Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132434 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadhirah Putri Aurora
"Customer Due Diligence (“CDD”) merupakan uji tuntas nasabah yang terdiri atas tahapan identifikasi, verifikasi, dan pemantauan dalam rangka prinsip mengenal nasabah. Pada proses CDD, mekanisme proses identifikasi dan verifikasi tersebut dapat dilakukan secara non face to face atau elektronik selama memenuhi 2 (dua) faktor otentikasi yaitu what you are dan what you have. Pada praktiknya, Bank dapat bekerja sama dengan pihak ketiga setelah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan proses identifikasi dan verifikasi nasabah. Namun, CDD elektronik yang memanfaatkan artificial intelligence untuk memverifikasi data nasabah tidak luput dari risiko teknologi deepfake. Skripsi ini akan meninjau bagaimana pengaturan terhadap penyelenggaraan CDD secara elektronik pada industri perbankan di Indonesia. Selain itu, akan dianalisis pula bagaimana mitigasi risiko Bank dalam menghadapi risiko teknologi deepfake. Penelitian ini dilakukan dengan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipologi penelitian deskriptif-analitis. Penulis menggunakan data sekunder dan melakukan analisis dengan metode kualitatif. Adapun tujuan diadakannya penelitian dalam skripsi ini adalah untuk menganalisis aspek hukum penyelenggaraan CDD secara elektronik di Indonesia baik yang dilakukan secara mandiri oleh Bank maupun yang bekerja sama dengan pihak ketiga dengan risiko teknologi yang mengancamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini pengaturan CDD secara elektronik mengacu pada kewajiban penerapan prinsip mengenal nasabah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Kemudian, secara teknis mekanisme CDD secara elektronik diatur dalam Pasal 17 POJK No. 12/01/2017 sebagaimana yang telah diubah dengan POJK No. 23/01/2019. Selanjutnya, Bank perlu untuk meningkatkan sistem keamanan dan arsitektur teknologi informasi yang digunakannya sebagai bentuk mitigasi risiko untuk menghadapi teknologi deepfake. Bank juga perlu untuk melakukan analisis untuk menemukan celah ataupun kekurangan terhadap sistem keamanan dan arsitektur teknologi informasinya. Lalu, langkah lain yang dapat ditempuh oleh Bank adalah dengan bekerja sama dengan pihak ketiga yang berkompeten dan bersertifikasi untuk menyelenggarakan CDD secara elektronik. Namun, perlu adanya pengaturan yang secara eksplisit mengatur mengenai persyaratan dan tata cara kerja sama Bank dengan pihak ketiga untuk meminimalisir risiko teknologi yang dapat terjadi. Lebih lanjut, literasi keuangan terkait dengan transformasi digital pada industri perbankan perlu ditingkatkan sebagai bentuk perlindungan konsumen.

