Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176350 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafa Safira
"Pandemi Covid-19 berdampak pada tingginya permintaan pelayanan kesehatan dan menempatkan pegawai rumah sakit pada kondisi yang penuh tekanan. Kondisi tersebut diduga memiliki dampak jangka panjang hingga masa transisi pandemi Covid-19. Akibatnya, tuntutan kerja pegawai rumah sakit menjadi meningkat, khususnya tuntutan kerja emosional sehingga rentan untuk menurunkan kesejahteraan psikologisnya. Agar kesejahteraan psikologis pegawai tetap terjaga, diperlukan sumber daya pribadi berupa modal psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis, serta hubungan modal psikologis dan kesejahteraan psikologis. Penelitian ini dilakukan pada 184 partisipan yang merupakan pegawai rumah sakit berusia 18 hingga 55 tahun dengan masa kerja selama minimal satu tahun dan melibatkan interaksi langsung dengan pasien atau pelanggan dalam pekerjaannya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan desain cross sectional study. Alat ukur yang digunakan adalah Psychological Well-Being Scale (PWBS), bagian dari Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), dan Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12). Hasil uji Pearson’s Correlation menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis (r = -0,27, p < 0,05). Sebaliknya, ditemukan hubungan positif yang signifikan antara modal psikologis dan kesejahteraan psikologis (r = 0,73, p < 0,05). Dengan demikian, pegawai dengan tingkat modal psikologis tinggi dapat tetap sejahtera walau mengalami tuntutan kerja emosional dalam pekerjaannya.

The Covid-19 pandemic has resulted in a high demand for health services and has put hospital workers under stressful conditions. This situation is expected to have a prolonged effect in the current transition of the Covid-19 pandemic. As a result, the job demands of hospital workers have increased, especially emotional job demands which are prone to reducing their psychological well-being. Therefore, hospital workers need to have psychological capital as a personal resource to maintain their psychological well-being. This research aims to examine the relationship between emotional job demands and psychological well-being, and also the relationship between psychological capital and psychological well-being. This research was conducted on 184 hospital workers aged 18 to 55 years old who had at least one year of working experience and involved direct interaction with patients or customers within their work. This study used a quantitative method with a correlational cross-sectional study design. The Psychological Well-Being Scale (PWBS), part of the Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), and the Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12) were used as measurement instruments. Pearson's Correlation test showed a significant negative relationship between emotional job demands and psychological well-being (r = -0,27, p<0,05). In contrast, a significant positive relationship was found between psychological capital and psychological well-being (r = 0,73, p<0,05). Thus, hospital workers with high levels of psychological capital can remain prosperous even in emotionally demanding work environments."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Safira
"Pandemi Covid-19 berdampak pada tingginya permintaan pelayanan kesehatan dan menempatkan pegawai rumah sakit pada kondisi yang penuh tekanan. Kondisi tersebut diduga memiliki dampak jangka panjang hingga masa transisi pandemi Covid-19. Akibatnya, tuntutan kerja pegawai rumah sakit menjadi meningkat, khususnya tuntutan kerja emosional sehingga rentan untuk menurunkan kesejahteraan psikologisnya. Agar kesejahteraan psikologis pegawai tetap terjaga, diperlukan sumber daya pribadi berupa modal psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis, serta hubungan modal psikologis dan kesejahteraan psikologis. Penelitian ini dilakukan pada 184 partisipan yang merupakan pegawai rumah sakit berusia 18 hingga 55 tahun dengan masa kerja selama minimal satu tahun dan melibatkan interaksi langsung dengan pasien atau pelanggan dalam pekerjaannya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan desain cross sectional study. Alat ukur yang digunakan adalah Psychological Well-Being Scale (PWBS), bagian dari Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), dan Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12). Hasil uji Pearson’s Correlation menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis (r = -0,27, p < 0,05). Sebaliknya, ditemukan hubungan positif yang signifikan antara modal psikologis dan kesejahteraan psikologis (r = 0,73, p < 0,05). Dengan demikian, pegawai dengan tingkat modal psikologis tinggi dapat tetap sejahtera walau mengalami tuntutan kerja emosional dalam pekerjaannya.

