Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85361 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ulwan Faqih
"Mata merupakan salah satu panca indra dan menjadi aset terpenting yang dimiliki oleh manusia dalam menjalani kehidupan sehari hari. Salah satu bagian terpenting dari mata adalah bagian kelopak karena terdapat sebuah kelenjar yaitu kelenjar meibom yang berfungsi untuk menyekresikan lipid dan berperan dalam menjaga kelembaban bola mata. Sehingga, permasalahan yang terjadi pada kelenjar meibom dapat menyebabkan suatu pernyakit yang disebut penyakit mata kering. Dikarenakan proses diagnosis yang dilakukan oleh dokter masih terbilang subjektif, disini penulis mengusulkan untuk menggunakan pendekatan deep learning untuk melakukan segmentasi pada citra kelenjar meibom atau citra meibography. Segmentasi dilakukan dengan membagi area kedalam 3 segmen (latar, kelenjar meibom, dan atrophy) yang diharapkan dapat membantu proses diagnosis tersebut. Metode deep learning yang digunakan dalam segmentasi ini adalah Metode SegNet yang merupakan salah satu model Convolutional Neural Network (CNN). Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari 35 pasien penyakit mata kering di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) Departemen Kirana dengan total 139 data citra yang terbagi atas 35 citra kelopak mata pada masingmasing bagian kanan atas, kanan bawah, dan kiri bawah. Sedangkan 34 citra kelopak mata bagian kiri atas. Pada tahap persiapan data, dilakukan pembuatan ground truth dengan proses anotasi. Pada tahap pre-processing, dilakukan resize citra menjadi ukuran 224 x 224 yang kemudian data dibagi menjadi 80% data training dan 20% data testing. Dari 80% data training, diambil 10% untuk dijadikan data validation yang kemudian kedua data training dan validation diterapkan teknik augmentasi yaitu rotation dan flip horizontal agar dataset yang digunakan dalam proses modelling bisa menjadi lebih banyak. Setelah augmentasi, jumlah data training, validation, dan testing berturut-turut menjadi 300, 33, dan 28 data. Kemudian dilakukan stacking pada citra asli dan one hot encoding pada ground truth. Training model dilakukan menggunakan model SegNet dengan hyerparameter model yaitu batch size 32, learning rate 0.0001, dan epoch sebanyak 300. Model juga diterapkan fungsi optimasi yaitu Adam (Adaptive moment estimation) dan fungsi loss categorical cross entropy. Proses modelling dilakukan sebanyak 10 kali percobaan dan berhasil memperoleh nilai rata-rata kinerja training model sebesar 99,31% dan 92,01% pada akurasi training dan akurasi validation-nya, diperoleh nilai 27,45% dan 44,33% pada loss training dan loss validation. Sedangkan rata-rata kinerja testing model berhasil memperoleh akurasi testing sebesar 92,99%, testing loss sebesar 0,4265 dan Mean-IoU sebesar 70,03%.

Eyes is one of the five senses that play a role to see a things, eyes also one of the most important asset that humans have. One of the most important parts of the eye is the eyelids, because there is a gland, called meibomian gland. Meibomian gland has a function to secrete the lipids and plays a role at keeping our eyes moist. So therefore. The problems that may occur at meibomian gland can cause a disease called dry eye disease. Because a diagnosis process that performed by doctors is still fairly subjective, right now the writer propose to use deep learning approach by segmenting meibomian gland images. Segmentation is done by dividing the area itu 3 segments (background, meibomian gland, and atrophy) which is expected to help the diagnosis process. The deep learning method used in this segmentation is the Segnet method, which is one of the Convolutional Neural Network (CNN) models. The data used in this study were the secondary data derived from 35 dry eye patients at Ciptomangunkusumo Hospital, Kirana Department with a total of 139 images data divided into 35 eyelid images on each of the upper right, lower right, and lower left. And 34 images of the upper left eyelid. During the data preparation, a ground truth was made by the annotation process which the marking area of segmentation was given directly by the relevant opthalmologists. At the pre-processing, the images and ground truths were resize to a size of 224 x 224, then divided into 80% training data and 20% testing data. From 80% of the training data, 10% is taken to used as validation data. Then both training data and validation are applied augmentation techniques, namely rotation and horizontal flip so that the dataset used in the modeling process can become more numerous. After the augmentation, the number of data for training, validation, and testing respectively become 300, 33, and 28 data. Then, images data were applied a stacking and ground truth were applied an one hot encoding. Model training was carried out by using SegNet model with hyperparameter models were batch size of 32, learning rate of 0.0001, and epoch of 300. The model also applied an optimization function, named Adam (Adaptive moment estimation) and also applied loss function called categorical cross entropy. The modelling was done by 10 times trial and the training process succeeded reach the average performance value of 99,31% and 92,01% in training and validation accuracy, reach the average performace value of 27,45% and 44,33 % in loss training and loss validation. Meanwhile the testing process succeeded reach the average performace value of 92,99% in testing accuracy, 0,4265 in testing los, and Mean-IoU of 70,03%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Salsabila Rohadatul ‘Aisy
