Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159153 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Swastya Dwi Putra
"Latar Belakang: Saat ini, sistem imun telah diketahui memiliki peran terhadap terjadinya hipertensi. Ketidakseimbangan rasio antara sel T regulator dan Sel T helper 17 ditemukan sebagai penyebab terjadinya hipertensi di uji coba hewan.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara sel T regulator dengan tekanan darah pada hipertensi di manusia.
Metode: Studi ini merupakan penelitian case-control yang dilakukan di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dan Rumah Sakit Universitas Indonesia pada bulan Agustus hingga Januari 2023. Subjek dengan hipertensi esensial dan normotensi yang melakukan kunjungan di poliklinik rawat jalan diambil sebagai subjek secara konsekutif. Pemeriksaan flow cytometry dilakukan untuk melakukan penghitungan kadar sel T regulator di dalam darah.
Hasil: Subjek penelitian terdiri dari 40 dari setiap kelompok. Jumlah sel T regulator ditemukan lebih sedikit pada subjek dengan hipertensi dibandingkan dengan normotensi (p<0,0001). Korelasi kuat dengan pola negative ditemukan antara sel T regulator dengan tekanan darah sistolik maupun diastolik (r=-0.733, r=-0,613). Jumlah sel T helper 17 ditemukan lebih banyak pada subjek dengan hipertensi dibandingkan dengan normotensi (p<0,0001). Rasio antara sel T helper 17/ sel T regulator ditemukan lebih tinggi pada subjek dengan hipertensi (p<0,0001).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kadar sel T regulator dengan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi esensial. Sel T regulator yang lebih rendah ditemukan pada subjek dengan hipertensi esensial.

Background:Immune system has currently been postulated to have a role in hypertension. Regulatory T-cells are the cells that have an association with hypertension in animal studies.
Aim: To elaborate on the role of Regulatory T-cells in human hypertension.
Methods: This case-control study was held at the National Cardiovascular Center of Harapan Kita and Universitas Indonesia Hospital from August to January 2023. Consecutively, subjects with essential hypertension and those with normotension who went to the outpatient clinic were included. Regulatory T-cells were counted with Flow cytometry examination.
Results: The subjects consisted of 40 subjects from each group. The results showed that Regulatory T-cell in hypertension was lower compared to normotension (p<0.0001). Furthermore, a strong correlation between Regulatory T-cell and systolic blood pressure (r=-0.733, p<0.0001) and diastolic blood pressure (r=-0.613, p<0.0001) was found. T helper-17 cell was higher in hypertension subjects (p<0.0001). The ratio of T helper-17 cells/Regulatory T-cells was significantly higher (p<0,0001) in subjects with essential hypertension. 
Conclusions: We revealed an association between Regulatory T-cells in human hypertension. Lower Regulatory T-cells were found in the hypertension group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harny Edward
"LATAR BELAKANG: Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang turut berperan dalam peningkatan angka morbiditas dan mortalitas stroke, gagal jantung dan gagal ginjal. Morbiditas dan mortalitas hipertensi meningkat dengan makin banyaknya faktor risiko yang dimiliki, makin tinggi tekanan darah dan makin lama seseorang menderita hipertensi. Sampai saat ini mekanisme pasti terjadinya hipertensi belum jelas. Belakangan ini disfungsi endotel juga dikaitkan dengan hipertensi. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran kadar sVCAM-1 dan MAU, membuktikan adanya hubungan antara kadar sVCAM-1 dan MAU, menganalisis pengaruh usia, gender, obesitas, terkendali tidaknya hipertensi, lama sakit dan kadar kolesterol terhadap kadar sVCAM-1 dan MAU pada penderita hipertensi primer.