The Covid-19 pandemic has resulted in a high demand for health services and has put hospital workers under stressful conditions. This situation is expected to have a prolonged effect in the current transition of the Covid-19 pandemic. As a result, the job demands of hospital workers have increased, especially emotional job demands which are prone to reducing their psychological well-being. Therefore, hospital workers need to have psychological capital as a personal resource to maintain their psychological well-being. This research aims to examine the relationship between emotional job demands and psychological well-being, and also the relationship between psychological capital and psychological well-being. This research was conducted on 184 hospital workers aged 18 to 55 years old who had at least one year of working experience and involved direct interaction with patients or customers within their work. This study used a quantitative method with a correlational cross-sectional study design. The Psychological Well-Being Scale (PWBS), part of the Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), and the Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12) were used as measurement instruments. Pearson's Correlation test showed a significant negative relationship between emotional job demands and psychological well-being (r = -0,27, p<0,05). In contrast, a significant positive relationship was found between psychological capital and psychological well-being (r = 0,73, p<0,05). Thus, hospital workers with high levels of psychological capital can remain prosperous even in emotionally demanding work environments."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Ribka Uli Feodora
"Pada masa pandemi Covid-19, kurir diduga rentan mengalami burnout. Berdasarkan teori Job Demands-Resources (JD-R), burnout disebabkan oleh berbagai macam tuntutan kerja, salah satunya tuntutan kerja emosional. Sebaliknya, modal psikologis dapat menurunkan tingkat burnout. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tuntutan kerja emosional dan burnout, serta hubungan antara modal psikologis dan burnout pada kurir. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan tipe korelasional. Pengambilan data dilakukan dengan metode convenience sampling pada 251 partisipan kurir yang memiliki rentang usia 18-55 tahun dengan kriteria waktu bekerja minimal satu tahun dan pernah melayani pelanggan dengan sistem COD. Adapun, alat ukur yang digunakan bagian IQWiQ untuk mengukur burnout, bagian COPSOQ-II untuk mengukur tuntutan kerja emosional, dan PCQ-12 untuk mengukur modal psikologis. Hasil analisis Pearson’s Correlation menunjukkan bahwa tuntutan kerja emosional memiliki hubungan positif yang signifikan dengan burnout r(251) = 0.48, p< 0.05. Selain itu, ditemukan pula bahwa modal psikologis memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan burnout r(251) = -0.43, p< 0.05. Dengan demikian, temuan ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi perusahaan jasa pengiriman untuk memberikan coaching dan dukungan sosial serta membantu kurir untuk mengembangkan modal psikologisnya secara mandiri.

