Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144536 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadhirah Putri Aurora
"Customer Due Diligence (“CDD”) merupakan uji tuntas nasabah yang terdiri atas tahapan identifikasi, verifikasi, dan pemantauan dalam rangka prinsip mengenal nasabah. Pada proses CDD, mekanisme proses identifikasi dan verifikasi tersebut dapat dilakukan secara non face to face atau elektronik selama memenuhi 2 (dua) faktor otentikasi yaitu what you are dan what you have. Pada praktiknya, Bank dapat bekerja sama dengan pihak ketiga setelah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan proses identifikasi dan verifikasi nasabah. Namun, CDD elektronik yang memanfaatkan artificial intelligence untuk memverifikasi data nasabah tidak luput dari risiko teknologi deepfake. Skripsi ini akan meninjau bagaimana pengaturan terhadap penyelenggaraan CDD secara elektronik pada industri perbankan di Indonesia. Selain itu, akan dianalisis pula bagaimana mitigasi risiko Bank dalam menghadapi risiko teknologi deepfake. Penelitian ini dilakukan dengan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipologi penelitian deskriptif-analitis. Penulis menggunakan data sekunder dan melakukan analisis dengan metode kualitatif. Adapun tujuan diadakannya penelitian dalam skripsi ini adalah untuk menganalisis aspek hukum penyelenggaraan CDD secara elektronik di Indonesia baik yang dilakukan secara mandiri oleh Bank maupun yang bekerja sama dengan pihak ketiga dengan risiko teknologi yang mengancamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini pengaturan CDD secara elektronik mengacu pada kewajiban penerapan prinsip mengenal nasabah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Kemudian, secara teknis mekanisme CDD secara elektronik diatur dalam Pasal 17 POJK No. 12/01/2017 sebagaimana yang telah diubah dengan POJK No. 23/01/2019. Selanjutnya, Bank perlu untuk meningkatkan sistem keamanan dan arsitektur teknologi informasi yang digunakannya sebagai bentuk mitigasi risiko untuk menghadapi teknologi deepfake. Bank juga perlu untuk melakukan analisis untuk menemukan celah ataupun kekurangan terhadap sistem keamanan dan arsitektur teknologi informasinya. Lalu, langkah lain yang dapat ditempuh oleh Bank adalah dengan bekerja sama dengan pihak ketiga yang berkompeten dan bersertifikasi untuk menyelenggarakan CDD secara elektronik. Namun, perlu adanya pengaturan yang secara eksplisit mengatur mengenai persyaratan dan tata cara kerja sama Bank dengan pihak ketiga untuk meminimalisir risiko teknologi yang dapat terjadi. Lebih lanjut, literasi keuangan terkait dengan transformasi digital pada industri perbankan perlu ditingkatkan sebagai bentuk perlindungan konsumen.

