Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190060 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lydia Christina Angela Serenauli
"Pasar Modal merupakan salah satu sektor yang turut serta mendukung pertumbuhan perekonomian Indonesia, dan terus berkembang dengan cepat. Pasar Modal memiliki berbagai instrumen investasi di dalamnya, salah satunya adalah Reksa Dana. Dewasa ini, Reksa Dana mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah nasabahnya. Hal ini dikarenakan Reksa Dana dinilai memiliki resiko yang tergolong rendah dan juga lebih mudah dipahami oleh investor yang tergolong awam, dibandingkan dengan instrumen-instrumen investasi lainnya di sektor Pasar Modal. Dalam prosesnya sebagai instrumen investasi, Reksa Dana pada akhirnya akan sampai ke tahap Pembubaran dan Likuidasi yang dalam hal ini dapat disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya merupakan Pembubaran dan Likuidasi yang diperintahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Seluruh proses pengembalian dana kepada investor dalam tahapan Pembubaran dan Likuidasi sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya suatu sengketa. Sejumlah produk Reksa Dana yang dikeola oleh PT Minna Padi Aset Manajemen diperintahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk melaksanakan Pembubaran dan Likuidasi, setelah ditemukan beberapa pelanggaran dalam kegiatan transaksi produk-produk Reksa Dana tersebut. Dalam proses Pembubaran dan Likuidasi tersebut, PT Minna Padi Aset Manajemen mengaku tidak sanggup untuk mencairkan dana yang proporsional kepada para Pemegang Unit Penyertaan, dan memberikan penawaran ganti rugi yang dinilai sangat merugikan Pemegang Unit Penyertaan. Pemegang Unit Penyertaan tentunya meminta advokasi dari Otoritas Jasa Keuangan untuk mendapatkan hak mereka, namun hingga saat ini seluruh upaya tersebut belum membuahkan hasil yang cukup untuk mengakhiri sengketa tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan sikap tegas yang lebih dari Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator dan pengawas yang berwenang dalam sektor Pasar Modal, untuk menjalankan visi dan misi perlindungan konsumen dalam sektor jasa keuangan, terkhusus Pasar Modal. Selain itu, demikian dibutuhkan pula suatu regulasi khusus yang mengatur serta memfasilitasi penyelesaian sengketa secara khusus pada bidang Reksa Dana.

The Capital Market is one of the sectors that supports the growth of the Indonesian economy, and continues to grow rapidly. The Capital Market has various investment instruments in it, one of which is Mutual Funds. Nowadays, Mutual Funds have experienced a significant increase in the number of customers. This is because Mutual Funds are considered to have relatively low risk and are also easier to understand by investors who are classified as laymen, compared to other investment instruments in the Capital Market sector. In its process as an investment instrument, Mutual Funds will eventually reach the Dissolution and Liquidation stage, which in this case can be caused by many factors. One of them is the Dissolution and Liquidation ordered by the Otoritas Jasa Keuangan. The entire process of returning funds to investors in the Dissolution and Liquidation stage has been regulated in the applicable laws and regulations in Indonesia, but it does not rule out the possibility of a dispute. Numerous Mutual Fund products managed by PT Minna Padi Aset Manajemen were ordered by the Otoritas Jasa Keuangan to carry out Dissolution and Liquidation, after several violations were found in the transaction activities of these Mutual Fund products. In the Dissolution and Liquidation process, PT Minna Padi Aset Manajemen admitted that it was unable to disburse proportional funds to the Unit Holders, and provided compensation offers that were considered very detrimental to the Unit Holders. The Unit Holders of course asked for advocacy from the Otoritas Jasa Keuangan to get their rights, but until now all these efforts have not produced sufficient results to end the dispute. Therefore, more assertiveness is needed from the Otoritas Jasa Keuangan as the authorized regulator and supervisor in the Capital Market sector, to carry out the vision and mission of consumer protection in the financial services sector, especially the Capital Market. In addition, there is also a need for a special regulation that regulates and facilitates dispute resolution specifically in the field of Mutual Funds in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Hilmy
