Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147486 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Ulil Amri Burhan
"Pendekatan keadilan restoratif menjadi dasar dalam penegakan hukum atas pelanggaran perpajakan dengan mengutamakan terjadinya pemulihan kerugian pada pendapatan negara. Studi ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara setelah berlakunya UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dengan menggunakan variabel dari Grindle (1980) dan memberikan alternatif kebijakan untuk mendorong pemulihan kerugian pada pendapatan negara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara setelah berlakunya UU HPP telah memenuhi semua indikator yang ada di dalam content of policy, yaitu kepentingan kelompok sasaran, tipe manfaat, derajat perubahan yang diinginkan, letak pengambilan keputusan, dan pelaksana dan sumber daya kebijakan. Namun, untuk variabel context of implementation, kebijakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara belum terpenuhi di semua indikator yaitu kekuasaan, kepentingan, dan strategi, karakteristik institusi, dan kepatuhan atau daya tanggap. Ketiga indikator tidak terpenuhi karena kepentingan implementor yang belum padu, masih terjadi disparitas di antara implementor, dan daya tanggap dan kepatuhan implementor yang masih kurang. Alternatif kebijakan dalam mendorong pemulihan kerugian pada pendapatan negara adalah pemberlakuan putusan pidana penjara kepada para pelanggar pidana pajak dan eksekusi pidana denda diubah menjadi denda administrasi dan pemberlakuan kembali kebijakan Pasal 13 ayat (5) dan/atau Pasal 15 ayat (4) UU KUP untuk menagih denda pidana hasil putusan pidana pajak. 

The restorative justice approach is the basis for law enforcement on tax violations by prioritizing recovery of losses in state revenue. This study aims to analyse the implementation of loss recovery policy on state revenue after the enactment of Law 7/2021 concerning Harmonization of Tax Regulations (UU HPP) using variables from Grindle (1980) and provide policy alternatives to encourage loss recovery on state revenue. This study used a qualitative approach with a descriptive research type which was obtained through a literature study and in-depth interviews with informants. The results of the study show that the policy for recovering losses on state revenue after the enactment of the UU HPP has fulfilled all the indicators contained in the content of the policy, namely the affected, the types of benefit, extent of change envision, site of decision making, and policy implementors and resources. However, for the context of implementation, loss recovery policy on state revenue have not been fulfilled in all indicators, namely power, interests, and strategy, institution characteristics, and compliance or responsiveness. The three indicators were not fulfilled because the implementor's interests were not yet integrated, there were still disparities among implementors, and the implementor's responsiveness and compliance were still lacking. Policy alternatives in encouraging recovery of losses on state revenue are the imposition of prison sentences on tax offenders and the execution of fines changed to administrative fines and the reintroduction of the policy of Article 13 paragraph (5) and/or Article 15 paragraph (4) of the UU KUP to collect criminal fines resulting from tax criminal decisions."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Putri Saridewi
"Adanya kebijakan Undang-UndangHPP memberikan perubahan peraturan pada kluster PPN meliputi penetapankenaikantarif PPN secara bertahap, perubahan Barang tidak Kena Pajak menjadi Barang Kena Pajakserta UU HPP memangkasfasilitas yang diberikan pada UU PPN sebelumnya. Sehingga Penelitian ini membahas bagaimana peraturan hukum, mekanisme, serta akibat hukum dalam PPN setelah berlakunya UU HPP. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis Peraturan Hukum dalam PPN baik sebelum dan setelah berlakunya UU HPP dengan menggabungkan data sekunder berupa peraturan Perundang-Undangan dan studi pustaka dengan metode analisis doktrinal. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perubahan peraturan pada kluster PPN yang diantaranya mengatur mengenai Kenaikan Tarif secara bertahap serta perubahan peraturan pada objek barang kena pajak yang masih tidak mencerminkan kepastian hukum sesuai pada UU HPP ayat (1) d, karena pengaturan mengenai fasilitas atas Barang Kena Pajak tidak pasti dan bisa dievaluasi kapan saja sesuai dengan PP No.49 Tahun 2022 yang mengatur ketentuan fasilitas yang diberikan berlaku sementara maupun seterusnya.