Customer Due Diligence ("CDD") is a customer due diligence consisting of identification, verification, and monitoring stages in the framework of know your customer principles. In the CDD process, the identification and verification process mechanism can be done non-face to face or electronically as long as it meets 2 (two) authentication factors, namely what you are and what you have. In practice, the Bank may cooperate with third parties after obtaining approval from the Financial Services Authority to carry out the customer identification and verification process. However, electronic CDDs that utilize artificial intelligence to verify customer data are not spared from the risks of deepfake technology. This thesis will review the regulation of the implementation of electronic CDD in the banking industry in Indonesia. In addition, Bank risk mitigation will also be analyzed in dealing with deepfake technology risks. This research is carried out in the form of juridical-normative research and descriptive-analytical research typology. The author uses secondary data and conducts analysis with qualitative methods. The purpose of conducting research in this thesis is to analyze the legal aspects of electronic CDD implementation in Indonesia, both independently carried out by banks and in collaboration with third parties with technological risks that threaten them. The results showed that currently CDD regulation electronically refers to the obligation to apply the principle of knowing customers as stipulated in Law Number 10 of 2010 concerning Money Laundering and Law Number 9 of 2013 concerning Prevention and Eradication of Terrorism Financing Crimes. Then, technically the electronic CDD mechanism is regulated in Article 17 of POJK No. 12/01/2017 as amended by POJK No. 23/01/2019. Furthermore, the Bank needs to improve the security system and information technology architecture it uses as a form of risk mitigation to deal with deepfake technology. Banks also need to conduct analysis to find gaps or shortcomings in their security systems and information technology architecture. Then, another step that can be taken by the Bank is to cooperate with competent and certified third parties to organize CDD electronically. However, there is a need for regulations that explicitly regulate the requirements and procedures for cooperation between banks and third parties to minimize technological risks that can occur. Furthermore, financial literacy related to digital transformation in the banking industry needs to be improved as a form of consumer protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glenn Ludwig
"Perkembangan teknologi Artificial Intelligence Deepfake, menimbulkan ancaman terhadap sistem peradilan pidana, khususnya dalam pembuktian. Kemampuan Deepfake memanipulasi gambar atau video dapat mengelabui kemampuan manusia untuk mengenali bentuk yang asli ataupun yang telah dimanipulasi. Meskipun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik telah mengalami perubahan kedua pada tahun 2024, regulasi ini belum secara spesifik mengatur tentang Deepfake. Di lain sisi European Union telah membentuk regulasi terkait Artificial Intelligence dan pencegahan penyalahgunaan Deepfake dalam Artificial Intelligence Act. Penelitian ini menganalisis (1) perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan Deepfake di Indonesia menurut UU ITE, dan (2) ancaman penyalahgunaan Deepfake dalam proses pembuktian di sistem peradilan pidana Indonesia. Penelitian ini membandingkan UU ITE dan AIA untuk menemukan bentuk perlindungan yang efektif terhadap ancaman tersebut. Melalui penelitian doktrinal dan pendekatan kualitatif, ditemukan bahwa: Pertama, UU ITE memberikan perlindungan hukum secara represif terhadap penyalahgunaan Deepfake. Kedua, diperlukan perlindungan hukum preventif seperti yang diatur dalam AIA. Ketiga, ketidakjelasan definisi Deepfake menyebabkan ketidakpastian hukum sehingga manipulasi Deepfake masih dapat dianggap sebagai alat bukti elektronik yang sah menurut UU ITE. Keempat, ancaman penyalahgunaan Deepfake dalam pembuktian mencakup perlunya validasi otentisitas bukti digital dan penanganan tuduhan bukti palsu di pengadilan.

The development of Artificial Intelligence Deepfake technology poses a threat to the criminal justice system, particularly in the area of evidence. Deepfake's ability to manipulate images or videos can deceive humans into believing altered content is genuine. Although the Electronic Information and Transactions Law (UU ITE) was amended for the second time in 2024, it does not specifically address Deepfake technology. In contrast, the European Union has established regulations on Artificial Intelligence and the prevention of Deepfake misuse in the Artificial Intelligence Act (AIA). This study analyzes (1) the legal protection against Deepfake misuse in Indonesia according to UU ITE, and (2) the threat of Deepfake misuse in the evidence process within the Indonesian criminal justice system. This study compares UU ITE and AIA to identify effective protective measures against these threats. Through doctrinal research and a qualitative approach, the findings are as follows: First, UU ITE provides repressive legal protection against Deepfake misuse. Second, preventive legal protection, as outlined in the AIA, is necessary. Third, the lack of a clear definition of Deepfake results in legal uncertainty, allowing Deepfake manipulations to be considered valid electronic evidence under UU ITE. Fourth, the threat of Deepfake misuse in evidence includes the need for authenticity validation of digital evidence and handling allegations of falsified digital evidence in court."
