Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67990 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dzaka Ashriel Faris
"Kejahatan terorisme saat ini masih terjadi dan masih menarik perhatian untuk diteliti. Perdebatan mengenai substansi dan yurisdiksi hukum belum selesai dan menemukan titik temu, karena tidak semua sepihak setuju untuk memasukan kejahatan terorisme kedalam ranah hukum transnasional, pun sebaliknya tidak semua setuju kejahatan terorisme masuk kedalam ranah hukum internasional. Klaus von Lampe mengemukakan tiga alasan terjadinya kejahatan terorganisir yaitu evakuasi, korupsi dan konfrontasi. Penelitian ini menggunakan alasan yang dikemukakan oleh von Lampe sebagai pisau analisis untuk menemukan kesesuaian substansi dan yurisdiksi yang dapat membantu menegaskan ranah hukum bagi kejahatan terorisme. Penelitian ini bersifat normatif dengan metode studi pustaka, berfokus pada kejahatan terorisme dari kedua ranah hukum. Mencari keunikan dari perspektif masing-masing ranah hukum sehingga menjadi pembeda yang jelas. Data yang bersifat kualitatif akan menghasilkan penelitian yang bersifat deskriftif analisis, yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data studi kepustkaaan yakni literature yang yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Adapun analitis pada penelitian ini adalah usaha untuk menarik kaidah-kaidah hukum terkait kejahatan terorisme.

Terrorism crimes are still happening and still attract attention for research. The debate about the substance and jurisdiction of law has not been completed and found common ground, because not all parties agree to include terrorism crimes in the realm of transnational law, conversely not all agree that terrorism crimes are included in the legal realm. international law. Klaus von Lampe put forward three reasons for the occurrence of organized crime, namely theft, corruption and confrontation. This study uses the reasons put forward by von Lampe as an analytical tool to find suitability of substance and jurisdiction that can help create a legal domain for terrorism crimes. This research is normative with the method of literature study, with a focus on criminal acts of terrorism from the two legal domains. Look for the uniqueness from the point of view of each legal domain so that it becomes a clear difference. Qualitative data will produce research that is descriptive analysis in nature, which serves to describe or provide an overview of the object under study through a review of library data, namely literature related to research problems. The analysis in this study is an attempt to draw legal principles related to terrorism crimes"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emielia Zolla Attyawara Lubyiana Tryaningsih
"Saat ini di Indonesia, meskipun belum banyak literatur yang membahas terkait perbuatan persiapan secara khusus, tetapi telah terdapat aturan mengenai perbuatan persiapan tindak pidana terorisme yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Selain itu, setelah disahkannya KUHP Nasional juga telah diatur mengenai perbuatan persiapan tindak pidana. Persiapan yang diatur dalam KUHP Nasional tetap mengacu pada undang-undang yang mengatur ketentuan ini. Setidaknya terdapat 3 (tiga) putusan yang menggambarkan terkait perbuatan persiapan pada tindak pidana terorisme, yakni Putusan Nomor 1271/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Tim, Putusan Nomor 822/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim, dan Putusan Nomor 629/Pid.Sus/2022/PN.Jkt.Tim. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas mengenai penerapan hukum terhadap perbuatan persiapan pada tindak pidana terorisme. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif dengan menggunakan metode analisis kualitatif berdasarkan studi dokumen. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa penerapan hukum terkait perbuatan persiapan pada tindak pidana terorisme sudah diterapkan dengan baik sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Namun, masih terdapat beberapa masukan terhadap pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara persiapan tindak pidana terorisme. Dengan demikian, perlu adanya perhatian lebih lanjut terkait dengan penjatuhan pidana yang dilakukan oleh Majelis Hakim terhadap pelaku tindak pidana terorisme yang masih dalam tahap persiapan.