"Setelah berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat beberapa kasus gagal bayar perusahan asuransi yang menyebabkan pemegang polis mengalami kerugian, salah satunya yakni Kasus Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 (AJB Bumiputera 1912). Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perlindungan hukum pemegang polis oleh peraturan perundang-undangan dan OJK dalam kasus gagal bayar Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912?, dan 2. Bagaimana peran dan tanggung jawab OJK dalam upaya penyelesaian hak-hak pemegang polis dalam kasus gagal bayar Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912?. Dalam menganalisis permasalahan yang diteliti menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan data sekunder dan melakukan studi kepustakaan serta menggunakan pendekatan penelitian Perundang-Undangan dan pendekatan pendekatan kasus. Hasil dari penelitian ini adalah: 1. Perlindungan hukum pemegang polis yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan secara umum terdapat di dalam UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, tetapi dalam kaitannya dengan kasus gagal bayar AJB Bumiputera 1912 terdapat permasalahan yakni tidak ada Undang-Undang khusus yang mengatur tentang perusahaan asuransi berbentuk Asuransi Bersama (Mutual Insurance) sesuai dengan amanat dalam Pasal 7 ayat (3) UU 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Sedangkan perlindungan hukum oleh OJK dilakukan secara preventif sudah dilakukan dengan pemeriksaan, pengawasan dan rekomendasi untuk melaksanakan serangkaian ketentuan dan persyaratan dan pedoman yang ada dalam POJK No. 73 /Pojk.05/2016. 2. Peran dan tanggung jawab OJK dalam upaya penyelesaian hak-hak pemegang polis sudah dilakukan dengan menerapkan POJK Nomor 63 /POJK.05/2016. Tetapi peran dan tanggung jawab itu masih belum maksimal sehingga sampai saat ini kasus AJB Bumiputera 1912 ini belum terselesaikan.

After the establishment of Otoritas Jasa Keuangan (OJK), there were several cases of insurance company that caused policy holders to suffer losses, one of the cases that occurred was the case of Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJB Bumiputera 1912). The problems analyzed in this research are: 1. How is the legal protection of policyholders by laws and regulations and OJK in the case of failure to pay of the AJB Bumiputera 1912?, and 2. What are the roles and responsibilities of OJK in efforts to settle the rights of policy holders in the case of failure to pay of AJB Bumiputera 1912?. The results of this study are: 1. Legal protection for policyholders provided by legislation is generally contained in UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, but in relation to the AJB Bumiputera 1912 default case there is a problem, namely that there is no special law that regulates insurance companies in the form of Mutual Insurance in accordance with the mandate in Article 7 paragraph (3) of UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. While legal protection by OJK is carried out in a preventive manner, it has been carried out with inspection, guidelines contained in POJK No. 73 /Pojk.05/2016. 2. The roles and responsibilities of OJK in efforts to settle the rights of policyholders have been carried out by implementing POJK Number 63 / POJK.05/2016. But the roles and responsibilities are still not maximized so until now the case of AJB Bumiputera 1912 has not been resolve."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicholas Pratama
"Pada saat ini, instrumen-instrumen investasi pasar modal semakin berkembang di tengah masyarakat. Semakin mudahnya akses menuju investasi melalui digitalisasi yang dilakukan oleh pihak-pihak pelaku pasar modal turut berperan dalam peningkatan investasi di Indonesia. Salah satu instrumen investasi yang juga semakin diminati oleh adalah Reksa Dana. Namun dalam prakteknya, pengelolaan Reksa Dana juga tidak selalu dilakukan dengan bertanggung jawab oleh pihakpihak yang terlibat di dalamnya. Seperti pada kasus PT. Minna Padi Aset Manajemen, dimana perusahaan tersebut melakukan penawaran Reksa Dana secara Fixed Return, melakukan repurchase agreement terhadap produk Reksa Dana, tidak melakukan pengelolaan portofolio efek secara bertanggung jawab, dan melanggar pengaturan likuidasi yang telah diamanatkan oleh POJK. Hal-hal tersebut berimplikasi terhadap diberikannya sanksi-sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada PT. Minna Padi Aset Manajemen yang salah satunya adalah perintah untuk melakukan likuidasi terhadap produk-produk Reksa Dana miliknya. Permasalahan semakin meluas ketika proses likuidasi dan pembayaran kepada nasabah tidak kunjung dilakukan oleh PT. Minna Padi Aset Manajemen. Hal tersebut berujung pada sengketa yang masih berlangsung hingga saat ini antara nasabah dan PT. Minna Padi Aset Manajemen. Berkaca dari kasus tersebut, terdapat hal-hal yang harus dievaluasi dan diperbaiki terutama terkait dengan kinerja Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan pengawasan terhadap lembaga-lembaga jasa keuangan dan melakukan perlindungan terhadap konsumen. Peraturan perundang-undangan yang ada terkait Reksa Dana juga perlu dirancang untuk semakin bersinergi antara satu dengan yang lainnya agar semakin dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan juga berpacu dengan kemajuan iklim investasi. Apabila dibandingkan dengan negara Australia, peraturan perundang-undangan terkait Reksa Dana di Indonesia dapat dikatakan cukup lengkap dan aktual dalam melakukan pengaturan.
