Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17374 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Hery Fuad
"How do we reveal hidden structures within a complicated web of social interactions? How can we explain the complex nexus of relationships in a public space? In this paper, we offer a different perspective on urban structures by using a multi-layer perspective to understand the structure of space that emerges from the complex uses of spaces. We particularly benefit from the concept of nesting as the theoretical lens in our research. We use a popular urban leisure space in Jakarta as a case study: The Hotel Indonesia (HI) Roundabout during Car Free Day Sunday events. We reveal that within this particular event, there are nested smaller events. The nesting structure also demonstrates how events and activities overlap within a single setting. The nesting approach provides us with a chance to seek an alternative structure for urban spaces."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2018
UI-IJTECH 9:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alisa Delmafitri
"Ruang publik berkaitan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat perkotaan. Salah satu peran ruang publik yaitu membawa individu manusia keluar dari kehidupan privat ke kehidupan sosial. Provinsi DKI Jakarta, sejak tahun 2015, mulai membangun ruang-ruang publik melalui program Ruang Publik Terpadu Ramah Anak RPTRA. Pada tahun 2017, Pemerintah Provinsi Pemprov DKI Jakarta menargetkan adanya ruang publik terpadu ramah anak RPTRA di setiap Rukun Warga RW se-DKI Jakarta. Namun pada kenyataannya, tidak semua RPTRA dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat di sekitarnya. Perbedaan tersebut didasari oleh persepsi atau pandangan masyarakat terhadap RPTRA. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba melihat perbedaan persepsi masyarakat terhadap RPTRA berdasarkan karakteristik lokasi dan sosialnya.
Penelitian menggunakan studi kasus dimana RPTRA yang dipilih yaitu RPTRA Cililitan dan RPTRA Kenanga. Metode yang digunakan untuk mengukur persepsi masyarakat yaitu menggunakan kuesioner dengan skala likert. Hasilnya, perbedaan karakteristik lokasi dan sosial memengaruhi persepsi yang terbentuk. Perbedaan persepsi diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan ruang publik oleh masyarakat. Kesamaan dari kedua lokasi tersebut adalah pemanfaatan RPTRA sebagai tempat bermain bagi anak, tempat berolahraga, dan penghubung program pemerintah dengan masyarakat. Namun, RPTRA yang berada di wilayah homogen juga dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul masyarakat, sedangkan yang berada di wilayah heterogen juga dimanfaatkan untuk tempat beristirahat.

Public spaces are related to the daily life of urban society. One of the roles of public space is to bring people out of their private lives to their social ones. DKI Jakarta, starting in 2015, began building public spaces through a program which called Ruang Publik Terpadu Ramah Anak RPTRA. In the 2017, government of DKI Jakarta made a target to build RPTRA in every neighborhood community which called Rukun Warga RW. However, up to now, not all RPTRA are utilized by the society. The difference is based on the perception of society toward RPTRA. Therefore, this research is trying to see the differences in public perception towards RPTRA based on the characteristics of the location and the social aspect.