Customer Due Diligence ("CDD") is a customer due diligence consisting of identification, verification, and monitoring stages in the framework of know your customer principles. In the CDD process, the identification and verification process mechanism can be done non-face to face or electronically as long as it meets 2 (two) authentication factors, namely what you are and what you have. In practice, the Bank may cooperate with third parties after obtaining approval from the Financial Services Authority to carry out the customer identification and verification process. However, electronic CDDs that utilize artificial intelligence to verify customer data are not spared from the risks of deepfake technology. This thesis will review the regulation of the implementation of electronic CDD in the banking industry in Indonesia. In addition, Bank risk mitigation will also be analyzed in dealing with deepfake technology risks. This research is carried out in the form of juridical-normative research and descriptive-analytical research typology. The author uses secondary data and conducts analysis with qualitative methods. The purpose of conducting research in this thesis is to analyze the legal aspects of electronic CDD implementation in Indonesia, both independently carried out by banks and in collaboration with third parties with technological risks that threaten them. The results showed that currently CDD regulation electronically refers to the obligation to apply the principle of knowing customers as stipulated in Law Number 10 of 2010 concerning Money Laundering and Law Number 9 of 2013 concerning Prevention and Eradication of Terrorism Financing Crimes. Then, technically the electronic CDD mechanism is regulated in Article 17 of POJK No. 12/01/2017 as amended by POJK No. 23/01/2019. Furthermore, the Bank needs to improve the security system and information technology architecture it uses as a form of risk mitigation to deal with deepfake technology. Banks also need to conduct analysis to find gaps or shortcomings in their security systems and information technology architecture. Then, another step that can be taken by the Bank is to cooperate with competent and certified third parties to organize CDD electronically. However, there is a need for regulations that explicitly regulate the requirements and procedures for cooperation between banks and third parties to minimize technological risks that can occur. Furthermore, financial literacy related to digital transformation in the banking industry needs to be improved as a form of consumer protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Hadiyan Mydianto
"ABSTRACT
In todays era all sectors are greatly influenced by technology, starting from the manufacturing sector to the health and banking sector. The development of technology creates efficiency that benefits the society. For example in the banking sector, new products have been invented as a result, such as Bit coin, Internet Banking, Financial Technology and digital banking. . Digital banking has made customers more independent and therefore there are challenges on how to regulate banking in particular with regard to the prudential principle and customer due diligence CDD and how to implement it in digital banking. By using research method of literature study with secondary data and descriptive typhologhy, based on the this research has made a conclusion on the materials with regard to the relevant regulations in relation to the prudential principles in customer due diligence in digital banking as well as provide the report on the implementation in digital banking product.

ABSTRAK
Era saat ini sangat dipengaruhi oleh Teknologi, mulai dari sektor pabrik hingga sektor kesehatan dan perbankan. berkembangnya teknologi ini menghasilkan efisiensi yang membawa banyak manfaat di masyarakat. Seperti pada sektor perbankan, produk-produk baru mulai bermunculan,seperti; Bit coin, Internet Banking, Finansial Teknologi dan perbankan digital. Di perbankan digital nasabah melakukan aktivitas secara mandiri disini Tantangan baru timbul pada peraturan-peraturan perbankan terutama dalam prinsip kehati-hatian dan uji tuntas pelanggan dan implementasinya dalam perbankan digital. Dengan menggunakan metode penilitian diantaranya studi kepustakaan dengan mencari data sekunder yang terdiri dari sumber primer dan sekunder dan dimana kesimpulan penelitian ini telah menyimpulkan materi-materi tentang peraturan yang berlaku terkait dengan prinsip kehati-hatian dalam uji tuntas nasabah CDD serta penerapan peraturannya di produk perbankan digital."
2017
S69231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Grace Nathalia
