Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141966 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satria Fajar Putra Dipayana
"Tingginya angka pengguna media sosial di Indonesia diikuti dengan tingginya jumlah kasus pencemaran nama baik. Dari data yang ada, pencemaran nama baik berada pada urutan jumlah yang sering dilaporkan ke pihak berwajib. Bahkan Pasal pencemaran nama baik (dalam KUHP/diluar KUHP) menjadi pasal yang sering disoroti oleh publik, kemudian pihak-pihak yang merasa tersinggung, pada umunya menggunakan pasal tersebut untuk menyerang balik dengan melaporkanya ke Polisi. Sementara penyelesaian masalah pencemaran nama baik, melalui hukum pidana, masih selalu diutamakan (Primum remedium) oleh penegak hukum, yang akibatnya hukum pidana sebagai sarana balas dendam, shock terapy, bahkan sarana barter kasus. Menurut penulis penanggulangan masalah dengan hukum pidana haruslah dengan alternative terakhir (ultimum remedium), perlu menerapan kebijakan penal yang juga diimbangi dengan kebijakan non-penal dalam penegakan hukum pencemaran nama baik, serta perlu mengkaji sejauh mana ketentuan rumusan pasal pencemaran nama baik jika dilihat dari kacamata doktin dan teori hukum. Dari hasil penelitian, sementara dapat disimpulkan bahwa perlu trobosan suatu kebijakan pidana yang ditawarkan guna mencapai rasa keadilan dalam menyelesaikan masalah pencemaran nama baik, dimana merupakan suatu cara pendekatan baru dalam upaya penyelesaian perkara pidana, lebih menitik beratkan pada pemulihan keadaan serta memberikan fokus perhatian kepada korban, pelaku dan masyarakat. Melalui Pendekatan Restorative Justice akan menjadi solusi terbaik dalam menanggulangi kekurangan, keterbatasan dan kelemahan penyelesaian pencemaran nama baik dalam mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum di Indonesia.

The high number of social media users in Indonesia is followed by a high number of defamation cases. Based on the data, defamation is the number one that is often reported to the authorities. Even the defamation article (in the KUHP/outside the KUHP) becomes an article that is often highlighted by the public, then parties who feel offended, generally use this article to attack back by reporting it to the Police. While the resolution of defamation cases through criminal law is still prioritized (primum remedium) by law enforcers, as a result, criminal law becomes a means of revenge, shock therapy, and even a means of bartering cases. According to the author, solving problems with criminal law should be the last alternative (ultimum remedium), it is necessary to apply a penal policy that is also balanced with a non-penal policy in enforcing defamation law, and it is necessary to examine the extent to which the provisions for drafting defamation articles are viewed from a doctrinal and legal theory. Based on the research results, it can be concluded that it is necessary to make a breakthrough in a criminal policy that is offered in order to achieve a sense of justice in resolving defamation problems, which is a new approach in efforts to resolve criminal cases, focusing more on recovering the situation and focusing attention on the victim, actors, and society. Through a Restorative Justice Approach, it will be the best solution to overcoming deficiencies, limitations, and weaknesses in resolving defamation in realizing justice, benefits, and legal certainty in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Qiani Chairunnisa
"Skripsi ini membahas tentang penerapan restorative justice dalam penyelesaian kasus pencemaran nama baik pada Subdit IV Tipid Siber Polda Metro Jaya. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus pencemaran nama baik yang terjadi di Twitter X. Peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada empat informan penelitian. Dengan mengaitkannya dengan konsep-konsep dalam restorative justice, peneliti menemukan faktor yang mempengaruhi penerapan restorative justice. Selain itu, peneliti juga menganalisis elemen yang terdapat dalam penerapan restorative justice, peranan kepolisian, dan keberhasilan restorative justice. Hasil penelitian membuktikan, bahwa ada faktor internal, termasuk keputusan korban, pelaku, dan peran kepolisian, yang dapat mempengaruhi penerapan restorative justice. Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi penerapan restorative justice adalah isu yang sedang beredar di masyarakat dan peranan media. Sebenarnya, penerapan elemen dan keberhasilan restorative justice sudah tercapai, namun belum maksimal karena reaksi masyarakat yang negatif pada korban atau pelaku. Sedangkan, peranan kepolisian, sebagai inisiator dan fasilitator dalam restorative justice, sebenarnya sudah baik. Namun, masih perlu ada sosialisasi dan pelatihan penerapan restorative justice, supaya interpretasi terhadap Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 dapat sama dan keterampilan yang dimiliki dapat lebih baik.