Depok: 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Hadiyan Mydianto
"ABSTRACT
In todays era all sectors are greatly influenced by technology, starting from the manufacturing sector to the health and banking sector. The development of technology creates efficiency that benefits the society. For example in the banking sector, new products have been invented as a result, such as Bit coin, Internet Banking, Financial Technology and digital banking. . Digital banking has made customers more independent and therefore there are challenges on how to regulate banking in particular with regard to the prudential principle and customer due diligence CDD and how to implement it in digital banking. By using research method of literature study with secondary data and descriptive typhologhy, based on the this research has made a conclusion on the materials with regard to the relevant regulations in relation to the prudential principles in customer due diligence in digital banking as well as provide the report on the implementation in digital banking product.

ABSTRAK
Era saat ini sangat dipengaruhi oleh Teknologi, mulai dari sektor pabrik hingga sektor kesehatan dan perbankan. berkembangnya teknologi ini menghasilkan efisiensi yang membawa banyak manfaat di masyarakat. Seperti pada sektor perbankan, produk-produk baru mulai bermunculan,seperti; Bit coin, Internet Banking, Finansial Teknologi dan perbankan digital. Di perbankan digital nasabah melakukan aktivitas secara mandiri disini Tantangan baru timbul pada peraturan-peraturan perbankan terutama dalam prinsip kehati-hatian dan uji tuntas pelanggan dan implementasinya dalam perbankan digital. Dengan menggunakan metode penilitian diantaranya studi kepustakaan dengan mencari data sekunder yang terdiri dari sumber primer dan sekunder dan dimana kesimpulan penelitian ini telah menyimpulkan materi-materi tentang peraturan yang berlaku terkait dengan prinsip kehati-hatian dalam uji tuntas nasabah CDD serta penerapan peraturannya di produk perbankan digital."
2017
S69231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Grace Nathalia
"Customer Due Diligence adalah kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan oleh bank sebagai penyedia jasa keuangan untuk memastikan transaksi sesuai dengan profil, karakteristik, dan/atau pola transaksi calon nasabah, nasabah, atau walk in pelanggan. Bank wajib menerapkan prinsip Customer Due Diligence. Penerapan prinsip Customer Due Diligence dilakukan berdasarkan ketentuan internal masing-masing bank (self regulatory banking) namun tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap Bank wajib memiliki unit kerja khusus untuk program anti pencucian uang . Bank juga diminta melaporkan kepada otoritas jasa keuangan dan PPATK jika ada transaksi yang dianggap mencurigakan atau bila ada nasabah mencurigakan yang menolak mengikuti seluruh proses uji tuntas nasabah yang ditetapkan bank. Penerapan Customer Due Diligence yang dilakukan oleh Bank Digital X dapat dikatakan cukup baik dan telah memenuhi ketentuan yang berlaku. Bank X sebagai Bank Digital mematuhi peraturan pemerintah. Tidak pernah ada indikasi tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh nasabah atau calon nasabah dari Bank X, sehingga tidak pernah ada laporan ke PPATK

Customer Due Diligence is an activity in the form of identification, verification, and monitoring carried out by banks as Financial Services Providers to ensure transactions are in accordance with the profile, characteristics, and/or transaction patterns of prospective customers, customers, or walk in customers. Banks are required to apply the principle of Customer Due Diligence. The application of the principles of Customer Due Diligence is made based on internal regulations by each bank (self regulatory banking)but must not conflict with the prevailing law and regulations.. Each Bank must have a special work unit for the anti-money laundering programs. Banks are also asked to report to the financial services authority and PPATK if there is any transaction that is considered suspicious or when there are suspicious customers who refuse to follow all customer due diligence processes set by the bank. The implementation of Customer Due Diligence carried out by Bank Digital X can be said to be quite good and has complied with the applicable regulations. Bank X as a Digital Bank complies with government regulations. There has never been any indication of money laundering crimes committed by customers or prospective customers from Bank X, so there has never been a report to PPATK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhimas Haris Anggara Mukti
"Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan salah satu ancaman yang serius terhadap keberlangsungan serta perkembangan perekonomian suatu negara. Dengan subjek utama yang berupa hal yang memiliki nilai ekonomis, Tindak Pidana Pencucian Uang sangat mengancam sektor Jasa Keuangan, terutama Bank Umum yang memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dana masyarakat. Indonesia diharuskan mencegah terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang sebaik mungkin untuk mengurangi potensi kerusakan pertumbuhan ekonomi negara. Adapun dengan demikian mengenai rumusan masalah dari penelitian ini adalah sejauh manakah penerapan prinsip Customer Due Diligence berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Program Anti-Pencucian Uang berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan dapat mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang serta sejauh manakah Putusan Pengadilan No. 588/Pid.B/2018/PN.Srg telah mencerminkan dan membuktikan peranan Bank Umum di Indonesia terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Metode Peneilitan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif. Alat pengumpulan data adalah data sekunder berupa studi kepustakaan dengan didukung oleh wawancara. Hasil penelitian yang dilakukan adalah mengenai penerapan prinsip Customer Due Diligence yang memiliki pengaruh yang besar terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta mengenai bagaimana Bank Umum bertindak terhadap indikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan atau Tindak Pidana Pencucian Uang.