The existence of the HPP Law policy provides regulatory changes to the VAT cluster including the determination of a gradual increase in VAT rates, changing non-taxable goods to become taxable goods and the HPP law cutting the facilities provided in the previous VAT law. So this research discusses how the legal regulations, mechanisms, and legal consequences in VAT after the enactment of the HPP Law. This study aims to analyze the legal regulations in VAT both before and after the enactment of the HPP Law by combining secondary data in the form of laws and literature with doctrinal analysis methods. The results of this study indicate that there have been regulatory changes in the VAT cluster which among others regulate the gradual increase in tariffs as well as changes in regulations on taxable goods which still do not reflect legal certainty in accordance with the HPP Law paragraph (1) d, arrangements regarding facilities for Taxable Goods Tax is uncertain and can be evaluated at any time in accordance with Government Regulation No. 49 of 2022 which regulates the conditions for the facilities provided are temporary or permanent."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiya Febriani
"Pasca diberlakukannya Undang-Undang HPP, kebijakan yang berorientasi pada pemulihan kerugian pada pendapatan negara diterapkan juga di ketentuan pidana cukai. Ketentuan sebelumnya dinilai tidak memberikan efek jera dan tidak berhasil memulihkan kerugian negara secara optimal. Dengan begitu, diterapkan asas ultimum remedium yang memberikan kepastian hukum dengan pendekatan keadilan restoratif. Kebijakan dimuat dalam Pasal 40B tentang kewenangan penelitian dugaan pelanggaran dan Pasal 64 tentang penghentian penyidikan tindak pidana cukai. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi kebijakan pemulihan kerugian negara di bidang cukai dan menganalisis hambatan yang muncul dalam implementasinya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif dengan paradigma post-positivist. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pemulihan kerugian negara di tahapan penelitian secara nyata menciptakan penerimaan baru. Namun, pemanfaatan ultimum remedium di tahap penyidikan masih sangat minim. Meskipun instrumen kebijakan sudah tepat sasaran, kepatuhan dari pelaku masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan jumlah kasus yang ada. Hal ini berkenaan dengan kompleksitas hambatan yang ditemui di lapangan. Modus pelanggaran yang makin beragam menyulitkan otoritas cukai untuk meminta pertanggungjawaban atas kerugian negara. Terlebih tidak semua pelaku pelanggaran dapat memanfaatkan ultimum remedium karena ketidakmampuan ekonomi. Selain itu, terdapat ketidakpastian hukum dalam aturan yang ada sehingga harus segera dilakukan penyempurnaan dalam regulasinya. Pengambilan keputusan dalam implementasi kebijakannya juga kompleks karena tidak hanya dilakukan oleh satu instansi, melainkan oleh banyak pelaksana dengan karakteristik yang berbeda-beda.

After the enactment of the HPP Law, policies oriented towards recovering losses in state revenue were also applied to excise criminal provisions. The previous provisions were deemed ineffective in providing a deterrent effect and did not succeed in optimally recovering state losses. Thus, the principle of ultimum remedium is applied, providing legal certainty with a restorative justice approach. The policy is included in Article 40B regarding the authority to investigate alleged violations and Article 64 concerning the cessation of investigations into excise crimes. The purpose of this research is to analyze the implementation of the state loss recovery policy in the field of excise and to analyze the obstacles that arise in its implementation. This research is a qualitative-descriptive study with a post-positivist paradigm. The research results show that the mechanism for recovering state losses at the research stage has significantly created new revenues. However, the use of ultimum remedium at the investigation stage is still very minimal. Although the policy instruments are well-targeted, compliance from the perpetrators is still very low compared to the number of cases. This is related to the complexity of obstacles encountered in the field. The increasingly diverse modes of violations make it difficult for customs authorities to hold accountable for state losses. Moreover, not all offenders can utilize the ultimum remedium due to economic incapacity. In addition, there is legal uncertainty in the existing regulations, so immediate improvements in the regulations must be made. Decision-making in the implementation of the policy is also complex because it is not carried out by a single agency, but by many implementers with different characteristics. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Hilda Sulistio
"Pemberlakuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan memperluas basis PPN melalui pengurangan fasilitas PPN menjadi objek PPN yang diberikan pembebasan. Dengan adanya perubahan peraturan ini, maka jasa asuransi memiliki kewajiban administratif baru yang harus dipenuhi sebagai pelaku kebijakan. UU HPP berlaku efektif pada 1 April 2022, dan belum ada peraturan pelaksanaannya saat penelitian selesai. Kajian ini akan menganalisis perbedaan kebijakan PPN atas jasa asuransi sebelum dan sesudah UU HPP berlaku dan akan dikaitkan dengan asas kepastian dan efisiensi. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis dengan jenis penelitian deskriptif. Data primer dan sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perbedaan tersebut terletak pada sisi administrasi dan kepastian hukum. Penerapan kebijakan ini belum memberikan kepastian bagi perusahaan asuransi karena adanya kendala dalam menentukan dasar pemungutan pajak dan waktu penerbitan faktur pajak. Karena perusahaan jasa asuransi belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka dari segi efisiensi wajib pajak, kebijakan ini tidak efisien dengan biaya material, waktu, dan psikologis yang timbul selama pelaksanaan kebijakan ini.

