Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18903 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gabriela Rigoni
"Preventing economic distortions and providing for gender equality should be a main goal that could be achieved not only by promoting labor laws and ensuring welfare benefits, but also with the design of a tax-benefits system that could address those issues.A gender-sensitive tax-benefits system would become a permanent safeguard policy for gender issues, promoting gender inclusion."
Jakarta: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, 2022
658 JIPM 5:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heller, Walter W.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], 1974
336 HEL f (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hindess, Barry
London: Tavistock , 1987
361.61 HIN f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cambridge, UK: M.I.T. Press , 1964
338.954 PRI (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Selly Galvani
"Kesetaraan gender dapat meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, terdapat ketimpangan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia, terutama dalam pendapatan. Dengan menggunakan model mikrosimulasi INDOMOD, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran kebijakan fiskal dalam mengurangi ketimpangan pendapatan gender. Data bersumber dari Susenas Maret 2019 dan studi ini fokus pada pajak penghasilan, PKH, BPNT, dan PIP. Hasil estimasi menunjukkan bahwa kebijakan yang paling tepat adalah melalui PKH dan BPNT. Sedangkan pajak penghasilan untuk tingkat pendapatan atas hampir tidak berpengaruh, dan untuk tingkat pendapatan yang rendah, meskipun dapat mengurangi ketimpangan pendapatan gender, namun meningkatkan ketimpangan pendapatan secara keseluruhan.

Gender equality can increase women’s economic participation and promote economic growth. However, there is inequality between men and women in Indonesia, especially in income. Using the microsimulation INDOMOD model, this study aims to determine the role of fiscal policy in reducing gender income inequality. The data is sourced from the March 2019 Susenas and this study focus on income tax, PKH, BPNT, and PIP. The estimation results show that the most appropriate policy are through PKH and BPNT. Meanwhile, income taxes for upper income levels have almost no effect, and for lower income levels, although it can reduce gender income inequality, it will increase income inequality.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musfiroh
"Sebagai negara dengan perekonomian yang berada di ranking keenam belas di dunia pada tahun 2018, kerjasama perdagangan internasional merupakan hal penting bagi Indonesia. Kerjasama perdagangan internasional pada awalnya hanya difokuskan pada negara-negara yang menjadi mitra dagang utama saja, baik dalam skala global maupun regional seperti ASEAN. Pada perkembangannya, Indonesia juga membuka diri dengan menjalin kerjasama perdagangan bebas atau Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan negara lain di luar kawasan yaitu Chile yang terletak di kawasan Amerika Latin. Akan tetapi jika ditinjau dari perdagangan internasional, nilai perdagangan antara Indonesia dan Chile tidak signifikan dibanding dengan negara lainnya yang berada di kawasan tersebut seperti Brazil dan Argentina. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa Indonesia justru menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Chile dalam skema Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (IC-CEPA)? Melalui pendekatan kualitatif (studi literatur dan wawancara) dengan menggunakan teori pemilihan Mitra FTA oleh Solis dan Katada (2008), penelitian ini bertujuan untuk menganalisis motif keterlibatan Indonesia dalam IC-CEPA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tiga motif atas keterlibatannya dalam IC-CEPA. Pertama, motif ekonomi, yakni untuk mendapatkan akses pasar bagi produk manufaktur khususnya produk unggulan alas kaki dan menghindari adanya trade diversion. Kedua, motif politik yaitu untuk meningkatkan status Indonesia melalui upaya menjadi trade hub bagi kawasan Amerika Latin di Asia Tengara. Ketiga, motif leverage yakni untuk meningkatkan kapasitas Indonesia di sektor pertanian mengingat Chile merupakan salah satu negara memiliki sistem pengelolaan sektor pertanian yang terbaik di dunia.

