Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8272 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Parikin
"Microstructural identification of synthesized steel with significant local content has been carried out. Alloy ingot was prepared using a casting technique. The samples were then formed into bulk steel by a machining process. A high resolution powder neutron diffractometer (HRPD) was used as an equipment for characterization. By applying neutron diffraction techniques, a ferritic steel profile can be resulted in as well as ‘minor peaks’ belong to impurities formed in the sample. These impurities can be identified as small amounts of Al2O3 54SiO2, Al4C3, SiC and Cr23C6. Scanning transmission electron microscopy (STEM) combined with energy dispersive X-ray spectroscopy (EDX) confirmed and revealed neutron identified phase distributions. Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS) least square curves calibration can precisely calculate the dhkl parameters of each reflection plane. As a comparison, another sample of alloy ingot was also investigated using neutron diffraction. The pattern was free from crystal impurities. Rietveld refinements provide satisfactory goodness of fits Rwp = 10.42% and reliability factor S = 1.7. This was so-called a ‘real bulky’ sample of a 73Fe24Cr2Si0.8Mn0.1Ni ferritic steel alloy."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2018
UI-IJTECH 9:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suheni
"ABSTRAK
Super duplex stainless steel adalah baja yang memiliki ketahanan korosi dan kekuatan mekanis yang baik sehingga banyak digunakan pada industry terutama pada industry minyak, gas dan petrokimia. Dalam penggunaan dilapangan sering digunakan proses penyambungan logam dengan metoda pengelasan. Untuk menghasilkan lasan yang baik perlu diperhatikan prosedur dan parameter pengelasan yang digunakan terutama masukan panas.
Dalam penelitian ini digunakan variable masukan panas dan komposisi gas pelindung untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap keseimbangan struktur fasa ferit-austentit pada lasan baja tahan karat super duplek SAF 2507 dengan metoda las tungsten inert gas (TIG). Masukan panas divariasikan dengan menerapkan kecepatan pengelasan yang berbeda 1, 3, 4 dan 5 mm per det sedangkan gas pelindung yang digunakan 100% argon, 98% argon + 2% nitrogen dan 95% argon + 5% nitrogen.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dengan kecepatan pengelasan yang berbeda dihasilkan kedalaman dan lebar logam las yang berbeda. Demikian juga halnya dengan penggunaan gas pelindung yang berbeda akan menghasilkan perbandingan lebar dan dalam logam las yang berbeda pula. Dengan menggunakan gas pelindung 95% argon + 5% nitrogen fasa ferit-austentit yang dihasilkan pada logam las relative seimbang dibandingkan dengan yang lainnya.
Pada pengelasan yang lambat, disamping menghasilkan masukan panas yang besar, kekerasan pada logam las juga tinggi serta mempengaruhi pertumbuhan fasa autentit. Semakin tinggi masukan panas (2,280 kJ per mm) semakin rendah fasa austentit pada logam las."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ichwanul Muslimin Alfattah
"Penelitian ini didasari oleh terjadinya fenomena crack pada komponen bucket tooth, yang yang menggunakan material baja HSLA, setelah 1 bulan diproduksi, yang disebut dengan delayed crack. Penelitian ini akan berfokus terhadap proses perlakuan panas, khususnya tempering setelah normalisasi. Tempering dilakukan selama 1 jam dengan variabel temperatur tempering pada temperatur 527, 577, 627, dan 677°C. Sampel pengujian awalnya berupa keel block hasil normalisasi, yang kemudian dipotong menjadi balok dengan dimensi 4 x 1 x 4 cm. Karakterisasi dilakukan pada sampel as-normalize dan setelah ditempering, dimulai dari pengamatan struktur mikro menggunakan mikroskop optik, Scanning Electron Microscope (SEM), dan pengujian kekerasan mikro dan makro. Didapatkan bahwa tempering setelah normalisasi tidak hanya menghomogenisasi struktur mikro, tetapi juga mentransformasi fasa dari upper bainite menjadi granular bainite. Semua variabel temperatur tempering menghasilkan bentuk struktur mikro yang sama, berupa granular bainite. Seiring meningkatnya temperatur tempering setelah normalisasi, struktur mikro akan semakin membulat, ketajamannya akan semakin berkurang, kekerasan makro akan menurun dari 389 HVN menjadi 257 HVN, dan kekerasan mikro akan menurun dari 371 HVN menjadi 247 HVN.