During the Covid-19 pandemic, couriers were presumed to be susceptible to burnout. According to the Job Demands-Resources (JD-R) theory, burnout is caused by various job demands, including emotional job demands. In contrast, psychological capital can reduce burnout levels. This study aims to examine the relationship between emotional job demands and burnout, as well as the relationship between psychological capital and burnout among couriers. This research was quantitative research with a correlational design. The convenience sampling method was used to collect data from 251 couriers as participants aged 18 to 55, with experience servicing clients using the COD system and working for at least a year. Meanwhile, the measurement tools used were part of IQWiQ to measure burnout, part of the COPSOQ-II to measure emotional job demands, and PCQ- 12 to measure psychological capital. Pearson's Correlation analysis results showed that emotional job demands have a significant positive relationship with burnout r(251) = 0.48, p< 0.05. On the other hand, a significant negative relationship was discovered between psychological capital and burnout r(251) = -0.43, p< 0.05. Thus, these findings are expected to be used as evaluation materials for delivery companies to provide coaching and social support and help couriers develop psychological capital independently."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdau Siroj Amrulloh
"Penelitian ini membahas hubungan antara spiritualitas di tempat kerja dengan berbagai bentuk kesejahteraan karyawan dalam aspek kesehatan mental yaitu kesejahteraan emosional, sosial, psikologis, dan spiritual. Teknik pengumpulan datanya menggunakan desain survei, lalu dilakukan uji regresi menggunakan SPSS 20 untuk mengetahui hubungannya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 202 responden yang telah bekerja di Jakarta selama minimal 1 tahun dari berbagai latar belakang industri, instansi, jabatan, pengalaman kerja dan status kerja.
Temuan dalam penelitian ini adalah keempat bentuk kesejahteraan karyawan emosional, sosial, psikologis, dan spiritual memiliki hubungan yang positif terhadap spiritualitas di tempat kerja. Implikasi dari hasil penelitian ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan dalam hal sumber daya manusia, bahwa spiritualitas di tempat kerja dapat menjadi sebuah anteseden bagi kesejahteraan karyawan khususnya dalam aspek kesejahteraan emosional, sosial, psikologis, dan spiritual.

This undergraduate thesis discusses the relationship between workplace spirituality and various forms of employee well being in the mental health aspects of emotional, social, psychological, and spiritual. Data collection techniques is used survey design, then tested the relationship using SPSS 20. The sample used in this study amounted to 202 respondents who have worked in Jakarta for at least 1 year from various industry background, agency, position, work experience and work status.
The findings in this study are the four of employee well being namely, emotional, social, psychological, and spiritual has a positive relationship with workplace spirituality. The implications of the results of this study can be useful to the science that workplace spirituality can be an antecedent to the employee well being, especially in aspects of emotional, social, psychological, and spiritual well being.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S67111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Puji Rahayu
"Penelitian ini ingin melihat peran obsessive passion sebagai mediator hubungan antara tuntutan pekerjaan dan kesejahteraan psikologis di tempat kerja pada karyawan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner self-report. Partisipan penelitian berjumlah 217 karyawan bank BUMN dengan karakteristik minimal bekerja 1 tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Dalam penelitian menggunakan instrumen penelitian diantaranya Kesejahteraan Psikologis di Tempat Kerja 2012 untuk mengukur kesejahteraan psikologis di tempat kerja, Questionnaire on The Experience and Evaluation of the Work Scale dan Technology Acceptance Model 2017 untuk mengukur tuntutan pekerjaan, selain itu digunakan instrumen Passion Scale 2003 untuk mengukur obsessive passion.
Untuk menguji hipotesis menggunakan teknik analisis Process Macro for SPSS yang dikembangkan oleh Hayes. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tuntutan pekerjaan tidak secara signifikan memiliki hubungan dengan kesejahteraan psikologis di tempat kerja b = - .044, p> .05 , dan tuntutan pekerjaan berpengaruh secara negatif pada obsessive passion b= - 1.96, p< .05 . Selain itu, obsessive passion berpengaruh secara negatif dengan kesejahteraan psikologis di tempat kerja b= - .192, p< .01 . Penelitian ini juga menemukan peran obsessive passion memediasi hubungan antara tuntutan pekerjaan dan kesejahteraan psikologis di tempat kerja b= - .082, p> .05.

This research was conducted to find the role of obsessive passion as a mediator in the relationship between job demands and psychological well being at work. Data collection was done by using self report questionnaires. Research participants were 217 state owned enterprises bank employees with a minimum requirement of a year working experience in that respective workplace. The method of data collection was accidental sampling. Research instruments, namely Psychological Well Being at Work 2012 was used to measure psychological well being at work, Questionnaire on The Experience and Evaluation of the Work and Technology Acceptance Model 2017 to measure job demands, as well as Passion Scale 2003 to measure obsessive passion.
Hypothesis was tested and analyzed using Process Macro for SPSS which was developed by Hayes. The result shows that job demands are not significantly related to psychological well being at wok b .044, p 0.05 , and job demands negatively affect the obsessive passion b 1.96, p .05.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geulis Nabila Azkarini
"Kondisi pandemi COVID-19 hingga masa peralihan saat ini berdampak pada seluruh sektor industri di Indonesia, salah satunya jasa keuangan non-bank...