This thesis discusses the application of restorative justice in solving defamation cases at Sub Directorate IV Cyber Crime Polda Metro Jaya. This thesis uses a qualitative approach with a case study of defamation that occurred on X's Twitter. The researcher conducted observations and interviews with four research informants. By associating it with the concepts in restorative justice, the researcher found the factors that influence the application of restorative justice. In addition, the researcher also analyzed the elements contained in the application of restorative justice, the role of the police, and the success of restorative justice. The results of the research prove that there are internal factors, including the decisions of victims, perpetrators, and the role of the police, which can affect the application of restorative justice. Meanwhile, external factors that influence the application of restorative justice are issues currently circulating in society and the role of the media. Actually, the application of the elements and the success of restorative justice has been achieved, but it has not been maximized because of the negative public reaction to the victim or perpetrator. Meanwhile, the role of the police, as the initiator and facilitator in restorative justice, is actually good. However, there is still a need for socialization and training in the application of restorative justice, so that the interpretation of the Chief of Police Regulation Number 8 of 2021 can be the same and the skills possessed can be better."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ramzy
"Secara konvensional hukum dibagi menjadi menjadi hukum publik dan hukum privat maka hukum pidana menjadi hukum publik. di Indonesia tidak dipisahkan hukum publik dan hukum privat. Berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah menimbulkan perubahan fundamental, baik secara konsepsional maupun secara implemental terhadap tata cara penyelesaian perkara pidana di Indonesia. Terdapat suatu metode penyelesaian perkara pidana dalam hukum pidana Islam, yaitu metode perdamaian (shulh). Di dalam perdamaian (shulh) baik korban atau walinya ataupun washinya (pemegang wasiat) diperbolehkan untuk mengadakan perdamaian dalam hal penggantian hukuman dengan imbalan pengganti sama dengan diat atau lebih besar dari diat. Restorative justice atau sering diterjemahkan sebagai keadilan restoratif, merupakan suatu model pendekatan yang dalam upaya penyelesaian perkara pidana. Pendekatan ini menitikberatkan pada adanya partisipasi langsung pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana. Proses penyelesaian perkara pidana melalui perdamaian sangat sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia yaitu semangat musyawarah untuk setiap permasalahan pidana dengan tujuan bahwa hukum pidana adalah ultimum remedium (obat terkahir) bukan sebagai premium remedium (obat utama).

Conventionally law is divided into the public law and private law in which the public law governing the relationship between citizens and the state such as criminal law, while private law governs the relationship between citizens with citizens such as contract law. Enactment of Law No. 8 of 1981 regarding Indonesian Crime Law Procedure has led to fundamental changes, both conceptually and in implemental to the settlement procedures for criminal cases in Indonesia. In the tradition of Islamic criminal law there is a method of settlement, namely method of concilliation (shulh). In the shulh both the victim or the will holder will be allowed to make conciliation in terms of punishment in return for a replacement is equal or greater than the blood money (diyat). Restorative justice is an approach model in a criminal case settlement efforts. This approach focuses on the direct participation of perpetrators, victims and society in the process of resolving criminal cases. Criminal cases settlement process through conciliation method is in accordance with the characteristic of the Indonesian nation, "spirit of deliberation" for every crime case settlement with the aim that criminal law is not as a premium remedium but ultimum remedium"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31921
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Rahman
"Terdapat berbagai tindakan melawan hukum ynag dilakukan oleh anak saat ini, termasuk tindak pidana penganiayaan yang banyak terjadi di wilayah hokum Polres Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan keadilan restoratif dalam penggunaan diversi kepolisian dalam rangka menangani tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak di bawah umur di wilayah hukum Polres Sleman. Metode kualitatif-deskriptif digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan studi kasus. Data primer dan sekunder dikumpulkan melalui teknik wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan pada anggota kepolisian di Polres Sleman yang bertugas sebagai seorang penyidik tindak pidana oleh anak. Penelitian menggunakan Teori Kebijakan Penanggulangan Kejahatan dan Teori Perlindungan Anak yang berhadapan dengan hokum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penganiayaan merupakan tindak pidana karena mengarah pada penganiayaan dan dapat menyebabkan kematian dan kejadiannya di wilayah Polres Sleman mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Upaya penanganan tindak pidana penganiayaan di Polres Sleman dilakukan dengan melaksanakan diversi karena sebagian besar pelaku merupakan anak di bawah umur. Implementasinya sudah sesuai dengan UU nomor 11 tahun 2012 tentang SPPA. Dalam menerapkan diversi terhadap pelaku penganiayaan terdapat beberapa hambatan yang dihadapi Polres Sleman diantaranya standar sistem hukum yang memaksa adanya tindak lanjut secara pidana, pelanggaran serius yang dilakukan anak menuntut tanggung jawab pidana, kesulitan LPA dalam melakukan penanganan, kurangnya koordinasi antar lembaga, korban yang tidak menyetujui diversi, dan tidak diterimanya diversi oleh publik.