"Customer Due Diligence adalah kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan oleh bank sebagai penyedia jasa keuangan untuk memastikan transaksi sesuai dengan profil, karakteristik, dan/atau pola transaksi calon nasabah, nasabah, atau walk in pelanggan. Bank wajib menerapkan prinsip Customer Due Diligence. Penerapan prinsip Customer Due Diligence dilakukan berdasarkan ketentuan internal masing-masing bank (self regulatory banking) namun tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap Bank wajib memiliki unit kerja khusus untuk program anti pencucian uang . Bank juga diminta melaporkan kepada otoritas jasa keuangan dan PPATK jika ada transaksi yang dianggap mencurigakan atau bila ada nasabah mencurigakan yang menolak mengikuti seluruh proses uji tuntas nasabah yang ditetapkan bank. Penerapan Customer Due Diligence yang dilakukan oleh Bank Digital X dapat dikatakan cukup baik dan telah memenuhi ketentuan yang berlaku. Bank X sebagai Bank Digital mematuhi peraturan pemerintah. Tidak pernah ada indikasi tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh nasabah atau calon nasabah dari Bank X, sehingga tidak pernah ada laporan ke PPATK

Customer Due Diligence is an activity in the form of identification, verification, and monitoring carried out by banks as Financial Services Providers to ensure transactions are in accordance with the profile, characteristics, and/or transaction patterns of prospective customers, customers, or walk in customers. Banks are required to apply the principle of Customer Due Diligence. The application of the principles of Customer Due Diligence is made based on internal regulations by each bank (self regulatory banking)but must not conflict with the prevailing law and regulations.. Each Bank must have a special work unit for the anti-money laundering programs. Banks are also asked to report to the financial services authority and PPATK if there is any transaction that is considered suspicious or when there are suspicious customers who refuse to follow all customer due diligence processes set by the bank. The implementation of Customer Due Diligence carried out by Bank Digital X can be said to be quite good and has complied with the applicable regulations. Bank X as a Digital Bank complies with government regulations. There has never been any indication of money laundering crimes committed by customers or prospective customers from Bank X, so there has never been a report to PPATK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhimas Haris Anggara Mukti
"ABSTRAK

Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan salah satu ancaman yang serius terhadap keberlangsungan serta perkembangan perekonomian suatu negara. Dengan subjek utama yang berupa hal yang memiliki nilai ekonomis, Tindak Pidana Pencucian Uang sangat mengancam sektor Jasa Keuangan, terutama Bank Umum yang memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dana masyarakat. Indonesia diharuskan mencegah terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang sebaik mungkin untuk mengurangi potensi kerusakan pertumbuhan ekonomi negara. Adapun dengan demikian mengenai rumusan masalah dari penelitian ini adalah sejauh manakah penerapan prinsip Customer Due Diligence berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Program Anti-Pencucian Uang berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan dapat mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang serta sejauh manakah Putusan Pengadilan No. 588/Pid.B/2018/PN.Srg telah mencerminkan dan membuktikan peranan Bank Umum di Indonesia terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Metode Peneilitan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif. Alat pengumpulan data adalah data sekunder berupa studi kepustakaan dengan didukung oleh wawancara. Hasil penelitian yang dilakukan adalah mengenai penerapan prinsip Customer Due Diligence yang memiliki pengaruh yang besar terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta mengenai bagaimana Bank Umum bertindak terhadap indikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan atau Tindak Pidana Pencucian Uang.


ABSTRACT


Money Laundering is considered as a serious threat towards the economic sustainability and development of a state. With the main subject of things with economical value, Money Laundering is highly threatening to the Financial Services sector, especially Commercial Banks which hold the main function to gather funds from the society. Indonesia shall prevent the practices of Money Laundering as best as possible to reduce the potential damage towards the economic growth of the state. As for the research questions of this research are on to what extent does the implementation of the Customer Due Diligence principle based on Law No. 8 Year 2010 on the Prevention and Eradication of Money Laundering alongside with the Anti-Money Laundering in Commercial Banks based on Financial Services Regulation no. 12/POJK.01/2017 on the Implementation of the Anti-Money Laundering Program and the Prevention of Terrorism Financing in the Financial Services Sector could prevent and mitigate risks to Money Laundering practices and to what extent does the Court Decision No. 588/Pid.B/2018/PN.Srg has reflected and proved the role of Commercial Banks in Indonesia towards the prevention and eradication of Money Laundering. The research method used is a juridical-normative approach. The data collection tool is with secondary data in the form of literature studies supported by an interview. The results of the research conducted are about how the implementation of the Customer Due Diligence holds a high influence towards the prevention and eradication of Money Laundering and how Commercial Banks would act towards the possibility of a Suspicious Financial Transaction or a practice of Money Laundering.