The selected RPTRA in this research are RPTRA Cililitan and RPTRA Kenanga. The methods used to measure public perception is by a questionnaire with the Likert scale. As a result, the difference in characteristic of the location and social influence perception formed. The difference in perception affects the utilization differences affecting public space by the community. The similarity of both locations is the utilization of RPTRA as a playing area for children and political stage. However, RPTRA in the homogenous area also utilized as a gathering place, while in the heterogeneous also utilized as a place to rest.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Fitrisari
"Ruang kota adalah ruang yang tersusun dari batas-batas antarbangunan dan segala elemen yang mengisi diantaranya, serta kegiatan yang terjadi di dalamnya. Pada sebuah Kota di negara berkembang yang selalu berubah keadaanya tiap tahun, tentu keadaan ruang kotanya juga berubah. Selain pembangunan gedung, perkembangan dalam transportasi juga merupakan salah satu faktor besar yang mempengaruhi perubahan ruang kota. Sejak abad ke-20 isu sustainability merupakan masalah yang sering menjadi perhatian masyarakat untuk mendukung keberlanjutan generasi kita di masa depan. Konsep sustainability ini mulai diterapkan di berbagai aspek dalam kehidupan, termasuk transportasi. Berbeda dengan sistem transportasi lain, transportasi berkelanjutan tidak hanya diwujudkan untuk memecahkan masalah mobilisasi saja namun juga untuk menjaga keberlangsungan lingkungan, ekonomi, dan sosial sebuah kota agar tidak memberikan dampak buruk kedepannya. Rangkaian dari transportasi dan fasilitas pendukungnya ini akan menimbulkan pola pergerakan dan aktivitas baru dalam kota, yang tentunya dapat berpengaruh pada ruang sebuah kota. Begitu juga yang terjadi di Jakarta. Dengan maraknya isu kemacetan dan polusi udara di Jakarta, sejak masa pemerintahan Sutiyoso telah dilakukan percobaan untuk menerapkan transportasi berkelanjutan, salah satunya dengan menggunakan desain transportasi PTM (Pola Trasnsportasi Makro) yang terdiri dari Busway, MRT, dan LRT, serta penataan jalur pejalan kaki di sekitarnya yang membentuk sebuah sistem sustainable movement di Jakarta. Karya tulis ilmiah ini akan membahas bagaimana sustainable movement berada di dalam ruang kota, khususnya di Jakarta.

Urban space is a space that consists of many boundaries between buildings, the elements that occupy it, and the activity that happens in it. The urban space condition of a city always changes as times goes by, especially in a developing country. Beside a building construction that happens in a city, the transportation development in a city is also a big factor that affects the condition of an urban space. Since the 20th century, the issue of sustainability has become the focus of discussion around the world to maintain the continuation of our future generation. Since then, the concept of sustainability has been applied in many aspects in the world, such as transportation. The sustainable transportation not only solves the mobilization problem, but can also help us maintain th state of our environment, economic, and social condition for our future generation. So it needs different facilities than a normal transportation. The sequence between these facilities and their sustainable transportations can create a different, more sustainable movement and activities pattern in a city. This different in transportation, facilities, and the activities happens in there is the cause of urban space change in a city. This thing also happens in Jakarta. Because of the issue of traffic jam and air pollution, since the government of Sutiyoso there are many attempt to apply the concept of sustainability in Jakartas transportation, such as the application of PTM (Pola Transportasi Makro) transportation design that consist of Busway, MRT, LRT, and pedestrian approach that creates a sustainable movement in Jakarta. This scientific paper will discuss the sustainable movement and how it exist in urban space, especially in Jakarta. "
Depok: 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arrizqy Nadya Khairunissa Yulianto
"Pusat perbelanjaan mal kini sudah menjadi lebih dari sekadar tempat berbelanja, melainkan juga menjadi sebuah ruang publik. Mal sebagai ruang publik berperan menjadi tempat untuk berkumpul dan beraktivitas tanpa memandang latar belakang pengunjungnya. DKI Jakarta dikenal sebagai provinsi yang memiliki pusat perbelanjaan kedua terbanyak di Indonesia, khususnya Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Berdasarkan Kementerian Perdagangan Repubik Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang pesat di Jakarta mendorong perkembangan sektor ritel, terutama dalam sektor pusat perbelanjaan mal. Dengan adanya perkembangan tersebut, hal ini juga berdampak pada semakin tingginya tingkat persaingan antar mal. Di sisi lain, Generasi Z menjadi mayoritas pengunjung di pusat perbelanjaan mal dan diperkirakan akan terus meningkat, sebagaimana menurut BPS lebih dari 20% dari penduduk Jakarta didominasi oleh Generasi Z. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara daya tarik mal-mal di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat dan persepsi pengunjung Generasi Z yang kemudian membentuk aktivitas yang dilakukan. Adapun daya tarik mal sebagai ruang publik dalam penelitian ini dilihat dengan pendekatan placemaking menurut Project for Public Spaces. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dengan pendekatan spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan daya tarik mal akan mendorong pengunjung Generasi Z untuk memiliki kecenderungan persepsi dan aktivitas tertentu. Mal daya tarik tinggi dan mal daya tarik sedang memiliki kesesuaian persepsi lebih tinggi dibandingkan dengan mal daya tarik rendah sebagaimana hal ini ditunjukkan dengan penggunaan aktivitas lebih tinggi yang diiringi oleh tingkat persepsi lebih memenuhi bagi pengunjung Generasi Z.