"Mata kering merupakan penyakit yang beredar pada masyarakat umum. Mata kering menyebabkan rasa tidak nyaman dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Faktanya, lebih dari 85% penderita penyakit mata kering disebabkan kerusakan kelenjar meibom (meibomian gland dysfunction, MGD). Akibatnya mata yang memilki MGD menjadi kering karena intensitas evaporasi air mata meningkat. Untuk mendeteksi tingkat MGD dilakukanmeibography. Dari hasil meibography, klinisi (dokter spesialis mata) menilai tingkat MGD yang disebut meiboscore. Namun realitanya, penilaian meiboscore masih sangat subjektif antar para klinisi. Alat yang digunakan juga mahal dan tidak seluruh klinik mata memiliki alat tersebut. Oleh karena itu pada tugas akhir ini dilakukan deteksi tingkat kerusakan kelenjar meibom dengan pendekatan faktor-faktor potensi MGD dan machine learning. Metode machine learning yang digunakan dalam tugas akhir ini ini adalah radial basis function neural network (RBFNN). Metode machine learning dalam studi ini dilakukan Teknik SMOTE terelebih dahulu untuk menyeimbangkan jumlah data antar kelas, lalu data dibagi menjadi data training dan data testing dengan rasio sebesar 90%: 10%, 80%: 20%, 70%: 30%, dan 60%: 40% . Selain itu dilakukan pengurangan fitur-fitur yang kurang relevan menggunakan seleksi fitur Chi square. Hasil evaluasi metode RBFNN memperoleh nilai rata-rata akurasi, presisi, recall dan f1-score terbaik dicapai menggunakan data testing 20% dengan masing-masing mencapai nilai 96%, 95%, 100%, dan 95% secara berurut

Dry eye is a common disease happened among the public. Dry eye causes discomfort and distracts daily activities. More than 85% dry eye suffers are caused by meibomian gland dysfunction (MGD). As a result, eyes with MGD becomes dry due to high tear evaporation intensity. Detecting MGD can be done by meibography. The MGD level is scored by clinicians which is called meiboscore. However, scoring the meiboscore is still very subjective among the clinicians. The tool that is used are expensive and not all eye clinics have this tool. Therefore, this study aims to detect the MGD level with the approach of MGD potential factors and machine learning. In this study radial basis function neural network (RBFNN) is used. The machine learning method performs SMOTE technique to balance the amount of data in each class, then all data is divided into training data and testing data by90%: 10%, 80%: 20%, 70%: 30%, and 60%: 40% respectively. Moreover, irrelevant features are reduced to optimize using feature selection, Chi Square. To reduce the features that are less relevant, Chi square feature selection is performed. RBFNN method obtained the best average accuracy 96%, average precision 95%, average recall 100%, and average f1-score 95% using the 20% data testing."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Adinda Putri
"Mata merupakan salah satu bagian tubuh yang penting pada hidup manusia. Menggunakan bantuan mata, kita dapat menjalankan berbagai macam aktivitas dengan mudah. Namun, banyak sekali penyakit yang dapat menyerang mata, salah satunya adalah mata kering. Sebuah studi yang ada telah mengkonfirmasi bahwa sebagian besar pasien dengan penyakit mata kering dilaporkan mengalami disfungsi kelenjar meibom. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengevaluasi kinerja kelenjar meibom pada pasien mata kering. Akan tetapi, pada kenyataannya hasil evaluasi kelenjar meibom oleh tenaga profesional masih sangat subjektif. Seorang dokter mata bisa memiliki pendapat mengenai tingkat kerusakan kelenjar meibom yang berbeda dengan dokter lainnya. Sehingga, alat diagnostik yang efektif diperlukan untuk mengevaluasi kelenjar meibom agar terhindar dari hasil penilaian tenaga profesional yang subjektif. Oleh sebab itu, pada penelitian ini dilakukan segmentasi kelenjar meibom dengan bantuan deep learning untuk menghindari penilaian tenaga profesional yang subjektif. Penelitian ini menggunakan arsitektur yang bernama U-Net. Data yang dimiliki berjumlah 139 citra meibography berasal dari pasien penyakit mata kering dari Rumah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Departemen Kirana yang terdiri dari 35 citra meibography kelopak mata atas pada mata kanan, 34 citra meibography kelopak mata atas pada mata kiri, 35 citra meibography kelopak mata bawah pada mata kanan, dan 35 citra meibography kelopak mata bawah pada mata kiri. Kemudian citra