Nowadays, capital market investment instruments are increasingly developing in the community. The easier access to investment through digitalization by the parties involved in capital market industry also plays a role in increasing investment in Indonesia. One of the investment instruments that is also increasingly in demand is Mutual Funds. However, in practice, the management of Mutual Funds is also not always carried out responsibly by the parties involved. As in the case of PT. Minna Padi Aset Manajemen, where the company offers Fixed Return Mutual Funds, conducts repurchase agreements for Mutual Fund products, does not manage their securities portfolios responsibly, and violates the liquidation regulations mandated by POJK. These matters have implications for the imposition of sanctions by the Financial Services Authority on PT. Minna Padi Aset Manajemen, one of which is an order to liquidate its Mutual Fund products. The problem is getting more widespread when the liquidation process and payments to customers have not been carried out by PT. Minna Padi Asset Management. This led to a dispute that is still ongoing today between the customer and PT. Minna Padi Asset Management. Reflecting on this case, there are things that must be evaluated and improved, especially related to the performance of the Financial Services Authority in supervising financial service institutions and protecting the consumers. Existing laws and regulations related to Mutual Funds also need to be designed to further synergize one another in order to better meet consumer needs and also keep pace with the progress of the investment climate. Compared to Australia, the laws and regulations related to Mutual Funds in Indonesia can be said to be quite complete and actual in making arrangements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ariq Pratama
"Pasar Modal di Indonesia sangat berkembang termasuk dengan instrumen-instrumen yang terdapat di dalamnya. Salah satu instrumen yang mengalami perkembangan adalah Reksa Dana. Reksa Dana dinilai lebih mudah untuk digunakan oleh calon investor yang masih awam akan penginvestasian. Terdapat beberapa produk yang terdapat pada Reksa Dana, salah satunya adalah Reksa Dana Terproteksi. Reksa Dana Terproteksi sendiri dinilai menjadi salah satu produk Reksa Dana yang paling aman dikarenakan dapat memberikan suatu proteksi terhadap nilai awal investasi yang dimasukkan oleh investor. Walaupun dinilai aman dan dapat memberikan proteksi kepada investor atau pemegang Unit Penyertaan, ternyata Reksa Dana Terproteksi memiliki beberapa risiko. Beberapa risiko yang dimiliki oleh Reksa Dana Terproteksi adalah risiko Nilai Aktiva Bersih yang berkurang jika investor menjual Reksa Dana Terproteksinya sebelum jatuh tempo, risiko Manajer Investasi yang tidak seratus persen menginvestasikan dana pada instrumen obligasi, dan risiko yang paling harus diantisipasi dan paling berbahaya yaitu risiko gagal bayar yang dilakukan oleh perusahaan penerbit obligasi yang dijadikan sebagai aset dasar dari Reksa Dana Terproteksi. Penulis menggunakan penelitian hukum dikarenakan landasan ilmu pengetahuannya adalah ilmu hukum. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Dalam penelitian yang dilakukan penulis, belum terdapat pengaturan yang khusus mengatur mengenai bagaimana mekanisme penyelesaian jika terdapat kondisi gagal bayar pada produk Reksa Dana Terproteksi. Akan tetapi penyelesaian gagal bayar dapat dilakukan dengan mekanisme penyelesaian gagal bayar pada obligasi dikarenakan aset dasar pada Reksa Dana Terproteksi adalah obligasi. Hal ini menimbulkan ketidakpastian perlindungan hukum bagi investor pada Reksa Dana Teproteksi. Oleh karena itu harus ada regulasi yang khusus mengatur mengenai mekanisme penyelesaian risiko pada Reksa Dana Terproteksi khususnya risiko gagal bayar.