Shopping malls have now become more than just places for shopping; they have evolved into public spaces. Malls, as public spaces, serve as gathering spots and activity hubs regardless of the visitors' backgrounds. DKI Jakarta is known as a province with the second-highest number of shopping centers in Indonesia, particularly in South Jakarta and Central Jakarta. According to the Ministry of Trade of the Republic of Indonesia, rapid economic growth in Jakarta has propelled the development of the retail sector, especially in the mall sector. With this growth, there is a consequent increase in competition among malls. On the other hand, Generation Z constitutes the majority of visitors to shopping malls and is expected to continue growing. According to BPS, more than 20% of Jakarta's population is dominated by Generation Z. This research aims to analyze the relationship between the attractiveness of malls in South Jakarta and Central Jakarta and the perceptions of Generation Z visitors, which then shape their activities. The attractiveness of malls as public spaces in this study is viewed through the placemaking approach by Project for Public Spaces. The method used is quantitative descriptive analysis with a spatial approach. The research results indicate that the differences in mall attractiveness will influence Generation Z visitors to have tendencies in specific perceptions and activities. Shopping malls with high and moderate attractiveness have a higher alignment of perception compared to malls with low attractiveness, as indicated by a greater engagement in activities accompanied by a higher level of satisfaction for Generation Z visitors."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherley Ika Christanti
"Kampung Pelangi adalah salah satu dari trend mendandani kampung di tengah kota untuk dipamerkan sekaligus meningkatkan taraf hidup dan membantu masyarakat mengembangkan potensi pada kampung tersebut. Bagian ruang publik dari Kampung di cat warna warni untuk mengundang wisatawan datang dan berfoto disana, menyebabkan kampung kota menjadi suatu objek tontonan (spectacle) bagi kalayak umum. Spectacle berarti situasi unik, menarik atau tidak biasa yang menarik perhatian banyak orang. Di dalam spectacle tercipta dua realitas dalam ruang/chora, yang dipertontonkan, dan realitas yang ingin disembunyikan dibaliknya. Aktor warga kampung dan pemerintah berlaga di dalam setting warna-warni kampung dan khalayak umum memberikan nilai terhadap spectacle melalui media. Riset ini mendiskusikan sejauh mana makna spectacle yang di ciptakan pada renovasi Kampung Pelangi di Semarang. Metode penelitian didapatkan dengan mengkonstruksikan pemahaman mengenai spectacle dan proses pembentukan ruang/chora, kemudian mencari makna dari ruang-ruang yang diciptakan melalui image yang tersebar di media maupun yang didapatkan ketika penelitian di tempat. Makna yang muncul dari image Kampung Pelangi, hanya sekedar kosmetik di luar saja sehingga chora yang tercipta tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini menyebabkan spectacle Kampung Pelangi hanya bertahan selama beberapa tahun saja setelah aktor pemerintah dan media menarik diri.