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berlia Annisa Arestania
"Perkembangan teknologi dan informasi pada saat ini mendorong adanya
perkembangan dibidang ekonomi yang dikenal dengan ekonomi digital, Perbankan dalam melakukan pembukaan rekening bagi nasabah menerapkan Prinsip kehati-hatian bank melalui proses Customer Due Diligence (CDD), namun dengan perkembangan teknologi dan perkembangan layanan perbankan, saat ini dikenal prinsip Digital Branch yakni sarana Bank yang berfungsi khusus untuk melakukan proses registrasi nasabah dan pembukaan rekening secara mandiri. Selain itu, akan dibahas mengenai aspek permasalahan yang mungkin timbul dalam proses CDD pada pembukaan rekening yang dilakukan secara digital. Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif analitis, hasil daripada penelitian menemukan fakta bahwa PT Bank X Tbk selaku penyedia jasa keuangan dari Layanan Perbankan Digital Produk Tabungan Now dalam hal ini telah berusaha untuk melaksanakan uji tuntas nasabah sesuai berdasarkan POJK APU PPT Sektor Jasa Keuangan dan POJK LPD Bank Umum. Terlepas belum terdapat pengaturan mengenai mekanisme dan penggunaan PIN dan Password dalam transaksi tabungan digital hal ini penting untuk menghindari transaksi nasabah yang mencurigakan.

The development of technology and information encourages developments in the economic sector known as the digital Economy. Opening Bank accounts for customers, applies the prudential banking principle through the Customer Due Diligence (CDD) process, but with the development of technology and the development of banking services, This is known as the Digital Branch, Bank facility that has a special function to carry out the process of customer registration and opening of accounts independently. Other than that, this thesis also explains about the problems that may arise in the CDD process at opening digital accounts. The method used in this thesis research is normative juridical research. This thesis research is a library research that delivers descriptive- analytical research typology. This Thesis concludes that PT Bank X Tbk as the financial service provider of Digital Banking Services has done its best to apply the CDD procedure based on POJK APU PPT Sektor Jasa Keuangan and POJK LPD Bank Umum. Despite the absence of regulations regarding the mechanism and use of PIN and Passwords in digital savings transactions, it is important to avoid suspicious customer transactions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati Dalimi
"Perkembangan teknologi informasi yang cepat dan dinamis juga memengaruhi pada sektor perbankan, sehingga kini hadir Bank Digital yang seluruh kegiatannya dapat dilakukan secara online tanpa harus mendatangi bank. Bank Digital juga memiliki kewajiban untuk menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah sebagai kepatuhannya terhadap program APU/PPT. Oleh karena itu, Skripsi ini akan membahas bagaimana Bank Digital di Indonesia menyelenggarakan Prinsip Mengenal Nasabah sebagai upaya mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Pada Bank Digital di Indonesia, dan bagaimana penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Pada PT. Bank X selaku bank digital di Indonesia untuk mencegah terjadinya praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dalam bank digital di Indonesia dan apakah penerapan Prinsip Mengenal Nasabah pada PT. Bank X sudah sesuai dalam rangka mencegah terjadinya praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme. Penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan dengan bentuk yuridis normatif dan tipologi penelitian bersifat deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang didukung dengan hasil wawancara. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Prinsip Mengenal Nasabah pada Bank Digital di Indonesia diatur pada UU Nomor 8 Tahun 2010, POJK Nomor 12/POJK.01/2017 sebagaimana diubah POJK Nomor 23/POJK.01/2019, SE OJK Nomor 32/SEOJK.03/2017, serta POJK Nomor 12/POJK.03/2018, dan PT. Bank X selaku bank digital di Indonesia telah menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah kepada calon nasabah maupun nasabahnya sesuai dengan pengaturannya dengan metode e-KYC. Saran yang dapat diberikan yaitu perlu adanya peningkatan kerja sama antara DUKCAPIL dengan Bank Digital untuk mempercepat proses identifikasi dan verifikasi nasabah. Untuk Bank Digital diharapkan untuk terus memastikan aplikasinya agar aman digunakan nasabah, dan untuk OJK agar melakukan kajian terbaru terkait Prinsip Mengenal Nasabah setelah berlakunya UU PDP agar penerapannya tetap dapat melindungi data nasabah yang tidak melakukan TPPU/TPPT.