The capital market in Indonesia is very developed, including the instruments contained therein. One instrument that has developed is mutual funds. Mutual Funds are considered easier to use by potential investors who are new to investing. There are several products in Mutual Funds, one of which is Capital Protected Funds. Capital Protected Funds themselves are considered to be one of the safest Mutual Fund products because they can provide protection for the initial investment value entered by investors. Even though it is considered safe and can provide protection to investors or Participation Unit holders, it turns out that Capital Protected Funds have several risks. Some of the risks that are owned by Capital Protected Funds are the risk of reduced Net Asset Value if the investor sells the Capital Protected Funds before maturity, the risk of the Investment Manager not one hundred percent investing funds in bond instruments, and the risk that must be anticipated and the most dangerous, namely the risk of failure payments made by the bond issuer company which is used as the underlying asset of the Protected Mutual Fund. The author uses legal research because the basis of his knowledge is the science of law. The methodology used is a normative juridical approach. In the research conducted by the author, there are no specific regulations governing the settlement mechanism if there is a default condition on Protected Mutual Fund products. However, the settlement of default can be done with the mechanism of settlement of default on bonds because the basic asset in Capital Protected Funds is bonds. This raises the uncertainty of legal protection for investors in Capital Protected Funds. Therefore there must be regulations that specifically regulate the mechanism of risk settlement in Capital Protected Funds, especially the risk of default.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Verawati
"Permasalahan gagal bayar sering dialami debitur, salah satunya menimpa perusahaan pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (“PT SNP”). Laporan keuangan yang menjadi acuan pemberian kredit serta penerbitan dan pemeringkatan Medium Term Notes (“MTN”) tidak menunjukkan kondisi keuangan sebenarnya, sehingga menjadi faktor utama terjadinya kasus gagal bayar PT SNP. Peran Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) sebagai pengawas sangat diperlukan untuk dapat memberikan perlindungan juga keterbukaan informasi kepada setiap konsumen lembaga pembiayaan. Permasalahan tersebut yaitu terkait tugas dan wewenang OJK dalam penerbitan dan pemeringkatan MTN, serta peran OJK dalam perlindungan konsumen terhadap pemegang MTN PT SNP yang telah dinyatakan pailit. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data tersebut disusun kualitatif, melalui uraian teks dan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif dan kritis. Kesimpulan pertama, tugas dan wewenang OJK dalam proses penerbitan dan pemeringkatan MTN dapat ditinjau dari sebelum dan sesudah diterbitkannya POJK No. 35 tahun 2018 dan POJK No. 30 Tahun 2019, OJK tidak memiliki wewenang secara langsung dalam setiap produk MTN yang diterbitkan PT SNP, namun OJK dapat mengungkapkan setiap informasi, kondisi ataupun sanksi yang sedang dijalankan oleh suatu lembaga pembiayaan. Namun hal inilah yang belum terlihat dalam pelaksanaannya. Sehingga, untuk mendorong peran aktif dari OJK dalam memberikan perlindungan kepada setiap konsumen jasa keuangan perlu adanya jaminan bahwa peraturan terkait penerbitan efek bersifat utang yang salah satu instrumennya adalah MTN terlaksanakan dengan baik agar dapat memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap setiap investor/kreditur. Selanjutnya, pemegang MTN diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan serta evaluasi melalui pelaporan keuangan berkala. Selain itu, terhadap pelaporan keuangan yang dilakukan secara rutin tiap bulannya, perlu adanya parameter untuk penjatuhan sanksi kepada perusahaan jasa keuangan non bank yang terbukti melakukan tindakan curang, sehingga tidak hanya sebatas sanksi administratif.