The enactment of the Tax Regulations Harmonization Law expanded the VAT base through the reduction of VAT facilities to become VAT objects that are granted exemptions. With the change in this regulation, insurance services have new administrative obligations that must be fulfilled as policy actors. the HPP Law effective date is on April 1, 2022, and there are no implementing regulations when the research is completed. This study will analyze the differences in VAT policies for insurance services before and after the HPP Law is effective and will be linked to the principles of certainty and efficiency. This research used a post-positivist approach with a descriptive research type. Primary and secondary data were obtained through library research and in-depth interviews. The result of the study concluded that the differences were on the administrative side and legal certainty. The application of this policy has not provided certainty for insurance companies due to constraints in determining the base of tax collection and time for issuing tax invoices. Because insurance service companies have not fully implemented their tax obligations, in terms of taxpayer efficiency, this policy is not efficient with material, time, and psychological costs that arise during the implementation of this policy. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Briliana Aiko Shiga
"Pada 2021, pemerintah Indonesia menetapkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur beberapa perubahan kebijakan dalam bidang perpajakan, salah satunya kebijakan pajak atas natura. Natura yang kini dipotong oleh Pajak Penghasilan (PPh), dapat menimbulkan kompleksitas antara pemotongan PPN terhadap natura yang digunakan sebagai pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan kebijakan pajak atas natura setelah diberlakukannya UU HPP, khususnya dampaknya terhadap pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma dari natura yang sudah menjadi objek PPN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan ini meningkatkan beban administrasi perusahaan, risiko perpindahan lapisan tarif pajak bagi karyawan, serta kompleksitas dalam menentukan objek pajak yang tepat antara natura, pemakaian sendiri, dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar dapat menekankan sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada Wajib Pajak untuk meminimalkan kesalahan dalam pelaksanaan peraturan baru. Perusahaan juga diharapkan proaktif dalam memantau informasi perpajakan terbaru dan menjaga komunikasi dengan otoritas pajak guna memastikan kepatuhan dan kelancaran implementasi kebijakan baru ini.

In 2021, the Indonesian government enacted the Harmonization of Tax Regulations Law (HPP Law), which introduced several policy changes in taxation, including the taxation of benefits in kind. Benefits in kind, now subject to Income Tax (PPh), may lead to complexity regarding the application of VAT on benefits in kind used for personal consumption and gratuitous gifts. This study aims to analyze the changes in taxation policy on benefits in kind following the implementation of the HPP Law, particularly its impact on personal use and gratuitous gifts of benefits in kind already subject to VAT. This research employs a qualitative approach, collecting data through field studies involving in-depth interviews and literature reviews. The findings indicate that the policy change increases administrative burdens for companies, risks of tax bracket shifts for employees, and complexities in determining the correct tax objects among benefits in kind, personal use, and gratuitous gifts. The study recommends that the government emphasize continuous socialization and education for taxpayers to minimize errors in implementing the new regulations. Companies are also encouraged to proactively monitor the latest tax information and maintain communication with tax authorities to ensure compliance and smooth implementation of the new policy."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robertus Seta Dyaksa Hanindya
"Dalam rangka mendukung pemberantasan pengelakan dan penggelapan pajak yang dilakukan lintas negara dibutuhkan kerja sama internasional yang memungkinkan adanya pemberian sanksi kepada para wajib pajak yang melakukan pengelakan dan penggelapan pajak tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendukung hal tersebut adalah melalui pengimplementasian Automatic Exchange of Information in Tax Matter (AEOI). Untuk mendukung upaya tersebut, Pemerintah Indonesia menerbitkan ketentuan terkait AEOI salahs satunya melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017.