meibography melalui tahapan anotasi untuk mendapatkan ground truth dan di resize menjadi ukuran 256 x 256. Selanjutnya data tersebut mengalami augmentasi dengan teknik rotasi dan teknik horizontal flip. Sehingga total data citra meibography menjadi 417 citra. Pada penelitian ini data citra meibography dibagi menjadi 3 bagian yaitu data training, data validation, dan data testing. Pada kasus pertama, jumlah data training adalah 80% dari citra meibography yang dimiliki, data validation sebanyak 10% citra meibography dari data training, dan data testing sebanyak 20% citra meibography yang dimiliki. Pada kasus kedua, pembagian data training dan data testing masih sama akan tetapi pembagian data validation adalah 20% dari data training. Pada kasus terakhir pembagian data training dan data testing masih sama akan tetapi pembagian data validation adalah 30% dari data training. Dengan melakukan 5 kali percobaan untuk masing-masing kasus pembagian data, didapat bahwa kasus pertama menghasilkan rata-rata akurasi 94,50% dan rata-rata Intersection over Union (IoU) 72,70%, kasus kedua menghasilkan nilai rata-rata akurasi 94,49% dan rata-rata Intersection over Union (IoU) yaitu 73,86%, dan kasus terakhir memiliki rata-rata akurasi 94,14% dan Intersection over Union (IoU) 72,15%.

The eye is one of the essential body parts in human life. With the eye's help, we can carry out various activities easily. However, many diseases can attack the sights, including dry eyes. An existing study has confirmed that most patients with dry eye disease reported meibomian gland dysfunction. Therefore, it is crucial to evaluate the performance of the meibomian glands in dry eye patients. However, the results of the evaluation of the meibomian glands by professionals are still very subjective. An ophthalmologist may have an opinion regarding the level of meibomian gland damage that is different from other doctors. Thus, an effective diagnostic tool is needed to evaluate the meibomian glands to avoid subjective professional assessment results. Therefore, in this study, segmentation of the meibomian glands was carried out with the help of deep learning to prevent subjective professional judgments. This research uses an architecture called U-Net. The data is 139 meibographic images derived from dry eye patients from Cipto Mangunkusumo Hospital Kirana Department consisting of 35 meibographic images of the upper eyelid on the right eye, 34 meibographic images of the upper eyelid on the left eye, 35 meibographic images of the lower eyelid in the right eye, and 35 meibography images of the lower eyelid in the left eye. Then the meibography image goes through the annotation stages to get the ground truth and is resized to a size of 256 x 256. Furthermore, the data is augmented using rotation techniques and horizontal flip techniques. So, the total meibography image data becomes 417 images. In this study, meibography image data is divided into three parts: training data, validation data, and testing data. In the first case, the amount of training data is 80% of the meibography image, validation data is 10% of the meibography image from the training data, and testing data is 20% of the meibography image. In the second case, the distribution of training data and testing data is still the same, but the distribution of validation data is 20% of the training data. In the last case, the training data distribution and testing data are still the same, but the distribution of validation data is 30% of the training data. By conducting five trials for each case of data division, it was found that the first case produced an average accuracy of 94.50% and an average Intersection over Union (IoU) of 72.70%, the second case made an average accuracy value of 94.49% and the average Intersection over Union (IoU) is 73.86%, and the third case has an average accuracy of 94.14% and Intersection over Union (IoU) 72.15%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Rejoel Mangasa
"Latar belakang: Prevalensi meibomian gland dysfunction (MGD) dilaporkan bervariasi pada rentang 3,6-69,3% karena modalitas diagnostik yang tersedia saat ini masih belum terstandar secara baku. Penilaian meibomian gland (MG) dropout secara manual masih terbatas oleh subjektivitas penilai dalam identifikasi MG, kurang akurat dalam menilai perubahan longitudinal, serta memerlukan waktu dan biaya yang lebih besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah performa diagnostik dari penilaian MGD melalui meibografi dengan bantuan AI setara dengan penilaian MG dropout oleh klinisi menggunakan ImageJ. Metode: Penelitian dilakukan dengan desain cross-sectional dari pasien rawat jalan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kirana, Jakarta Pusat. Pengolahan data citra meibografi dilakukan dengan dua tahap preprocessing dan pengembangan model artificial intelligence (AI). Pengembangan model AI yang dilakukan menggunakan image embedding VGG16 dan model multilayer perceptron (MLP) pada Orange v3.32.0. 