As a country with sixteenth economic ranking in the world (2018), international trade is important for Indonesia. The cooperation is initially focused on countries which become the main trading partners, both on a global and regional scale such as ASEAN. On its development, Indonesia also opened up by establishing a Free Trade Cooperation (FTA) or Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) with other countries outside the region such as Chile in which it's located in Latin America. However, in terms of international trade, the total value of trade between Indonesia and Chile is small and unlike the trading with other countries in the same region. This matter then raises question, why Indonesia establish free trade cooperation with Chile in the Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (IC-CEPA) scheme? Through a qualitative approach (literature study and interview) using the theory of FTA partner selection by Solis and Katada (2008), this study aims to analyze the Indonesian motives behind its involvement and its decision to sign the IC-CEPA cooperation with Chile. The results of this study find that Indonesia has three motives for its involvement in IC-CEPA. First, economic motives, those are the need to export its manufactured products, particularly footwear and to avoid trade diversion. Second, political motive, that is to improve Indonesia's status through its efforts by becoming a trade hub for the Latin America countries in Southeast Asian regions. Third, leverage motive, that is to build Indonesia's capacity in the agricultural sector, considering that Chile is one of the countries with the best agricultural sector management system in the world."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha
"Studi ini mempelajari tentang hubungan kausalitas antara koalisi mayoritas dan batu bara. Guna mendapatkan gambaran secara menyeluruh, kami melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan text mining dan kuantitatif. Dalam hal ini, penggunaan metode text mining diperlukan guna menjelaskan fenomena pada metode kuantitatif. Perlakuan ini kami uji coba pada dua data set, yaitu data set ringkasan rapat DPR RI pada media daring (WikiDPR, Parlementaria Terkini, dan Tempo.co) dan data set ekspor batu bara dan koalisi mayoritas pada tingkatan DPRD RI (Data Bea Cukai Kemenkeu RI, Pemilu 2014-2019, dan BPS). Hipotesis yang kami bangun adalah penurunan volume ekspor batu bara ketika koalisi terbentuk. Studi ini berangkat dengan motivasi tunnelling effect (deduktif – induktif), yaitu pengukuran dampak dari kebijakan yang dihasilkan secara nasional (DPR RI) pada implementasi di tingkat provinsi (DPRD RI). Kami menggunakan metode Text Mining, Sentiment Analysis, dan Discourse Network Analysis untuk pendekatan text mining. Sementara itu, kami menggunakan Regression Discontinuity Design pada pendekatan kuantitatif. Studi ini menemukan adanya hubungan negatif, yaitu koalisi mayoritas tingkat DPRD RI tidak menurunkan volume ekspor batu bara. Temuan ini sejalan dengan hasil yang didapatkan pada pendekatan text mining, yaitu intensi yang dibangun oleh legislator di DPR RI yang mengerucut pada isu-isu perluasan lahan tambang pada tingkat daerah

This study investigates the causal relationship between majority coalition and coal. To obtain a complete picture, we conducted an analysis using both text mining and quantitative approaches. In this stance, the usage of text mining analysis is to explain pattern or phenomenon resulting in quantitative analysis. We use the method onto two datasets: published and open-source meeting summary text data from DPR RI on online media from 2014 to 2020 (WikiDPR, Parlementaria Terkini, and Tempo.co) also the coal export and coalition datasets of the DPRD RI from 2015 to 2021 (Customs Data of the Ministry of Finance of the Republic of Indonesia, General Commission of Election, and Statistics Indonesia). According to our hypothesis, when a coalition is formed, the volume of coal exported decreases. This study begins with the motivation of tunneling effects (deductive – inductive) on economic policy utilization, with the goal of determining the impact of national-level policies (DPR RI) to its provincial implementation (DPRD RI). We employ Text Mining, Sentiment Analysis, and Discourse Network Analysis in our text mining methods. Furthermore, we employ the Regression Discontinuity Design on a quantitative level. According to the findings of this study, the majority coalition in DPRD RI did not reduce the volume of coal exports. This finding is consistent with the findings of the text mining approach, in which we discovered that the type of discussion or conversation built by the legislator in the DPR RI was focused on the expansion of mining/smelter development also augmentation of production-distribution chain in the local area"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syihabuddin
"Penelitian ini berfokus pada Dinamika HIPMI Pasca Orde Baru. Sebagai wadah belajar dan kaderisasi pengusaha muda yang telah berpengalaman dalam mencetak kader-kader pengusaha-politisi di Era Orde Baru melalui partai Golkar yang menjadi induk politiknya, HIPMI sedikit banyak terkena imbas dari reformasi 1998. Sistem politik berubah dan mengikis jaringan sentral HIPMI selama ini dibirokrasi, partai politik, dan militer. Karenanya, menghadapi liberalisasi ekonomi dan politik pasca Orde Baru, HIPMI dituntut oleh keadaan untuk melakukan transformasi diri.