Diterbitkannya UndangUndang Nomor 9 Tahun 2017 sebagai payung hukum implementasi AEOI di Indonesia merupakan babak baru bagi dunia perpajakan khusunya berkaitan denan pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan. Penerbitan undangundang sebagaimana dimaksud sebagai payung hukum implementasi AEOI diikuti dengan penerbitan ketentuan teknis di bawahnya yang berfungsi sebagai petunjuk teknis pelaksanaan. Penerbitan beberapa aturan tersebut tentunya memiliki konsekuensi berkaitan dengan harmonisasi dengan peraturan lain khususnya yang berkaitan dengan rahasia bank.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang berhubungan dengan hal-hal tersebut yaitu, pertama, menganalisis pengaturan mengenai rahasia bank dan AEOI di Indonesia dan kedua, menganalisis harmonisasi peraturan pelaksanaan AEOI yang berkaitan dengan rahasia bank setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder.
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil penelitian ini adalah yaitu pertama, pengaturan mengenai rahasia bank dan implementasi AEOI terdapat pada beberapa peraturan perundang-undangan yang berbeda waktu penerbitannya dan latar belakang penerbitannya sehingga terdapat potensi permasalahan terkait harmonisasinya. Kedua, permasalahan harmonisasi terhadap ketentuan sebagaimana tersebut dapat diatasi melalui penegasan pengesampingan pasal yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017. Sementara isu harmonisasi terhadap peraturan di bawah perundang-undangan yang berfungsi sebagai petunjuk teknis dapat dilakukan melalui penyesuaian ketentuan yang lama dengan yang baru yang dapat dilakukan dengan penerbitan peraturan perubahan ataupun pencabutan peraturan yang lama.

The effort of tackle down the tax evasion and tax evading in the global scope requires international cooperation and instrument that allows the impose of sanctions to the taxpayers who are shifting their profit and revenue outside their home country. One of the actions that made by the global scope to support this, is through the implementation of Automatic Exchange of Information in Tax Matter (AEOI). Government of Indonesia issued regulations of AEOI in order to support to fight tax evasion and tax evading by the enactment of Act Number 9 of 2017.
The enactment of Act Number 9 of 2017 as the legal basis of AEOI implementation triggered the new phase for the world of taxation in Indonesia, especially concerning the bank secrecy in tax matters. The enactment of Act Number 9 of 2017 as a legal basis of the implementation of AEOI followed by the enactment of the technical regulations under the act as the technical guideline. The enactment of these regulations have consequences related to harmonization with other regulations, especially those related to bank secrecy.
This study aims to analyze the problems related to these matters, first, to analyze the regulation of bank secrecy and AEOI in Indonesia and second, to analyze the harmonization of AEOI regulations related to bank secrecy after the enactment of Act Number 9 of 2017. Research methods that used in this study is juridical normative based on literature study.
This study concluded that first, the regulations of bank secrecy and implementation of AEOI are found in several different laws and regulations that has the different time and background so there are potential problems related to harmonization. Second, the solutions of the harmonization of these issues of regulations can be overcome by the waiver of the old regulations by using the Act Number 9 of 2017. The harmonization issues of regulations under the Act Number 9 of 2017 can be done through the adjustment of the old regulations referring to the Act Number 9 of 2017."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Dianisa Utami Kurniasari
"Perkembangan financial technology (fintech) memiliki inovasi berupa layanan aplikasi perencanaan keuangan yang dapat menjadi alternatif pengguna jika ingin berkonsultasi mengenai rencana keuangannya secara online. Penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia atas penyerahan jasa aplikasi perencanaan keuangan. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data kualitatif. Analisis dilakukan dengan menjabarkan regulasi perpajakan di Indonesia yang berkenaan dengan penyerahan jasa aplikasi perencanaan keuangan berdasarkan skema/model bisnisnya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dipetakan dari payung hukum Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia, menunjukkan bahwa berdasarkan skema/model bisnis aplikasi perencanaan keuangan terdapat dua jenis perlakuan dalam pengenaan PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak nya yaitu atas pemberian cuma - cuma JKP yang dikenai PPN dan atas jasa konsultasi yang dikenai PPN. Kemudian dalam mekanisme administrasi pemungutannya juga mengikuti ketentuan Faktur Pajak Digunggung yang mengacu pada PMK No 18/2021. Penelitian ini memberikan rekomendasi agar otoritas pajak dapat memberikan peraturan perlakuan PPN yang lebih eksplisit atas penyerahan jasa aplikasi perencanaan keuangan untuk memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak pelaku usaha serta urgensi untuk segera menerbitkan peraturan turunan PP 44/2022 yang mengatur mengenai batasan dan tata cara pengenaan PPN atas pemberian cuma – cuma untuk menghindari kekosongan hukum.