The rapid development of information technology has also affected the banking sector, so now there is Digital Banks where all activities can be carried out online without having to go to the bank. Digital Banks also have obligation to apply Customer Due Diligence Principles as their compliance with the APU/PPT program. This thesis will discuss how Digital Banks in Indonesia implement Customer Due Diligence Principles to prevent money laundering and terrorism financing. The problem formulation of this research is how to apply Customer Due Diligence Principles in Digital Banks in Indonesia, and how PT. Bank X as a digital bank in Indonesia implement Customer Due Diligence Principles to prevent the practice of money laundering and financing of terrorism. The purpose of conducting this research is to find out the application of Customer Due Diligence in digital banks in Indonesia and whether the application of Customer Due Diligence Principles at PT. Bank X is appropriate in order to prevent the practice of money laundering and financing of terrorism. The research in this thesis is a library research with a normative juridical form and a research typology that is descriptive-analytical. The data used is secondary data which is supported by interview results. Customer Due Diligence Principles for Digital Banks in Indonesia are regulated in Law Number 8 of 2010, POJK Number 12/POJK.01/2017 as amended POJK Number 23/POJK.01/2019, SE OJK Number 32/SEOJK.03/2017, and POJK Number 12/POJK.03/2018, and PT. Bank X as a digital bank in Indonesia has implemented Customer Due Diligence Principles for prospective customers and/or customers according to the regulations. The advice that can be given is to increase cooperation between DUKCAPIL and Digital Banks regarding customer’s data for the identification and verification process. For Digital Banks, it is hoped that they will continue to ensure that their applications are safe for customers to use, and for OJK to carry out the latest studies related to Customer Due Diligence Principles after the PDP Law comes into force so that its implementation can still protect customer data that does not commit money laundering and/or terrorism financing."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktoriza Adyaprasasta
"“Customer Due Diligence” (CDD) adalah salah satu komponen terpenting dalam rezim anti-pencucian uang (APU). Dari berbagai tipologi pencucian uang, “trade-based money laundering” (TBML) merupakan praktik pencucian uang terbesar. Mengingat risiko unik yang ditimbulkan TBML, mungkin diperlukan standar CDD khusus untuk melawan TBML, sebagaimana terlihat dari praktik Singapura. Penelitian ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) Bagaimana CDD diatur di Indonesia dan Singapura? (2) Bagaimana implementasi CDD Indonesia dibandingkan dengan Singapura dalam hal TBML? Skripsi ini mengadopsi pendekatan yuridis-normatif melalui analisis qualitatif terhadap sumber hukum primer dan sekunder, serta metode komparatif untuk membandingkan rezim hukum Indonesia dan Singapura. Penelitian ini menemukan bahwa Indonesia dan Singapura memiliki langkah-langkah CDD yang serupa. Namun, Indonesia tidak memiliki persyaratan screening yang dimiliki Singapura, begitu pula persyaratan CDD spesifik dalam trade finance. Oleh karena itu, skripsi ini mengusulkan sebagai berikut: (1) Penilaian risiko berkala untuk menangani risiko TBML terhadap nasabah bank, produk dan layanan, dan pengendalian bank terhadap red flag TBML; (2) Menerbitkan peraturan yang mencakup standar CDD untuk transaksi terkait perdagangan yang setidaknya mencakup: CDD dokumen perdagangan, sanctions screening, dan red flag TBML; (3) Bank harus memiliki akses ke data perdagangan terkait demi menjalankan CDD, terutama dalam hal sanctions screening.