Hasil: Dari 35 subjek penelitian dengan rerata usia 60,29±2,28 tahun, terdapat 136 data citra meibografi yang dianalisis. Nilai cut-off MG dropout yang terbaik pada nilai 33% yang mana terdapat 107 citra MGD dan 29 citra normal. Model AI menunjukkan performa AUC 83,2%, sensitivitas 89,7%, dan spesifisitas 58,6%. 
Kesimpulan: Penilaian meibografi dengan bantuan AI memiliki performa diagnostik yang baik dalam deteksi MGD. Pendekatan dengan AI dapat digunakan sebagai alat skrining potensial yang efektif dan efesien dalam praktik klinis.

Introduction: The prevalence of meibomian gland dysfunction (MGD) is reported to vary in the range of 3.6-69.3% because the currently available diagnostic modalities have not been standardized. Manual assessment through meibomian gland (MG) dropout is still has many limitations, such as the subjectivity of the assessor in identifying MG, less accuracy in assessing longitudinal abnormalities and requires more time and costs. This study aims to determine whether the diagnostic performance of MGD assessment through AI-assisted meibography is equivalent to MG dropout assessment by the clinician using ImageJ. 
Methods: The study was conducted with a cross-sectional design from outpatients at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) Kirana, Central Jakarta. The meibography image processing is conducted in two stages preprocessing and the development of artificial intelligence (AI) models. AI model development uses Orange v3.32.0 with VGG16 as image embedding and a multilayer perceptron (MLP) model. 
Results: From 35 subjects with a mean age of 60.29±2.28 years, a meibography dataset was built from 136 eyelid images. Using the MG dropout cut-off value of 33%, there are 107 MGD images and 29 normal images. The AI model showed an AUC performance of 83.2%, a sensitivity of 89.7%, and a specificity of 58.6%. 
Conclusion: AI-assisted meibography assessment has good diagnostic performance in MGD detection. The AI approach has promising potential as an effective and efficient screening tool in clinical practice.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ditra Novara
"Penggunaan gawai oleh mahasiswa terus mengalami perkembangan. Sistem pembelajaran yang berubah drastis akibat pandemi Covid-19 mengharuskan para mahasiswa untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan gawainya sehingga berisiko mengalami gejala sindrom mata kering. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan durasi penggunaan gawai dengan gejala sindrom mata kering pada mahasiswa rumpun ilmu kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional. Penelitian melibatkan 237 mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia sebagai sampel penelitian yang dipilih melalui urposive sampling. Instrumen penelitian adalah Kuesioner Penggunaan Gadget dan kuesioner Ocular Surface Disease Index. Sebanyak 54,9% responden memiliki durasi penggunaan gawai yang tinggi. Prevalensi gejala sindrom mata kering ditemukan pada 149 responden (62,9%). Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel durasi penggunaan gawai dengan gejala sindrom mata kering pada mahasiswa rumpun ilmu kesehatan (p <0,001). Simpulan penelitian ini adalah semakin tinggi durasi penggunaan gawai, maka semakin tinggi pula gejala sindrom mata kering yang dialami penderita. Mahasiswa sebagai kelompok yang rentan terpapar penggunaan gawai dengan waktu yang cukup lama perlu memberi perhatian lebih terhadap kemungkinan timbulnya masalah penglihatan, termasuk sindrom mata kering.