Money Laundering is considered as a serious threat towards the economic sustainability and development of a state. With the main subject of things with economical value, Money Laundering is highly threatening to the Financial Services sector, especially Commercial Banks which hold the main function to gather funds from the society. Indonesia shall prevent the practices of Money Laundering as best as possible to reduce the potential damage towards the economic growth of the state. As for the research questions of this research are on to what extent does the implementation of the Customer Due Diligence principle based on Law No. 8 Year 2010 on the Prevention and Eradication of Money Laundering alongside with the Anti-Money Laundering in Commercial Banks based on Financial Services Regulation no. 12/POJK.01/2017 on the Implementation of the Anti-Money Laundering Program and the Prevention of Terrorism Financing in the Financial Services Sector could prevent and mitigate risks to Money Laundering practices and to what extent does the Court Decision No. 588/Pid.B/2018/PN.Srg has reflected and proved the role of Commercial Banks in Indonesia towards the prevention and eradication of Money Laundering. The research method used is a juridical-normative approach. The data collection tool is with secondary data in the form of literature studies supported by an interview. The results of the research conducted are about how the implementation of the Customer Due Diligence holds a high influence towards the prevention and eradication of Money Laundering and how Commercial Banks would act towards the possibility of a Suspicious Financial Transaction or a practice of Money Laundering.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berlia Annisa Arestania
"Perkembangan teknologi dan informasi pada saat ini mendorong adanya
perkembangan dibidang ekonomi yang dikenal dengan ekonomi digital, Perbankan dalam melakukan pembukaan rekening bagi nasabah menerapkan Prinsip kehati-hatian bank melalui proses Customer Due Diligence (CDD), namun dengan perkembangan teknologi dan perkembangan layanan perbankan, saat ini dikenal prinsip Digital Branch yakni sarana Bank yang berfungsi khusus untuk melakukan proses registrasi nasabah dan pembukaan rekening secara mandiri. Selain itu, akan dibahas mengenai aspek permasalahan yang mungkin timbul dalam proses CDD pada pembukaan rekening yang dilakukan secara digital. Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif analitis, hasil daripada penelitian menemukan fakta bahwa PT Bank X Tbk selaku penyedia jasa keuangan dari Layanan Perbankan Digital Produk Tabungan Now dalam hal ini telah berusaha untuk melaksanakan uji tuntas nasabah sesuai berdasarkan POJK APU PPT Sektor Jasa Keuangan dan POJK LPD Bank Umum. Terlepas belum terdapat pengaturan mengenai mekanisme dan penggunaan PIN dan Password dalam transaksi tabungan digital hal ini penting untuk menghindari transaksi nasabah yang mencurigakan.