Kampung Pelangi is one of the trends of dressing up a village in the middle of the city to be exhibited while improving living standards and helping people develop the potential of the village. Part of the public space of the village is painted in colorful colors to invite tourists to come and take pictures there, causing the urban village to become a spectacle object for the general public. A spectacle means a unique, interesting, or unusual situation that attracts the attention of many people. In the spectacle, there are two realities in space/chora, which are displayed, and the reality that you want to hide behind them. Villagers and government actors competed in colorful village settings and the general public gave value to the spectacle through the media. This research discusses the extent to which the meaning of the spectacle was created in the renovation of Kampung Pelangi in Semarang. The research method is obtained by constructing an understanding of the spectacle and the process of forming space/chora, then looking for meaning from the spaces created through images spread in the media or those obtained during on-site research. The meaning that emerges from the image of Kampung Pelangi is only cosmetic on the outside so the chora that is created is not in harmony with the needs of the community. This caused the Kampung Pelangi spectacle to only last for a few years after the government and media actors withdrew."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Padantya Ramadhani Devaputri
"Skripsi ini membahas pemaknaan masyarakat kota terhadap ruang kampung kota melalui penciptaan teritori dalam aktivitas sosial unit lokal. Penulisan menginvestigasi konstruksi sosial teritori yang terjadi pada lingkup sosial ekonomi dengan meninjau dari hubungan antara mediator teritorial yang terlibat serta aspek konstruksi teritori sosial didalamnya. Mekanisme dan hirarki masyarakat yang membentuk peristiwa sosial kampung kota teraplikasikan melalui satuan hubungan elemen penyusun dalam konteks yang mewadahinya. Pembahasan ini mengambil studi kasus aktivitas berjualan berskala kecil pada ruang jalan Cempaka Baru Timur dengan pengambilan data kualitatif dan meninjau teritorialitas secara makro terhadap ruang kot, dan terhadap lapak berjualan itu sendiri. Hasil pembahasan ini menyarankan bahwa ruang publik kampung rapat dirancang untuk kemungkinan fluiditas teritorialitas masyarakat kampung sebagai celah dari beragamnya pemaknaan ruang kota. Teritorialisasi juga perlu dilihat sebagai cara masyarakat kampung kota menghuni ruang kota dalam segala dinamikanya sebagai bukti kependudukan.

This thesis discusses how Kampung urban society seeks meaning towards the urban village space through the creation of territories in local social units’ activities. The writing investigates the social-territory construction that occurs in the socio-economic sphere by reviewing the relationship between the territorial mediators involved and the aspects of the social territorial construction. Mechanisms and hierarchy of society that make up greater urban kampung social events are applied through a relational unit of elemental relations in the context that accommodates them. This discussion takes cases of activities exhibited in Jalan Cempaka Baru Timur by collecting qualitative data and reviewing the territoriality at a macro level towards the city space, and to the sales stall itself. The results of this discussion suggest that the Kampung public space is designed for the possibility of territorial fluidity of the village community as a gap from different meanings of urban space. Territorialization also needs to be seen as a way for urban village communities to inhabit urban space in all its dynamics as living-proofs of civilization."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Gina Fawziyah
"Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, terutama karena masifnya pembangunan di perkotaan. Ruang Terbuka Hijau dapat memberikan manfaat untuk manusia melalui pepohonan yang ditanam di RTH tersebut. Pohon dengan karakteristik yang sesuai dapat menyediakan fungsi ekologis yang lebih optimal. Tujuan penelitian ini adalah menginventarisasi jenis pohon yang terdapat di tiga jenis RTH di Kecamatan Beji (tepi jalan, taman, dan pemukiman warga), membandingkan keanekaragaman jenis pohon yang terdapat di masing-masing RTH, serta menganalisis pohon sebagai penyedia fungsi ekologis berdasarkan karakter morfologisnya. Parameter lingkungan berupa suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan pH di tiga jenis RTH diukur. Pepohonan di tiga jenis RTH tersebut diamati dan dicatat karakter morfologisnya. Selanjutnya dilakukan analisis keanekaragaman dengan Indeks Shannon-Wiener (H’) dan analisis fungsi ekologis sesuai dengan kriteria lima fungsi ekologis, yaitu modifikasi suhu sebagai penaung, kontrol kelembaban udara, peredam kebisingan, penahan angin, serta penghadir satwa (burung). Ditemukan 235 sampel yang terdiri dari 40 spesies dan 22 