Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144753 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chrisyanto Wibisono
"Artikel ini akan membawa topik tentang retrospeksi dan restrukturisasi imigrasi untuk dibawa ke dalam relasi yang berhubungan dengan etika terapan, kosmopolitanisme, dan aspek ekonomi-sosial-politik-budaya, dalam kerangka filosofis dan perspektif etika terapan. Selanjutnya, artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana kebijakan imigrasi berkorelasi dengan isu etika terapan dan kosmopolitan. Isu mengenai imigrasi, etika terapan, dan kosmopolitan saling berkaitan, kendati demikian, sampai dengan titik ini, eksplorasi teoritis yang dilakukansecara sinkronis cenderung menghadirkan model analisis non-filosofis dalam menyusuri isu imigrasi serta implikasinya, termasuk isu kebijakan yang dilakukan oleh negara terhadap para imigran. Eksplorasi yang saya lakukan terhadap isu imigrasi pada artikel ini akan bergerak lebih jauh dan tidak akan berkutat pada dinamika sosial-politik- ekonomi, akan tetapi mencoba untuk menganalisis isu imigrasi secara filosofis melalui perspektif etika terapan dan kosmopolitanisme. Pada akhirnya, artikel berikut akan mengeksplanasikan analisis filosofis dari kebijakan imigrasi serta korelasinya dengan aspek politis.

This article will bring the topic of retrospection and immigration restructuring to be brought into relations related to applied ethics, cosmopolitanism, and economic-socio-political-cultural aspects, within a philosophical framework and an applied ethical perspective. Furthermore, this article will explore how moral policy correlates with applied and cosmopolitan ethical issues. Issues concerning morality, applied ethics, and cosmopolitan are interrelated, however, up to this point, theoretical explorations carried out synchronously tend to present a non- philosophical analysis model in managing festive issues and impressively, including the issue of policies carried out by the state against immigrants. My exploration of immigration issues in this article will move further and will not dwell on socio-political-economic dynamics, but will try to analyze immigration issues philosophically through the perspective of applied ethics and cosmopolitanism. Finally, the following article will explain the philosophical analysis of festive policies and their correlation with political aspects.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
G. Andika Ariwibowo
"ABSTRAK
Kosmopolitan dapat diartikan sebagai suatu kewarganegaraan global. Giddens mengatakanbahwa salah satu faktor sebuah kota dikatakan kosmopolitan adalah perkembangan globalisasidalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari masyarakat. Konektivitas yang semakin mudahberkat perkembangan komunikasi, media, dan transportasi sejak abad ke-19 telah menjadikankota-kota besar seperti Batavia menjadi titik luluh (melting pot) berbagai budaya dan bangsa.Sebuah kota kosmopolitan ditandai dengan hadirnya masyarakat kosmopolitan global yangberasal dari berbagai latar belakang budaya, bangsa, tingkat ekonomi, dan gaya hidup.Kapitalisme dan industrialisasi telah mendorong perubahan pada struktur sosial dalammasyarakat. Kajian ini menggunakan metode sejarah dengan menelisik berbagai literatursezaman yang terdiri atas artikel, dokumentasi, laporan, dan survei baik oleh instansipemerintah, individu, maupun lembaga nonpemerintah. Kajian ini menemukan bahwa kebijakan tata ruang dengan menempatkan berbagai etnis dan bangsa dalam permukimanyang sama telah menghadirkan suasana kota yang lebih toleran. Keberadaan ruang publikrupanya dikelola dengan baik oleh Gemeente Batavia yang menjadi titik luluh beragam etnisdan kelas sosial.