The development of technology and information encourages developments in the economic sector known as the digital Economy. Opening Bank accounts for customers, applies the prudential banking principle through the Customer Due Diligence (CDD) process, but with the development of technology and the development of banking services, This is known as the Digital Branch, Bank facility that has a special function to carry out the process of customer registration and opening of accounts independently. Other than that, this thesis also explains about the problems that may arise in the CDD process at opening digital accounts. The method used in this thesis research is normative juridical research. This thesis research is a library research that delivers descriptive- analytical research typology. This Thesis concludes that PT Bank X Tbk as the financial service provider of Digital Banking Services has done its best to apply the CDD procedure based on POJK APU PPT Sektor Jasa Keuangan and POJK LPD Bank Umum. Despite the absence of regulations regarding the mechanism and use of PIN and Passwords in digital savings transactions, it is important to avoid suspicious customer transactions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati Dalimi
"Perkembangan teknologi informasi yang cepat dan dinamis juga memengaruhi pada sektor perbankan, sehingga kini hadir Bank Digital yang seluruh kegiatannya dapat dilakukan secara online tanpa harus mendatangi bank. Bank Digital juga memiliki kewajiban untuk menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah sebagai kepatuhannya terhadap program APU/PPT. Oleh karena itu, Skripsi ini akan membahas bagaimana Bank Digital di Indonesia menyelenggarakan Prinsip Mengenal Nasabah sebagai upaya mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Pada Bank Digital di Indonesia, dan bagaimana penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Pada PT. Bank X selaku bank digital di Indonesia untuk mencegah terjadinya praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dalam bank digital di Indonesia dan apakah penerapan Prinsip Mengenal Nasabah pada PT. Bank X sudah sesuai dalam rangka mencegah terjadinya praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme. Penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan dengan bentuk yuridis normatif dan tipologi penelitian bersifat deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang didukung dengan hasil wawancara. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Prinsip Mengenal Nasabah pada Bank Digital di Indonesia diatur pada UU Nomor 8 Tahun 2010, POJK Nomor 12/POJK.01/2017 sebagaimana diubah POJK Nomor 23/POJK.01/2019, SE OJK Nomor 32/SEOJK.03/2017, serta POJK Nomor 12/POJK.03/2018, dan PT. Bank X selaku bank digital di Indonesia telah menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah kepada calon nasabah maupun nasabahnya sesuai dengan pengaturannya dengan metode e-KYC. Saran yang dapat diberikan yaitu perlu adanya peningkatan kerja sama antara DUKCAPIL dengan Bank Digital untuk mempercepat proses identifikasi dan verifikasi nasabah. Untuk Bank Digital diharapkan untuk terus memastikan aplikasinya agar aman digunakan nasabah, dan untuk OJK agar melakukan kajian terbaru terkait Prinsip Mengenal Nasabah setelah berlakunya UU PDP agar penerapannya tetap dapat melindungi data nasabah yang tidak melakukan TPPU/TPPT.