There are various actions against the law that are carried out by children today, including Criminal Acts of Abuse criminal acts that often occur in the legal area of the Sleman Police. This study aims to analyze the application of restorative justice in the use of police diversion in order to deal with Criminal Acts of Abuse committed by minors in the jurisdiction of the Sleman Police. Qualitative-descriptive method is used in this research with a case study approach. Primary and secondary data were collected through interview and documentation techniques. Interviews were conducted on members of the police at the Sleman Police who served as an investigator for criminal acts by children. The study uses the theory of crime prevention policy and the theory of child protection in dealing with the law. The results showed that Criminal Acts of Abuse is a criminal offense because it leads to persecution and can cause death and the incidence in the Sleman Police area has increased from year to year. Efforts to handle clitih crimes at the Sleman Police are carried out by carrying out diversion because most of the perpetrators are minors. Its implementation is in accordance with Law No. 11 of 2012 concerning SPPA. In implementing diversion against Criminal Acts of Abuse perpetrators, there are several obstacles faced by the Sleman Police including the standard of the legal system that forces criminal follow-up, serious violations committed by children demanding criminal responsibility, difficulties for LPA in handling, lack of coordination between institutions, victims who do not agree diversion, and diversion is not accepted by the public."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilang Sakti
"Penelitian tesis ini membahas tentang pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan yang menerapkan restorative justice dalam tindak pidana yang menyebabkan matinya korban (khususnya pada tindak pidana pembunuhan, pembunuhan berencana, dan penganiayaan yang menyebabkan kematian). Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian normatif dengan mencari bahan kepustakaan atau data sekunder yang kemudian dilengkapi dengan data primer. Dalam tesis ini yang menjadi permasalahan adalah apakah restorative justice dapat diterapkan terhadap kasus tindak pidana yang menyebabkan matinya korban, apakah penerapan restorative justice dalam kasus tindak pidana yang menyebabkan matinya korban dapat dijadikan sebagai bahan perimbangan hakim dalam memberikan putusan, serta bagaimana pengaruh pertimbangan hakim terhadap putusan pengadilan dalam perkara tindak pidana yang menyebabkan matinya korban yang diselesaikan dengan restorative justice. Dalam praktiknya, keadilan restoratif pada prinsipnya merupakan konsep penyelesaian yang menekankan adanya pertemuan antara keluarga korban dan terdakwa serta masyarakat untuk mencapai kesepakatan bersama. Kesepakatan inilah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Dengan mempertimbangkan keadilan restoratif dalam penjatuhan hukuman, hakim harus memastikan pemulihan keluarga korban dan mengintegrasikan kembali pelaku ke masyarakat.