The COVID-19 pandemic to the current post-pandemic transitional period has impacted all industrial sectors in Indonesia, including non-bank financial services..."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Like Hartati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kreasi kerja (job crafting) dengan kesejahteraan karyawan (employee well-being) melalui peran mediasi modal psikologis (psychological capital). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional study. Partisipan penelitian ini adalah 332 karyawan swasta dan publik berusia 24-50 tahun yang bekerja di Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner daring dan dianalisis menggunakan analisis mediasi sederhana dengan program Macro Process Hayess model 4. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal psikologis memiliki peran mediasi dalam hubungan antara kreasi kerja dengan kesejahteraan karyawan (b = 0.37, 95% CI [0.30 – 0.45]). Implikasi dari penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh organisasi dalam mengembangkan berbagai program dan pelatihan, terutama dalam peningkatan keterampilan kreasi kerja dan modal psikologis karyawan.

This study aims to determine the relationship between job creation (job crafting) and employee well-being through the mediating role of psychological capital (psychological capital). This research is a quantitative study with a cross-sectional study design. The participants of this study were 332 private and public employees aged 24-50 years who worked in Indonesia. The sampling technique used is accidental sampling. Data was collected using an online questionnaire and analyzed using simple mediation analysis with the Macro Process Hayess model 4. The results of this study indicate that psychological capital has a mediating role in the relationship between job creation and employee welfare (b = 0.37, 95% CI [0.30 – 0.45]). The implications of this research can be utilized by organizations in developing various programs and training, especially in improving work creation skills and employee psychological capital."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adlina Hardhati Prameswari
"Salah satu kecenderungan generasi Z yang mulai memasuki dunia kerja adalah job-hopping, yaitu berpindah perusahaan dalam waktu singkat, yang dapat dijelaskan oleh rendahnya komitmen organisasi. Beberapa penelitian sebelumnya menemukan adanya hubungan positif antara komitmen organisasi dengan modal psikologis dan kreasi kerja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara ketiga variabel tersebut serta mengeksplorasi peran kreasi kerja sebagai mediator dalam hubungan antara modal psikologis dan komitmen organisasi pada karyawan generasi Z di Indonesia. Studi kuantitatif ini melibatkan 159 karyawan generasi Z di Indonesia dengan pengalaman minimal satu tahun. Penelitian ini menggunakan metode korelasional dengan alat ukur Organizational Commitment Questionnaire (OCQ), Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12), dan Job Crafting Scale (JCS). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif antara ketiga variabel dan kreasi kerja memediasi sebagian hubungan antara modal psikologis dan komitmen organisasi. Penelitian ini dapat menjadi dasar organisasi untuk meningkatkan komitmen organisasi karyawan dengan mengadakan pelatihan serta intervensi.

One of the tendencies of Generation Z entering the workforce is job-hopping, or switching companies in a short period of time, that can be explained by low organisational commitment. Previous studies have found positive relationship between organisational commitment, psychological capital, and job crafting. This study aims to examine the relationship between these three variables and explore the role of job crafting as a mediator in the relationship between psychological capital and organisational commitment among Generation Z employees in Indonesia. This quantitative study involved 159 generation Z employees in Indonesia. This study used correlational method with the Organizational Commitment Questionnaire (OCQ), Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12), and Job Crafting Scale (JCS). Results showed a positive correlation between the three variables and job crafting partially mediated the relationship between psychological capital and organisational commitment. The research is expected to be a reference for employees to improve organisational commitment by conducting training and interventions."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Putri Ayudya
"Kinerja olahraga atlet di Indonesia saat ini tengah menjadi sorotan berkat pencapaian gemilang para atletnya di berbagai kompetisi internasional. Atlet yang nengalami kegagalan dalam meraih prestasi, ternyata dapat disebabkan oleh faktor psikologis atlet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesejahteraan psikologis dalam olahraga dan kinerja olahraga pada atlet. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara kesejahteraan psikologis dalam olahraga dan kinerja olahraga pada atlet (p < 0.01). Koefisien korelasi Pearson sebesar 0.345 menunjukkan hubungan antara kedua variabel tersebut, mengindikasikan bahwa atlet dengan kesejahteraan psikologis dalam olahraga yang lebih baik akan memiliki kinerja olahraga yang lebih optimal pula.