The use of gadgets among university students continues to grow. The learning system that has drastically changed due to the Covid-19 pandemic requires students to spend more time with their gadgets, putting them at risk of experiencing symptoms of dry eye syndrome. This study aims to determine the relationship between the duration of gadget usage and symptoms of dry eye syndrome in health sciences cluster students. This study is a quantitative study with a crosssectional design. The research sample was selected using purposive sampling with a total of 237 Health Sciences Cluster Students of Universitas Indonesia. The research instruments were the Kuesioner Penggunaan Gadget and the Ocular Surface Disease Index questionnaire. A total of 54.9% of respondents had a high duration of device use. The prevalence of dry eye syndrome symptoms was found in 149 respondents (62.9%). The results of the analysis showed that there was a significant relationship between the variable duration of gadget and symptoms of dry eye syndrome in health sciences cluster students (p <0.001). In summary, the higher the duration of device use, the higher the symptoms of dry eye syndrome experienced by patients. Students as a vulnerable group exposed to the use of gadgets for a long time need to pay more attention to the possibility of vision problems, including dry eye syndrome."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raven Ginola Imanuel
"Mata merupakan salah satu dari panca indra yang digunakan untuk melihat dan menjadi aset terpenting dalam hidup manusia. Salah satu bagian terpenting dari mata ialah kelopak mata di mana terdapat sebuah kelenjar yang disebut kelenjar meibom. Kelenjar ini berada pada lapisan air mata yang berguna untuk menyekresikan komponen minyak atau lipid dan berperan penting dalam memperlambat proses evaporasi yang menyebabkan terjaganya kelembapan pada mata. Kekurangan kelenjar meibom yang dikenal sebagai Disfungsi Kelenjar Meibom (DKM) merupakan penyebab utama dari penyakit mata kering. Karena proses diagnosis yang dikerjakan oleh tenaga medis terbilang subjektif, maka penelitian ini menggunakan pendekatan deep learning untuk melakukan klasifikasi pada tingkat keparahan dari DKM. Klasifikasi dilakukan dengan membagi tingkat keparahan atau kehilangan kelenjar meibom berdasarkan hasil meiboscore-nya menjadi 4 kelas, yaitu kelas 0 untuk meiboscore ≤ 25%, kelas 1 untuk 25% < meiboscore ≤ 50%, kelas 2 untuk 50% < meiboscore ≤ 75%, dan kelas 3 untuk meiboscore  > 75%. Metode deep learning yang digunakan adalah Convolutional Neural Network (CNN) dengan arsitektur AlexNet. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah 139 citra meibography yang bersumber dari Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) Departemen Kirana dari 35 pasien mata kering yang sudah mengalami augmentasi dan segmentasi, sehingga data akhir yang digunakan yaitu sebanyak 417 citra segmentasi. Pada tahap pre-processing, dilakukan perhitungan meiboscore dengan bantuan software dan membaginya ke dalam 4 kelas sesuai dengan nilai meiboscore­-nya. Citra yang sudah dilabel ini kemudian dibagi menjadi 80% data training dan 20% data testing. Dari 80% data training, diambil 10% untuk dijadikan data validation, sehingga 417 data tersebut terbagi menjadi 299 data training, 84 data testing, serta 34 data validation. Training model dilakukan menggunakan arsitekur AlexNet dengan hyperparameter berupa epoch sebanyak 100, batch size 32, dan learning rate 0,0001. Pada arsitektur ini juga diterapkan fungsi optimasi yaitu Adam (Adaptive moment estimation) dan fungsi loss categorical cross entropy. Proses modelling dilakukan sebanyak 5 kali percobaan dan memperoleh nilai rata-rata akurasi training dan validation sebesar 99,59% dan 99,41% dan nilai dari loss training dan loss validation sebesar 0,1259 dan 0,0524. Sedangkan rata-rata kinerja testing model berhasil memperoleh akurasi testing sebesar 87,38%; testing loss sebesar 0,5151; dan Area Under Curve (AUC) sebesar 0,9715.