This study is based on the occurrence of a phenomenon of crack on a bucket tooth component that used HSLA steel as a material after 1 month being produced, which is called delayed crack. This study will be focusing on its heat treatment process, especially tempering after normalizing. Tempering was carried out for 1 hour with variable tempering temperatures at 527, 577, 627, and 677°C. Initially, the sample was a normalized keel block, which was then cut into blocks with dimensions of 4 x 1 x 4 cm. Characterization was carried out on as normalize and after tempering samples, such as observing microstructure using Optical Microscopy (OM), Scanning Electron Microscope (SEM), microhardness and macro hardness testing. It was found that tempering after normalizing not only homogenized the microstructure, but also transformed the phase from upper bainite to granular bainite. All tempering temperature variables produced the same microstructure, that is granular bainite. As the tempering temperature after normalizing increases, the microstructure will be increasingly rounded, the sharpness will be decreased, macro hardness decreased from 389 HVN to 257 HVN, and microhardness decreased from 371 HVN to 247 HVN."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Supriadi
"Nikel adalah unsur wng sanga! peniing pada pembualan coran yalzan karat. Dianram harga bahan balm Iainnya nike] adalah yang paling finggi, dan sam' ini masil: diimpor. Penelilian ini berlrguan untuk membandingkan pengaruh penggrmaan _férronickelchrom (Fe-Ni-Cr) lokal lerhadap sw! mekanis dan stnfkmr mikro CFSM (SS 316), dibandingkan dcngan nikef impor. Di/zarapkan bahan ba/fu local ini dapal rrlcnsubslitmri nike! impor sebagai bahan balm comn tahan karat. Variabel penelilian yang digunakan adalah penambahan proscnrase Fe-Ni local pada bahan balm coz-an sebanyak 023 %, 45 %, dan 79 %. Dari musing-masing prosentase tersebut dilaknkan proses pengecoran ffocmdry) aan dilakukan pembuarzm sampe/ :mink :qi komposisi, uji tarik, uji kekerasan, dan anaiisa stmlc!nr_ mikm, baik dengan menggunakan mikroskop optic dan SEM (Scanning Electron Microscope). Unmk dibandingkan dengan bajkz cor CFSM (SS 31 Q yang dibuat dengan nike! iznpor. Hasil penelitian memmjukan bahwa pada semnal sampe! komposfsf kirnia sesnai dengan standar CF8M (SS 316). Pada prosenrase 23 % dan 45 % Fe-Ni-Cr sifht mekanis- dan sn1¢ktm'n1ikronya menyempai 0 % mike! inqvor 100 %) dengan Ima! ran7c 73,58 ksi dan kekerasan 140,65 HB _ Sedanglran :mink prosentase 79 % kuar tariknyn 67,36 ksi, dan kekerasanya 135, 73 HB, masih dibawah srandar minimum CFSM (knat Iarik 70 1:59. Hal ini dikarenakan pada komposisi ini dyurrzpaifaksi volume inklusi yang rertinggi (4 %)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S41317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Havid Aqoma Khoiruddin
"Proses Investment Casting telah berkembang pesat di Indonesia. Salah satu produk investment casting adalah turbin radial inflow. Namun bahan baku dalam proses investment casting ini di Indonesia masih banyak yang diimpor dari luar negeri sehingga biaya produksinya tergolong mahal. Padahal di Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah untuk digunakan sebagai bahan alternatif untuk membuat material cetakan keramik investment casting, contohnya adalah pasir silika. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pasir silika lokal sebagai stucco dalam cetakan keramik sehingga dapat menekan biaya produksi investment casting yang mahal. Penambahan dan variasi jumlah serat nilon dalam cetakan keramik juga dilakukan untuk menambah kekuatan cetakan keramik ketika dewaxing agar tidak retak dan menambah permeabilitas setelah dilakukan pembakaran. Karakterisasi material pada keramik adalah uji bending, edge test dan densitas porositas yang dibandingkan dengan cetakan keramik yang berbahan dasar mullite import. Pada hasil pengecoran dilakukan pengujian kekerasan, pemeriksaan struktur mikro dan cacat cor dengan mikroskop optik dan SEM. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan cetakan keramik yang baik, murah dengan ketersediaan tinggi yang dapat dimanfaatkan pada industri investment casting di indonesia. Riset ini juga diharapkan menghasilkan turbin aluminium dengan kinerja tinggi.