Indonesian athlete’s sport performance are currently in the spotlight due to the outstanding achievements of its athletes in various international competitions. Athletes who experience failure in achieving achievements can apparently be caused by the athlete's psychological factors. Therefore, this study aims to examine the relationship between sport psychological well-being and sport performance in athletes. The results of the study show a significant positive relationship between sport psychological well-being and sport performance (p < 0.01). The Pearson correlation coefficient of 0.345 indicates an association between the two variables, suggesting that athletes with better sport psychological well-being tend to have more optimal sport performance as well."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofa Dzakiah
"Guru berperan penting dalam proses pembelajaran, bahkan ketika pembelajaran
berlangsung secara jarak jauh (PJJ). Beban kerja guru yang bertambah banyak di masa
PJJ, juga terdapat guru yang sekaligus berperan sebagai orang tua, dapat berdampak pada
kondisi kesejahteraan psikologisnya. Sulitnya memisahkan kehidupan pribadi dan
personal selama PJJ, serta keterbatasan dalam interaksi sosial secara langsung dapat turut
berperan pada kondisi kesejahteraan guru perempuan. Adanya peningkatan kesadaran
(mindfulness) pada diri guru diduga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan
psikologis pada guru, dengan cara membantu guru perempuan untuk mempersepsikan
ketersediaan dukungan yang dibutuhkan di lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji peran variabel persepsi dukungan sosial sebagai mediator pada hubungan antara
mindfulness dengan kesejahteraan psikologis. Penelitian ini melibatkan 117 orang guru
SD, perempuan, yang juga berperan sebagai orang tua bagi anak pada kelompok usia kelas 1-3 SD. Pengambilan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner secara dalam jaringan (daring) melalui berbagai jejaring media sosial. Penelitian ini
menggunakan alat ukur Psychological Well-Being Scale (α=.917), Five Facet of Mindfulness Questionnaire (α=.819), dan Social Provisions Scale (α=.928). Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji mediasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi terhadap dukungan sosial berperan sebagai mediator sebagian (partially
mediated) dalam hubungan antara mindfulness dengan kesejahteraan psikologis.

Teachers play an essential role in the learning process, even when learning takes placeremotely, known as distance learningning (PJJ). With the increasing teachers' workload
psychological well-being. The difficulty of separating professional and personal life
during PJJ, as well as limitations in social interaction can also contribute to the
psychological well-being. Increasing awareness (mindfulness) in teachers is assumed to
improve the psychological well-being, by helping female teachers to perceive the
availability of support needed in their environment. This study aims to examine the role
of the perceived social support on the relationship between mindfulness and
psychological well-being. This study involved 117 primary school teachers, women, who
also act as parents for children in the 1-3 grade. Data was collected by distributing online
questionnaires through various social media. This study used measuring instrument of
the Psychological Well-Being Scale (α = .917), the Five Facet Mindfulness Questionnaire
(α = .819), and the Social Provisions Scale (α = .928). Data analysis was performed
using mediation test. This study indicates that perceived social support play a partially
mediated role in the relationship between mindfulness and psychological well-being.
Kata kunci: Mindfulness; perceived social support; psychological well-being; remote
learning, teachers.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>