The eye is one of the five senses used to see and is the most important asset in human life. One of the most important parts of the eye is the eyelid where there is a gland called meibomian gland. This gland is located in the tear film which is useful for secreting oil or lipid components and plays an important role in slowing down the evaporation process which leads to maintaining moisture in the eye. Meibomian gland deficiency, known as Meibomian Gland Dysfunction (MGD), is a major cause of dry eye disease. Since the diagnosis process carried out by medical personnel is subjective, this study uses a deep learning approach to classify the severity of MGD. Classification is done by dividing the severity or loss of meibomian glands based on meiboscore results into 4 classes, namely class 0 for meiboscore ≤ 25%, class 1 for 25% < meiboscore ≤ 50%, class 2 for 50% < meiboscore ≤ 75%, and class 3 for meiboscore > 75%. The deep learning method used is Convolutional Neural Network (CNN) with AlexNet architecture. The data used in this study are 139 meibography images sourced from Ciptomangunkusumo Hospital (RSCM) Kirana Department from 35 dry eye patients that have undergone augmentation and segmentation, so that the final data used is 417 segmentation images. In the pre-processing stage, meiboscore was calculated with the help of software and divided into 4 classes according to the meiboscore value. The labeled images were then divided into 80% training data and 20% testing data. From 80% of the training data, 10% is taken to be used as validation data, so that the 417 data is divided into 299 training data, 84 testing data, and 34 validation data. The training model is carried out using the AlexNet architecture with hyperparameters in the form of epochs of 100, batch size 32, and learning rate 0,0001. In this architecture, the optimization function Adam (Adaptive moment estimation) and categorical cross entropy loss function are also applied. The modeling process was carried out 5 times and obtained an average training and validation accuracy value of 99,59% and 99,41% and the value of training loss and validation loss of 0,1259 and 0,0524. While the average performance of the testing model successfully obtained a testing accuracy of 87,38%; testing loss of 0,5151; and Area Under Curve (AUC) of 0,9715.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denisa Anggi Kurnia
"Latar Belakang: Sindroma Stevens-Johnson (SSJ) merupakan penyakit autoimun yang menyerang mukosa tubuh penderita dengan angka mortalitas mencapai 35%. Manifestasi okular pada SSJ dilaporkan antara 60-90% kasus. Manifestasi mata kering merupakan keluhan yang dapat ditemui pada fase akut maupun pada fase kronik serta ditemukan pada 46%-59% kasus. Masalah mata kering pada pasien SSJ okular menimbulkan gangguan subjektif seperti sensasi benda asing, nyeri, fotofobia, gangguan penglihatan, dan kesulitan dalam membuka mata. Tatalaksana mata kering pada SSJ okular bervariasi, namun belum didapatkan adanya baku emas terapi untuk pasien SSJ okular dengan mata kering. Tetes mata serum tali pusat saat ini mulai dikembangkan dan dipilih sebagai tatalaksana pada kelainan permukaan okular. Penelitian terdahulu melaporkan efektivitas yang baik dan keamanan dari pemberian tetes mata serum tali pusat pada kasus mata kering. Penelitian-penelitian ini melaporkan perbaikan baik secara subjektif maupum objektif pada kasus mata kering. Meskipun memberikan hasil yang memuaskan, belum terdapat penelitian yang menunjukkan efek pemberiannya pada kasus mata kering terkait SSJ. Tujuan: Menilai efek pemberian tetes mata serum tali pusat pada pasien SSJ okular dengan mata kering dibandingkan dengan penggunaan sodium hialuronat 0,1%. Metode: Uji eksperimental tersamar ganda pada dua kelompok. Kelompok pertama mendapat tetes mata serum tali pusat dan kelompok lain mendapat tetes mata sodium hialuronat 0,1% Hasil: Penelitian berlangsung pada bulan April 2020-Desember 2020 dengan jumlah sampel sebanyak 10 pasien. Rerata usia yaitu 41,8 ± 15,7 dengan jumlah subyek perempuan lebih banyak dari laki-laki (7 vs 3). Sebanyak 6 pasien sudah menjalani operasi mata. Perubahan nilai NIBUT, Schirmer I, dan skor keratoepiteliopati lebih besar bermakna pada kelompok serum tali pusat (1,3 vs 0,15; 2 vs 0,5; 6 vs 0). Perubahan skor OSDI kelompok serum tali pusat lebih tinggi pada kelompok serum namun tidak bermakna secara statistik. Kesimpulan: Secara klinis pemberian tetes mata serum tali pusat menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan tetes mata sodium hialuronat 0,1%.