This thesis research discusses the consideration of judges in court decisions that apply restorative justice in criminal offences homicide (specifically in the criminal offences of murder, manslaughter, and abuse that cause). This thesis research uses normative research methods by searching for literature or secondary data which is then complemented by primary data. In this thesis, the problems are whether restorative justice can be applied to criminal offences homicide, whether the application of restorative justice in criminal offences homicide can be used as a consideration for judges in giving decisions, and how the influences of judges’ considerations on court decisions in criminal offences homicide resolved with restorative justice. In practice, restorative justice is in principle a settlement concept that emphasizes a meeting between the victim’s family, the defendant and the community to reach a mutual agreement. This agreement is taken into consideration by the judge in reaching a verdict. By considering restorative justice in sentencing, judges must ensure the recovery of the victim’s family and reintegrate the offender into society."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Agus Mahendra Iswara
"Dalam perkembangan hukum pidana dikenal Keadilan Restoratif yaitu keadilan yang berorientadi pada pemulihan kekeadaan semula (restorasi). Dalam Hukum Adat Bali dikenal beberapa aturan yang mengatur menganai Tindak Pidana Adat Bali. Permasalahan adalah : Bagaimana Implementasi penerapan nilai-nilai Restorative Justice melalui mekanisme Mediasi Penal dalam penyelesaian Tindak Pidana Adat Bali? Pada umumnya penyelesaian suatu perkara pidana menggunakan mekanisme peradilan formal (Sistem Peradilan Pidana) akan tetapi untuk menciptakan keharmonisan dalam masyarakat yaitu untuk menciptakan keseimbangan lahir dan batin yang sesuai dengan tujuan Hukum Adat Bali, maka penyelesaian dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai Restorative Justice pantas dikedepankan. Salah satu bentuk penerapan Keadilan Restorative adalah dengan menggunakan mekanisme Mediasi. Mediasi pada umumnya dikenal sebagai salah satu bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam hukum perdata, namun dalam perkembangannya mediasi dapat dilakukan dalam perkara pidana yang dikenal dengan Mediasi Penal. Dalam Masyarakat Adat Bali yang berlandaskan nilai-nilai agama hindu, nilai-nilai Restoratif dapat dipergunakan dalam penyelesaian perkara-perkara adat. Dalam masyarakat adat bali terdapat lembaga-lembaga adat seperti Subak, Banjar, Desa Pekraman, Majelis Desa Pekraman dan sebagainya. Lembaga-lembaga adat ini berperan penting dalam membantu menyelesaikan suatu perkara-perkara adat yang terjadi dalam masyarakatnya. Dalam Masyarakat Adat Bali suatu perkara adat diselesaikan secara berjenjang dimulai dari penyelesaian secara intern kekeluargaan, kemudian penyelesaian diselesaikan ditingkat Banjar, jika gagal dilanjutkan dengan bantuan bendesa adat (Desa pekraman), apabila desa pekraman gagal dilanjutkan ke Majelis Desa Pekraman (MDP) yang diselesaikan pada awalnya tetap dengan mediasi (mejelis alit desa pekaraman), kemudian bila gagal dilanjutkan dengan sabha kertha (peradilan adat oleh Majelis madya desa pekraman), dan tingkat bandingnya oleh Majelis Utama Desa Pekraman. Dalam penyelesaian perkara adat juga terdapat sutau sinergi (kerjasama) antara Sub sistem peradilan Pidana (Kepolisian dalam bentuk Polisi masyarakat) bekerjasama dengan Lembaga adat (Banjar, Desa Pekraman, dan Majelis Desa Pekraman) yang kita kenal sebagai Model Hybrid Justice System. Penerapan model Hybrid Justice System masih berfungsi dengan baik dalam penyelesaian perkara-perkara pidana umum yang ringan maupun Tindak Pidana Adat Bali. Model Hybrid Justice System merupakan salah satu model dari penjabaran nilai-nilai Restorative Justice.

