi, pers, pemerintah dan masyarakat selalu mempunyai persepsi masing-masing tentang makna kebebasan pers. Bagaimana mereka memandang, menerjemahkan atau mengartikan peran pars itulah yang dalam konteks ini disebut sebagai "realitas subyektif."
Dalam penelitian kali ini, bukanlah kajian sekali, gus tentang persepsi ketiga kalangan itu, tetapi hanya dari sudut pandang kalangan pers saja. Alasannya adalah, pertama, pers adalah pelaku utama dalam menciptakan kebebasan pers, kedua, pers semakin dibebani peran dan tanggungjawabnya diantara inelemahnya fungsi lembaga penyampai aspirasi masyarakat yang ada, seperti DPR. Ketiga, dalam kondisi dan situasi seperti di atas, pers kadangkala berada pada posisi terpojok yang sebagian disebabkan karena ketidaktahuan kalangan non-pers terhadap realitas yang dihadapi pers, dan sebagian lagi terdapatnya pergeseran persepsi kalangan pers sendiri dalam membawakan peran mereka.
Dengan menggunakan metode wawancara dan pendekatan kualitatif, penulis berusaha mendapatkan persepsi kalangan wartawan terhadap kebebasan pers dewasa ini dengan bertitik tolak pada kasus pembredelan tiga media tahun 1994: Tempo, Detik dan Editor. Mereka yang diwawancarai adalah wartawan senior termasuk wartawan dari ketiga yang dibredel itu.
Dari data yang diperoleh menunjukkan terdapatnya perbedaan persepsi kalangan pers terhadap kebebasan pers, terutama dalam mengaktualisasikan peran mereka dalam masyarakat. Yang menarik adalah, mereka tetap menganggap masih ada kebebasan pers di Indonesia meskipun dengan cara menciptakan "jalan tikus" agar terbebas dari rambu-rambu pembredelan. Mereka pun meyakini, kalau pemerintahan berganti kehidupan pers akan lebih baik dari pada sekarang.
Selain itu, ditemukan pula bahwa kalangan pers sudah cukup siap dan mempunyai kiat sendiri dalam menghadapi tekanan baik dari kalangan pemilik modal(owner) atau dari pemodal besar dalam menjaiankan perannya. Caranya, antara lain, membuat rubrik khusus untuk publikasi bisnis, memperkuat profesionalisme dan solidaritas internal.
Dari penelitian ini pun dapat disimpulkan bahwa pers jauh lebih siap dibandingkan pemerintah (termasuk birokrasi) dalam mengantisipasi perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Tidak transparannya alasan-alasan pembredelan terhadap tiga media di pertengahan 1994 itu salah satu bukti pula bahwa pemerintah telah menempakan dirinya sebagai penguasa yang sesungguhnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fefriza Ilzar
"Euforia kebebasan pers yang berlangsung di era reformasi (pasta Orde Baru), selain memberikan angin segar bagi kehidupan demokrasi dan rakyat Indonesia, ternyata juga memberikan dampak negatif sebagai akibat dari penyelenggaraan pers yang terlalu antusias atau berlebihan-lebihan.
Tesis ini berusaha mengkaji persoalan tersebut dengan fokus: jaminan pemerintah/negara terhadap aktivitas praktisi pers yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, penyelenggaraan pers: apakah sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan selaras pula dengankode etik jurnalistik; implikasi kebebasan pers bagi kehidupan nyata bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan menawarkan alternatif pemikiran bagi perbaikan penyelenggraan pers di tanah air agar tidak memberikan implikasi negatif.