BAHAN DAN METOPE: Penelitian ini menggunakan 65 subyek non diabetik dengan kadar hs-CRP < 5 mgIL dan protein win < 3+. Dilakukan pemeriksaan kadar sVCAM-1, K-LDL, albumin dan kreatinin urin terhadap subyek dengan protein win negatif atau trace, sedangkan subyek dengan protein urin 1+ atau 2+ hanya dilakukan pemeriksaan kadar sVCAM-1 dan K LDL. Penetapan kadar sVCAM-1 berdasarkan prinsip quantitative sandwich enzyme immunoassay, penetapan kadar K-LDL berdasarkan prinsip enzimatik homogen, penetapan kadar albumin urin berdasarkan prinsip imunoturbidimetri, penetapan kreatinin urin berdasarkan metode kinetik Jaffe dan MAU dinyatakan dengan rasio albumin 1 kreatinin urin.
HASIL: Hasil penelitian menunjukkan proporsi kadar sVCAM-1 tinggi sebesar 81,5 % dan MAU 27,7 %. Kadar sVCAM-1 tinggi dan MAU lebih banyak dijumpai pada subyek tua, lelaki, hipertensi tak terkendali, lama sakit > 10 tahun dan obese. Dari hasil analisis multivariat derigail regresi rr ultipel, Adak didapatkan korelasi -yang bermakna antara kadar sVCAM-1 dengangender dan lama sakit namun didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar sVCAM-1 dengan usia, MAP dan K-LDL. Hubungan tersebut dapat digambarkan melalui suatu persamaan yaitu kadar sVCAM-1 = 175 + 9,7 x usia (tahun) + 5,9 x MAP (mmHg) -- 2,9 x kadar K-LDL (rngldL) dengan nilai R2 adjusted sebesar 23,1 %. Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara MAU dengan usia, gender, MAP. 1MT, lama sakit dan K-LDL.Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar sVCAM-1 dan rasio A 1 K.
KESIMPULAN: Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan proporsi kadar sVCAM-1 tinggi 81,5 % dan MAU 27,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada penderita hipertensi primer telah terjadi disfungsi endotel. Dari analisis multivariat menunjukkan kadar sVCAM-1 berkorelasi dengan usia, MAP dan K-LDL, sedangkan MAU tidak berkorelasi dengan variabel tersebut. Kadar sVCAM-1 tidak berkorelasi dengan MAU.

Hypertension is a health problem which contributes in the increase morbidity and mortality of stroke, heart failure, and renal failure. The morbidity and mortality of hypertension were influenced by various risk factors, the height of blood pressure and the lenght of illness. The mechanism of hypertension up to now remains unclear. Recently, endothelial dysfunction has been associated with hypertension. The aims of this study were to obtain the level of sVCAM-1 and microalbuminuria (MAU) in primary hypertension, to analyse the relationship between sVCAM-1 level and MAU, to analyse the influences of age, gender, obesity, control of hypertension, length of illness, and the level of LDL cholesterol on sVCAM-1 level and MAU.
Sixty five non diabetic subjects with hs-CRP level < 5 mg/L and protein urine < 3 + were enrolled in this cross sectional study. The level of sVCAM-1 were performed on all subjects by ELISA using reagents from R&D system, while MAU was determined by calculated the albumin : creatinine ratio in the urine. The level of LDL cholesterol was performed by homogenous enzymatic assay.
The results indicated that the proportion of increase of sVCAM-1 level was 81.5% and MAU was 27.7% in primary hypertension. Increase of sVCAM-1 level and MAU were found more frequently in older subjects, male, uncontrolled hypertension, length of illness more than 10 years, and obese subject. The results of multivariate analysis with multiple regression showed that sVCAM-1 level significantly correlated with age, mean arterial pressure (MAP), and LDL cholesterol level, but did not correlate with gender, and length of illness. The relationship could be formulated as: sVCAM-1 level = 175 + 9.7 x age (years) + 5.9 x MAP ( mm Hg) -- 2.9 x LDL cholesterol level (mgldL) with R2 adjusted 23.1%. There were no correlation between MAU with age, gender, MAP, obesity, ienght of illness, and LDL cholesterol level. The level of sVCAM-1 did not correlate with albumin:creatinine urine ratio (MAU).