Investment Casting has been growing rapidly in Indonesia. One of investment casting products is radial inflow turbine blades. But the raw material in investment casting process in Indonesia is still from abroad, so production’s cost are expensive. In Indonesia, there are abundant natural resources to be used as an alternative material for making investment casting’s ceramic mold material, for example is local silica sand can be used to replace mullite as stucco. This study’s aims is development local silica sand as stucco in ceramic molds that can reduce the production cost of investment casting process. Additions and variations of the amount of nylon fiber in ceramic mold is also increase the strength of the ceramic mold when dewaxing and increase the permeability after pembakaran. Characterization of the ceramic material is bending test, edge test, and porosity tests that will be compared with the ceramic mold mullite-based. On the results of casting trial, will be tested by hardness testing, inspection and defect microstructure with optical microscopy and SEM. This research is expected to produce cheap ceramic molds with high availability. Research is also expected to produce aluminum turbine blades with high performance turbine."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44444
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Aqil Mustaqbal
"ABSTRAK
Pada penelitian ini, telah dilakukan proses SPD (Severe Plastic Deformation)
dengan teknik ECAP (Equal Channel Angular Pressing) bersudut 900 pada
material Cu-30%Zn. Proses ECAP dilakukan dengan memasukkan material pada
cetakan yang kemudian diberikan penekanan dengan menggunakan mesin
kompaksi hidrolik berkapasitas 40 Ton. Spesimen dilakukan proses ECAP
sebanyak 3 kali passing dengan rute Bc. Pengamatan mikrostruktur dilakukan
untuk mengetahui ukuran butir dan penghalusan butir. Dari hasil pengamatan
didapatkan bahwa ukuran butir akan menjadi semakin halus dengan semakin
banyaknya passing pada spesimen. Ukuran diameter rata-rata butir pada spesimen
pra-ECAP adalah 18 μm, ukuran diameter rata-rata butir pada spesimen ECAP
pass pertama, pass kedua, dan pass ketiga yaitu 12 μm, 8 μm¸dan 6 μm, secara
berurutan. Selanjutnya diuji kekerasan untuk mengetahui pengaruh proses ECAP
pada tiap lewatan. Nilai kekerasan rata-rata untuk spesimen pra-ECAP sebesar 73
HV. Pada pass pertama nilai kekerasan rata-rata sebesar 190 HV untuk
penampang membujur dan 194 HV untuk penampang melintang. Pada pass kedua
nilai kekerasan sebesar 220 HV untuk penampang membujur dan 213 HV untuk
penampang melintang. Sedangkan pada pass ketiga nilai kekerasan sebesar 234
HV untuk penampang membujur dan 235 HV untuk penampang melintang.

ABSTRACT
In this study, SPD (Severe Plastic Deformation) has been done by ECAP (Equal
Channel Angular Pressing) technique using 90° angle on the material Cu-30%Zn.
ECAP processing is performed by inserting material into dies, afterwards pressure
is given through 40 tons capacity hydraulic compaction machine. ECAP
specimens are processed 1 to 3 passing by Bc route. Microstructural observations
is performed to determine grain size and grain refining. From the observation, it is
found that the grain size will become more refined with increasing number of
passing on the specimen. Average grain size for specimen pra-ECAP is 18 μm.
Average grain size for specimen ECAP first pass, second pass, and third pass are
12 μm, 8 μm, and 6 μm, respectively. Furthermore, hardness is tested to obtain
the effect of ECAP processing trough passing. The average hardness values for
specimens pre-ECAP is 73 HV. On the first pass an average hardness value is 190
HV for longitudinal cross sections and 194 HV for transversal cross sections. On
the second pass an average hardness value is 220 HV for longitudinal cross
sections and 213 HV for transversal cross sections. While on the third pass an
average hardness value is 234 HV for longitudinal cross sections and 235 HV for
transversal cross sections."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42176
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Maharani Fadli
"Kecepatan pendinginan dalam perlakuan panas berperan penting dalam menghasilkan mikrostruktur yang memengaruhi sifat mekanis dari baja. Konduktivitas termal yang rendah dari fluida yang umumnya digunakan dalam quenching menyebabkan penurunan efisiensi dalam transfer panas. Salah satu pengembangan fluida media quenching untuk meningkatkan konduktivitas termal adalah melalui suspensi partikel padatan kecil dalam fluida. Pada penelitian ini, dilakukan pendinginan baja AISI 4140 menggunakan fluida dengan penambahan partikel hasil pengolahan PCB. Variasi konsentrasi dari partikel PCB, yaitu sebesar 0%, 0,3%, 0,5%, dan 0,7%. Partikel PCB akan didispersikan oleh Cocamidopropyl Betaine dengan variasi konsentrasi 0%, 3%, 5%, 7%. PCB disintesis melalui crushing dengan disc mill, leaching oleh HCl 1 M, pirolisis pada 500oC, dan planetary ball milling selama 20 jam. Untuk karakterisasi partikel PCB dilakukan pengujian PSA, XRF, dan XRD. Setelah milling, diketahui ukuran partikel menurun dari 704 nm menjadi 589,1 nm. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi partikel PCB dan CAPB, dilakukan pemanasan baja AISI 4140 hingga suhu di atas 900oC lalu didinginkan menggunakan fluida yang telah disintesis. Hasil yang diperoleh meliputi kurva pendinginan, data kekerasan, dan foto struktur mikro. Kenaikan kekerasan baja paling tinggi diperoleh pada fluida dengan konsentrasi partikel 0,3% dan 5% CAPB, yaitu sebesar 45,31 HRC dengan fasa martensite dan bainite.