Untuk sampai pada tujuan tersebut digunakan metode penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data: wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan terhadap sejumlah informan yang berasal dari kalangan praktisi pers, pakar komunikasi, pakar psikologi sosial, politisi (anggota DPR) dan aktivis media watch dengan menggunakan pedoman wawancara. Analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mengorganisasikan, mengkategorikan, menemukan tema dan ide-ide, dan kemudian disajikan secara deskriptif. Analisis data atas temuan-temuan di lapangan menunjukkan beberapa kesimpulan panting sebagai berikut:
Sejak pemerintahan Presiden BJ Habibie, di Indonesia berlangsung reformasi pers yang ditandai oleh kebebasan pers. Namun kebebasan tersebut masih berlangsung semu. Kebebasan pers dinodai sikap emosional crew pers dalam menurunkan berita, sehingga bermunculan berita-berita bombastis, sensasional, tendensius, provokatif, fitnah, caci maki, eksploitasi pronografi, menafikan fairness dan akurasi, sehingga pers kehilangan profesionalitas dan berjarak dengan etika jurnatistik, bahkan kerap melakukan trial by the public."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dandy Fikhriyanto Soeparan
"Deteksi dan tanggap dini berbasis komunitas merupakan salah satu bentuk pencegahan ekstremisme kekerasan yang mendapatkan sambutan positif dari pemerintah maupun publik, akan tetapi belum banyak penerapannya di masyarakat Indonesia. Penelitian evaluatif ini bermaksud mengkaji model kerja dalam program deteksi dini dan tanggap dini ekstremisme kekerasan “SITI II” oleh organisasi non- pemerintah Peace Generation di Kelurahan Babakan Sari dan Kelurahan Pasirbiru, Kota Bandung, selama bulan September 2019 s.d. Juni 2021. Metodologi penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan pragmatis, dengan teknik pengumpulan data purposive sampling serta metode analisa narasi, untuk mengolah data dari sumber-sumber sekunder dan primer, terutama dari para aktor pelaksana, mitra komunitas, maupun aparatur pemerintahan terkait di tingkat kelurahan, kota, dan nasional. Hal yang diamati adalah subjektifitas aktor pelaksana dan mitra komunitas yang mempengaruhi pelaksanaan SITI II, yang pada awalnya dirancang untuk peningkatan kohesi sosial guna membantu pencegahan ekstremisme kekerasan pada tingkat komunitas. Kesimpulan pada penelitian ini menunjukkan temuan-temuan terkait dampak subjektifitas tersebut, bahwa: (1) Perekrutan kelompok ekstremis menjadi sumber kekhawatiran di masyarakat; (2) SITI II merintis program pencegahan ekstremisme kekerasan berbasis komunitas oleh aktor non-pemerintah; (3) Subjektifitas aktor pelaksana dan mitra komunitas menentukan arah pelaksanaan SITI II; (4) Ekstremisme kekerasan tidak menjadi persoalan prioritas bagi para pemangku kepentingan SITI II; (5) Kaum perempuan memainkan peran strategis sebagai penggerak program pencegahan; (6) Aktor non-pemerintah dapat menjalankan peran proaktif bersama aktor pemerintah. Penelitian ini menawarkan kebaruan dengan mengkaji topik pencegahan ekstremisme kekerasan di tingkat komunitas dan subjektifitas yang terjadi dalam pelaksanaannya. Untuk tindak lanjut, penelitian mengajukan: (1) Saran akademis topik penelitian yang dapat dikembangkan, dengan metode studi perbandingan maupun partisipatoris; (2) Saran praktis agar program serupa SITI kelak dapat mengembangkan kader pengajar yang berdedikasi pada komunitas sasaran; (3) Saran stratejik agar implementasi kebijakan pencegahan ekstremisme kekerasan dapat dilaksanakan dengan metode pembelajaran yang matang, seraya menghindari sekuritisasi dan tetap menjaga rasa aman di masyarakat.