Currently in Indonesia, although there is not much literature that discusses preparatory acts specifically, there are rules regarding preparatory acts of terrorism which are regulated in the Law on the Eradication of the Crime of Terrorism. In addition, after the enactment of the National Criminal Code, it has also regulated the act of criminal preparation. The preparation regulated in the National Criminal Code still refers to the law that regulates this provision. There are at least 3 (three) decisions that describes preparatory acts in the criminal act of terrorism, namely Decision Number 1271/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Tim, Decision Number 822/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim, and Decision Number 629/Pid.Sus/2022/PN.Jkt.Tim. Therefore, this paper will discuss the application of the law on preparatory acts in the crime of terrorism. This research is in the form of juridical-normative with using qualitative analysis method based on document study. The result of this study found that the application of law related to preparatory acts in terrorism crime has been applied well in accordance with the applicable laws. However, there are still some inputs to the consideration of the Panel of Judges in deciding cases of preparation for terrorism crimes. Thus, there needs to be fither attention related to the imposition of punishment by the Panel of Judges against perpetrators of terrorism crimes who are still in the preparation stage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Panji Sahid
"Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Hukum, Institusi
persiapannya belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun, melalui analisis yang penulis lakukan dengan metode studi pustaka beberapa putusan di tingkat Pengadilan Negeri, yaitu Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No.1270 / Pid.Sus / 2013 / PN.JKT.TIM; Keputusan Pengadilan Distrik Jakarta Utara No.311 / Pid.Sus / 2015 / PN.Jkt.Utr; dan Keputusan Pengadilan Distrik Jakarta Barat Nomor 178 / Pid.Sus / 2018 / PN.Jkt.Brt; serta wawancara bersama sumber dari Kejaksaan Republik Indonesia diketahui bahwa hukuman untuk serangkaian tindakan yang termasuk dalam kategori tindakan persiapan sudah dilakukan. Keberadaan implementasi lembaga ini bisa dilihat dalam bentuk tafsir ekstensif maupun implementasi nyata dari institusi lembaga konspirasi dan / atau pengadilan dalam menegakkan kasus selesai. Untuk alasan ini, pelaksanaan kursus dan ketentuan tambahan untuk dibutuhkan aparat penegak hukum terkait lembaga ini.

Prior to the promulgation of Law Number 5 of 2018 concerning Amendments to Law Number 15 of 2003 concerning Stipulation Government Regulation in Lieu of Law Number 1 of 2002 concerning the Eradication of Criminal Acts of Terrorism, Becoming Law, Institution the preparations have not been regulated in the laws and regulations in Indonesia. However, through the analysis by the author using the literature study method, several decisions at the District Court level, namely the East Jakarta District Court Decision No.1270 / Pid.Sus / 2013 / PN.JKT.TIM; North Jakarta District Court Decree No.311 / Pid.Sus / 2015 / PN.Jkt.Utr; and West Jakarta District Court Decree Number 178 / Pid.Sus / 2018 / PN.Jkt.Brt; as well as an interview with a source from the Republic of Indonesia Prosecutor's Office, it is known that the sentences for a series of actions that fall under the category of preparatory action have been taken. The existence of the implementation of this institution can be seen in the form of extensive interpretations as well as actual implementations of institutions conspiracy agencies and / or courts in enforcing cases done. For this reason, the implementation of additional courses and provisions is required by law enforcement officials related to this institution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S22144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardenis
Jakarta: Rajawali, 2013
345.02 MAR p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Syahputra
"Pemerintah RI telah berupaya melakukan penanganan terhadap permasalahan terorisme dengan membentuk peraturan perundangan-undangan sebagai landasan hukum serta Lembaga dan Satuan Tugas seperti BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan Densus-88 Polri. Upaya penindakan berbasis penegakan hukum maupun deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT dan Densus-88 ternyata belum menunjukkan hasil sesuai harapan karena masih terjadi aksi-aksi terorisme di Indonesia yang menimbulkan korban jiwa. Pelibatan TNI (Tentara Nasional Indonesia) dalam penganggulangan terorisme telah diatur dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU No. 5 Tahun 2018 namun sampai saat ini aturan pelaksanaannya melalui peraturan presiden belum disahkan sehingga pelibatan TNI belum dapat dioperasionalkan secara maksimal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengidentifikasi potensi yang dimiliki TNI dan bagaimana TNI dapat diperankan dalam penanggulangan terorisme khususnya pada upaya deradikalisasi oleh satuan TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang telah tergelar sampai ketingkat Desa (Babinsa). Peneliti mengunakan social bond theory dalam mengidentifikasi perubahan perilaku sehingga mantan narapidana terorisme meninggalkan ideologi kekerasan dan melepaskan diri dari organisasi teroris.