ABSTRACT
Cosmopolitan can be described as a global citizenship. Giddens said that one of factorswhich indicates a cosmopolitan city is the globalization development in various aspects ofpeople's daily lives. Connectivity has become easier due to the development of communica-tion, media and transportation since the 19th century that made big cities like Bataviabecame the melting pot of various cultures and nations. A cosmopolitan city is characterized by the presence of a global cosmopolitan society that comes from various culturalbackgrounds, nationalities, economic levels, and lifestyles. Capitalism and industrializa-tion have driven changes in social structures in society. This study used a historical methodby investigating a variety of contemporary literature consisting of articles, documentation,reports and surveys of both government agencies, individuals, and non-governmental or-ganizations. This study found that spatial policy which put various ethnics and nationalitiesin the same settlement has brought a more tolerant city atmosphere. The existence of publicspace was apparently well-managed by Gemeente Batavia, which became a melting pot forvarious ethnics and social classes."
Kalimantan Barat: Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2019
900 HAN 3:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Olga Nauli Komala
"Tesis desain ini berusaha untuk melihat dan menata kembali Kemang sebagai salah satu bagian kota Jakarta yang terlihat mendapatkan pengaruh budaya non lokal yang mempengaruhi unsur fisik dan non fisik kawasan tersebut mulai dari wajah bangunan, pembentukkan ruang kota dan pola kegiatan baru yang belum ada sebelumnya. Dalam hal ini budaya non lokal hadir secara bersama ? sama dengan budaya lokal dan melahirkan berbagai perbedaan (difference) dan keberagaman (diversity) di Kemang. Suatu kondisi penerimaan dan pemberian wadah bagi adanya perbedaan dan keberagaman merupakan bagian dari pendekatan konsep cosmopolitan.
Penataan kembali kawasan Kemang dengan pendekatan cosmopolitan dimulai dengan terlebih dahulu melihat pola kegiatan dan pelaku serta terutama bagaimana hubungan saling mempengaruhi antara budaya lokal dan non lokal yang telah ada termasuk kontradiksi dan kesetaraan yang timbul kemudian. Pendekatan cosmopolitan yang berakar pada budaya lokal Betawi (teras Betawi) kemudian akan diterjemahkan dalam bentuk teras sebagai ?ruang bermain? yang tidak hanya memberi wadah bagi perbedaan dan keberagaman namun juga mampu mendorong terjadinya interaksi dengan orang asing/strangers dalam ruang kota.

In this thesis, I try to analyze and redesign Kemang as a part of Jakarta, which has been influenced by many non ? local cultures. These cultures give effects in the shaping of urban elements of Kemang, both physically and non - physically, from building elevation, the shaping of urban space and the pattern of new activities. In this case, non - local cultures exist together with the local cultures and all of these result in the appearance of many differences and diversities at Kemang. The condition of acceptance and giving space for many differences and diversities are the part of cosmopolitan concept, which is used as the approaching concept in this design thesis.
By using the cosmopolitan concept, I try to redesign Kemang, first by analyzing the pattern of activities and the ?actors?, especially how local cultures and local cultures gives influences to each other, including the contradiction and equality which emerge after that. The cosmopolitan concept, based on the local culture, Betawi (teras Betawi), is translated into ?the playing space?, which not only gives spaces for many differences and diversities, but also can stimulate the interaction with many people from different backgrounds in urban space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27822
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Darmawan
"Prancis saat ini menjadi negara di Eropa yang memiliki keberagaman di dalamnya, mulai dari agama, ras, dan etnis. Keberagaman ini disebabkan salah satunya oleh kedatangan para imigran dan orang asing, khususnya saat periode Pasca-Perang Dunia Kedua. Alasan awal kedatangan imigran adalah faktor ekonomi atau pekerjaan. Dalam menangani mobilisasi penduduk ini, Prancis memberlakukan kebijakan-kebijakan imigrasi yang beragam yang tertuang pada situs Kementerian Dalam Negeri dan Seberang Lautan. Oleh karena itu, perlu diketahui bentuk kebijakan imigrasi di Prancis. Penelitian ini kemudian berfokus pada kebijakan imigrasi pemerintahan François Hollande dan Emmanuel Macron berdasarkan perbedaan poros politik mereka. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah menemukan perbedaan isi kebijakan imigrasi antara pemerintahan Hollande dan Macron. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa kebijakan imigrasi kedua pemerintahan selama lima tahun menjabat. Untuk menemukan hal tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif oleh Iosifides dengan teori analisis wacana kritis Norman Fairclough dan konsep ideologi politik oleh D. Parenteau dan I. Parenteau. Hasil temuan dari penelitian ini adalah orientasi kiri dari Hollande menghasilkan kebijakan imigrasi yang pro-masyarakat (imigran), sedangkan orientasi tengah Macron lebih memperketat kebijakannya terhadap masyarakat asing.