Community-based early detection and response, as a form of prevention of violent extremism, has received widely positive response from government and public alike, yet there have been few documented implementations in Indonesian society. This evaluative research sets out to examine a working model in community-based early detection and response program “SITI II” by non- governmental organization Peace Generation in Babakan Sari and Pasirbiru sub- districts, City of Bandung, from September 2019 to June 2021. This research employs a methodology that includes qualitative and pragmatic approach, with purposive sampling data collection technique and narrative analysis method, in processing the data collected from relevant secondary and primary sources – namely implementing actors, community partners, and government officials at sub-district, city, and sub-district levels. The observation explores the subjectivity of implementing actors and community partners that influenced the implementation of SITI II, which was originally designed to increase social cohesion towards preventing violent extremism at community level. The conclusion from this study leans toward findings related to the impact of such subjectivity, that: (1) Existing recruitment of extremist groups is a source of concern in society; (2) SITI II pioneered community-based violent extremism prevention program held by non-government actors; (3) The subjectivity of implementing actors and community partners determines the direction of SITI II implementation; (4) Violent extremism is apparently not an issue of priority for SITI II stakeholders; (5) Women play strategic role as drivers of SITI II; (6) Non- government actors can play a proactive role along with the government; (7) This research has various limitations that needs to be improved upon in the future. This research offers the novelty by examining the topic of preventing violent extremism at community level and the subjectivity that occurs in its implementation. For follow-ups, this research proposes the following: (1) Academic suggestions for relevant research topics that could be pursued, and a case for employing comparative and participatory study methods; (2) Practical suggestion for similar programs like SITI to develop a dedicated teaching cadre in target community; (3) Strategic suggestions for policymakers to implement prevention of violent extremism with tried-and-tested learning methodology, while avoiding securitization yet maintaining a sense of security in the target community."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurcahyo Fernandes
"Anak merupakan suatu generasi penerus dan simbol harapan dari keluarga akan adanya masa depan yang lebih baik. Namun saat anak melakukan kenakalan hingga berujung pada anak berhadapan dengan hukum, maka semuanya akan berubah. Kejahatan yang diteliti adalah pembunuhan dimana perbuatan tersebut merupakan bagian dari kejahatan kekerasan. Penelitian kali ini menganalisa bagaimana pola dan profil anak sebagai pembunuh serta faktor penyebab yang membuat anak menjadi pembunuh. Penelitian dilakukan terhadap 3 (tiga) kasus kejahatan yang terjadi di Polsek X dalam kurun waktu 2015-2020. Data yang dianalisa yaitu berupa uraian pemeriksaan petugas kepolisian serta wawancara tidak tertruktur oleh peneliti kepada para narasurmber. Peneliti melihat adanya persamaan dan perbedaan suatu pola pembunuhan yang dilakukan oleh anak serta terlihat bagaimana profil anak sebagai pelaku pembunuhan. Pola kejahahan serta profil kejahatan merupakan suatu hal penting yang dibutuhkan dalam mencaritahu mengapa anak melakukan pembunuhan. Anak memerlukan kontrol sosial sebagai penyeimbang agar prilakunya dapat terkontrol. Selain itu pemilihan teman serta pergaulan yang salah dapat membuat anak jatuh dalam kenakalan bahkan terlibat masalah hukum. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini yaitu terjadinya anak melakukan kejahatan pembunuhan dikarenakan ”kurangnya kontrol diri serta adanya pembelajaran sosial dari lingkungan sekitar”.

Children are a future generation and a symbol of hope from the family for a better future. However, when the child commits delinquency to the point that the child is confronted by the law, everything will change. The crime studied was murder in which the act was part of a violent crime. This research analyzes the patterns and profiles of children as killers and the causal factors that make children become killers. The study was conducted on 3 (three) criminal cases that occurred at Polsek X in the 2015-2020 period. The data analyzed were in the form of descriptions of police officers' examinations and unstructured interviews by researchers to the informants. Researchers saw the similarities and differences in the patterns of murder committed by children and the profile of children as perpetrators of murder. The pattern of crime and the profile of crime are important things that are needed in finding out why children commit murder. Children need social control as a balance so that their behavior can be controlled. In addition, the choice of friends and the wrong association can make children fall into delinquency and even get into legal problems. The conclusion of this research is that the child commits the crime of murder due to "lack of self-control and social learning from the surrounding environment"."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>