In the development of criminal law known restorative justice the justice recovery-oriented reconstruction (restoration). Customary law in Bali known some rules that govern Traditional Balinese about the crime. The problem is: How does the implementation of the application of Restorative Justice through the mechanism of mediation in the settlement of penal Criminal Adat Bali? In General, completion of a criminal to use the mechanism of formal judicial (criminal justice system) but to create harmony in society, namely to create the balance of birth and inner purpose in accordance with the customary law of bali, then finishing by using a values approach to Restorative Justice deserved the most noteworthy. One form of application of restorative justice is to use the mechanisms of mediation. Mediation is generally known as a form of alternative dispute resolution in civil law, but in its development of mediation can be done in criminal cases, known as penal of mediation. In indigenous communities, based on the Balinese hindu values, restorative values can be used in the settlement of cases of indigenous peoples. In bali there are indigenous institutions of indigenous peoples such as Subak, Banjar, Desa Pekraman, Majelis Desa Pekaraman (MDP) and so on. This indigenous institutions played an important role in helping solve a customs matters taking place within society. In the case of indigenous peoples indigenous to bali a tiered basis resolved starting from the resolution of internal kinship, then completed the present settlement of Banjar, if failed to proceed with the help of Bendesa adat (Desa Pekraman), in the Desa pekraman failed to proceed to the Majelis Desa Pekraman who settled at first stick with mediation (mejelis alit desa pekraman), then when it failed to proceed with the sabha kertha (indigenous justice by the Majelis Madya Desa Pekraman), and the level of the appeal by Majelis Utama Desa Pekaraman. In the settlement, there is an indigenous case synergies (of cooperation) between Sub criminal justice system (police, in the form of the police community) in collaboration with the Institute for indigenous peoples (Banjar, Desa Pekraman, and Majelis Desa Pekraman) that we know as a Model of the Hybrid Justice System. The application of model the Hybrid Justice System still works fine in the settlement of criminal cases of mild or general criminal adat bali. Model of the Hybrid Justice System was one of the models from the translation of the values of restorative justice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Setia Wibawa
"Dinamika perkembangan hukum pidana di Indonesia mulai mengarah kepada restorative justice. Hal ini didukung dengan kehadiran Undang-Undang Pemasyarakatan tahun 2022 dan Undang-Undang Hukum Pidana Baru tahun 2023 yang memiliki semangat restorative justice dalam pelaksanaannya. Implikasi kedua undang-undang tersebut terhadap Pemasyarakatan juga turut memperluas tugas dan fungsi di setiap proses peradilan pidana khususnya untuk pelaku dewasa. Meskipun demikian, untuk sistem peradilan pidana umum, Pemasyarakatan belum memiliki model mengenai pelaksanaan restorative justice. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut dari kedua Undang-Undang tersebut maka diperlukan suatu model implementasi restorative justice yang dapat dilakukan oleh Pemasyarakatan. Penelitian ini dilakukan untuk mencari model restorative justice Pemasyarakatan dalam dua konteks berbeda yaitu dalam hubungan dengan sub sistem peradilan pidana lain dan dalam fungsi Pemasyaratan seperti pembinaan dan pembimbingan. Metode penelitian yang digunakan adalah studi dokumen peraturan-peraturan terkait pelaksanaan restorative justice di Indonesia serta wawancara studi lapangan. Kemudian peneliti menggunakan teknik delphi untuk memvalidasi rencana model yang telah diusulkan berdasarkan kerangka teoritik Evidence-Based Practice. Hasil penelitian memperoleh konsensus terhadap lima model implementasi restorative justice yang dapat dilakukan Pemasyarakatan dalam dua konteks tersebut. Model dalam hubungan dengan sub sistem peradilan pidana lain ditujukan untuk memberikan rekomendasi kepada penegak hukum melalui penelitian kemasyarakatan (litmas) yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Sedangkan model dalam fungsi pembinaan dan pembimbingan dilakukan untuk memperbaiki hubungan antara pelaku, masyarakat dan korban melalui program pembinaan dan pembimbingan. Untuk mendukung pelaksanaan model yang telah disusun, diperlukan dasar hukum yang mengikat seluruh aparat penegak hukum, reformulasi terhadap litmas dan penguatan struktur lembaga-lembaga terkait.