famili, dengan spesies yang paling banyak ditemukan di ketiga rute RTH, yaitu Swietenia macrophylla, Tectona grandis, dan Nephelium lappaceum. Diperoleh indeks Shannon-Wiener tertinggi hingga terendah berturut-turut pada rute pemukiman warga dengan nilai 2,72 (keanekaragaman sedang), tepi jalan dengan nilai 2,32 (keanekaragaman sedang), dan taman dengan nilai 1,49 (keanekaragaman rendah). Dilakukan analisis fungsi ekologis pepohonan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Secara keseluruhan, diperoleh rerata nilai Key Performance Index (KPI) lima fungsi ekologis dari yang tertinggi hingga terendah yaitu tepi jalan dengan nilai 64,17%, pemukiman warga dengan nilai 61,16%, dan terakhir taman dengan nilai 59,15%. Seluruh nilai masuk ke dalam kategori Baik. Selain itu, penilaian fungsi ekologis untuk seluruh spesies pohon dilakukan secara representatif dengan spesies pohon yang jumlahnya paling banyak di tiga rute dan dua spesies yang memiliki nilai KPI terendah. Diperoleh hasil rerata nilai KPI 62,23% untuk S. macrophylla, 60,14% untuk T. grandis, 65,52% untuk N. lappaceum sebagai spesies dengan jumlah terbanyak. Selain itu, diperoleh pula nilai rerata KPI 52,22% untuk Syzygium myrtifolium dan 51,11% untuk Stereospermum tetragonum sebagai dua spesies dengan rerata KPI terendah. Seluruh KPI tergolong ke dalam kategori Baik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pepohonan di ketiga Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kecamatan Beji, Kota Depok, sebagai penyedia lima fungsi ekologis tergolong Baik serta memiliki karakteristik yang cukup sesuai dengan regulasi dan literatur terkait.

Urban Green Space (RTH) is a public need that must be met, especially due to the massive development in the cities. Urban green space can provide benefits to humans through the trees planted in the RTH. Trees with the appropriate characteristics can provide an optimal ecological function, and the evaluation is yet to be done. This study aimed to recird the tree species found in three types of RTH in Beji District (roadside, park, and residential areas), compare the diversity of each RTH, and analyze the trees as providers of ecological functions based on their morphological characteristics. Environmental parameters such as temperature, humidity, light intensity, and pH in three types of RTH space were measured. The trees in the three types of RTH were observed and their morphological characters were recorded. Furthermore, an analysis of diversity was carried out with the Shannon-Wiener Index (H') and an analysis of ecological functions according to the criteria of five ecological functions, namely temperature modification as a shade tree, humidity control, noise reduction, windbreak, and presence of animals (birds). There were 235 samples consisting of 40 species and 22 families, with the most abundant species found in the three routes are Swietenia macrophylla, Tectona grandis, and Nephelium lappaceum. The H’ index from the highest to the lowest was obtained on residential routes with a value of 2.72 (medium diversity), roadside with 2.32 (medium diversity), and parks with 1.49 (low diversity). Analysis of the ecological function of trees was carried out based on predetermined criteria. Overall, the average value of the Key Performance Index (KPI) for the five ecological functions from the highest to the lowest was obtained, namely roadsides with a value of 64.17%, residential areas with 61.16%, and parks with 59.15%. All scores fall into the Good category. In addition, the assessment of ecological function for all tree species was carried out in a representative manner with the species with the highest number in the three routes and two species with the lowest KPI. The results obtained an average KPI value of 62.23% for S. macrophylla, 60.14% for T. grandis, 65.52% for N. lappaceum as the species with the highest number. In addition, an average KPI value of 52.22% was also obtained for Syzygium myrtifolium and 51.11% for Stereospermum tetragonum as the two species with the lowest average KPI. All KPIs fall into the Good category. These results indicate that the ability of trees in three Urban Green Spaces (RTH) in Beji District, Depok City, to provide five ecological functions is classified as Good and has sufficient characteristics according to regulations and related literature."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Candra Junior