One of the most important component of any anti-money laundering (AML) regime is “Customer Due Diligence” (CDD). Among the many money laundering typologies, “trade-based money laundering” (TBML) is regarded as the most pervasive of money laundering typologies. Considering the unique risks which TBML poses, a dedicated CDD standards to combat TBML may be required, as shown by Singapore’s practice. This research will try to answer the following questions: (1) How is CDD regulated in Indonesia and Singapore? (2) How does Indonesia’s implementation of CDD compare to Singapore’s when it comes to TBML? This thesis adopts juridical-normative approach through qualitative analysis of primary and secondary legal sources, as well as comparative method to compare Indonesia and Singapore’s legal regime. This research found that Indonesia and Singapore have similar CDD measures. However, Indonesia lacks the screening requirements that Singapore has, and specific CDD requirements in trade finance. Therefore, this thesis propose the following: (1) Periodic risk assessment addressing TBML risks regarding the bank’s customers, products and services, and the bank’s controls against TBML red flags; (2) Issue a regulation covering CDD standards for trade related transactions which should cover at the minimum: due diligence of trade documents, sanctions screening, and TBML red flags; (3) Banks should have access to relevant trade related data to perform the CDD measures, especially in regard to sanctions screening."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Rykcar Gavril Balint Pardjoendjoengan
"Penulisan tesis ini menggunakan metode yuridis normatif yang mengutamakan studi kepustakaan dan berfokus kepada implementasi prinsip Customer Due Diligence (CDD) di Indonesia sebagai upaya pencegahan terjadinya kejahatan pencucian uang. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk memahami pentingnya implementasi prinsip Customer Due Diligence pada operasional perbankan secara tepat dan maksimal untuk mencegah aktivitas pencucian uang yang disertai dengan sistem regulasi dan supervisi yang efektif pula.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode yuridis normatif melalui kajian kepustakaan terhadap berbagai sumber hukum primer mencakup berbagai peraturan perundang-undangan dan konvensi internasional serta data sekunder seperti pendapat para ahli, referensi terkait dan wawancara.
Hasil penelitian penulis menemukan bahwa kejahatan pencucian uang sudah menjadi musuh dan ketakutan bagi seluruh bangsa di dunia bahkan berbagai kesepakatan internasional terkait upaya memerangi pencucian uang berkembang semakin dinamis mengikuti perkembangan zaman, kejahatan dan juga sistem hukum yang semakin maju di seluruh dunia. Oleh karena itu, semua bangsa, termasuk Indonesia, harus sepakat bahwa pencucian uang adalah suatu kejahatan yang harus diperangi bersama-sama melalui berbagai upaya baik dalam bentuk regulasi, pengawasan, hukuman dan penghargaan sehingga Indonesia juga dianggap sebagai Negara yang koperatif dan berkomitmen untuk ikut mencegah terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). UU No.8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU sebenarnya sudah cukup representatif bahkan memuat juga tentang tugas, tanggung jawab dan wewenang PPATK sebagai Financial Intelligence Unit (FIU) yang juga memiliki wewenang terhadap operasional perbankan secara terbatas terkait pelaporan dan pengawasan terhadap penerapan prinsip Customer Due Diligence dan transaksi mencurigakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.11/28/PBI Tahun 2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum.
Penulis menyarankan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat selaku legislator untuk melakukan pembaharuan terhadap UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mengakomodir semangat pencegahan TPPU dalam kegiatan operasionalnya serta memberikan penegasan dan kepastian hukum terhadap tugas, wewenang dan koordinasi antara Bank dengan Bank Indonesia serta PPATK khususnya terkait penerapan prinsip CDD. Selain itu penulis juga menyampaikan beberapa saran dan rekomendasi terkait dengan permasalahan tersebut.

This thesis using juridical normative analyse method and library researches which focuses on the implementation of the principle of Customer Due Diligence (CDD) in Indonesia as the prevention of money laundering. The objective of this thesis is to understand the importance of implementing the principle of Customer Due Diligence on the right bank operations and the maximum to prevent money laundering activity is accompanied by a system of effective regulation and supervision as well.
This research is qualitative by using method of juridical normative literature through the study of the various sources of primary law covers a wide range of legislation and international conventions as well as secondary data such as opinions of experts, related references and interviews.