The Government of Indonesia has attempted to deal with the problem of terrorism by establishing legislation as a legal basis as well as Institutions and Task Forces such as BNPT (National Agency for Countering Terrorism) and Densus-88 Polri. Efforts to take action based on law enforcement and deradicalization carried out by BNPT and Densus-88 have not shown results as expected because there are still acts of terrorism in Indonesia that cause casualties. The involvement of the TNI (Indonesian National Army) in countering terrorism has been regulated in Law No. 34 of 2004 concerning the TNI and Law no. 5 of 2018 but until now the implementation rules through a presidential regulation have not been ratified so that the involvement of the TNI cannot be fully operationalized. This study uses a qualitative method to identify the potential of the TNI and how the TNI can be played in countering terrorism, especially in efforts to deradicalize the TNI (Indonesian National Army) which has been deployed to the village level (Babinsa). Researchers use social bond theory in identifying behavioral changes so that ex-terrorism convicts leave the ideology of violence and escape from terrorist organizations."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 2009
R 345.025 98 IND k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Viora Andari Yasman
"Terorisme merupakan sebuah permasalahan yang selalu menarik perhatian banyak orang. Kerusakan secara materiil bahkan hingga terancamnya nyawa seseorang menjadi hal yang tidak luput dari peristiwa terorisme. Tidak hanya skala kecil, terorisme juga menjadi ancaman untuk skala Internasional. Terbentuk dalam jaringan besar yang bergerak secara diam-diam, kelompok yang memiliki pemikiran dan tujuan ekstrimis ini menjadi salah satu musuh berbahaya di setiap negara. Tragedi pemboman yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia membuat pemerintah harus berfikir tepat dalam melakukan upaya dalam menghadapi kasus terorisme. Tidak hanya undang-undang, bahkan pemerintah juga membentuk suatu badan yang khusus menangani kasus terorisme. Perubahan alur dalam pembentukan undang-undang menjadi pewarna dalam usaha pemerintah untuk menghadapi kasus terorisme. Hal ini pun melahirkan sebuah pertanyaan mengenai seberapa besar efektivitas yang dihasilkan dari upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah hingga saat ini dan juga mengenai penerapan penegakan hukum yang ideal berdasarkan UU No.5 Tahun 2018 yang dilakukan oleh POLRI. Berawal dengan dibentuknya Perppu No.1 Tahun 2002 yang membahas akan kasus terorisme dari segi hukum, nyatanya tak menghentikan pergerakan kelompok ekstrimis di Indonesia. Hal ini pun menjadi bahan evaluasi untuk disahkannya Perppu tersebut menjadi UU No. 15 Tahun 2003. Diharapkan menjadi payung hukum yang sah dan menjadi senjata mutakhir dalam menghilangkan terorisme, tak menjadikan UU ini cukup efektif dalam pelaksanaannya. Dengan segala diskusi dan pembahasan, pada akhirnya disahkanlah UU No.5 Tahun 2018 yang hingga saat ini menjadi aturan utama dalam kasus terorisme di Indonesia. Tak selalu berjalan mulus, UU yang disebut sebagai Security Act dan juga Patriot Act yang dalam pelaksanaannya sering mendapat kecaman karena ketidak sesuaiannya dengan Hak Asasi Manusia. Dalam penelitian ini, fokus masalah akan dibahas dengan metode penelitian hukum dengan kajian hukum normatif, empiris dan implementasi. Penelitian ini juga menggunakan teori efektivitas hukum, implementasi hukum dan tujuan hukum yang dikolaborasikan dengan hasil wawancara dan data lainnya hingga menghasilkan analisa data. Sebagai kesimpulannya, ditemukan bahwa dengan proses perubahan pada aturan dan perundang-undangan mengenai kasus terorisme telah menghasilkan perubahan yang signifikan sebagai upaya dalam menghadapi kasus terorisme. Meskipun beberapa upaya teror masih tetap dilakukan di sejumlah wilayah, namun upaya yang dilakukan Densus 88 dalam menangkap sejumlah tersangka yang tergabung dalam kelompok radikal menunjukan perubahan yang signifikan. Hal ini tentunya membantu dalam mengurangi upaya terjadinya peristiwa terorisme. Dengan disahkannya UU No.5 Tahun 2018 yang memberikan wewenang kepada pihak kepolisian untuk melakukan upaya preventif sebagai pencegahan kasus terorisme, memberikan keleluasaan atas penanganan kasus terorisme. Upaya preventif yang dapat dilakukan sebelum terjadinya kasus terorisme memudahkan pihak kepolisian untuk melakukan penyidikan terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan jaringan terorisme. Dengan dilakukannya penyidikan ini, tentunya membantu dalam menguak ide atau rencana yang direncanakan oleh jaringan terorisme tersebut. Sehingga bisa dikatakan pula bahwa UU anti terorisme yang saat ini digunakan telah memberikan dampak yang cukup efektif terhadap permasalahan terorisme di Indonesia . Namun, dalam pelaksanaanya haruslah selalu diperhatikan komponen pelaksanaan dan penggunaan wewenang agar tetap sesuai dengan kaidah Hak Asasi Manusia.