The dynamics of the development of criminal law in Indonesia are starting to lead to restorative justice. This is supported by the presence of the Corrections Law of 2022 and the New Criminal Law Law of 2023 which have a spirit of restorative justice in their implementation. The implications of these two laws for Pemasyarakatan also expand the duties and functions in every criminal justice process, especially for adult offenders. However, for the criminal justice system, Pemasyarakatan do not yet have a model for implementing restorative justice. Therefore, as a follow-up to these two laws, a restorative justice implementation model is needed that can be carried out by Pemasyarakatan. This research was conducted to look for a restorative correctional justice model in two different contexts, namely in relation to other criminal justice sub-systems and in Pemasyarakatan functions such as rehabilitation and guidance. The research method used was a study of regulatory documents related to the implementation of restorative justice in Indonesia and field interviews. Then Delphi technique was used to validate the proposed model based on the Evidence-Based Practice theoretical framework. The research results obtained a consensus on five models of implementing restorative justice that can be carried out by Pemasyarakatan in these two contexts. The model in relation to other criminal justice sub-systems is aimed at providing recommendations to law enforcers through social inquiry reports (litmas) carried out by Probation Officers. Meanwhile, the model in the coaching and mentoring function is carried out to improve the relationship between the perpetrator, the community and the victim through a rehabilitation and guidance program. To support the model that has been prepared, a legal basis is needed that binds all law enforcement officials, reformulation of social inquiry reports and strengthening the structure of related institutions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Latuma Erissa
"Tesis ini membahas tentang prospek penerapan keadilan restoratif dalam tindak pidana pencurian ringan. Banyaknya perkara-perkara pencurian ringan yang lazimnya dilakukan oleh golongan marjinal telah menimbulkan keresahan tersendiri di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, perkara yang dimasukkan dalam sistim Peradilan Pidana ini memiliki konsekuensi yuridis tersendiri akibat diperkarakan dengan menggunakan pasal 362 KUHP (pencurian biasa) sebagai tindak lanjut dari sudah tidak relevannya pasal 364 KUHP (pencurian ringan) dengan perkembangan ekonomi saat ini. Hal ini kemudian berimplikasi pada terusiknya rasa keadilan masyarakat dan munculnya rasa ketidakpuasan terhadap kinerja dari sistim Peradilan Pidana yang ada. Untuk membahas permasalahan tersebut, penulis membagi kajian tesis ini menjadi tiga bagian yaitu, pengalihan (diversi) perkara pencurian ringan ke pendekatan keadilan restoratif oleh polisi, solusi penyelesaian kasus tindak pidana pencurian ringan dalam perspektif keadilan Restoratif, serta kendala penerapan keadilan restoratif dalam tindak pidana pencurian ringan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan sosio-legal, sementara sumber data yang digunakan berasal dari data primer yang dihimpun melalui serangkaian wawancara. Setelah menganalisa permasalahan, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu bahwa polisi dapat menggunakan kewenangan diskresinya pada tahap praadjudikasi sebagai jalan untuk mengalihkan perkara pencurian ringan menuju pengimplementasian keadilan restoratif. Selain itu, solusi yang ditawarkan dengan pendekatan keadilan restoratif terhadap tindak pidana pencurian ringan adalah dengan memulihkan keadaan korban seperti sebelum dilaksanakannya tindak pidana oleh pelaku. Pemulihan ini dapat dilakukan pelaku dengan bekerja selama 2 (dua) hari dengan durasi waktu 4-5 jam di rumah korban. Aspek yang terakhir ialah kendala penerapan keadilan restoratif terhadap tindak pidana pencurian ringan dimana kendala yang paling substansial terletak pada ketiadaan suatu aturan normatif yang mengatur penerapannya serta korban yang tidak bersedia untuk didamaikan.

This thesis discusses about the prospect of restorative justice in petty stealing. Seriously, many petty criminal cases, that commonly conducted by the marginalized groups, have resulted a restlessness in the community. In fact, the criminal justice system as the official system that addresses the petty crime has its own juridical consequnce since it applies article 362 of the substantive of law to sue the defendant. Article 362 is being used as the response to Article 364 which is no longer relevant due to the economic development nowadays. Unfortunately, It then provoked the community attention since suing the defendant in such a way would harm the justice, especially for the marginalized groups. In order to address this crucial issue in depth, the writer comprised the focus into three discussions which covered the act of the police to divert the petty crime to the restorative justice approach, the solution to resolve the petty crime through restorative justice perspective, and the constraints which impede the implementation of restorative justice while addressing the petty crime.