Quenching plays an important role in producing microstructures that affect the mechanical properties of steel. The low thermal conductivity of fluids commonly used in quenching leads to decreased efficiency in heat transfer. One of the developments in quenching media fluids to improve thermal conductivity is through the suspension of small solid particles in the fluid. In this study, AISI 4140 steel was quenched using a fluid with the addition of PCB particles. The concentration variations of PCB particles are 0%, 0.3%, 0.5%, and 0.7%. PCB particles will be dispersed by Cocamidopropyl Betaine with concentration variations of 0%, 3%, 5%, 7%. PCB was synthesized through crushing with a disc mill, leaching by 1 M HCl, pyrolysis at 500oC, and planetary ball milling for 20 hours. To characterize the PCB particles, PSA, XRF, and XRD tests were conducted. After milling, the particle size decreased from 704 nm to 589.1 nm. To determine the effect of PCB and CAPB particle concentration, AISI 4140 steel was heated to temperatures above 900oC and then cooled using the synthesized fluid. The results obtained include cooling curves, hardness data, and microstructure photos. The highest increase in steel hardness was obtained in fluids with particle concentrations of 0.3% and 5% CAPB, which amounted to 45.31 HRC with martensite and bainite phase."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuke Ferdilia Prasiwi
"Die soldering merupakan masalah yang sering terjadi dalam proses Die Casting. Die soldering merupakan peristiwa penempelan aluminium cair dengan baja sebagai material cetakan yang mengakibatkan produk cor sulit dilepaskan dari cetakan. Untuk meminimalisasi die soldering, dilakukan perlakuan pada permukaan baja 8407 Supreme dan Dievar berupa nitridisasi dan shot peening. Pada penelitian ini, baja 8407 Supreme dan Dievar diberi dua variabel perlakuan permukaan, yaitu : shot peening dan nitriding-shot peening yang selanjutnya dilakukan pencelupan pada Aluminium ADC12 cair dengan tiga variabel waktu pencelupan, yaitu : 0,5; 5; 30 menit. Karakterisasi yang dilakukan adalah kekerasan makro, kekerasan mikro, pengamatan struktur mikro, identifikasi fasa dan senyawa intermetalik serta kehilangan berat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baja 8407 Supreme dan Dievar dengan perlakuan nitriding? shot peening memiliki kekerasan mikro dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan perlakuan shot peening saja. Pada baja 8407 Supreme ketebalan compact layer berkurang dari 19 μm menjadi 17 μm dan ketebalan broken layer berkurang dari 96 μm menjadi 80 μm. Pada baja Dievar ketebalan compact layer berkurang dari 38 μm menjadi 19 μm dan ketebalan broken layer berkurang dari 119 μm menjadi 45 μm. Hal ini mengindikasikan baja 8407 Supreme dan Dievar yang diberi perlakuan nitriding-shot peening memiliki ketahanan terhadap die soldering yang lebih baik dibandingkan dengan hanya dilakukan shot peening.

Die soldering is a problem happened in High Pressure Die Casting (HPDC). Die soldering is sticking phenomenon between molten aluminium with the surface of steel which makes cast product difficult to eject. In order to minimize die soldering, surface treatments such as shot peening and nitriding were done on the 8407 Supreme steel and Dievar steel. In this research, 8407 Supreme steel and Dievar steel were treated by two variables shot peening and nitriding-shot peening dipped into molten aluminum alloy ADC12 and with three variables of dipped times 0.5; 5; 30 minutes. Characterization included surface hardness, microstructure observation, identification of phase and intermetallic compund and weight loss.