The development of financial technology has led to innovation in the form of financial planning application services that can be an alternative for users if they want to consult about their financial plans online. This study aims to discuss the treatment of Value-Added Tax (VAT) in Indonesia for the submission of financial planning application services. The research method was carried out using a qualitative approach and qualitative data analysis techniques. The analysis is carried out by describing the Indonesian tax regulations pertaining to the delivery of financial planning application services based on the scheme or business model. The results of this study indicate that after mapping out the legal umbrella for Value Added Tax in Indonesia, it shows that based on the financial planning application scheme/business model, there are two types of treatment in the imposition of VAT on the delivery of its taxable services, namely for the provision of free JKP, which is subject to VAT, and for consulting services, which are also subject to VAT. Then, in the collection administration mechanism, it also follows the provisions of the tax invoice that are backed up, which refers to PMK 18/2021. This study provides recommendations so that the tax authority can provide more explicit VAT treatment regulations for the submission of financial planning application services to provide legal certainty to business taxpayers as well as the urgency to immediately issue a derivative regulation from PP 44/2022, which regulates the limits and procedures for imposition of VAT on free gifts, to avoid a legal vacuum"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Utami
"Salah satu cara alternatif pemerintah dalam menghadapi krisis energi fosil adalah dengan mengembangkan energi terbarukan dan salah satu jenis energi yang menjadi fokus adalah panas bumi. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan pemerintah diperlukan untuk mendorong industri panas bumi termasuk kebijakan pajak. Pada tahun 2003 (rezim baru panas bumi) pemerintah melakukan perubahan kebijakan atas pajak penghasilan badan yang sebelumnya bersifat lex specialis menjadi lex generalis.
Penelitan ini bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis latar belakang perubahan kebijakan pajak penghasilan pada bidang usaha panas bumi. Tujuan kedua adalah menggambarkan dan menganalisis perubahan kebijakan pajak penghasilan badan antara rezim lama dan rezim baru pada bidang usaha panas bumi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan dan metode kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan pertama bahwa ada 3 faktor yang melatarbelakangi perubahan kebijakan PPh tersebut yaitu masalah penentuan jenis penghasilan, bagian pemerintah yang sudah tidak ekonomis lagi dan konsep kontrak panas bumi yang tidak dapat mengimbangi perubahan ekonomi. Hasil selanjutnya adalah kebijakan pajak penghasilan badan untuk bidang usaha panas bumi memerlukan peraturan yang terjamin kepastian hukumnya terutama pada rezim baru yang menggunakan asas lex generalis.
Saran penelitian ini antara lain bahwa seyogyanya perumusan Peraturan Pemerintah tentang industri panas bumi memperhatikan kebutuhan investor sehingga PP yang dikeluarkan akan tepat sasaran dan juga menjamin kepastian hukum yang tinggi, sebaiknya pemerintah lebih mensosialisasikan kepada investor mengenai fasilitas pajak penghasilan pada bidang usaha panas bumi, dan pemerintah sebaiknya lebih mengkaji fungsi pajak penghasilan pada rezim baru panas bumi.

One of the way to encounter the fossil energy crisis is to evolving non-renewable (non fossil) energy and geothermal become the top choice to be developed. Thus, government’s policy is needed to support this industry, so is tax policy. In 2003 (new regime for geothermal in Indonesia), government reformed the tax policy from lex specialis to lex generalis.
This research is aimed to describe and analyze the background of tax reform in geothermal industry. Secondly, is to describe and analyze the comparation of tax policy for new and old regime of geothermal industry. This research use qualitative method.
The result of this research is (1) there are 3 factors which reform the tax policy in geothermal industry, the problem to indentify the type of income, uneconomically government’s share and lex specialis principle which can’t be counterbalanced the economic change. (2) Tax policy for geothermal industry need certainty the most, specially in new regime which use lex generalis principle.