Based on high proportion of increased sVCAM-1 and MAU, it is concluded that endothelial dysfunction occur in primary hypertension. The level of sVCAM-1 significantly correlates with age, MAP, and LDL cholesterol level, while MAU does not correlate with these variables. There is no correlation between sVCAM-1 level and MAU.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeane Andini
"Hipertensi merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Dari Riskesdas tahun 2007 dilaporkan prevalensi penduduk Indonesia usia di atas 18 tahun yang menderita hipertensi mencapai 31,7%. Hipertensi seringkali disertai perubahan-perubahan metabolik, salah satunya dislipidemia.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan kadar High Density Lipoprotein (HDL) terhadap kendali tekanan darah pada pasien hipertensi. Penelitian dilaksanakan dengan metode cross sectional menggunakan data sekunder dari 117 rekam medis pasien hipertensi poliklinik penyakit dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Uji hipotesis dilakukan menggunakan uji Chi-square.
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah pasien hipertensi tidak terkendali sebanyak 48 pasien (41%). Jumlah pasien hipertensi tidak terkendali dengan kadar HDL rendah sebanyak 11 pasien (61,1%), sedangkan jumlah pasien hipertensi terkendali dengan kadar HDL rendah sebanyak 7 pasien (38,9%).
Dari penelitian ini didapatkan proporsi pasien hipertensi tidak terkendali dengan kadar HDL rendah secara signifikan lebih besar dibandingkan pasien hipertensi terkendali dengan kadar HDL rendah, namun nilai p=0,060 (p>0,05) yang didapatkan menyimpulkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan bermakna antara kadar HDL terhadap kendali tekanan darah pada pasien hipertensi poliklinik penyakit dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Hypertension is a major public health problem in Indonesia. Riskesdas 2007 reported the prevalence of Indonesia's population aged over 18 years who suffering hypertension achieve 31.7%. Hypertension is often accompanied by metabolic changes, one of them is dyslipidemia.
This study aims to prove the association of High Density Lipoprotein (HDL) level to blood pressure control in hypertensive patients. Research is carried out by cross sectional method using secondary data from 117 medical records of hypertensive patients at internal medicine clinic Cipto Mangunkusumo general hospital. Hypothesis testing is done using the Chi-square test.
From the results, the number of uncontrolled hypertensive patients were 48 patients (41%). The number of uncontrolled hypertensive patients with low HDL level were 11 patients (61.1%), while the number of controlled hypertensive patients with low HDL level were 7 patients (38.9%).
From this study, the proportion of uncontrolled hypertensive patients with low HDL level is significantly greater than controlled hypertensive patients with low HDL level, but the value of p = 0.060 (p> 0.05) were obtained concluded that no statistically significant relationship between the level of HDL to blood pressure control in hypertesive patients at internal medicine clinic Cipto Mangunkusumo general hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Putra Swi Antara
"Latar Belakang. Hipertensi merupakan faktor utama penyebab gagal jantung yang saat ini sudah menjadi pandemi dunia, terutama dalam bentuk gagal jantung dengan preservasi fraksi ejeksi ventrikel. Kontrol terhadap hipertensi secara tradisional dilakukan berdasarkan pemeriksaan rutin ke fasilitas kesehatan yang diikuti dengan pengaturan terapi yang diberikan. Saat ini pengukuran tekanan darah rumah ditempatkan sebagai pemeriksaan tambahan yang dapat memberikan informasi tambahan mengenai kontrol tekanan darah sehingga mencegah terjadinya kerusakan target organ. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara nilai pengukuran tekanan darah rumah dengan derajat disfungsi diastolik sebagai indikator kerusakan target organ.
Metode. Studi potong lintang yang dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK UI / RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta pada kelompok pasien hipertensi dari poliklinik rawat jalan yang telah mendapatkan terapi rutin. Pengukuran tekanan darah rumah dilakukan dengan alat yang terstandarisasi. Pemeriksaan ekokardiografi lengkap terhadap parameter diastolik dilakukan dan dikelompokkan berdasarkan derajat disfungsi diastoliknya.