France is a country in Europe that embraces diversity in terms of religion, race, and ethnicity in its society. The arrival of migrants and foreigners, especially in the post-Second World War period contributed to France’s current demographic landscape. In dealing with the influx of population, France has adopted various immigration policies, as stated on the website of the Ministry of the Interior and Overseas, but has not significantly improved the current situation. As the immigration issue has continuously become prominent in French society, this research takes on comparing the policies carried by the governments of François Hollande and Emmanuel Macron on the issue while also taking into account their different political axes. Thus, the purpose of this study is to analyze the political discourses embedded in the immigration policies between the Hollande and Macron administrations. This research makes use of available sources from the immigration policies of both governments during their five years in office. The data was collected by employing qualitative research methods by Iosifides combined with critical discourse analysis theory by Norman Fairclough and the concept of political ideology by D. Parenteau and I. Parenteau. The findings of this research suggest that Hollande's leftist orientation contributed to his pro-people (immigrants) immigration policy, while Macron's center orientation attempted to tighten the immigration policy towards foreigners."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ghina Fatina
"Sekuritisasi kerap kali menjadi faktor penentu bagi aktor politik untuk memformulasikan kebijakan yang bertujuan untuk mempertahankan keamanan negaranya. Atas dasar hal tersebut skripsi ini mengangkat tema kebijakan imigrasi dan kaitannya dengan sekuritisasi dan geopolitik, yang mengambil studi kasus Kebijakan Imigrasi Zero-Tolerance pada masa pemerintahan Donald Trump di tahun 2018. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sekuritisasi dan teori geopolitk perbatasan. Temuan dari penelitian ini adalah tata letak geografis antara Amerika dan Meksiko membangkitkan sekuritisasi pemerintah Amerika untuk mempertahankan wilayahnya dari imigran ilegal yang terus berdatangan dari Meksiko. Sekuritisasi ini menjadi dorongan bagi pemerintah untuk menghasilkan sebuah kebijakan imigrasi yang mengatur hal tersebut demi mempertahankan keamanan dan stabilitas Amerika. Sehingga dapat dilihat bahwa sekuritisasi dan tata letak geografis sebuah negara terhadap negara lainnya menjadi faktor pendorong dari sebuah formulasi kebijakan.

Securitization is often a determining factor for political actors to formulate policies aimed at maintaining the security of their country. On this basis, this thesis raises the theme of immigration policy and its relation to securitization and geopolitics, which takes the case study of Zero-Tolerance Immigration Policy during Donald Trump's reign in 2018. The theory used in this research is the theory of securitization and border geopolitical theory. The findings of this study are that the geographical layout between America and Mexico evoked securitization of the American government to defend its territory from illegal immigrants who continued to arrive from Mexico. This securitization is an encouragement for the government to produce an immigration policy that regulates this in order to maintain American security and stability. So, it can be seen that the securitization and geographical layout of a country against other countries are the driving factors of a policy formulation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Fitriana
"Penelitian ini menjelaskan tentang kebijakan politik imigrasi Prancis yakni Immigration Choisie untuk menertibkan gelombang imigran yang masuk ke Prancis. Kebijakan ini disahkan pada 2006 melalui UU No.2006-911 24 Juli 2006. Kebijakan Immigration Choisie dititikberatkan pada upaya menyeleksi imigran yang datang. Kebijakan ini diterapkan dengan memperhatikan beberapa kriteria yakni tujuan kedatangan, latar belakang pendidikan dan kemampuan bahasa Prancis. Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Prancis berharap bahwa imigran yang masuk ke Prancis akan didominasi oleh pekerja migran dengan kualifikasi yang baik, sehingga dapat bersaing di sektor professional Prancis. Selain itu, pekerja migran yang masuk juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi Prancis serta berintegrasi dengan baik di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan kebijakan Immigration Choisie belum mampu secara signifikan menertibkan dan meningkatkan kualitas imigran di Prancis.