The rapid development of information technology has also affected the banking sector, so now there is Digital Banks where all activities can be carried out online without having to go to the bank. Digital Banks also have obligation to apply Customer Due Diligence Principles as their compliance with the APU/PPT program. This thesis will discuss how Digital Banks in Indonesia implement Customer Due Diligence Principles to prevent money laundering and terrorism financing. The problem formulation of this research is how to apply Customer Due Diligence Principles in Digital Banks in Indonesia, and how PT. Bank X as a digital bank in Indonesia implement Customer Due Diligence Principles to prevent the practice of money laundering and financing of terrorism. The purpose of conducting this research is to find out the application of Customer Due Diligence in digital banks in Indonesia and whether the application of Customer Due Diligence Principles at PT. Bank X is appropriate in order to prevent the practice of money laundering and financing of terrorism. The research in this thesis is a library research with a normative juridical form and a research typology that is descriptive-analytical. The data used is secondary data which is supported by interview results. Customer Due Diligence Principles for Digital Banks in Indonesia are regulated in Law Number 8 of 2010, POJK Number 12/POJK.01/2017 as amended POJK Number 23/POJK.01/2019, SE OJK Number 32/SEOJK.03/2017, and POJK Number 12/POJK.03/2018, and PT. Bank X as a digital bank in Indonesia has implemented Customer Due Diligence Principles for prospective customers and/or customers according to the regulations. The advice that can be given is to increase cooperation between DUKCAPIL and Digital Banks regarding customer’s data for the identification and verification process. For Digital Banks, it is hoped that they will continue to ensure that their applications are safe for customers to use, and for OJK to carry out the latest studies related to Customer Due Diligence Principles after the PDP Law comes into force so that its implementation can still protect customer data that does not commit money laundering and/or terrorism financing."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mario Humberto
"Pelaku kejahatan selalu berusaha menyelamatkan uang hasil kejahatannya melalui berbagai cara, salah satunya dengan melakukan pencucian uang (money laundering). Para pelaku kejahatan, khususnya dalam penggelapan uang, transaksi terlarang, korupsi bahkan terorisme dan perdagangan obat-obatan terlarang acapkali melakukan kegiatan money laundering karena dianggap sebagai upaya yang paling efektif melindungi proses dan hasil kejahatannya melalui bentuk investasi dan memanfaatkan jasa perbankan.
Untuk mencegah semakin berkembangnya kejahatan yang dapat bersembunyi melalui money laundering itulah maka bank dituntut memiliki prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan operasionalnya, dikarenakan Bank adalah salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian Negara bahkan dapat berdampak pula kepada tatanan hukum, politik dan stabilitas suatu negara.
Salah satu upaya efektif yang dapat dilakukan oleh dunia perbankan dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap tindak pidana pencucian uang adalah dengan menerapkan Prinsip Customer Due Diligence (CDD) atau yang dulu dikenal dengan istilah Prinsip Know Your Customer (KYC) yang secara sederhana dapat diartikan sebagai Prinsip Mengenal Nasabah yang dilakukan oleh pihak Bank sebagai tindakan investigasi awal untuk memitigasi risiko terkait money laundering.
Istilah Customer Due Diligence mulai digunakan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009. Istilah ini terus dipakai hingga Peraturan Bank Indonesia yang terbaru yakni Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/27/PBI/2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme bagi Bank Umum Penelitian dalam tesis ini ingin memahami bagaimana penerapan prinsip Customer Due Diligence sebagai strategi pencegahan kejahatan pencucian uang khususnya di Bank Syariah Mandiri serta memahami kendala yang dihadapi oleh Bank Syariah Mandiri dalam penerapan prinsip Customer Due Diligence.
Penelitian ini merupakan penelitian socio-legal yang tidak hanya befokus pada aspek normatif, tetapi juga aspek empiris. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap narasumber. Narasumber dalam penelitian ini adalah Kepala SKAP (Satuan kerja APU dan PPT) Bank Syariah Mandiri.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Prinsip Customer Due Diligence di bank Syariah Mandiri sudah dilaksanakan dengan konsisten dan berkomitmen tinggi. Prinsip Customer Due Diligence ini juga dapat digunakan sebagai strategi pencegahan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan melalui lembaga perbankan. Dalam rangka menerapkan Prinsip Customer Due Diligence, terdapat beberapa kendala yang harus dihadapi oleh bank umum, khususnya Bank Syariah Mandiri. Kendala tersebut berasal dari pihak bank, pihak masyarakat, dan pihak PPATK.

Perpetrators are always trying to save money proceeds of crime through a variety of ways, one of them with money laundering. The perpetrators of the crime, especially in the embezzlement, illicit transactions, corruption and even terrorism and trafficking of illicit drugs often commit money laundering activities because it is considered as the most effective measures to protect the process and results of crime through investments and avail banking services.
To prevent the growing crime through money laundering to hide that the bank is required to have the precautionary principle in carrying out its operations, due to the bank is a financial institution has a strategic value in the life of the State's economy can impact even the legal order, political stability and a state.