Hasil. Sebanyak 56 pasien ikut dianalisa dalam penelitian ini, dengan rerata umur subyek adalah 51,2 + 7,2 thn dan sebagian besar wanita (58,9%). Didapatkan disfungsi diastolik derajat I pada 11 subyek (19,6%), derajat II pada 19 subyek (33,9%). Parameter fungsi diastolik E/A memiliki hubungan linear yang paling signifikan terhadap TD Rumah sistolik setelah dikontrol terhadap usia, jenis kelamin, IMT, dan DM (R2=0,27;p<0,01). Uji ANOVA menemukan perbedaan rerata TD Rumah Sistolik yang signifikan antara fungsi diastolik normal dan disfungsi diastolik derajat 2 (p=0,02). Uji regresi logistik menemukan perbedaan yang signifikan antara TD Rumah sistolik <127 mmHg dengan TD >135 dengan OR 12,68 (IK 2.03-79.08;p<0.01).
Kesimpulan. Pengukuran TD Rumah Sistolik memiliki hubungan signifikan terhadap derajat disfungsi diastolik. Gangguan parameter fungsi diastolik dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih rendah daripada target yang umum digunakan saat ini.

Background. Hypertension the main factor leading to heart failure which has become a world pandemic, especially in the form of heart failure with preserved ejection fraction. Traditional control for hypertension comprise of regular outpatient clinic visits followed by adjustment of the drug regimen. Recently, home blood pressure monitoring has been been accepted as an additional tool to provide more information on blood pressure control and prevent target organ damage. This study aim to evaluate the relationship between home blood pressure measurement with the degree of diastolic dysfunction as an indicator of target organ damage.
Methods. A cross-sectional study performed at Cardiology and Vascular Medicine Department FK UI / National Cardiac Centre Harapan Kita, Jakarta, on a group of hypertensive patients in the outpatient clinic currently receiving active treatment. Home blood pressure measurement are performed with a standarized device. Full echocardiography study on diastolic function parameters are performed and grouped based on the diastolic dysfunction grade criteria.
Result. Fifty six patients are enrolled in this study with average age of 51,2 + 7,2 y.o. which are mostly women (58,9%). Grade I diastolic dysfunction was found in 11 subjects (19,6%), Grade II on 19 subjects (33,9%). One parameter of diastolic dysfunction, E/A ratio, have the strongest linear correlation with systolic HBP after adjusted for age, sex, BMI, and DM (R2=0,27;p<0.01). ANOVA test found a significant difference on mean of systolic HBPM between normal and grade II diastolic dysfunction (p=0.02). Logistic regression test showed significant difference between <127 and >135 mmHg of systolic HBPM with OR 12,68 (CI 2.03-79.08;p<0.01).
Conclusion. Systolic HBPM have a significant relationship to the degree of diastolic dysfunction. A worsening of diastolic function parameter can occur on a level of blood pressure lower then the target level commonly used today.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Vanissa
"Menurut data World Health Organization (WHO) hipertensi merupakan penyebab dari 75 juta kematian yang merupakan 12,8% dari seluruh kematian di dunia. Hipertensi merupakan penyakit yang multifaktorial, yang disebabkan oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah kadar kolesterol atau lebih spesifiknya kadar low density lipid (LDL). Penurunan dari kadar LDL telah menjadi salah satu tatalaksana yang penting pada hipertensi. Maka dari itu peneliti melakukan penelitian ini untuk mengetahui signifikansi dari kadar LDL terhadap kendali tekanan darah pada pasien hipertensi. Penelitian dilakukan dengan metode cross sectional menggunakan data sekunder dari rekam medis poliklinik Ginjal dan Hipertensi IPD RSCM. Setelah data terkumpul dilakukan analisis menggunakan uji hipotesis chi square.
Pada penelitian ini sampel penelitian sebanyak 117 orang, 55 orang laki-laki dan 53 orang perempuan. Kelompok usia dengan prevalensi hipertensi terbanyak adalah usia 60-79 tahun. Pada penelitian ditemukan perbedaan proporsi antara pasien dengan kadar LDL yang tinggi pada hipertensi tidak terkendali sebesar 43,8% dan hipertensi terkendali sebesar 20,3%.