Debtors often experience default problems, one of which is the financing company PT Sunprima Nusantara Pemfundan (“PT SNP”). The financial statements that serve as the reference for granting credit as well as the issuance and rating of Medium Term Notes (“MTN”) do not show the actual financial condition, thus becoming the main factor in the PT SNP default case. The role of the Financial Services Authority (“OJK”) as a supervisor is very necessary to be able to provide protection as well as information disclosure to every consumer of a financial institution. These problems are related to the duties and authorities of OJK in issuing and rating MTN, as well as the role of OJK in consumer protection for PT SNP MTN holders who have been declared bankrupt. The research was conducted using secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. The data was compiled qualitatively, through text descriptions and analyzed using descriptive and critical analysis techniques. The first conclusion is that the OJK's duties and authorities in the process of issuing and rating MTN can be reviewed before and after the issuance of OJK Regulations related to the Implementation of Financing Companies and POJK No. 30 of 2019, OJK does not have direct authority in every MTN product issued by PT SNP, but OJK can disclose any information, conditions or sanctions that are being carried out by a financing institution. However, this has not been seen in its implementation. Thus, to encourage the active role of the OJK in providing protection to every consumer of financial services, it is necessary to guarantee that regulations regarding the issuance of debt securities, one of which is MTN, are implemented properly in order to provide a sense of security and protection to every investor/creditor. Furthermore, MTN holders are expected to play a more active role in conducting supervision, inspection and evaluation through periodic financial reporting. In addition, for financial reporting that is carried out routinely every month, the parameters are needed for imposing sanctions on non-bank financial services companies that are proven to have committed fraudulent actions, so that they are not only limited to administrative sanction"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Ayu Khania Jayanti
"Tulisan ini menganalisis bagaimana substansi dari Perintah Tertulis terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran di sektor Pasar Modal serta bagaimana pengenaan Perintah Tertulis terhadap Pemegang Saham Mayoritas dan Komisaris PT Minna Padi Aset Manajemen apabila dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Peraturan- peraturan di sektor Pasar Modal ternyata kurang menjelaskan mengenai substansi pengenaan Perintah Tertulis terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran di bidang Pasar Modal. Dengan demikian, artinya peraturan-peraturan yang mengatur mengenai Perintah Tertulis tersebut tidak dapat menjamin kepastian hukum. Pada saat pengumuman pengenaan Perintah Tertulis terhadap PT MPAM diumumkan, saat itu UUP2SK telah berlaku. Oleh karena itu, merujuk pada UUP2SK, pengenaan Perintah Tertulis terhadap Pemegang Saham Mayoritas dan Komisaris PT MPAM memiliki kekurangan yakni larangan untuk menjadi Pengendali di Lembaga Jasa Keuangan bidang Pasar Modal. Hal ini karena seorang Pengendali juga dapat melakukan fungsi pengendalian, yang mana dalam UUP2SK menjelaskan arti dari Pengendali ini sendiri secara terpisah. Selain itu pada kasus lain, Otoritas Jasa Keuangan sudah pernah mengenakan larangan menjadi Pengendali ini. Maka dari itu, perlu adanya pembaharuan peraturan mengenai substansi Perintah Tertulis oleh OJK khususnya di Lembaga Jasa Keuangan bidang Pasar Modal agar tidak menyebabkan kekaburan hukum yang dapat merugikan berbagai pihak termasuk OJK itu sendiri. OJK juga seharusnya menambahkan pengenaan Perintah Tertulis yakni larangan menjadi Pengendali kepada Pemegang Saham Mayoritas dan Komisaris PT MPAM agar dapat menimbulkan efek jera bagi kedua pihak tersebut, dan diharapkan kedepannya tidak ada lagi pihak lainnya yang melakukan pelanggaran yang sama dengan Pemegang Saham Mayoritas dan Komisaris PT MPAM tersebut.