Furthermore, this study used a juridical normative research method with socio-legal as the approach, meanwhile the source of data was taken by a series of interviews with a number of respondents that are closely related to this study. At the end, the result of this study showed that the police, somehow, can use their authority discretion in the pre-adjudication phase to divert the petty crime into the implementation of restorative justice. Moreover, the solution that can be offered through the restorative justice perspective in addressing the petty crime covered restoring the victim before the criminal act for two days with the duration of four to five hours at the victim's residence. Finally, the most substantial constraint that hindered the implementation of restorative justice toward the petty crime relied on the absence of normative regulations to organize its implementation and the victim who is unwilling to be reconciled.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30680
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Furqon Saibatin Singajuru
"Pada tahun 2022 terkait penempuhan cara restorative justice dalam berbagai kasus yang terjadi di wilayah Polres Cilegon dalam laporan nomor LP/B/169/III/2022/SPKT/CLG/BTN 30 Maret 2022 terkait pasal 351 KUHP terkait kasus tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh Dodi Kusnadi terhadap Ahmad Khatib di wilayah kewenangan Polres Cilegon. Desain penelitian ini menggunakan analisis eksploratif. Penelitian ini merupakan penelitian yang mengeksplorasi penerapan restorative justice pada kasus penganiayaan. Pendekatan kasus akan digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis berdasarkan standar atau pedoman yang umum dalam praktik hukum. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Keadilan Restoratif dalam penyelesaian tindak pidana penganiayaan laporan nomor LP/B/169/III/2022/SPKT/CLG/BTN dipandang sebagai inovasi yang efektif dalam penyelesaian perkara dan dilakukan sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku termasuk Pasal 5 Perpol 8 tahun 2021, yang didalamnya memuat persyaratan materiil untuk dapat melaksanakan keadilan restorative, yaitu tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat, tidak memberikan dampak pada konflik social, tidak berpotensi menimbulkan perpecahan, tidak bersifat radikalisme dan separatism, bukan pelaku residivis, serta bukan merupakan tindak pidana terorisme, tindak pidana korupsi, tindak pidana terhadap keamanan negara dan tindak pidana terhadap nyawa orang. Namun dalam penerapan restorative justice, Polri harus melihat keadaan korban penganiayaan secara holistik, karena hukuman dan konsekuensi dari sanksi tidak sebanding. Oleh karena itu, Polri dituntut untuk secara arif menelaah adanya penganiayaan secara komprehensif agar kejadian serupa tidak terjadi kembali, ada efek jera dalam proses penerapannya

In 2022 regarding the implementation of restorative justice methods in various cases that occurred in the Cilegon Police area in report number LP/B/169/III/2022/SPKT/CLG/BTN 30 March 2022 regarding article 351 of the Criminal Code regarding cases of criminal acts of abuse committed by Dodi Kusnadi against Ahmad Khatib in the Cilegon Police area. This research design uses exploratory analysis. This research is research that explores the application of restorative justice in cases of abuse. A case approach will be used to obtain data that will be analyzed based on standards or guidelines that are common in legal practice. The findings of this research indicate that the application of Restorative Justice in resolving criminal acts of abuse report number LP/B/169/III/2022/SPKT/CLG/BTN is seen as an effective innovation in resolving cases and is carried out in accordance with applicable legal rules including Article 5 of the Perpol 8 of 2021, which contains material requirements to be able to implement restorative justice, namely not causing unrest and/or rejection from the community, not having an impact on social conflict, not having the potential to cause division, not being radicalism and separatism, not being a recidivist perpetrator, and not being a criminal act of terrorism. , criminal acts of corruption, criminal acts against state security and criminal acts against people's lives. However, in implementing restorative justice, the National Police must look at the condition of victims of abuse holistically, because the punishment and consequences of sanctions are not comparable. Therefore, the National Police is required to wisely examine the abuse in a comprehensive manner so that similar incidents do not happen again, there is a deterrent effect in the implementation process."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Asti Hermawan Santosa
"ABSTRAK