One of the effective measures that can be undertaken by the banking sector in the prevention and fight against money laundering is to implement the principle of Customer Due Diligence (CDD) or formerly known as the principle of Know Your Customer (KYC) which can be interpreted simply as a Principle Know Your Customer is carried out by the Bank as an initial investigative actions to mitigate risks related to money laundering.
Customer Due Diligence term began to be used on Bank Indonesia Regulation Number 11/28/PBI/2009 dated July 1, 2009. This term continues to be used up to the latest Bank Indonesia Regulations that Bank Indonesia Regulation Number 14/27/PBI/2012 dated December 28, 2012 on the Implementation of Anti Money Laundering and Combating the Financing of Terrorism for Commercial Banks.
The research in this thesis would like to understand how the implementation of the principle of Customer Due Diligence as a money laundering crime prevention strategies, especially in Syariah Mandiri Bank and understand the constraints faced by Syariah Mandiri Bank in the implementation of the principle of Customer Due Diligence.
This study is a socio-legal focused not only on normative aspects, but also aspects of the empirical. This study uses primary data and secondary data. The primary data obtained from interviews with informants. Interviewees in this study is the Head of SKAP (work unit Anti Money Laundering and Combating for Financing Terrorism) Syariah Mandiri Bank.
The results of this study indicate that the implementation of the principle of Customer Due Diligence in Syariah Mandiri Bank has been implemented with a consistent and committed. Customer Due Diligence principle can also be used as a crime prevention strategy money laundering conducted through banking institutions. In order to implement the principle of Customer Due Diligence, there are several obstacles that must be faced by commercial banks, especially Syariah Mandiri Bank. These constraints come from the bank, the community, and the PPATK.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktoriza Adyaprasasta
"“Customer Due Diligence” (CDD) adalah salah satu komponen terpenting dalam rezim anti-pencucian uang (APU). Dari berbagai tipologi pencucian uang, “trade-based money laundering” (TBML) merupakan praktik pencucian uang terbesar. Mengingat risiko unik yang ditimbulkan TBML, mungkin diperlukan standar CDD khusus untuk melawan TBML, sebagaimana terlihat dari praktik Singapura. Penelitian ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) Bagaimana CDD diatur di Indonesia dan Singapura? (2) Bagaimana implementasi CDD Indonesia dibandingkan dengan Singapura dalam hal TBML? Skripsi ini mengadopsi pendekatan yuridis-normatif melalui analisis qualitatif terhadap sumber hukum primer dan sekunder, serta metode komparatif untuk membandingkan rezim hukum Indonesia dan Singapura. Penelitian ini menemukan bahwa Indonesia dan Singapura memiliki langkah-langkah CDD yang serupa. Namun, Indonesia tidak memiliki persyaratan screening yang dimiliki Singapura, begitu pula persyaratan CDD spesifik dalam trade finance. Oleh karena itu, skripsi ini mengusulkan sebagai berikut: (1) Penilaian risiko berkala untuk menangani risiko TBML terhadap nasabah bank, produk dan layanan, dan pengendalian bank terhadap red flag TBML; (2) Menerbitkan peraturan yang mencakup standar CDD untuk transaksi terkait perdagangan yang setidaknya mencakup: CDD dokumen perdagangan, sanctions screening, dan red flag TBML; (3) Bank harus memiliki akses ke data perdagangan terkait demi menjalankan CDD, terutama dalam hal sanctions screening.