This paper analyses how the substance of Written Orders against parties who commit violations in the Capital Market sector and how the imposition of Written Orders against Majority Shareholders and Commissioners of PT Minna Padi Aset Manajemen when related to Law Number 4 of 2023. This paper employs doctrinal legal research. Regulations in the Capital Market sector apparently do not explain the substance of imposition of Written Orders against parties who commit violations in the Capital Market sector. Thus, it means the regulations which manages the Written Order cannot guarantee legal certainty. At the time of the Written Orders imposition announcement against PT MPAM, the UUP2SK was already in effect. Therefore, referring to the UUP2SK, the imposition of the Written Order against the Majority Shareholders and Commissioners of PT MPAM has the disadvantage of prohibiting them from becoming Controllers in Financial Services Institutions in the Capital Market sector. This is because a Controller can also perform a control function, which in the UUP2SK explains the meaning of the Controller itself separately. In other cases, a ban on becoming a Controller has already been imposed by Financial Services Authority. Therefore, it is necessary to update the regulations regarding the substance of imposition of Written Orders by the OJK, especially in the Financial Services Institution in the Capital Market sector so as not to cause legal confusion which can harm various parties including the OJK itself. OJK should also add the imposition of a Written Order, namely the prohibition of becoming a Controller to the Majority Shareholders and Commissioners of PT MPAM in order to create a deterrent effect for the two parties, and it is hoped that in the future there will be no other parties who commit the same violation as the Majority Shareholders and Commissioners of PT MPAM."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Pitono
"Berlakunya Undang-undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UUOJK) telah mengubah kelembagaan pengawasan dan pengaturan sektor jasa keuangan dari Bank Indonesia dan Departemen Keuangan pada satu lembaga bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu UUOJK telah memberikan kewenangan kepada OJK untuk melakukan langkah dan upaya terkait dengan perlindungan konsumen jasa keuangan. Produk dan jasa keuangan dan kegiatan usaha jasa keuangan merupakan bidang/sektor yang sangat pesat mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemasaran produk dan jasa keuangan oleh lembaga jasa keuangan kepada masyarakat sangat beragam dan masif. Disisi lain, pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai sektor jasa keuangan sangat terbatas. Konsumen jasa keuangan terbagi dalam 2 segmentasi yaitu konsumen korporasi dan konsumen individual dengan perbedaan tingkat pendidikan. Hal ini disebabkan karena pendidikan yang rendah dan akses informasi yang benar dan transparan mengenai produk dan jasa serta lembaga jasa keuangan relatif terbatas.
Dengan demikian, adalah penting untuk mengkaji bagaimana peranan OJK dalam upaya meningkatkan pemahaman dan pengetahuan konsumen individual mengenai sektor jasa keuangan. Edukasi keuangan kepada konsumen individual merupakan upaya yang sangat penting agar konsumen dapat memilah dan memilih serta menentukan produk dan jasa keuangan apa serta lembaga jasa keuangan mana yang akan digunakan. Segmen konsumen individual sangat rentan terhadap kegiatan usaha jasa keuangan yang menyimpang karena jumlah konsumen individual sangat banyak dan beragam. Hal ini sangat berpotensi menimbulkan kepanikan pasar keuangan dalam hal terjadi praktek-praktek jasa keuangan yang merugikan konsumen. Potensi kerugian tidak hanya disebabkan karena yang rendah pendidikan dan akses informasi yang benar dan transparan tetapi juga kegagalan lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan pengaduan dan sengketa konsumen.
Dengan mendasarkan pada teori sistem hukum Lawrence M. Friedman, penelitian ini menggunakan metode pendekatan diskriptif kualitatif berupa penelitian kepustakaan dengan analisis yuridis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan edukasi untuk mencapai literasi keuangan oleh OJK sangat diperlukan dan menjadi langkah terpenting untuk melindungi konsumen jasa keuangan. Edukasi keuangan kepada masyarakat dan konsumen akan meningkatkan keyakinan konsumen terhadap sistem keuangan yang akan berdampak pada meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan dan menjaga stabilitas keuangan. Selain itu juga penanganan pengaduan dan keluhan konsumen secara pasti melalui mekanisme internal dispute resolution (IDR) dan mediasi merupakan upaya yang sangat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan.

Applicability of Act No. 21 of 2011 on the Financial Services Authority (hereinafter referred to UUOJK) has changed the institutional supervision and regulation of the financial services sector from Bank Indonesia and the Ministry of Finance on a body called the Financial Services Authority (FSA). Additionally, UUOJK has given authority to the FSA to undertake measures and efforts related to the protection of consumers of financial services. Financial products and services and business activities of financial services is an area / sector has developed very rapidly in line with the development of science and technology. Marketing of financial products and services by financial services institutions to the community is very diverse and massive. On the other hand, knowledge and understanding of the financial services sector is very limited. Consumer financial services is divided into two segments are corporate customers and individual consumers with different levels of education. This is due to poor education and access to proper and transparent information regarding products and services as well as financial services institutions are relatively limited.
