Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162458 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aziz Fauzi
"Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) merupakan kewenangan yang diberikan UUD NRI Tahun 1945 kepada Mahkamah Konstitusi. Akibat hukum dari pengujian suatu undang-undang yang tidak sesuai dengan konstitusi ditentukan lebih lanjut dalam Pasal 56 dan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yaitu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Suatu undang-undang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dikarenakan prosedur pembentukan tidak sesuai UUD NRI Tahun 1945 atau materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Mendasari ketentuan Pasal 56 dan Pasal 57 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi tersebut dapat dipahami bahwa inti dari kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang adalah untuk membatalkan norma yang bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Akan tetapi, dalam beberapa putusannya, Mahkamah Konstitusi tidak hanya membatalkan norma, melainkan juga membuat norma yang berakibat pada terjadinya perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran. Kendati perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran Mahkamah Konstitusi tersebut tidak ditentukan dalam UUD NRI Tahun 1945, namun hal tersebut diperlukan untuk memastikan UUD NRI Tahun 1945 tetap sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ketatanegaraan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tesis ini akan menjelaskan 2 (dua) pokok bahasan. Pertama, sebab terjadinya perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran Mahkamah Konstitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran konstitusi dalam pengujian undang-undang dengan memberikan makna tekstual (textual meaning) terhadap UUD NRI Tahun 1945 melalui pemaknaan yang berbeda dari makna asli (original meaning) UUD NRI Tahun 1945. Sehingga, secara materiil terjadi perubahan UUD NRI Tahun 1945 yang disebabkan adanya penafsiran Mahkamah Konstitusi yang menganggap kalimat konstitusi tidak jelas atau tidak memberikan jalan keluar. Kedua, akibat hukum perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran Mahkamah Konstitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (i) terjadi perubahan makna tekstual terhadap UUD NRI Tahun 1945 yang berakibat pada terjadinya perubahan implementasi ketentuan UUD NRI Tahun 1945; dan (ii) wewenang MPR untuk mengubah UUD NRI Tahun 1945 tidak menjadi hilang setalah perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran Mahkamah Konstitusi. Sebab, wewenang MPR untuk mengubah UUD NRI Tahun 1945 merupakan wewenang atribusi yang bersumber dari UUD NRI Tahun 1945, sehingga tidak akan hilang sepanjang tidak dihapus dari UUD NRI Tahun 1945.

The judicial review of the Constitution of the Republic of Indonesia 1945 (UUD NRI Tahun 1945) is an authority given to the Constitutional Court by the UUD NRI Tahun 1945. The legal consequences of reviewing a law that is inconsistent with the constitution are further specified in Article 56 and Article 57 of Law Number 24 of 2003 concerning the Constitutional Court, namely that they do not have binding legal force. A law is declared to have no binding legal force because its formulation is not in accordance with the UUD NRI Tahun 1945 or the contents of paragraphs, articles and/or parts of the procedural law are contrary to the UUD NRI Tahun 1945. Based on the provisions of Article 56 and Article 57 of the Law It can be understood that the essence of the Constitutional Court's authority in reviewing laws is to abolish norms that are contrary to the UUD NRI Tahun 1945. However, in several of its decisions, the Constitutional Court not only annuls norms, but also makes norms that result in fatal in the occurrence of amendments to the UUD NRI Tahun 1945 through monitoring. Although the amendment to the UUD NRI Tahun 1945 through the stipulation of the Constitutional Court was not specified in the UUD NRI Tahun 1945, this was necessary to ensure that the UUD NRI Tahun 1945 remained in accordance with the needs and developments of the state administration. By using normative juridical research methods, this thesis will explain 2 (two) main topics. First, the reason for the amendment to the UUD NRI Tahun 1945 through the interpretation of the Constitutional Court. The results of the study show that the Constitutional Court interprets the constitution in judicial review by giving a textual meaning to the UUD NRI Tahun 1945 through a different meaning from the original meaning of the UUD NRI Tahun 1945. Thus, materially there was a change in the UUD NRI Tahun 1945 due to the interpretation of the Constitutional Court which considered the sentence of the constitution to be unclear or did not provide a way out. Second, the legal consequences of changing the UUD NRI Tahun 1945 through the interpretation of the Constitutional Court. The results showed that: (i) there was a change in the textual meaning of the UUD NRI Tahun 1945 which resulted in a change in the implementation of the provisions of the UUD NRI Tahun 1945; and (ii) the MPR’s authority to amend the UUD NRI Tahun 1945 was not lost after the amendment to the UUD NRI Tahun 1945 was through the interpretation of the Constitutional Court. This is because the MPR’s authority to amend the UUD NRI Tahun 1945 is an attribution authority originating from the UUD NRI Tahun 1945, so it will not be lost as long as it is not removed from the UUD NRI Tahun 1945"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Fitriyani