Berdasarkan uji hipotesis didapatkan hasil variabel kadar LDL dengan nilai p=0,006, rasio prevalensi 2,156 dan interval kepercayaan (CI) 95% 1,223-3,802. Dari hasil ini disimpulkan bahwa terdapat hubungan kadar LDL yang bermakna secara statistik terhadap kendali tekanan darah dan kadar LDL merupakan faktor risiko dari kendali tekanan darah.

Based on the data from World Health Organization (WHO) hypertension is the cause of more than 75 million deaths or 12,8% of overall death in the world. Hypertension is a multifactorial disease causes by many risk factors, and one of them is low-density lipid (LDL) level. One of the focuses of hypertension management nowadays is to reduce the lowdensity lipid (LDL) level. This what makes researcher to do this research, to know the significance of low-density level to hypertension. This research was done with cross sectional method using secondary data from medical record in Cipto Mangunkusumo hospital. After the researchers collected all the data, we analyze the hypothesis using chi square test.
In this research, there were 117 samples, which 55 of them are male and 53 of them are female. The highest prevalence of hypertension was found in patients aged 60-79 years old. We also found proportion differences in patients with high low-density lipid level, in uncontrolled hypertension the percentage is 43,8% and in controlled hypertension the percentage is 20,3%.
The result of this test is that the low-density level is statistically connected with blood pressure control, since the p is 0,593, and is a risk factor of hypertension since the prevalence ratio is 2,156 and the confidence interval is 1,223-3,802.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Wiryawan
"Latar Belakang. Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan dunia dan merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular yang berhubungan dengan proses aterosklerosis dan aterotrombosis. Pengukuran tekanan darah di klinik atau rumah sakit saat ini masih dianggap sebagai metode referensi dalam mendiagnosis dan evaluasi pasien hipertensi, tetapi disebabkan adanya fenomena white-coat terlihat semakin jelas informasi yang diberikan seringkali tidak adekuat tentang status tekanan darah pasien yang sebenarnya. Hipertensi sendiri dikaitkan dengan kerusakan target organ dan salah satu diantaranya ke organ pembuluh darah. Pemeriksaan ketebalan tunika intima media arteri karotis dimaksudkan untuk melihat kerusakan yang terjadi akibat efek fenomena white-coat pada pembuluh darah yang mencerminkan terjadinya proses aterosklerosis dini.
Tujuan dari penelitian ini adalah menilai hubungan antara kejadian fenomena white-coat pada pasien hipertensi dalam pengobatan dengan ketebalan tunika intima media arteri karotis.
Metode. Studi potong lintang dengan pengambilan pasien hipertensi dalam pengobatan secara konsekutif, mulai bulan Januari - Mei 2014 di poli rawat jalan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta. Pasien menjalani pemeriksaan OBP saat kontrol dan HBP dilakukan selama 4 hari berturut-turut dengan memakai alat tensimeter osilometri yang tervalidasi. Pemeriksaan ketebalan tunika intima media arteri karotis dilakukan pada semua pasien yang masuk dalam kriteria inklusi untuk mendapatkan nilai rerata ketebalan kompleks tunika intima.
Hasil. Didapatkan 219 subyek penelitian yang masuk kriteria inklusi. Uji statistik Mann Whitney digunakan untuk mengetahui hubungan pasien hipertensi yang mengalami fenomena white-coat dengan ketebalan tunika intima media arteri karotis. Hasil yang didapat, tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna secara statistik ketebalan tunika intima media arteri karotis antara pasien hipertensi yang mengalami fenomena white-coat dan yang tidak (A. Karotis kanan 0,7 ± 0,5 vs 0,8 ± 0,4 mm, nilai p = 0,153 ; A. Karotis kiri 0,8 ± 0,4 vs 0,7 ± 0,4 mm, nilai p = 0,900 ; A. Karotis kanan dan kiri 0,7 ± 0,4 vs 0,8 ± 0,3 mm, nilai p = 0,260). Dari hasil uji bivariat terhadap seluruh faktor perancu didapatkan variabel obat antihipertensi golongan enzym penyekat angiotensin dan usia terbukti sebagai perancu dalam penilaian hubungan antara fenomena white-coat dengan rerata ketebalan tunika intima media arteri karotis.