Terrorism is a problem that always attracts the attention of many people. Material damage, even to the point of threatening one's life, is something that is not spared from terrorism. Not only on a small scale, terrorism is also a threat on an international scale. Formed in a large network that moves secretly, this group that has extremist thoughts and goals has become one of the most dangerous enemies in every country. The bombing tragedy that occurred in several regions in Indonesia made the government have to think properly in making efforts to deal with cases of terrorism. Not only laws, even the government has also established a body that specifically handles terrorism cases. Changes in the flow in the formation of laws become coloring in the government's efforts to deal with cases of terrorism. This also raises a question about how much effectiveness has resulted from the efforts that have been made by the government to date and also regarding the ideal implementation of law enforcement based on Law No. 5 of 2018 carried out by POLRI. Starting with the formation of Perppu No. 1 of 2002 which discussed terrorism cases from a legal perspective, in fact it did not stop the movement of extremist groups in Indonesia. This has also become an evaluation material for the ratification of the Perppu to become Law no. 15 of 2003. It is hoped that this law will become a legal umbrella and become the latest weapon in eliminating terrorism, but this law will not be effective enough in its implementation. With all the discussion and discussion, in the end Law No. 5 of 2018 was passed which until now has become the main rule in terrorism cases in Indonesia. It does not always run smoothly, the law which is referred to as the anti-terrorism law is often equated with the anti-subversion law and also the Internal Security Act and the Patriot Act which in their implementation have often been criticize for their incompatibility with human rights. In this study, the focus of the problem will be discussed using legal research methods with normative, empirical and implementation legal studies. This study also uses the theory of legal effectiveness, legal implementation and legal objectives which are collaborated with the results of interviews and other data to produce data analysis. In conclusion, it was found that the process of changing the rules and regulations regarding terrorism cases has resulted in significant changes as an effort to deal with terrorism cases. Although several terror attempts are still being carried out in a number of areas, the efforts made by Densus 88 to arrest a number of suspects belonging to radical groups have shown significant changes. This certainly helps in reducing efforts to occur terrorist incidents. With the passing of Law No. 5 of 2018 which authorizes the police to carry out preventive measures to prevent terrorism cases, it provides flexibility in handling terrorism cases. Preventive efforts that can be carried out before the occurrence of terrorism cases make it easier for the police to carry out investigations of parties related to terrorist networks. By carrying out this investigation, it certainly helps in uncovering ideas or plans planned by the terrorist network. So that it can also be said that the current anti-terrorism law has had a fairly effective impact on the problem of terrorism in Indonesia. However, in its implementation it must always pay attention to the components of the implementation and use of authority so that it remains in accordance with the principles of human rights."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hisbullah Ashiddiqi
"ABSTRAK
Konsep bantuan dan perlindungan hukum yang dijabarkan dalam KUHAP dapat
dikatakan tidak memenuhi asas hukum acara pidana. Konsep bantuan dan perlindungan
hukum dalam KUHAP cenderung hanya diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa,
bukan korban tindak pidana. Begitu pula dalam UU No. 18 Tahun 2003 dan lainnya.