Thus, it is important to examine how the role of FSA in an effort to increase understanding and knowledge of the individual consumer financial services sector. Consumer financial education efforts of the individual is very important so that consumers can pick and choose and determine what financial products and services as well as financial services institution which will be used. Individual consumer segments are particularly vulnerable to the financial services business activities which deviate due to the number of individual consumers are many and varied. This is potentially causing panic in the event of financial market practices that harm consumers of financial services. Potential losses are not only due to low education and access to information that is correct and transparent but also the failure of financial institutions to resolve consumer complaints and disputes.
With a legal system based on the theory of Lawrence M. Friedman, this study used a qualitative descriptive approach library research with normative analysis.
The results showed education to achieve financial literacy by the FSA becomes very necessary and important step to protect consumers of financial services. Financial education to the public and consumers will increase consumer confidence in the financial system that will result in increased community participation in development finance and maintain financial stability. In addition, the handling of complaints and consumer complaints with certainty through the internal dispute resolution mechanisms (CAD) and mediation is an attempt which help increase public trust in financial services institutions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhiwira Rifky Taufikurrahman
"Terjadinya keadaan sulit dapat menyebabkan perubahan terhadap keseimbangan dalam sebuah kontrak sehingga mengakibatkan kesulitan bagi debitur dalam melaksanakan kewajiban kontraktualnya. Kesulitan ini juga terjadi dalam kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Bakrie (PT AJB). Berdasarkan Putusan No. 21/Pdt.G.S/2022/PN.JKT SEL, PT AJB dinyatakan wanprestasi atas kegagalannya dalam melakukan pembayaran kepada seorang pemegang polis. Hakim menghukum PT AJB untuk melakukan pembayaran kepada pemegang polis tersebut. Namun dikarenakan izin usaha PT AJB telah dicabut, pembayaran tidak boleh dilakukan oleh pihak PT AJB. Seharusnya tim likuidasi PT AJB yang melakukan pembayaran tersebut, namun bertahun-tahun sejak dicabutnya izin usaha PT AJB, belum dibentuk tim likuidasi. Skripsi ini membahas tentang konsekuensi hukum dari kegagalan PT AJB dalam membayar klaim tertanggung dengan alasan finansial perusahaan dan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menyikapi putusan pengadilan yang menghukum perusahaan asuransi yang telah dicabut izin usahanya untuk melakukan pembayaran kepada tertanggung. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian berbentuk yuridis-normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini adalah konsekuensi hukum dari kegagalan PT AJB dalam membayar klaim tertanggung adalah dijatuhkannya sanksi administratif terhadap PT AJB serta dapat digugatnya PT AJB atas dasar wanprestasi. Sementara peran OJK dalam menyikapi putusan pengadilan yang menghukum perusahaan asuransi yang telah dicabut izin usahanya untuk melakukan pembayaran kepada tertanggung adalah OJK harus membentuk tim likuidasi berdasarkan Pasal 42 ayat (2) UU Perasuransian dan OJK berwenang menetapkan kebijakan di bidang perasuransian yang bertujuan menjaga stabilitas industri asuransi dan meringankan perusahaan asuransi yang terdampak bencana berdasarkan Pasal 54A ayat (1) POJK No. 5 Tahun 2023.