Kesimpulan. Penelian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna secara statistik ketebalan tunika intima media arteri karotis antara pasien hipertensi yang mengalami fenomena white-coat dan yang tidak.

Background. Hypertension is one of the most important public health problems worldwide and a major risk factor for all forms of atherosclerotic and atherothrombotic CVD. Office blood pressure monitoring nowadays still considered as a method of reference for diagnosing an evaluating hypertensive patients, but due to white coat phenomenon, the information for the real blood pressure status is unclear. Hypertension itself was related to target organ damage and one of them is vascular damage related to atherosclerosis. Evaluation of carotid intima media thickness can represent early atherosclerotic process that happened in organ vascular caused by white-coat phenomenon.
Our objective was to analyze the relationship between white-coat phenomenon in hypertensive patients with carotid intima media thickness.
Method. This is a cross sectional, consecutive study. Data was collected from January ? May 2014 in National Cardiac Centre Harapan Kita Hospital Outpatient clinic. Office Blood pressure was measured when patients controlled to the clinic and HBP was measured for 4 consecutive days with the same validated electronic device. B-mode ultrasound of carotid arteries was performed to measured mean of carotid intima media thickness.
Results. Two hundred and nineteen hypertensive patients on therapy were enrolled in this study. Mann Whitney statistic test was used to determine the relationship of independent variables in hypertensive patients with white-coat phenomenon with carotid intima media thickness and found that there is no significant difference between hypertensive patients with white-coat phenomenon and no white-coat phenomenon with mean carotid intima media thickness (Right Carotid artery 0.7 ± 0.5 vs 0.8 ± 0.4 mm, p value = 0.153 ; Left Carotid Artery 0.8 ± 0.4 vs 0.7 ± 0.4 mm, p value 0.900 ; Right and left Carotid Artery 0.7 ± 0.4 vs 0.8 ± 0.3 mm, p value 0.260). From bivariate analysis results, obtained on all confounding variables, ACE-inhibitor and age proved as confounding in the assessment of the relationship between hypertensive patients with white-coat phenomenon and mean carotid intima media thickness.
Conclusions. This study showed that there is no significant difference of mean carotid intima media thickness in hypertensive patients with white-coat and no white-coat phenomenon.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mellisya Ramadhany
"Hipertensi menduduki tempat kedua sebagai penyakit tidak menular terbanyak di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan kerusakan multi organ hingga kematian. Hipertensi yang terkendali diharapkan dapat menunda komplikasi. Saat ini, hampir seperlima penduduk Indonesia obes. Obesitas berkaitan dengan kemunculan hipertensi namun belum diketahui hubungannya terhadap pengendalian hipertensi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai hubungan obesitas terhadap kendali tekanan darah pasien hipertensi agar dapat membantu dalam penatalaksanaan hipertensi.
Desain penelitian adalah cross-sectional mempergunakan data rekam medik pasien hipertensi poliklinik IPD RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Sejumlah 117 data terkumpul. Didapatkan prevalensi hipertensi tidak terkendali sebanyak 41%, dengan rasio terbanyak pada subjek laki-laki. Prevalensi obesitas sebesar 50,4%, dengan rasio terbanyak pada subjek perempuan. Pada kelompok obesitas didapatkan proporsi hipertensi terkendali 64,4%, dan hipertensi tidak terkendali 35,6%. Sedangkan pada kelompok tidak obes didapatkan proporsi hipertensi terkendali 53,4%, dan hipertensi tidak terkendali 46,6 % dengan nilai p = 0,228 (p>0,05), RP 0,765 dengan IK 95% 0,492 ? 1,188. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara obesitas dengan hipertensi tidak terkendali.