Kepolisian Republik Indonesia merupakan gerbang utama dalam criminal justice system, sehingga penentuan kearahmana penanganan tindak pidana ditentukan pada awal proses di kepolisian dalam penyelidikan maupun penyidikan, tujuan hukum yaitu untuk kemanfaatan, kepastian hukum dan keadilan, seringkali tidak dinamisnya tujuan hukum antara kemanfaatan dan kepastian hukum, hal ini menjadi polemik di masyarakat karena polisi selalu mengedepankan asas legalitas dalam mencapai kepastian hukum, sehingga kepolisian terlihat rigid dalam menangani suatu tindak pidana, sehingga hal ini menjadi perhatian khusus oleh Kepolisian Republik Indonesia yaitu dengan keluarnya Surat Edaran Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. SE/8/VII/2018 tanggal 27 Juli 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana, sehingga melalui restorative justice ini akan menjawab keresahan yang ada dimasyarakat, aplikasi dari restorative justice ini diaplikasikan dengan mediasi penal, yaitu perkara pidana yang diselesaikan dengan cara mediasi antara pelaku dengan korban, sehingga menjadi menarik bagaimana penyelesaian perkara pidana oleh Kepolisian Republik Indonesia menggunakan mediasi penal berdasarkan konsep keadilan restoratif serta sejauhmana luas penerapan kebijakan hukum pidana dalam penyelesaian perkara pidana dihubungkan dengan konsep keadilan restoratif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu bersifat deskripsi analitis, dengan pendekatan yang mengkaji atau menganalisis study kasus, study empiris, self evaluasi dan data sekunder seperti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni pendekatan aturan yaitu Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. SE/8/VII/2018 tanggal 27 Juli 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana dan Pendekatan Konsep yaitu konsep restorative justice sebagai grand theory, kebijakan hukum pidana sebagai midle theory, dan mediasi penal sebagai aplied theory.
Surat edaran tentang restorative justice secara normatif bisa diterapkan oleh penyidik dalam menyelesaikan perkara pidana melalui mediasi penal, namun secara faktual tidak adanya keseragaman dalam menerapkan surat edaran tentang restorative justice tersebut, karena adanya perbedaan paham dalam menerapkan restorative justice, ada yang menerapkan sesuai dengan surat edaran, namun ada pula yang masih secara konvesnional sebelum berlakunya surat edaran tersebut.

ABSTRACT
The Indonesian National Police is the main gate in criminal justice system, therefore;the determination of the direction in handling the crime is determined at the beginning of the process at the police in inquiry and investigation, the purpose of law is for expediency, legal certainty and justice, oftentimes there are lacks of dynamism between the legal objectives of benefit and legal certainty, this thing becomes a polemic in the community because the police always prioritizes the principle of legality in achieving legal certainty, therefore; the police looks rigid in handling a crime, as a result; this becomes a special concern for the Indonesian National Police by the issuance of the Indonesian National Police Chief Circular Letter No. SE/8/VII/2018 dated 27th July 2018 concerningthe Implementation of Restorative Justice in the Settlement of Criminal Cases, therefore; through this restorative justice will answer the unrest in the community, the application of restorative justice is applied by using penal mediation which is criminal cases that is resolved by mediating between the perpetrators and the victims, as a result; the settlement of criminal cases by the Indonesian National Police becomes interesting based on the concept of restorative justice and the extent to which the application of criminal law policies in the settlement of criminal cases which is related to the restorative justice concept.
This research used a qualitative analytical descriptive method with an approach that examined or analyzed case studies, empirical studies, self-evaluation and secondary data such as references or secondary data which was consisted of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. The research approach which was used in this study namely the rule approachthat was the Indonesian National Police Chief Circular Letter No. SE/8/VII/2018 dated 27th July 2018 concerning the Implementation of Restorative Justicein the Settlement of Criminal Cases and Approaches Concept that was the concept of restorative justice as grand theory, criminal law policy as middle theory, and mediation of penal as applied theory.
Circular on restorative justice could be applied normatively byinvestigators in resolving criminal cases through penal mediation, however; in fact there was no uniformity in applying the circular about restorative justice, because ofdifferences in understanding in applying restorative justice, there were those who applied according to the circular, however; in other cases some of them were still used conventional way before the entry into force of the circular.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>