The thesis focuses on the French immigration policy ldquo Immigration Choisie rdquo to control the the flux of immigrants who enter France. This policy was adopted in 2006 through Law No.2006 911 of 24 July 2006. Immigration Choisie's policy focuses on selecting immigrants. This policy is implemented by taking into account several criteria including motif of arrival, educational background and French language skills. This study uses historical method. Through this policy, France expected that immigrants who enter France will be dominated by qualified migrant workers to compete in the French professional sector. In addition, the flux of migrant workers are also expected to contribute to the French economic development and could integrate well with the society. The results show that Immigration Choisie's policy implementation could not significantly control and select migrants for improving the quality of immigrants in France.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Desita Damayanti
"Penelitian ini mengkaji tentang analisis dari dampak kebijakan imigrasi Amerika Serikat pada imigran Korea Selatan terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah barat Amerika Serikat dengan menggunakan model proyeksi kebijakan dan menjelaskan negara bagian mana yang berpotensi meningkatkan perekonomian. Data kuantitatif yang digunakan adalah data penduduk wilayah barat Amerika Serikat per County, jumlah imigran Korea Selatan per County, dan pertumbuhan pendapatan per kapita per County. Sementara itu, data kualitatif yang digunakan berupa berbagai literatur seperti berita internasional, jurnal ilmiah, publikasi pemerintah, dan laporan tentang imigrasi di Amerika Serikat seperti kebijakan, proses imigrasi, pertumbuhan ekonomi, dan imigran Korea Selatan yang tinggal di barat. wilayah Amerika Serikat. Metode yang digunakan adalah metode campuran kongruen dengan mengumpulkan dan menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif serta memperoleh informasi dari proses interpretasi. Sisi kuantitatif menggunakan uji statistik imigran Korea Selatan terhadap pertumbuhan ekonomi dan menggunakan analisis cluster-outlier dalam GIS. Sedangkan dari segi kualitatif, hasil uji kuantitatif akan dijabarkan dengan data kualitatif dengan cara interpretasi & triangulasi data secara keseluruhan. Hasil yang diperoleh didasarkan pada jumlah imigran Korea Selatan tertinggi dimana jumlah imigran yang tinggi berdampak pada cluster dan outlier dengan nilai pendapatan per kapita yang tinggi di setiap county di wilayah barat Amerika Serikat serta dari sumber bacaan. Dari segi validitas, terdapat kecenderungan di tiga lokasi, yaitu Los Angeles dan Santa Clara di California, di mana mayoritas imigran bekerja sebagai pebisnis, Honolulu di Hawaii, sebagian besar imigran bekerja sebagai petani tebu, dan King di Washington. , sebagian besar pendatang bekerja sebagai pekerja seni dan mahasiswa.

This study examines the analysis of the impact of the United States immigration policy on South Korean immigrants on economic growth in the western area of the United States by using a policy projection model and explains which states have the potential to increase the economy. The quantitative data used are population data of the western area of the United States per County, the number of South Korean immigrants per County, and the growth of income per capita per County. While the qualitative data is in the form of various kinds of literature such as international news, scientific journals, government publications, and reports on immigration in the United States such as policies, immigration processes, economic growth, and South Korean immigrants living in the western area of the United States. The method used is a congruent mixed method by collecting and combining quantitative and qualitative data as well as obtaining information from the interpretation process. The quantitative side uses a statistical test of South Korean immigrants on economic growth and uses cluster-outlier analysis in the GIS. Meanwhile, in terms of qualitative, quantitative test results will be elaborated with qualitative data by way of interpretation & triangulation of data as a whole. The results obtained are based on the highest number of South Korean immigrants where the high number of immigrants has an impact on clusters and outliers with high per capita income values in each county in the western area of the United States as well as from reading sources. In terms of validity, there is a tendency for three locations, these are Los Angeles and Santa Clara in California, where the majority of immigrants work as businesspeople, Honolulu in Hawaii, most of the immigrants work as sugarcane farmers, and King in Washington, most of the immigrants work as art workers and students."