Hypertension is the second most prevalent non-communicable disease in Indonesia capable of causing multi organ damages even death. The essential target in hypertension management is to achieve controlled blood pressure in order to delay its complications. Nowadays, approximately one in five Indonesian has become obese. Obesity itself is highly associated with hypertension occurrence. Yet, there is no distinct evidence that show its association to hypertension control. Thus, this research is aimed to find the association between obesity in hypertensive patients to the blood pressure control.
Method used in this study is cross-sectional. As much as 117 secondary datas were collected from patients? medical records in Internal Medicine clinic diagnosed with hypertension. The prevalence of uncontrolled hypertension is 41% , dominated by male subjects. The prevalence of obesity among subjects is 50.4%, with higher proportion in females. Within the obese group, the proportion of controlled hypertension reaches 64.4%, while proportion for uncontrolled is 35.6%. Meanwhile, in the non-obese group, the proportion of controlled hypertension is 53.4%, whereas uncontrolled is 46,6%. The p-value result is 0.228 (p >0.05) with PR 0.765 with 95% CI 0.492 ? 1.188. Therefore, it can be concluded that there is no significant association between obesity with uncontrolled hypertension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Dwiputra
"Hipertensi merupakan masalah penting dalam kesehatan masyarakat secara global. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi hipertensi pada masyarakat kota Ternate dan menyelidiki hubungan antara perilaku masyarakat dengan prevalensi hipertensi. Sebuah studi potong lintang dilakukan pada penduduk berumur lebih dari 20 tahun di 3 kecamatan kota Ternate. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode multi-stage random sampling. Secara umum, 32,6% dari populasi dewasa masyarakat kota Ternate mengidap hipertensi. Terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan merokok (p=0,001), kebiasaan mengudap Chiki (p=0,007) dan mengudap gorengan (p=0,032) dengan prevalensi hipertensi. Dibandingkan dengan prevalensi hipertensi nasional, prevalensi hipertensi pada masyarakat kota Ternate masih terbilang tinggi.

Hypertension is an important public-health challenge worldwide. This research aims to estimate the current prevalence of hypertension in Kota Ternate and to determine the correlation between behavior and prevalence of hypertension in adult population. A cross-sectional study was conducted to citizens over 20 years old in three sub districts of Kota Ternate. Research samples were selected through a multi-stage random sampling. Overall, 32.6% of adult population in Ternate had hypertension. We found significant correlations between prevalence of hypertension and smoking status (p=0,001); snacks consumption [Chiki (p=0,007) and fried food (p=0,032)]. Comparing to the national prevalence of hypertension launched by Ministry of Health, the local prevalence in Ternate was still high."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fridyan Ratnasari. author
"Hipertensi tidak terkendali sebagai masalah kesehatan utama yang sering tidak terdiagnosa sehingga prevalensinya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi tidak terkendali ini merupakan kontributor utama mortalitas dan morbiditas penyakit kardiovaskular. Prevalensi tertinggi hipertensi tersebar di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Namun, dari seluruh pasien hipertensi, hanya 37% yang mendapatkan tatalaksana obat antihipertensi. Semakin meningkatnya angka kejadian hipertensi terutama hipertensi tidak terkendali dari tahun ke tahun semakin mempertegas pentingnya evaluasi penatalaksanaan pada pasien hipertensi dalam mencapai hipertensi terkendali. Untuk menjawab permasalahan klinis tersebut, peneliti melakukan analisa data 198 rekam medis pasien hipertensi melalui penelitian dengan metode cross sectional di Poliklinik Ginjal dan Hipertensi IPD RSCM.
Tujuan penelitian adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan antara jumlah pemberian obat antihipertensi dengan terkendalinya kendali tekanan darah. Dari seluruh data yang terkumpul, peneliti mengeksklusi data yang tidak lengkap hingga menjadi 117 data yang selanjutnya menunjukkan karakteristik pasien hipertensi. Penderita hipertensi 53% nya merupakan wanita. Selain itu, 50,4% pasien hipertensi berada pada status obesitas. Penelitian ini menunjukkan proporsi pasien dengan hipertensi tidak terkendali sebesar 41% dan 78,6% dari seluruh pasien hipertensi mendapatkan obat antihipertensi lebih dari dua obat. Pada pengobatan kombinasi, terdapat 47,8% pasien dengan hipertensi tidak terkendali dan 52,2% pasien dengan hipertensi terkendali, sedangkan pada pengobatan monoterapi terdapat 16% pasien dengan hipertensi tidak terkendali dan 84% pasien dengan hipertensi terkendali.