Background: Stevens-Johnson syndrome (SJS) is an autoimmune disease that attacks the mucosa of the patient with a mortality rate of up to 35%. Ocular manifestations in SJS are reported in 60-90% of cases. Dry eye manifestation is found in the acute phase as well as in the chronic phase and counted in 46%-59% cases. Dry eye problems in ocular SJS patients cause subjective complaints such as foreign body sensation, pain, photophobia, visual disturbances, and difficulty in opening the eyes. The management of dry eye in ocular SJS varies, but there is no gold standard therapy for with dry eye in ocular SJS patients. Umbilical cord serum eyedrops are currently being developed and used as the treatment for ocular surface disorders. Previous studies have reported good efficacy and safety in dry eye patients receiving umbilical cord serum eyedrops. These studies reported both subjective and objective improvements in dry eye cases. Although it gives satisfactory results, there are no studies that show the efficacy in of dry eye patients associated with SJS. Objective: to evaluate the efficacy of umbilical cord serum eyedrops for severe dry eye in ocular SJS, compared with sodium hyaluronate 0,1% eyedrops. Method: a double-blind randomized control trial comparing two groups. Result: From April 2020 – December 2020 there were 10 eyes from 10 patients included in this study. Mean age of our study is 41,8 ± 15,7 and women is more frequent than men (7 vs 3). Six patients had underwent ocular surgeries prior the study. Changes in NIBUT, Schirmer I, and keratoepitheliopathy scores were significantly greater in the cord serum group (1.3 vs 0.15; 2 vs 0.5; 6 vs 0). Changes in the umbilical cord serum OSDI score were higher in the serum group but not statistically significant. Conclusion: Administration of umbilical cord serum eyedrops showed better clinical outcome compared to sodium hyaluronate 0,1% eyedrops."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fredy Christianto
"Latar Belakang: Dry eye disease (DED) merupakan sekelompok gangguan pada lapisan tirai mata yang terjadi akibat penurunan produksi air mata atau instabilitas dari tirai mata. Salah satu penyebab terjadinya DED adalah penurunan sekresi air mata akibat penurunan refleks berkedip, yang sering terjadi pada pekerja visual display terminal (VDT). Blinking therapy merupakan salah satu terapi yang dapat diberikan pada penderita DED untuk meningkatkan blink rate dan menurunkan jumlah incomplete blink. Metode: Pencarian literatur dilakukan pada database Pubmed, Cochrane Library, dan Google Scholar dengan kata kunci dry eye disease, blinking therapy, dan ocular surface disease index. Pencarian menghasilkan tiga artikel terpilih yang kemudiaan ditelaah kritis. Hasil: Blinking therapy dapat dilakukan secara konvensional, menggunakan software animasi pada komputer, ataupun menggunakan kacamata khusus wink glass. Blinking therapy dapat memberikan perubahan nilai OSDI yang signifikan secara statistik dalam jangka waktu terapi 20 menit hingga 4 minggu. Kesimpulan: Blinking therapy dapat digunakan sebagai tata laksana pada pasien dengan DED untuk memperbaiki gejala mata kering sesuai dengan parameter yang dinilai pada OSDI.

Background: Dry eye disease (DED) is a group of tear film disturbances that is caused by decrease in tear production or tear film instability. One of the causes of DED is reduced tear secretion, which often happens in visual display terminal (VDT) workers. Blinking therapy is one of the therapies that can be given to DED patients to increase blink rate and reduce the number of incomplete blinks.
Methods: Literature searching was done on database such as Pubmed, Cochrane Library, and Google Scholar. The keywords used on the literature searching were dry eye disease, blinking therapy, and ocular surface disease index. Three articles were chosen and critically appraised.
Results: Blinking therapy can be done using conventional method, using animation software on computer, or by using specifically designed wink glass. Blinking therapy shows statistically significant changes in OSDI scores with therapy duration ranging from 20 minutes to 4 weeks.
Conclusion: Blinking therapy can be done as a treatment for DED patients to improve dry eye symptoms as measured in OSDI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syougie
"Latar Belakang: Penggunaan video display terminal VDT oleh pemandu lalu lintas udara PLLU dalam pekerjaan mereka dapat menyebabkan sindrom mata kering SMK yang berbahaya bagi keselamatan dan keamanan penerbangan.