Jakarta: Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Melisa
"ABSTRAK
Negara Australia merupakan salah satu negara tujuan para pencari suaka di dunia. Dikarenakan kesulitan yang dihadapi pencari suaka ketika meninggalkan negaranya contoh negaranya dalam keadaan perang, dan lain-lain, kebanyakan diantara mereka tidak memiliki dokumen sehingga harus menempuh jalur laut secara ilegal demi mencapai negara Australia. Pada Juli 2013, dengan terpilihnya Kevin Rudd sebagai Perdana Menteri Australia, kebijakan baru penanganan pencari suaka diterapkan melalui kerja sama bilateral dengan Papua Nugini yang disebut dengan Regional Resettlement Arrangement 2013. Yang pada dasarnya bahwa semua orang yang menuju Australia secara ilegal termasuk pencari suaka akan dikirim dan diproses klaim suakanya di Papua Nugini. Disamping sebagai bentuk penolakan terhadap pencari suaka, kebijakan ini juga dianggap tidak mempertimbangkan pemenuhan hak-hak pencari suaka di Papua Nugini mengingat negara tersebut bukanlah negara yang memiliki kapasitas yang memadai dan pengalaman yang cukup untuk menangani pencari suaka. Sehingga permasalahan hukum timbul dan diteliti dalam tesis ini yaitu apakah kebijakan ini sesuai dengan hukum internasional dan bagaimana dampak yang ditimbulkannya terhadap negara-negara di Asia Tenggara sebagai jalur lintas dan juga dihubungkan dengan tanggung jawab kolektif penanganan pencari suaka oleh negara tujuan suaka, negara lintas suaka, dan negara asal pencari suaka.
Adapun metodologi penelitian yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini adalah metode induktif dengan pendekatan perundang-undangan. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah konvensi internasional, dan berbagai instrumen hukum lainnya yang berkaitan dengan isu hukum yang diteliti.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kebijakan imigrasi Australia dalam pengiriman pencari suaka ke Papua Nugini bertentangan dengan prinsip non-refoulment dan memberikan dampak buruk bagi negara-negara Asia Tenggara. Akan tetapi dikaitkan dengan konsep tanggung jawab dan kedaulatan negara, Australia sebagai entitas negara memiliki hak dan kapasitas dalam menetapkan segala kebijakan internalnya. Sehingga sebagai saran hasil analisis, penulis memberikan alternatif yaitu untuk mengevaluasi kembali kebijakan ini dan menyarankan penanganan secara kolektif oleh seluruh pihak terkait yaitu Australia sebagai negara tujuan suaka, negara asal pencari suaka, negara transit, serta UNHCR dan IOM sebagai inter-governmental organizations.

ABSTRACT
Australia is one of the asylum seekers?s destinations in the world. Due to the difficulties faced by the asylum seekers prior they fled their country of origin for instance the country is at war, etc, most of them do not have the proper documents to travel legally but ilegally by sea. In July 2013, as Kevin Rudd has been elected as Australian Prime Minister, the new policy in the processing of asylum seekers also has recently implemented by the Government of Australia and the Government of Papua New Guinea which then called as Regional Resettlement Arrangement 2013. The policy itself basically says that the persons including asylum seekers travel irregularly by sea to Australia are entitled to be transferred and assessed in Papua New Guinea. In addition to a refusal action of the access to asylum seekers, the policy also does not consider the human rights aspect of asylum seekers in Papua New Guinea as the host country, which in the other side; Papua New Guinea is not a quite stable with sufficient capacity and adequate experiences country to meet the needs of asylum seekers. Here, the writer raises the following legal questions; whether this Australian Immigration policy is accordance with the international law and how it impacts the South East countries as the countries of transit and if it is linked to the collective responsibility by the country of asylum, country of transit, and country of origin of the asylum seekers.