Sementara dalam pelaksanaan HAM, pada praktik dan tatarannya, UU No. 39 Tahun
1999 [Pasal 3 ayat (2), dan Pasal 5 ayat (2) dan (3) masih kurang merepresentasikan
keinginan dari konstitusi dan UU HAM yang menginginkan bahwa hak mendapatkan
bantuan dan perlindungan hukum bagi semua orang termasuk juga bagi korban tindak
pidana. Sementara itu, pengaturan bantuan dan perlindungan hukum yang diatur dalam
UU No.8 tahun 1981, UU No.15 Tahun 2003, UU No.13 Tahun 2006, UU No.26
Tahun 2000, UU No.18 Tahun 2003, dan UU lainya, serta KUHAP dalam tataran
hukum formil pada praktiknya tidak memberikan jaminan hukum yang jelas dan tegas
sehingga dapat memperlemah perjuangan pemenuhan hak-hak korban. Adapun realita
penanganan oleh pemerintah, pemerintah belum mampu melaksanakan hak-hak materi
dan immaterial kepada korban terorisme. Amanat pemberian kompensasi, restitusi,
rehabilitasi belum dapat dilaksanakan karena hal-hal yang tercantum dalam pasal 36
UU No. 15 tahun 2003 masih bias dan sulit diterapkan. Kondisi yang belum berpihak
kepada korban ini menjadi bukti bagaimana pemerintah memandang anonim para
korban terorisme.

ABSTRACT
The concept of the assistance and law protective which is stipulated in KUHAP,
so far is not sufficient for base of the law crime. The concept is merely designated only
for the suspects and the one who charged for crime act. It is also what so mentioned in
UU No.18/2003 etc. Meanwhile, in the application of Human Rights, in reality and as a
matter of fact, UU No.39/1999 (article 3 point (2), and article 5 point (2) and (3) is still
not exactly as the requirement of constitution and UU Human Rights in which it is
required that such rights for assistance/support and law protection for the all concerns
including the victims of the crime act as well. In the meantime, the directive of the
assistance and law protective stipulated in UU No.8/1981, UU No.15/2003, UU
No.13/2006, UU No. 26/2000, UU No. 18/2003 etc, also KUHAP in application of
formal law in its practice, even it does not give the law guarantee in formal and clear
manner, so that it can weaken the struggle to fulfill the rights of victims. As a matter of
facts, the government is not capable yet to perform such rights in forms of material and
immatery for the victims of terrorism. The need of the compensation, restitution,
rehabilitation can not be applied yet, because, the subjects which is stipulated in article
36 No. 15/2003 is still unclear and difficult to apply. This conditions which still not be
along with the victims requirement, becoming the proof that the government just look
the victims anonimly to the terrorism victims."
2009
S22582
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Christy Natalia
"Skripsi ini membahas pembuktian pendanaan terorisme berdasarkan UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan diundangkannya UU No. 25 Tahun 2003 menyebabkan kegiatan pendanaan terorisme dipersamakan dengan kegiatan pencucian uang atau yang lebih dikenal dengan financing terrorism reverse money laundering. Dalam praktek, pengaturan pendanaan terorisme dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang tidak dapat digunakan secara bersamaan dengan UU Tindak Pidana Terorisme. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pengaturan, misalnya mengenai penangkapan antara kedua undang-undang tersebut. Penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian normatif, dengan metode pengolahan data yang bersifat kualitatif.

This thesis studies the financing of Terrorism based on The law on the crime of money laundering. With rhe issuance of Law No. 25 Year 2003, the crime of financing of terrorism has been equated to the act of money laundering or what it is better known as "financing of terrorism reverse money laundering". Based on the author’s research, it is suggested that the financing of terrorism should be regulated separately. The regulation found in the law on money laundering can not be used since its regulation regarding arrest in the investigation stage is different from the regulation in the law of terrorism. The author has conducted a normative legal research, by using qualitative data processing."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, [2009;2009, 2009]
S22558
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>