Berdasarkan analisa uji hipotesis dengan Chi-square test, terhadap variabel jumlah pemberian obat didapatkan p= 0,004 (p<0,05) yang menunjukkan adanya hubungan bermakna antara jumlah pemberian obat antihipertensi dengan kendali tekanan darah pada pasien hipertensi Poliklinik Ginjal dan Hipertensi IPD-RSCM.

Uncontrolled-hypertension is one of the health problem which mostly undiagnosed in which its prevalence increase year by year. It is the main contributor for mortality and morbidity of cardiovascular disease. The highest prevalence of hypertension spread highly in most advancing countries such as Indonesia. Unfortunately, from all hypertensive patients, only 37% was prescribed for anti-hypertensive drugs. This proportion is out of those undiagnosed hypertension. The increasing number of uncontrolled-hypertension become an important factor to be evaluated factor in prescribing anti-hypertensive drugs for the patient. In line with this clinical question, researcher analyze 198 hypertensive patients? medical records by cross-sectional study in Renal and Hypertension Division of Internal Medicine, Cipto Mangunkusumo Hospital.
This study was conducted to analyze if there is an association between the number of prescribed anti-hypertensive drugs with the controlling condition of hypertension. From all hypertensive-patients datas, researcherexclude the unqualified datas becoming 117 datas which describe the characteristic of hypertensive patients datas. This research shows the proportion of hypertention in women about 53% ang 47% in men. Meanwhile, 50,4% patients are in obesity stage. From all datas, 41% patients have uncontrolled hypertension. All patients get anyhypertensive drugs with the proportion of using more than one drug is 78,6%. The proportion of patient on combination treatment is 47,8% diagnosed uncontrolled hypertension and 52,2% controlled hypertension, meanwhile in monotherapy patients, there is about 16% uncontrolled hypertension patient and 84% in controlled hypertension.
Based on the analized datas by using Chi-square test, p value for the number of anti-hypertensive drugs is 0,004 (p<0,05). From this reasearch, researcher concludes that there is significant assosiation between the number of anti-hypertensive drugs given to hypertensive patients to the controlling factor of hypertension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Dewi Astuti
"Jumlah lansia hipertensi di Puskesmas Jekan Raya meningkat. Pengamatan lapangan, keluarga kurang memberikan dukungan dalam pengendalian hipertensi, sehingga menganggap sembuh jika tekanan darah lansia menurun. Tujuan penelitian mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia. Desain menggunakan cross sectional pada 108 lansia dan keluarga, dengan teknik klaster proporsional. Hasil menunjukkan ada hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia. Kesimpulannya semua elemen dukungan keluarga berhubungan bermakna terutama dukungan penghargaan. Faktor paling dominan adalah dukungan penghargaan (p=0,000) setelah dikontrol dengan pendidikan, penghasilan, asuransi kesehatan. Direkomendasikan pada pengambil keputusan keperawatan lansia agar meningkatkan program kesehatan lansia berbasis keluarga untuk meningkatkan kualitas hidup lansia.

Number of elderly hypertension was increased in Jekan Raya Public Health Center. Field observations, less family support in the control of hypertension, so consider elderly cured if blood pressure decreased. The purpose of this research was determined the correlation of family support quality of life of the elderly. Used cross-sectional design in 108 elderly and families, with a proportional cluster technique. Results showed correlation of family support with quality of life of elderly. In conclusion all the elements related to family support, especially award support. The most dominant factor was the award support (p = 0.000) after controlled by education, income, health insurance. Recommended in elderly nursing decision makers in order to improve the health of the elderly family-based programs to improve the quality of life of the elderly."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T34832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>