Transformasi ini ditandai dengan indepensi HIPMI dihadapan partai politik manapun, meskipun secara tradisi dan jaringan masih cukup kuat mengandalkan jaringan lama yang tertanam kuat di partai Golkar. Transformasi selanjutnya adalah corak bisnis yang digeluti oleh para pengusaha muda yang, seiring dengan liberalisasi ekonomi pasca Orde Baru, tidak hanya bisa mengandalkan proyek dari pemerintah semata, meski sebagai pendatang baru dalam dunia bisnis, mengerjakan proyek pemerintah berbasis ABPN/APBN masih menjadi pintu masuk ke dunia bisnis yang lebih luas. Modal ekonomi, intelektualitas, dan jaringan menjadi kunci bagi pengautan kaderisasi di HIPMI pasca Orde Baru. Dan HIPMI pasca Orde Baru selalu menuntut dirinya untuk membibitkan kader-kader pengusaha muda yang mandiri di hadapan negara.
Berpijak pada teori ekonomi politik relasi bisnis dan kekuasaan, teori modal sosial, dan kelas menengah, amatan terhadap kelembagaan dan perilaku anggota HIPMI dilakukan dan dikemukakan bahwa meski orde Politik telah berubah, namun peran tradisional HIPMI dalam politik Indonesia tetap sama: selain menjadi unit kaderisasi pengusaha pemula, HIPMI juga memerankan diri sebagai wadah kaderisasi politik sekaligus. Hal ini bukan persoalan salah atau benar dalam melihat perilaku kelembagaan HIPMI. Namun transformasi kelembagaan HIPMI yang telah kian matang, dengan perubahan perilaku bisnis yang beranjak menjauh dari negara, masih diikuti oleh tuntutan kesejarahan HIPMI: selain menyiapkan diri menjadi pengusaha yang sukses, HIPMI juga dituntut untuk siap menjadi pemimpin-pemimpin bangsa melalui jalur politik.
Demokrasi Indonesia yang masih mencari bentuknya yang ideal juga menyajikan dilemma dalam hubungan bisnis dan politik. Partai-partai politik semakin pragmatis dalam rekrutmen politiknya karena menghadapi ongkos politik yang mahal. Bagi HIPMI ini adalah peluang sekaligus tantangan dalam perannya sebagai kelas menengah di Indonesia. Di satu sisi, idealitas pembangunan kelas menengah berbasis komunitas bisnis yang kuat dan mandiri di hadapan negara menjadi tanggung jawab mereka, namun di sisi lain, ongkos politik yang begitu mahal memberi tawaran yang begitu besar bagi kelompok pengusaha untuk masuk dan bermain di dalamnya. Kaderisasi politik yang ramah terhadap kalangan usahawan ini mengidap hampir semua partai politik dan seolah menjadi tren dalam pentas politik Indonesia, sehingga membuka ruang yang begitu besar bagi organisasi yang bermotto “pengusaha pejuang, pejuang pengusaha ini”

This research is mainly focused on the post-New Order dynamism of the Indonesian Young Entrepreneurs Association (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia/HIPMI). As an organization which has a long experience on educating young generations of businessman-politicians through its political patron, Golongan Karya (Golkar), HIPMI has been to some extent affected by the 1998 reform. The changing political system erodes HIPMI’s central networking in bureaucracy, political parties, and military. As a consequence, HIPMI must adjust by transforming itself in view of the post-New Order political and economic liberalization.
HIPMI’s independence from any political party, albeit its ongoing dependence on its old tradition and networking both of which are deeply rooted in Golkar, marks this transformation. Another transformation is manifested in HIPMI’s type of business which, in line with the post-New Order economic liberalization, no longer depends solely on the government’s projects. However, the national budget (APBN)-based government’s projects remain the main entrance for the business new-comers to explore broader business opportunities. Economic capital, intellectuality, and networking play important role in strengthening the regeneration process of the post-New Order HIPMI which always urges itself to produce new, young entrepreneurs who are independent of the government.
Using business-power relation theory of political economy, social capital theory, and middle class theory to analyze the institutional and behavioral aspects of HIPMI members, this theses argues that although the political order has changed, and some of HIPMI’s members’ business role and networking have accordingly changed, the traditional role of HIPMI in Indonesian politic remains unchanged. In addition to its role as a medium for regeneration of new entrepreneurs, HIPMI plays another role as a medium for political regeneration. This does not have anything to do with right or wrong in analyzing HIPMI’s institutional behavior. HIPMI’s maturing transformation marked by its increasing distance from the government remains connected to its historical call: producing successful entrepreneurs as well as political leaders.