"Alun-alun Kota Serang merupakan ruang publik yang dibangun pada tahun 1828 oleh Belanda. Sebagai warisan benda budaya, pemanfaatan ruang publik ini diatur agar sesuai dengan kondisinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran Pemerintah Daerah Kota Serang dalam mengatur pemanfaatan ruang Alun-alun Kota Serang dan pengaruhnya terhadap pemanfaatan ruang. Hal ini diidentifikasi melalui interaksi tiga elemen spasial yaitu representasi ruang (conceived space), praktik spasial (perceived space), dan ruang representasi (lived space) yang diwujudkan dalam bentuk perencanaan, penyelenggaraan, dan pemanfaatan ruang. Data penelitian ini dikumpulkan melalui metode observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Sedangkan analisis dilakukan dengan metode komparatif spatial antara rencana tata ruang pemanfaatan alun-alun, dengan persebaran aktivitas dan kepadatan pengguna di alun-alun. Selain itu juga dilakukan identifikasi interaksi antara tiga elemen spasial pembentuk aktivitas di alun-alun. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagai conceived space, terdapat dua ruang perencanaan. Pada area timur, perencanaan dilakukan dengan konsep modern dan berorientasi pada peningkatan ekonomi sehingga fasilitas dan atraksi yang tersedia lebih banyak dan bervariasi. Sedangkan pada area barat, perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah dilakukan dengan konsep kuno dan berorientasi untuk melestarikan bangunan-bangunan bersejarah yang tersebar di sekitar Alun-alun Kota Serang. Untuk mempertahankan fungsi warisan budaya di area barat, fasilitas dan atraksi disediakan secara terbatas. Dengan perbedaan pola ruang pemanfaatan tersebut, perceived space cenderung memusat di area timur. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan alun-alun sebagai warisan benda budaya yang dilakukan pemerintah berhasil mengatur pemanfaatan ruang. Alun-alun sebagai lived space tidak berdiri sendiri, namun menunjukkan keterkaitan dengan ruang di sekitarnya.

Serang Alun-alun is a public space built in 1828 by the Dutch. As a cultural heritage, the utilization of this public space is regulated according to its conditions. This study aims to identify the role of the Local Government of Serang City in regulating the spatial use of Serang Alun-alun and its influence on space utilization. This is identified through the interaction of three spatial elements, namely spatial representation (conceived space), spatial practices (perceived space), and representational space (lived space) which are embodied in the form of planning, organizing, and spatial utilization. The research data was collected through observation, interviews, and documentation studies. While the analysis was carried out using a spatial comparative method between the spatial plan for the use of the Alun-alun, with the distribution of activities and the density of users in the Alun-alun. In addition, the study was also carried out to identify interactions between the three spatial elements forming activities in the Alun-Alun. The results of the analysis show that as a conceived space, there are two planning spaces. In the eastern area, planning is carried out with a modern concept and is oriented towards improving the economy so that more and more varied facilities and attractions are available. Whereas in the western area, the planning carried out by the government with an ancient concept is oriented towards preserving historical buildings scattered around Serang Alun-alun. To maintain the function of cultural heritage in the West area, the government provided limited facilities and attractions. With the difference in the spatial utilization pattern, the perceived space tends to concentrate in the east. The conclusion of this study shows that the planning of the Alun-alun as a cultural heritage by the government has succeeded in regulating the use of space. Alun-alun as a lived space does not stand alone but shows a connection with the space around it."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Andara Siskania Alyani
"Sense of place rsquo; merupakan sebuah konsep mendasar dalam disiplin urban design. Pada tatanan praktis/professional, sense of place lebih banyak ditekankan pada aspek fisik sebuah ldquo;tempat rdquo;, yang merupakan atribut utama mereka. Akan tetapi, kajian akademis menyatakan bahwa sense of place merupakan konsep multidimensi yang melampaui hanya atribut fisik sebuah lokasi. Di sisi lain, inisiatif tactical urbanism yang sedang berkembang populer, merupakan sebuah gerakan dan alternatif yang muncul dari komunitas sebagai respon terhadap metode formal spasial perencanaan yang kaku dan cenderung mono-dimensi ke arah sistem perencanaan yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan keseharian pengguna. Dalam tactical urbanism, semua berfokus pada satu hal, yaitu: tindak an atau action. Di Indonesia, sense of place selain sebagai tujuan akhir perancangan formal, ia sebetulnya sangat erat dengan keseharian masyarakat Indonesia. Ruang kota dalam skala mikro pada keseharian masyarakat Indonesia, seperti street corner/pojokan jalan, hawkers spaces maupun negosisasi pemanfaatan ruang trotoar, yang dapat dikatakan sebagai aksi tactical urbanism, berperan besar dalam menciptakan sense of place suatu tempat. Skripsi ini berfokus kepada bagaimana secara khusus sebuah kawasan publik yang didesain dengan prinsip mono-dimensi fisik dalam penggunaan atau implementasinya berinteraksi dengan tindakan lsquo;tactical urbanism rsquo; para penggunanya, sehingga dapat tercipta sense of place yang berbeda.