Recommendation of this research comprised that government should concern about government regulation for geothermal industry making in order to produce a precise regulation and a certainty laws, government should socialize about income tax facility to investor and also government have to consider about income tax function of new geothermal regime.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listyalaras Nurmedina
"Dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, hal yang perlu menjadi perhatian adalah mengenai jangka waktu pengelolaan wilayah kerja yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama atau Production Sharing Contract (PSC). Pengaturan mengenai jangka waktu atas pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi, akan memberikan kepastian bagi pemerintah dan kontraktor. Pengaturan tersebut telah dituangkan dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Peraturan Menteri ESDM yang telah diubah beberapa kali untuk memenuhi perkembangan dan dinamika dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia. Namun, perubahan tersebut dianggap menimbulkan suatu permasalahan sehingga diajukan uji materiil ke Mahkamah Agung dikarenakan adanya perubahan pada Pasal 2 yang memberikan kesan adanya akses prioritas bagi kontraktor eksisting untuk melanjutkan pengelolaan wilayah kerja. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga mengatur mengenai pengelolaan wilayah kerja yang berdasarkan PSC, menyatakan bahwa nomenklatur izin minyak dan gas bumi adalah PSC. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini akan menganalisis mengenai perbedaan mekanisme dalam pengelolaan wilayah kerja yang akan berakhir PSCnya berdasarkan perubahan pada Peraturan Menteri ESDM, dampak dari Putusan Mahkamah Agung No. 69P/HUM/2018, serta perubahan pada pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi setelah berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

In the upstream oil and gas business activities, the time period for the management of the work area as stipulated in the Production Sharing Contract (PSC) is an important matter. The regulation related to the time period for the management of oil and gas working areas will provide certainty for the government and the contractors, as has been stated in Law no. 22 of 2001 concerning Oil and Gas and Regulation of the MEMR which has been amended several times to comply with the developments and the dynamics of the changes in upstream oil and gas business activities in Indonesia. However, the change was deemed to have caused a problem so that a judicial review was submitted to the Supreme Court due to the amendment to Article 2 which gives the impression that there is a priority access for the existing contractor to continue the management of the oil and gas working area. In addition, the management of working areas based on PSC is regulated in Law no. 11 of 2020 concerning Job Creation which states that the nomenclature of oil and gas permits is PSC. This study will analyze the different mechanisms in the management of oil and gas working areas that the PSC will be terminated based on the MEMR regulation that has been changed several times, the impact of the Supreme Court Decision no. 69P/HUM/2018, as well as changes to the management of oil and gas working areas after the enactment of Law no. 11 of 2020 concerning Job Creation. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listyalaras Nurmedina
"Dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, hal yang perlu menjadi perhatian adalah mengenai jangka waktu pengelolaan wilayah kerja yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama atau Production Sharing Contract (PSC). Pengaturan mengenai jangka waktu atas pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi, akan memberikan kepastian bagi pemerintah dan kontraktor. Pengaturan tersebut telah dituangkan dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Peraturan Menteri ESDM yang telah diubah beberapa kali untuk memenuhi perkembangan dan dinamika dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia. Namun, perubahan tersebut dianggap menimbulkan suatu permasalahan sehingga diajukan uji materiil ke Mahkamah Agung dikarenakan adanya perubahan pada Pasal 2 yang memberikan kesan adanya akses prioritas bagi kontraktor eksisting untuk melanjutkan pengelolaan wilayah kerja. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga mengatur mengenai pengelolaan wilayah kerja yang berdasarkan PSC, menyatakan bahwa nomenklatur izin minyak dan gas bumi adalah PSC. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini akan menganalisis mengenai perbedaan mekanisme dalam pengelolaan wilayah kerja yang akan berakhir PSCnya berdasarkan perubahan pada Peraturan Menteri ESDM, dampak dari Putusan Mahkamah Agung No. 69P/HUM/2018, serta perubahan pada pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi setelah berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

In the upstream oil and gas business activities, the time period for the management of the work area as stipulated in the Production Sharing Contract (PSC) is an important matter. The regulation related to the time period for the management of oil and gas working areas will provide certainty for the government and the contractors, as has been stated in Law no. 22 of 2001 concerning Oil and Gas and Regulation of the MEMR which has been amended several times to comply with the developments and the dynamics of the changes in upstream oil and gas business activities in Indonesia. However, the change was deemed to have caused a problem so that a judicial review was submitted to the Supreme Court due to the amendment to Article 2 which gives the impression that there is a priority access for the existing contractor to continue the management of the oil and gas working area. In addition, the management of working areas based on PSC is regulated in Law no. 11 of 2020 concerning Job Creation which states that the nomenclature of oil and gas permits is PSC. This study will analyze the different mechanisms in the management of oil and gas working areas that the PSC will be terminated based on the MEMR regulation that has been changed several times, the impact of the Supreme Court Decision no. 69P/HUM/2018, as well as changes to the management of oil and gas working areas after the enactment of Law no. 11 of 2020 concerning Job Creation. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>