The study authors found that money laundering has become the enemy and fear for the whole nation in the world and even the various international agreements related to combating money laundering is growing increasingly dynamic with the times, crime and legal systems are also more advanced in the world. Therefore, all nations, including Indonesia, have agreed that money laundering is a crime that must be fought together through various efforts in the form of regulation, supervision, punishment and reward so that Indonesia is also regarded as a cooperative state and is committed to help prevent the Money Laundering (AML). Law No. 8 of 2010 on the prevention and eradication of AML is already quite representative even includes also the tasks, responsibilities and authority PPATK as Financial Intelligence Unit (FIU), which also has the authority of a limited banking operations related to reporting and monitoring the implementation of the principles of Customer Due Diligence and suspicious transactions as formed in Peraturan Bank Indonesia No.11/28/PBI Tahun 2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum.
However, it is still not adequate because if the government realized that the banks are very vulnerable to be exploited by moneylaundering activity, especially at the placement stage of the author recommends to the Government and Parliament as a legislator for reform of the Act No.7 of 1992 to accommodate prevention of Money Laundering in the spirit of its operations and provide legal certainty to the affirmation and duties, authority and coordination between Bank Indonesia and Bank with PPATK, especially related to the application of the principle of CDD. Moreover, the authors also present several suggestions and recommendations related to the problem.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30002
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Heryucha Romanna
"ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan teknologi di Sektor Penyedia Jasa Keuangan yang semakin pesat, Sektor Jasa Keuangan pun terkena dampaknya dengan perubahan-perubahan dinamis yang kian muncul, salah satunya dengan munculnya teknologi finansial dan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) sebagai salah satu jenisnya. Sebagai pendatang baru, teknologi finansial terutama LPMUBTI masih rentan atas risiko-risiko yang mungkin terjadi, salah satunya ialah risiko Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme. Pentingnya Uji Tuntas Pengguna Jasa dalam kaitannya dengan pencucian uang tidak hanya untuk kepentingan tingkat kesehatan dan manajemen risiko dari Penyedia Jasa Keuangan itu sendiri namun dapat mencegah dampak terjadinya ketidakstabilan perekonomian Indonesia bahkan ancaman bagi kedaulatan Negara dengan adanya aktivitas yang mendukung terjadinya aksi terorisme melalui tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan data sekunder dapat disimpulkan beberapa hal.
Pertama, hukum positif atas LPMUBTI diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) dan pelaksanaan Uji Tuntas Pengguna Jasa dalam LPMUBTI tersebut dijelaskan secara rinci dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan.
Kedua, dalam penerapannya, Akseleran mewajibkan Pengguna Jasa untuk memberikan informasi-informasi Pengguna Jasa sesuai yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan dan memverifikasi validitas informasi yang diberikan oleh Pengguna Jasa tersebut. Guna memperoleh hasil Uji Tuntas Pengguna Jasa secara optimal, Akseleran jugamelakukan Uji Tuntas Pengguna Jasa dengan bantuanbank dimana seluruh transaksi keuangan baik masuk dan keluar dari Pengguna Jasa harus menggunakan bank yang valid agar semua transaksi dapat terekam baik oleh bank asal Pengguna Jasa maupun di sistem Akseleran serta bekerjasama dengan pihak ketiga sebagai verifikator eksternal dalam hal biometrik.

ABSTRACT
Along with the rapid development of technology in the Financial Services Provider Sector, the Financial Services Sector has also been affected by dynamic changes that have emerged, one of which is the emergence of financial technology and Peer to Peer Lending as one of its types. As a newcomer, financial technology, especially Peer to Peer Lending is still vulnerable to risks that may occur, one of which is the risk of Anti Money Laundering and Prevention of Terrorism Funding. The importance of Customer Due Diligence in relation to money laundering is not only for the benefit of the level of health and risk management of the Financial Service Provider itself but can prevent the impact of the instability of the Indonesian economy even a threat to the sovereignty of the State with activities that support action terrorism through money laundering and terrorism financing. Using normative juridical research methods and secondary data can be concluded several things.
First, the positive law on peer to peer lending is regulated in the Financial Services Authority Regulation Number 77/POJK.01/2016 concerning Information Technology Based Lending and Borrowing Services (LPMUBTI) and the implementation of Customer Due Diligence in the peer to peer lending is explained in detail in the Authority Regulation Financial Services Number 12/POJK.01/2017 concerning the Application of Anti Money Laundering and Prevention of Terrorism Funding Programs in the Financial Services Sector.