The occurrence of hardship can cause changes to the balance of a contract, resulting in difficulties for the debtor in carrying out his contractual obligations. This difficulty also occurred in the case of PT Asuransi Jiwa Bakrie (PT AJB). Based on Decision No. 21/Pdt.G.S/2022/PN.JKT SEL, PT AJB was declared to have failed to make payments to a policyholder. The judge sentenced PT AJB to make payments to the policyholder. However, because PT AJB's business license has been revoked, payment may not be made by PT AJB. PT AJB's liquidation team should have made the payment, but many years since PT AJB's business license was revoked, a liquidation team has not been formed. This thesis discusses the legal consequences of PT AJB's failure to pay the insured's claims for financial reasons and the role of Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in responding to court decisions that punish insurance companies whose business licenses have been revoked to make payments to the insured. The research method used in this thesis is a normative-juridical research by analyzing laws and regulations. The result of this study is that the legal consequences of PT AJB's failure to pay the insured's claims are the imposition of administrative sanctions against PT AJB and a lawsuit by said policyholder. While the role of OJK in responding to court decisions that punish insurance companies whose business licenses have been revoked to make payments to the insured is that OJK must form a liquidation team based on Article 42 (2) of the Insurance Law and OJK has the authority to establish policies in the insurance sector aimed at maintaining the stability of the insurance industry and relieve insurance companies affected by disasters based on Article 54A (1) POJK No. 5 Year 2023."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Velladia Zahra Taqiya
"Riset ini mengangkat permasalahan terkait pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Manajer Investasi Perusahaan Asuransi dalam pembelian reksa dana. Terdapat dua pokok permasalahan yang dianalisis yakni terkait dengan tata cara pengawasan dan studi kasus untuk membahas pertanggungjawaban apabila terjadi penyalahgunaan. Riset terkait dengan tata cara pengawasan dilakukan melalui metode perbandingan hukum dengan negara Singapura dan Malaysia. Analisis pertanggungjawaban dilakukan dengan menganalisis secara yuridis normatif kasus PT Asuransi ABC.  Singkatnya, dari hasil riset ini diperoleh hasil bahwa pengawasan sudah dilakukan secara optimum dan berlapis dan pertanggungjawaban terhadap pelanggaran dapat ditindak dengan hukum yang berlaku. Akan tetapi, untuk meningkatkan respons aparat pengawas yang menemukan pelanggaran perlu peraturan tata cara penindakan temuan pelanggaran yang meliputi sanksi kelalaian bagi pengawas yang tidak menindak pelanggaran yang ditemukan agar kerugian yang timbul tidak terus membesar.

This research raises issues related to the supervision of the Financial Services Authority of Insurance Company Investment Managers in purchasing mutual funds. There are two main problems analyzed, namely related to the procedures for supervision and case studies to discuss accountability in the event of abuse. Research related to supervision procedures is carried out through the comparative method of law with Singapore and Malaysia. Liability analysis is carried out by analyzing the normative juridical case of PT Asuransi ABC. In short, the results of this research show that supervision has been carried out optimally and in layers and accountability for violations can be dealt with by applicable law. However, to improve the response of supervisory officers who find violations, it is necessary to have regulations on procedures for taking action against findings of violations which include sanctions for negligence for supervisors who do not act on violations found so that the losses incurred do not continue to grow. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The development of the Shari'ah financial services sector in Indonesia is growing rapidly, this phenomenon innovating the importancee of the protection of consumers against the Shari'ah financial services which is offered by the provider; whether they are Shari'ah banks, insurances or the capital market form. The purpose of this protection is none other as a part of the maqashid shari'ah realization compliance. The protection of consumers in financial services is divided into two aspects: regulation and oversight. Both aspects are the authority and also the duty of the Financial Services Authority of Shari'ah since the adoption of Law Number 21 of 201 on the Financial Services Authority, relating to: the supervision of the institution does not have the role to be the supervisor in relation to Shari'ah financial services, because it is not regulated in detail and there is only one article which sets it. However, this condition is inversely proportional with the regulation and the supervision of the conventional financial services which are regulated in detail in this Act. The arising problem because of the regulation, which is not detailed, directs the Shari'ah financial service costumers to be not protected from the transactions that are prohibited by Isalm, so the aim of the establishment of the OJK is not fulfilled. This paper attempts to examine the protection of the Shari'ah financial service consumers through the supervision mechanism by the financial services authority. Financial services authority known as the OJK, has the function of regulating and supervising the financial services either conventional or Shari'ah. Specifically for the function as the supervisory institution has the role the protect the consumers from the behavior of the financial service provider. This protection is not only for the conventional financial services consumers but also for the Shari'ah financial service consumers. The role of OJK in protecting the Shari'ah financial service consumers is done together with the DSN-MUI as the external supervisor."
ILMUHUKUM 6:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>