The selected methodology of writing the thesis is inductive methodology with the appropriate legal approach. The approach is done by conducting the research of a number international convention, and some other relevant legal instruments.
The result of the analysis comes up with the answers that Australian Immigration policy in transferring asylum seekers to Papua New Guinea is breach of the non-refoulment principle and it truly impacts the South East Country region in the negative effects. However, linked to the state responsibility and sovereignity, Australia as an independent entity has its own competence and capacity to freely determine its national policy. Therefore, as an advise of the research outcome, the writer gives the alternative way which is to immediately evaluate the policy and proposes the collective responsibility concept by all the parties such Australia as the country asylum, country of origin, country of transit, UNHCR, and IOM as the relevant inter-governmental organizations.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Dea Marshantina
"Peningkatan jumlah pencari suaka memicu respon serius dari pemerintah Australia dalam bentuk implementasi kebijakan. Serangkaian kebijakan imigrasi diusung oleh Partai Buruh dan Partai Koalisi Liberal-Nasional tentunya memiliki corak serta perbedaan tersendiri dalam implementasinya. Penelitian ini membahas mengenai perbedaan dalam implementasi kebijakan imigrasi antara kedua partai besar Australia. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini akan menggunakan konsep Multiculturalism yang dikemukakan oleh Charles Taylor untuk menjelaskan perbedaan ideologi yang mendasari perbedaan kebijakan serta konsep National Interest oleh Hans J. Morgenthau untuk menjelaskan bagaimana kebijakan imigrasi digunakan sebagai alat pertahanan guna melindungi kepentingan nasional Australia. Penelitian ini menemukan bahwa Partai Buruh dan Partai Koalisi Liberal-Nasional memiliki arah gerak partai yang berbeda akibat latar belakang ideologinya. Hal ini yang kemudian berpengaruh terhadap pendekatan masing-masing partai terhadap pembentukan sebuah kebijakan.

The increase in the number of asylum seekers triggered a serious response from the Australian government in the form of policy implementation. A series of immigration policies promoted by the Labor Party and the Liberal-National Coalition Party certainly have their own style and differences in their implementation. This study discusses the differences in the implementation of immigration policies between the two major Australian parties. With a qualitative approach, this study will use the concept of Multiculturalism put forward by Charles Taylor to explain ideological differences and the concept of National Interest by Hans J. Morgenthau to explain how immigration policy is used to protect Australia's national interests. This study found that the Labor Party and the Liberal-National Coalition Party have different directions of movement due to their ideological backgrounds. This then influences the approach of each party towards the formation of a policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Soleh
"Tesis ini membahas analisis Implementasi Kebijakan Penyidikan Tindak Pidana Keimigrasian Terhadap lmigran Gelap terkait Pasal 48 dan Undang Undang No, 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Karena implementasi kebijakan penyidikan tindak pidana keimigrasian terhadap imigran gelap ini bersinggungan dengan aspek intemasional, maka pemahaman imigran gelap dibahas dari sisi teoritis dan aspek-aspek hukum dan dikaitkan dengan yurisdiksi negara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Pengumpulan data daiam penelitlan ini menggunakan metode wawancara mendalam untuk mendapatkan sumber data primer yang dilakukan terhadap informan yang terdirl dari para pejabat dan penyidik di tingkungan Sub Direktorat Penyidikan Keimigrasian. Selain metode wawancara meqdalam juga dilakukan pegumpulan data melalui kuesioner, dan laporan- laporan kegiatan di lingkUngau Direk~orat Penyidikan dan Penindakan Keimigrasin Untuk mendapatkan data sekunder. Dari analisis data hasil wawancara, dapat disimpulkan beberapa ha) bahwa: 1) Rendah/lemahnya