Second, in its implementation, Akseleran requires Service Users to provide information on User Services in accordance with the Financial Services Authority Regulation Number 12/POJK.01/2017 concerning the Application of Anti Money Laundering and Prevention of Terrorism Funding Programs in the Financial Services Sector and verifying the validity of information provided by the User of the Service. In order to obtain the User Completion Test results optimally, Akseleran also carries out a User Due Diligence with bank assistance where all financial transactions both in and out of the User must use a valid bank so that all transactions can be recorded by both the User Bank and the Akseleran system and also cooperate with third parties as external verifiers in biometrics."
2019
T53587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwina Nitoya Estariani
"Layanan Perbankan Digital adalah layanan yang memungkinkan calon nasabah dan/atau nasabah bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, registrasi, pembukaan rekening, transaksi perbankan dan penutupan rekening, termasuk memperoleh informasi lain dan transaksi di luar produk perbankan, antara lain nasihat keuangan investasi, transaksi elektronik, dan kebutuhan lainnya dari nasabah bank. Digitalisasi perbankan terjadi karena masyarakat menginginkan proses transaksi yang lebih murah, cepat, dan sederhana dan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. Pengembangan strategi bisnis dimaksud memerlukan infrastruktur yang memadai antar lain manajemen risiko, penyesuaian Teknologi Informasi. Sebagai salah satu alat transaksi modern, layanan perbankan digital juga berpeluang untuk disalahgunakan sebagai sarana pencucian uang. Untuk itu, skripsi ini akan membahas mengenai penerapan uji tuntas nasabah layanan perbankan digital pada produk Jenius milik PT. BTPN, Tbk. sebagai bentuk penerapan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan usahanya dan dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang. Selain itu, akan dibahas juga aspek perlindungan konsumen pada produk Jenius sebagai upaya melindungi hak nasabah penyimpan dana. Metode penelitian yang Penulis gunakan adalah menggunakan bentuk penelitian dari skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian dari skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa PT. BTPN Tbk. selaku penyedia jasa keuangan dari Layanan Perbankan Digital Produk Jenius dalam hal ini telah berusaha untuk melaksanakan uji tuntas nasabah dengan baik berdasarkan POJK APU PPT SJK, terlepas dari belum ditetapkannya pengaturan khusus terkaitLayanan Perbankan Digital. Dengan demikian, penulis menyarankan agar segera ditetapkannya ketentuan yang memadai dan dapat mendasari layanan perbankan digital dan tidak hanya berdasar pada POJK APU PPT SJK dalam penyelenggaraannya.

ABSTRACT
Digital Banking is one of the provided services of banks nowadays, in which enables its prospective customer and or customer to collect information, to communicate, to register, to open an account s , to do banking transactions, to close and block account s or to collect information and do transactions other than bank services, such as getting investment advices, e commerce transactions, et cetera. Bank digitalization occurs because the society demand an easier, faster, and simpler type of transaction and in order to increase awareness for the use of a non cash instrument, so that there will be formed a community or society who use more non cash instrument to do transactions. As one of the modern model of transaction, digital banking has potentials to be misused as a money laundering tool by criminals. This thesis explains about the implementation of customer due diligence for digital banking product Jenius as a form of precautionary principle for banks in running their business and in order to prevent any money laundering practice. Other than that, this thesis also explains about the customer protection aspect in digital banking product Jenius as an effort to protect customer rights. The form of this research is normative juridical. This thesis is a library research which delivers descriptive research typology. This thesis concludes that PT. BTPN, Tbk. as the financial service provider has done its best to apply the customer due diligence provisions for digital banking product Jenius users based on POJK APU PPT SJK, despite of limited digital banking regulations and some slight obstacles. Therefore, the author suggests the government as the regulator to set more regulations on digital banking so that it is not only depends on POJK APU PPT SJK."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>