"Konstitusi sebagai hukum tertinggi melalui Pasal 33 ayat (2) UUD NRI 1945 telah mengamanatkan negara untuk melakukan penguasaan terhadap cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Sebagai panafsir konstitusi, Mahkamah Konstitusi melahirkan Putusan No. 001-021-022/PUU-I/2003. Dalam putusan ini, Mahkamah menyatakan bahwa penilaian terkait sifat dari cabang produksi menjadi kewenangan Pemerintah dan DPR untuk menentukannya. Permasalahan kemudian muncul akibat tidak adanya pengaturan mengenai kriteria untuk menentukan cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Sehingga, menimbulkan ketidakpastian hukum, sebab tidak dapat diprediksi tindakan apa yang akan diambil dalam menilai cabang produksi tersebut oleh Pemerintah dan DPR. Hal ini dikarenakan tiadanya rambu-rambu hukum dalam melakukan penilaiannya. Akibatnya timbullah ketidaktransparan dalam penilaian, dan berujung pada penilaian yang tidak objektif dari Pemerintah dan DPR. Oleh karena itu, tulisan ini hadir untuk menjawab 2 (dua) persoalan, pertama, penilaian Pemerintah dan DPR terhadap cabang produksi yang dikuasai oleh negara dalam undang-undang. Kedua, menganalisis dan menawarkan materi dan bentuk pengaturan yang seharusnya terhadap kriteria cabang produksi yang harus dikuasai oleh negara. Metode penelitian hukum doktrinal merupakan metode penelitian yang digunakan dengan pengumpulan data studi kepustakaan untuk menjawab permasalahan. Melalui tulisan ini ditemui bahwa, hingaa saat ini belum terdapat pengaturan kriteria cabang produksi. Adapun setelah menelusuri 13 undang-undang terkait hak menguasai negara, tidak ada kriteria penilaian baku yang digunakan oleh Pemerintah dan DPR. Hal ini dapat berkibat pada keleluasaan Pemerintah dan DPR dalam menentukan cabang-cabang produksi yang harus dikuasai oleh negara sehingga legislasi perekonomian Indoneisa ke depan jatuh ke dalam inkonstitusionalitas. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan mengenai kriteria cabang produksi, yang digali dari Putusan Mahkamah Konstitusi dan perbandingan konstitusi. Pengaturan ini nantinya akan dimuat dalam revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara.

The Constitution as the supreme law through Article 33 paragraph (2) of the 1945 Constitution has mandated the state to exercise control over branches of production that are important to the state and control the livelihood of many people. As the interpreter of the Constitution, the Constitutional Court issued Decision No. 001-021-022/PUU-I/2003. In this decision, the Court stated that the assessment of the nature of the branch of production is the authority of the Government and the Parliament to determine. Problems then arose due to the absence of regulation regarding the criteria for determining branches of production important to the state and controlling the livelihood of many people. Thus, it creates legal uncertainty, because it cannot be predicted what actions will be taken in assessing the branch of production by the Government and the DPR. This is due to the absence of legal guidelines in conducting the assessment. As a result, there is a lack of transparency in the assessment, leading to unobjective assessments from the Government and the DPR. Therefore, this paper is present to answer 2 (two) issues, first, the assessment of the Government and the DPR on the branches of production controlled by the state in the law. Second, analyses and offers materials and forms of regulation that should be applied to the criteria for branches of production that should be controlled by the state. Doctrinal legal research method is a research method used with literature study data collection to answer the problem. Through this paper, it is found that until now there has been no regulation of the criteria for the branches of production. After tracing 13 laws related to the right to control the state, there are no standardised assessment criteria used by the Government and Parliament. This may result in the discretion of the Government and the Parliament in determining the branches of production that should be controlled by the state so that future Indonesian economic legislation falls into unconstitutionality. Therefore, it is necessary to regulate the criteria for branches of production, which are explored from the Constitutional Court Decision and constitutional comparison. This arrangement will later be contained in the revision of the State-Owned Enterprises Law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Lintje Anna
Yogyakarta: Andi, 2018
342.598 MAR h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, Fernando M.
Depok : Kencana Prenada Media, 2017
342.02 MAN k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, Fernando M.
Depok : Kencana Prenada Media, 2017
342.02 MAN k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Freaddy Busroh, 1978-
"On constitutional law in Indonesia."