implementasi kebljakan penyidikan tindak pidana keimigrasin terhadap imigran gelap terkait pasal 48 dan 53 UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian disebabkan adanya pelemahan 4 faktor implementasi kebijakan yaitu; Komunikasl, surnber daya. disposisl, dan struktur birokrasi; 2) Lemahnya faktor komunikasi discbahkan oleh karena tidak pernah adanya sosialisasi mengenai pemabaman imigran gelap dalam konteks TPK baik kepada masyatakat dan juga aparat imigrasi sendiri dan tidak pemah ada penyampaian arahan atau inslruksi yang bersifat terbuka/langsung, terpola, dan jelas; (tidak ambigu) mengenai persoalan penyidikan TPK terhadap imigran gelap dari Dirjen kepada pcjabal atau penyidik di tingkungan Subdit Penyidikan; 3) Lemahnya faktor sumber daya disebabkan karena pendistribusian dan pencmpatan staf yang tidak merata dan salah, serta sangat tcrbatasnya kewenangan yang dimiliki pejabat atau penyidik dalam meiaksanakan kebijakan penyidikan TPK terhadap imigran karena adanya benturan internal {kebijakan Negara; Menteri/Presiden, dan imigrasi sendiri) dan internasional ( etik:a dan kebiasaan tradisi intemasional, dan tembaga-lcmbaga internasional); 4) Lemahnya faktor disposisidisebabkan karena tidak adanya inscntif bag! pejabat atau penyidik yang berdedikasi, dan; 5) Kecenderungan lemahnya faktor struktur birokrasi dalam hal belum adanya prosedur kerja JSOPs yang bersifat khusus (bersifat umum) mengenai Imigran gelap dalam konteks TPK dan pembagian kerja yang ada di Subdit Penyidikan masih bersifat kurang efektlf.

The focus of this study is Analysis on Immigration's Crime Act Investigation policy toward Illegal Migrant Concerned The Article of 48 and 53 of Act No. 9/1992 on Immigration. While the implementation of immigration's crime act investigation policy toward illegal migrant bas relation with international aspect, so does the understanding of illegal migrants will be discussed of a theoretical side and law's norm aspects and also to be related with state jurisdiction. This research is using qualitative method with descriptive design. The data collection on this research is collected by means of deep interview to obtain primary data from informants, they are officials and investigators in Sub Directorate Investigation environment. Apart from deep interview method, the data collection' also to be collected by means of questionnaire, and activity reports in Sub Directorate Investigation, to obtain secondary data. From the interview's data analysis, the conclusions are following; 1) The low implementation of immigration's crime act investigation policy is caused by 4 factors of implementing policy they are; communication, resources, disposition, bureaucracy structure; 2) The low communication factor is caused by there's no any socialization about illegal migrant understanding in the context of immigration's crime act, either publics or self-immigration aparaturs and there's no conveying directives or instructions or orders having a direct way or indirect way, a fixed patter and a clear meaning (no ambiguity or ambivalence) concerning the problem of immigration's crime act investigation policy toward iHega1 migrant by Director General lmmigration to officials or investigators in Sub Directorate Investigation; 3) The low resource factor is caused by the distribution .and the placement of staffs not to throughout every place and wrong places, and also the limited authority of officials or investigator in doing immigration's crime act investigation policy toward illegal migrant caused by internal clash (state's policy; Minister or President) and international (ethic and custom of international traditions, and international institutions) 4) The low disposition aspect is caused by no any incentive for officials or investigators having high dedication, and; 5) There's an inclination of bureaucracy structure factor become less effective. It's caused by no special SOPs concerning illegal migrant in immigration's crime act context and also fragmentation being in Sub Directorate Investigation is still less effective."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T33730
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>