Indonesian democracy which is still in search for its ideal format poses a dilemma on business-politic relations. Political parties become more pragmatic in their political recruitment due to expensive political costs. This is an opportunity as well as challenge for HIPMI in its role as an Indonesian middle class. On one hand, the responsibility of building the middle class based on a strong and independent business free of the government’s influence lays on their shoulder. On the other hand, the expensive political costs pave their way to enter into politic. This businessmen-friendly climate of political regeneration is present in all political parties and apparently becomes a trend in Indonesian political contestation, providing a vast arena for HIPMI whose motto is “heroic entrepreneurs, entrepreneurial hero.”
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Bahri
"ABSTRAK
Dalam merespons krisis finansial Asia di tahun 1997-1999, pemerintah Indonesia dan Malaysia mengambil kebijakan-kebijakan ekonomi makro yang berbeda. Pemerintah Indonesia menaikkan suku bunga, mengurangi alokasi anggaran, melepaskan intervensi nilai tukar, dan meliberalisasi berbagai sektor ekonomi; sementara pemerintah Malaysia menurunkan suku bunga, melakukan ekspansi anggaran, mempertahankan intervensi nilai tukar, dan mengaplikasikan kontrol modal. Mengapa krisis yang sama direspons dengan kebijakan ekonomi makro berbeda? Mengapa krisis ekonomi tersebut diikuti dengan perubahan kebijakan ekonomi ke arah yang lebih liberal di Indonesia, sementara tidak di Malaysia? Dalam riset-riset sebelumnya, faktor paradigma ekonomi terkesan kurang diperhatikan sebagai penentu preferensi kebijakan pemerintah sewaktu krisis. Lewat penelitian ini, penulis berargumen bahwa perbedaan kebijakan ekonomi makro saat krisis disebabkan oleh perbedaan paradigma yang berkembang di masing-masing rezim pemerintahan sebelum krisis. Paradigma ekonomi membangun ekspektasi pemerintah terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil sebelum krisis. Kemunculan krisis finansial mendorong perubahan kebijakan ekonomi makro karena (i) krisis tersebut memfalsifikasi ekspektasi paradigma ekonomi yang dianut pemerintah dan (ii) pendukung paradigma alternatif berhasil masuk ke dalam proses perumusan kebijakan ekonomi makro untuk mendelegitimasi paradigma lama, kemudian melembagakan paradigma baru. Dua faktor ini hadir di Indonesia, namun tidak di Malaysia."
Depok: Departemen Ilmu Politik FISIP UI, 2017
320 JURPOL 2:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lusia Handayani
"Pangan merupakan hak mendasar setiap manusia. Masyarakat atau bangsa yang tidak terpenuhi kecukupan pangannya akan berpotensi menimbulkan tidakstabilan ekonomi bahkan dapat menjatuhkan sebuah pemerintah. Ketergantungan terhadap beras sebagai pangan pokok dapat mengancam stabilitas ekonomi dan politik manakala pangan tersebut tidak tercukupi dengan baik. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menghindari ancaman tersebut adalah beralih ke berbagai pangan sumber karbohidrat lainnya yang banyak tumbuh di Indonesia, antara lain ubi jalar, singkong, garut, dan ganyong. Namun demikian, aneka pangan lokal tersebut masih dianggap pangan kelas dua, karena masih kuatnya budaya pangan berbasis nasi dari beras. Karena itu, perlu kampanye pangan lokal di media internet. Internet saat ini berkembang menjadi media yang mampu menjangkau seluruh kalangan secara cepat dan tepat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan sumber data sekunder berupa buku, dokumen, dan jurnal terkait bela negara dan ketahanan pangan. Hasil kajian ini menunjukkan belum maksimalnya pemanfaatan internet sebagai media kampanye pangan lokal ke masyarakat baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Sejalan dengan perkembangan pesat internet dan pentingnya melakukan bela negara di semua aspek, kampanye pangan lokal melalui media internet perlu dilakukan oleh semua pihak."
Bogor: Universitas Pertahanan, 2018
355 JDSD 8:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>