One of the most important component of any anti-money laundering (AML) regime is “Customer Due Diligence” (CDD). Among the many money laundering typologies, “trade-based money laundering” (TBML) is regarded as the most pervasive of money laundering typologies. Considering the unique risks which TBML poses, a dedicated CDD standards to combat TBML may be required, as shown by Singapore’s practice. This research will try to answer the following questions: (1) How is CDD regulated in Indonesia and Singapore? (2) How does Indonesia’s implementation of CDD compare to Singapore’s when it comes to TBML? This thesis adopts juridical-normative approach through qualitative analysis of primary and secondary legal sources, as well as comparative method to compare Indonesia and Singapore’s legal regime. This research found that Indonesia and Singapore have similar CDD measures. However, Indonesia lacks the screening requirements that Singapore has, and specific CDD requirements in trade finance. Therefore, this thesis propose the following: (1) Periodic risk assessment addressing TBML risks regarding the bank’s customers, products and services, and the bank’s controls against TBML red flags; (2) Issue a regulation covering CDD standards for trade related transactions which should cover at the minimum: due diligence of trade documents, sanctions screening, and TBML red flags; (3) Banks should have access to relevant trade related data to perform the CDD measures, especially in regard to sanctions screening."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwina Nitoya Estariani
"Layanan Perbankan Digital adalah layanan yang memungkinkan calon nasabah dan/atau nasabah bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, registrasi, pembukaan rekening, transaksi perbankan dan penutupan rekening, termasuk memperoleh informasi lain dan transaksi di luar produk perbankan, antara lain nasihat keuangan investasi, transaksi elektronik, dan kebutuhan lainnya dari nasabah bank. Digitalisasi perbankan terjadi karena masyarakat menginginkan proses transaksi yang lebih murah, cepat, dan sederhana dan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. Pengembangan strategi bisnis dimaksud memerlukan infrastruktur yang memadai antar lain manajemen risiko, penyesuaian Teknologi Informasi. Sebagai salah satu alat transaksi modern, layanan perbankan digital juga berpeluang untuk disalahgunakan sebagai sarana pencucian uang. Untuk itu, skripsi ini akan membahas mengenai penerapan uji tuntas nasabah layanan perbankan digital pada produk Jenius milik PT. BTPN, Tbk. sebagai bentuk penerapan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan usahanya dan dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang. Selain itu, akan dibahas juga aspek perlindungan konsumen pada produk Jenius sebagai upaya melindungi hak nasabah penyimpan dana. Metode penelitian yang Penulis gunakan adalah menggunakan bentuk penelitian dari skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian dari skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa PT. BTPN Tbk. selaku penyedia jasa keuangan dari Layanan Perbankan Digital Produk Jenius dalam hal ini telah berusaha untuk melaksanakan uji tuntas nasabah dengan baik berdasarkan POJK APU PPT SJK, terlepas dari belum ditetapkannya pengaturan khusus terkaitLayanan Perbankan Digital. Dengan demikian, penulis menyarankan agar segera ditetapkannya ketentuan yang memadai dan dapat mendasari layanan perbankan digital dan tidak hanya berdasar pada POJK APU PPT SJK dalam penyelenggaraannya.

ABSTRACT
Digital Banking is one of the provided services of banks nowadays, in which enables its prospective customer and or customer to collect information, to communicate, to register, to open an account s , to do banking transactions, to close and block account s or to collect information and do transactions other than bank services, such as getting investment advices, e commerce transactions, et cetera. Bank digitalization occurs because the society demand an easier, faster, and simpler type of transaction and in order to increase awareness for the use of a non cash instrument, so that there will be formed a community or society who use more non cash instrument to do transactions. As one of the modern model of transaction, digital banking has potentials to be misused as a money laundering tool by criminals. This thesis explains about the implementation of customer due diligence for digital banking product Jenius as a form of precautionary principle for banks in running their business and in order to prevent any money laundering practice. Other than that, this thesis also explains about the customer protection aspect in digital banking product Jenius as an effort to protect customer rights. The form of this research is normative juridical. This thesis is a library research which delivers descriptive research typology. This thesis concludes that PT. BTPN, Tbk. as the financial service provider has done its best to apply the customer due diligence provisions for digital banking product Jenius users based on POJK APU PPT SJK, despite of limited digital banking regulations and some slight obstacles. Therefore, the author suggests the government as the regulator to set more regulations on digital banking so that it is not only depends on POJK APU PPT SJK."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>