Depok: Rajawali Pers, 2018
342 FIR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Effendy Yusuf
Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2000
342.02 SLA r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Malang: Setara Press , 2015
342.025 98 JIM k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Fadilah Achmad
"Pengujian undang-undang merupakan kewenangan yang paling dominan terjadi di Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi hingga empat belas tahun Mahkamah Konstitusi dibentuk belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai batas waktu penyelesaiannya. Tesis ini membahas sekaligus merumuskan urgensi batas waktu penyelesaian pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang disempurnakan dengan perbandingan lima negara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa telah terjadi standar ganda antara batas waktu pengujian undang-undang dengan sengketa yang lain dimana sengketa pembubaran partai politik, perselisihan hasil pemilihan umum dan impeachment memiliki batas waktu penyelesaian sedangkan pengujian undang-undang yang notabenenya adalah kewenangan dominan dari Mahkamah Konstitusi justru tidak memiliki batas waktu penyelesaiannya.Selain itu ketiadaan batas waktu penyelesaian juga terbukti menciptakan suatu kondisi yang dinamakan justice delayed is justice denied, dimana baik Pemohon, Masyarakat dan Mahkamah Agung tidak mengetahui kepastian waktu tentang putusan pengujian undang-undang akan memiliki kekuatan hukum tetap. Kasus korupsi mantan Hakim Konstitusi berinisial "PA" juga menjadi studi dalam penelitian ini yang membuktikan bahwa ketiadaan batas waktu menciptakan ruang negosiasi antara para pihak dan oknum pengadilan untuk melakukan tindakan koruptif. Maka dari itu perlu adanya upaya untuk merevisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan menambahkan tiga formulasi batas waktu penyelesaian pengujian undang-undang dalam suatu rumusan norma. Ketiga rumusan tersebut adalah batas waktu pengujian undang-undang yang bersifat kerugian potensial terhadap peristiwa konkret, batas waktu penyelesaian terhadap PERPU, dan batas waktu secara umum. Apabila Mahkamah Konstitusi memutus lebih dari waktu yang telah ditentukan maka terdapat konsekuensi hukum yang harus dilakukan berupa melakukan notifikasi dan penjelasan yang rasional kepada Pemohon dan Masyarakat.

Judicial Review represents the most dominant authority at the Constitutional Court. However, it has been fourteen years since the establishment of the Constitutional Court and the regulation to specifically determine a definite deadline for case resolution has yet to be issued. This theses discusses and also formulate the urgency to establish case resolution deadline for judicial review at the Constitutional Court of the Republic of Indonesia. The research method applied utilizes normative research method improvised with comparative study from three countries. Research results revealed signs of double standards between the deadlines for judicial review with other judicial disputes, whereas political party dissolution dispute, general election results dispute and impeachment presented definite deadline for case resolution while judicial review which supposedly represents the domain jurisdiction of the Constitutional Court fails to submit any deadline for case resolution. In alternative, that the vacuum in such deadline has generated the condition known as "justice delayed is justice denied", in which the Applicant, Public and the Supreme Court is shrouded concerning the definite deadline for the judicial review, to interpret any legal binding effect out of it. The corruption case of "PA" as former Constitutional Court was also investigated in this research as an evidence that the vacuum in the deadline has in turn created a negotiation room between parties and court officials to conduct corruptive actions. As such, the necessity to revised the Law on Constitutional Court is of paramount importance by adding three formula on deadline for case resolution within a normative framework. Those three formulations constitutes deadline in judicial review for laws with potential laws in nature to concrete events, deadline in judicial review to PERPU, and general deadline. In the event that the Constitutional Court issued a decision for such case beyond the agreed deadline, then such act will trigger mandatory legal consequences comprised of issuing notification and rational reasoning to the Applicant and Public at large.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janedri M. Gaffar
"Constitutional practice after the amendment of Indonesian 1945 Constitution."
Jakarta: Konstitusi Press, 2012
342.598 JAN d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>