Tujuan: Menilai efektifitas pemberian obat tetes mata sodium hyaluronate pada PLLU Bandara Soekarno Hatta dengan sindom mata kering.
Metode Penelitian: Penelitian potong lintang dengan total sampling dilakukan pada PLLU Bandara Soekarno Hatta untuk mencari prevalensi sindrom mata kering. Dilanjutkan penelitian intervensi pre-post pada lima puluh PLLU Bandara Soekarno Hatta yang didiagnosis SMK derajat ringan dengan tes Schirmer kemudian diberikan obat tetes sodium hyaluronate. Efektivitas obat dinilai secara obyektif dengan uji Schirmer dan secara subyektif dengan kuesioner Ocular Surface Disease Index OSDI sebelum dan sesudah pemberian obat.
Hasil: Prevalensi sindrom mata kering pada PLLU Bandara Soekarno Hatta sebanyak 60,3 . Ada peningkatan yang signifikan secara statistik untuk kedua uji Schirmer dari 14,58 2,56 menjadi 8,22 1,33 dan skor OSDI dari 16,7 0-46 menjadi 25 0-64,6 setelah tujuh hari pemberian obat. Hal ini juga sejalan dengan kondisi klinis yang menunjukkan pergeseran dari derajat ringan menjadi normal baik untuk tes Schirmer dan kuesioner OSDI.
Kesimpulan: Obat tetes Sodium hyaluronate efektif dalam mengatasi sindrom mata kering derajat ringan pada pemandu lalu lintas udara.

Background: The use of video display terminals VDT by air traffic guides ATC can lead to dry eye syndrome DES that rsquo s harmful for safety and security of aviation.
Objective: Assess the effectiveness of sodium hyaluronate SH eye drops on ATC of Soekarno Hatta Airport with DES.
Research Methods: Cross sectional studies with total sampling were conducted on ATC of Soekarno Hatta Airport to find prevalence of DES. Followed with pre post intervention study on fifty ATC of Soekarno Hatta Airport which was diagnosed DES mild degree with Schirmer test and then administered SH eye drops. The effectiveness of the drug was assessed objectively by Schirmer test and subjectively by Ocular Surface Disease Index OSDI questionnaire before and after drug administration.
Result: Prevalence of DES on ATC of Soekarno Hatta Airport is 60,3. There was a statistically significant increase for both Schirmer tests from 14.58 2.56 to 8.22 1.33 and OSDI scores from 16.7 0 46 to 25 0 64.6 after seven days administration of drugs. This is also in line with clinical conditions that indicate a shift from mild degrees to normal for both Schirmer test and OSDI questionnaire.
Conclusion Sodium hyaluronate eye drops are effective in treating mild DES on ATC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Priya Darsini
"Tesis ini bertujuan untuk menilai stabilitas LAM mata kering terkait sindrom Sj gren SS yang diberikan terapi kombinasi tetes mata sodium hialuronat 0,1 SH dan hydroxypropyl HP -guar, atau monoterapi tetes mata sodium hialuronat SH. Sebanyak 17 pasien SS dalam penelitian ini dibagi ke dalam 2 kelompok. Kelompok pertama mendapatkan kombinasi SH dan HP-guar sementara kelompok kedua mendapatkan terapi SH. NIKBUT, Schirmer, skor pewarnaan okular dan sitologi impresi, serta keluhan subjektif yang dilakukan sebelum dan sesudah pemberian obat. Setelah terapi selama 28 hari, terdapat peningkatan median NIKBUT, Schirmer, skor pewarnaan okular, densitas sel Goblet dan keluhan subjektif pada mata kering terkait SS.

The objectives of the study is to assess the stability of dry eye LAM associated with Sj gren syndrome SS given combination therapy of sodium hyaluronate 0.1 SH and hydroxypropyl HP guar, or monotherapy sodium hyaluronic SH. A total of 17 SS patients in this study were divided into 2 groups. The first group received a combination of SH and HP guar while the second group received SH therapy. NIKBUT, Schirmer, ocular staining score and impression cytology, as well as subjective complaints made before and after drug administration. After 28 days of therapy, there was a median increase in NIKBUT, Schirmer, ocular staining scores, Goblet cell density and subjective complaints on SS related dry eyes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>