The results of the investigation shown that 8407 Supreme steel and Dievar steel are treated by nitriding?shot peening have two times higher of hardness than are treated by shot peening. On 8407 Supreme steel the thickness of compact layer decreased from 19 μm to 17 μm and the thickness of broken layer also decreased from 96 μm to 80 μm. On Dievar steel the thickness of compact layer decreased from 38 μm to 19 μm and the thickness of broken layer also decreased from 119 μm to 45 μm. These results prove that 8407 Supreme steel and Dievar steel are treated by nitriding?shot peening have a better resistance to die soldering than are treated by shot peening.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
"Super Duplex Stainless Steel (SDSS) adalah material yang dibentuk oleh kombinasi unik fasa ferit (alfa) dan austenit (gamma) yang idealnya memiliki jumlah fraksi volum yang sama besar yang menawarkan kombinasi yang menarik dari sifat mekanik dan ketahanan korosi. Pengelasan TIG atau GTAW adalah jenis pengelasan yang paling umum digunakan dalam material DSS dan SDSS di berbagai industri. Pemanasan cepat dan siklus pendinginan yang terjadi dalam proses pengelasan dapat mengganggu keseimbangan fasa alfa / gamma.
Banyak penelitian telah dilakukan terkait dengan perubahan struktur mikro akibat adanya proses pengelasan dalam material SDSS yang berdampak pada sifat mekanik dan ketahanan korosi. Namun, studi dan referensi terkait dampak pengelasan berulang pada material SDSS masih sangat jarang. Padahal dalam praktiknya, karena sulitnya mendapatkan kualitas hasil lasan yang baik pada material SDSS, perbaikan pengelasan sering dilakukan.
Dalam penelitian ini, spesimen dievaluasi untuk mensimulasikan siklus pengelasan berulang yang terdiri dari lasan asli (OW), Perbaikan- 1 (R1), Perbaikan- 2 (R2) dan Perbaikan- 3 (R3). Perubahan struktur mikro diamati melalui mikroskop elektron optik, fasa intermetalik diperiksa dengan SEM- EDS. Sementara itu, ketahanan korosi sumuran diselidiki dengan menggunakan uji korosi gravimetri, uji polarisasi potensio- dinamik dan uji potensio- statik suhu sumuran kritis (CPT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa endapan nitrida, karbida dan oksida mulai muncul di area terpapar panas (HAZ) pada spesimen R- 2 dan R-m3. Berdasarkan uji korosi gravimetri, uji polarisasi potensio- dinamik dan uji potensio- statik CPT menunjukkan bahwa ketahanan korosi sumuran menurun dengan meningkatnya jumlah pengulangan atau proses perbaikan pengelasan. Penurunan ketahanan korosi secara signifikan mulai terjadi pada spesimen R- 2.

Super Duplex Stainless Steel (SDSS) is a material that is formed by a unique combination of ferrite and austenite microstructure that ideally has the same large volume fraction that offers an interesting combination of mechanical properties and corrosion resistance. TIG Welding or GTAW is the most common type of welding used in DSS and SDSS materials in various industries. Rapid heating and cooling cycles in the welding process can interfere with the alfa / gamma phase balance.
Many studies have been carried out related to changes in microstructure due to the welding process in SDSS materials which have an impact on mechanical properties and corrosion resistance. However, the studies and references in repeated welding cycles of SDSS materials are infrequently. In fact, because of the difficulty in obtaining quality welds of SDSS material, repaired welding is often carried out.
In this study, the specimens were evaluated to simulate repeated welding cycles consist of the original weld (OW), Repair- 1 (R1), Repair- 2 (R2) and Repair- 3 (R3). The microstructural evolutions were observed through optical electron microscope, intermetallic phases were examined by SEM EDS. Meanwhile, pitting corrosion resistance were investigated by means of gravimetric corrosion test, electrochemical potentio- dynamic polarization and potentio- static critical pitting temperature (CPT).
The result show that the nitride, carbides and oxide precipitates starts appear in R- 2 and R- 3 welding cycles heat- affected zone. Based on gravimetric corrosion test, potentiodynamic polarization test and CPT test show that the pitting corrosion resistance decreased significantly in repair 2 and repair 3 specimens. The more repetitions in the welding process will reduce pitting corrosion resistance. The significant reduction of corrosion resistance started in R-2 specimens.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T52609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>