Sense of place is a mandatory concept and aim within urban design. In the realm of formal city planning, sense of place is likely correlated with physical feature of a city. However, academic studies shows that sense of place is multidimensional, which involves factors that is beyond mere physical attributes. In the other hand, tactical urbanism as an emerging concept which describes intervention that is implemented in a city, is conceived as public's opportunistic response to formal spatial planning. Being associated as interventions throughout the city, one of tactical urbanism's main character is its bottom up nature which responds certain issues that lie behind the movement. Moreover, tactical urbanism focuses on action. In Indonesia, negotiation of micro scale spaces such as pedestrian, street corners, and hawker spaces can be considered as tactical urbanism action, as it defines the character of an area which eventually generates certain sense of place. The focus of this study is to investigate the creation of sense of place within a public realm that undergoes tactical urbanism initiation by interrogating whether the factors of tactical urbanism contribute to enhancement of a certain area's sense of place."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Zahra Ramadhini
"Kajian mengenai Urban Cool Island (UCI) dapat digunakan untuk merencanakan pembangunan ruang terbuka hijau secara efektif sehingga suatu perkotaan dapat meningkatkan kegiatan memonitor dinamika perubahan iklim dalam rangka membangun kota yang tangguh terhadap perubahan iklim mikro. Penelitian ini memanfaatkan penginderaan jauh untuk mengamati pembangunan di Kota Tangerang Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis distribusi spasial UCI dan berbagai indeks spektral (NDVI, NDBI, SAVI, dan MNDWI) pada lokasi wisata alam. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat 8 OLI/TIRS. Citra didapatlan dan diolah menggunakan Arcgis Pro dan divalidasi menggunakan data lapangan. Pengolahan UCI dilakukan dengan perhitungan ambang batas atau threshold. Seluas 2.375 hektar mengalami fenomena UCI dan seluruh lokasi wisata alam termasuk ke dalam UCI. Analisis regresi digunakan untuk melihat pengaruh SAVI, NDBI, dan MNDWI terhadap fenomena UCI pada lokasi wisata alam. Ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh terhadap fenomena UCI yang terjadi di lokasi wisata alam sebesar 49,6% dan sisanya dipengaruhi variabel lain. Korelasi yang terbentuk antara SAVI dan MNDWI merupakan korelasi negatif yang cukup kuat.

The study of Urban Cool Island (UCI) can be used to effectively plan the development of green open space so that a city can increase activities to monitor climate change dynamics in order to build a city that is resilient to microclimate change. This research utilizes remote sensing to observe development in South Tangerang City. The purpose of this study is to analyze the spatial distribution of UCI and various spectral indices (NDVI, NDBI, SAVI, and MNDWI) at natural tourism sites. The data used in this study are Landsat 8 OLI/TIRS images. Images were obtained and processed using Arcgis Pro and validated using field data. UCI processing is done by calculating the threshold. An area of 2.375 hectares experienced the UCI phenomenon and all natural tourism sites were included in the UCI. Regression analysis was used to see the influence of SAVI, NDBI, and MNDWI on the UCI phenomenon at natural tourism sites. The three variables influence the UCI phenomenon that occurs in natural tourism sites by 49,6% and the rest is influenced by other variables. The correlation formed between SAVI and MNDWI is a fairly strong negative correlation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>