Ditemukan 162168 dokumen yang sesuai dengan query
Amalia Nuril Aqmarina
"Persaingan usaha di Indonesia, yang pada pokoknya diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, secara garis besar dibuat untuk memberikan kejelasan hukum dan perlindungan yang sama rata kepada seluruh pelaku usaha dalam menjalankan usaha dengan membatasi terjadinya monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Salah satu bentuk praktik usaha yang dilarang dalam UU tersebut adalah penyalahgunaan posisi dominan dan melakukan perjanjian tertutup, dimana perwujudan dari adanya perjanjian tertutup dapat berupa perjanjian mengikat (Tying Agreement). Dalam skripsi ini, penulis akan membahas mengenai dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 ketentuan pasal 15 ayat 2 mengenai tying agreement yang dilakukan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (Terlapor) terkait dengan pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi dan pemasaran pupuk non-subsidi. Dugaan tersebut didasari dengan ditemukannya Perjanjian Jual Beli Pupuk Bersubsidi yang memuat klausul tambahan dimana distributor diharuskan membeli produk lain (pupuk non-subsidi) dari pihak Terlapor. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk membahas apakah perjanjian yang dilakukan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk dapat dikatakan sebagai praktek tying agreement menurut hukum persaingan usaha, dan apa langkah yang kemudian dapat dilakukan oleh pihak Terlapor atas kasus tersebut. Hasil penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk terbukti memenuhi unsur pelanggaran tying agreement dan melanggar UU No. 5 Tahun 1999.
Business competition in Indonesia, regulated under Law No. 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, was created to give legal clarity and equal protection to all business actors in conducting business by limiting the establishment of monopolies and/or unfair business competition. One condition of an unfair business practice prohibited by the law is the abuse of the dominant position and entering into closed agreements, where the embodiment of closed agreements can be in the form of tying agreements. In this thesis, the author will discuss the alleged violation of Law Number 5 Year 1999 provisions of article 15 paragraph 2 regarding the tying agreement by PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (Reported Party) related to the distribution of subsidized fertilizers and the marketing of non-subsidized fertilizers. This alleged violation was based on the discovery of the Sale and Purchase Agreement of Subsidized Fertilizer, which contained an additional clause in which the distributor was required to purchase another product (non-subsidized fertilizer) from the Reported Party. The issues addressed in this thesis are whether or not the PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk agreement is classified as a tying agreement according to business competition law and what actions can be taken by the Reported Party according to this case. The results of writing this thesis show that PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk has fulfilled all of the tying agreement elements, thus violating Law no. 5 Year 1999."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jihan Amalia
"Dugaan korupsi yang turut dilakukan oleh Dana Pensiun PT Pupuk Kalimantan Timur (Dana Pensiun PKT) berawal dari hasil pemeriksaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan adanya investasi saham yang menyalahi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.05/2015 tentang Investasi Dana Pensiun. Hal ini terjadi karena adanya klausula dalam perjanjian jual beli saham DAJK antara Dwi Aneka Jaya Kemasindo, Tbk (PT DAJK) dan Dana Pensiun PKT yang kemudian disalahartikan sebagai suatu Transaksi Repurchase Agreement, meskipun adanya pihak ketiga, yakni PT Anugerah Pratama Indonesia (PT API) jelas menunjukkan hal yang sebaliknya. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha mengidentifikasi jenis investasi saham oleh Dana Pensiun PKT dan menerangkan legalitasnya. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, yakni studi pustaka terhadap bahan hukum primer maupun sekunder, serta wawancara terhadap OJK dan penasihat hukum PT DAJK. Pada akhirnya, ditemukan bahwa Tim Pemeriksa OJK terkait telah keliru dalam mengategorikan investasi saham yang pada dasarnya diperbolehkan secara hukum.
The allegation of corruption against the Pension Fund of PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT Pension Fund) based on an examination carried out by the Financial Services Authority (OJK) on a stock investment that violated the OJK Regulation Number 3/POJK.05/2015 regarding Pension Fund Investment. This happened because of a clause in the DAJK share purchase agreement between PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo, Tbk (PT DAJK) and the PKT Pension Fund which was later misinterpreted as a Repurchase Agreement Transaction despite a third party, namely PT Anugerah Pratama Indonesia (PT API) clearly shows the opposite. This party seeks to identify the type of the stock investment by the PKT Pension Fund and explains its legality. The study was conducted using the normative juridical method, which is a literature study on primary and secondary legal materials, as well as interviews with the OJK and the legal counsel of PT DAJK. It is concluded that the examining team from the OJK made a false identification of the stock investment as it was legally permissible by the existing laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Doloksaribu, Carolina T. Vienna
"Tesis ini membahas mengenai Perjanjian Kerjasama Penjualan yang dilakukan oleh Manajer Investasi dengan Bank sebagai agen penjual dalam pemasaran produk investasi unit Kontrak Pengelolaan Dana, dan perlindungan hukum bagi manajer investasi ketika agen penjual bertindak melebihi kapasitasnya dalam pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Penjualan. Dalam Perjanjian Kerjasama Penjualan ini, bank sebagai agen penjual mewakili perusahaan efek sebagai Manajer Investasi untuk menjual produk investasi berupa unit Kontrak Pengolaan Dana yang dilaksanakan oleh bank berdasarkan info memo yang diterbitkan oleh manajer investasi. Perjanjian Kerjasama Penjualan pada hakekatnya merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, terpisah dan terlepas dari Kontrak Pengelolaan Dana. Apabila agen penjual berhasil memasarkan produk investasi Kontrak Pengelolaan Dana, maka barulah dibuatkan Kontrak Pengelolaan Dana antara Manajer Investasi dengan masing-masing investor. Kontrak Pengelolaan dana pada saat ini merupakan salah satu bentuk investasi yang sedang berkembang pesat. Adapun yang dimaksud dengan Kontrak Pengelolaan Dana adalah bentuk pengelolaan dana investor yang dibentuk dengan perjanjian bilateral antara investor dengan Manajer Investasi, dimana untuk selanjutnya Manajer Investasi akan menginvestasikan uang investor tersebut dalam portofolio efek. Namun ternyata penggunaan agen penjual dalam pemasaran Kontrak Pengelolaan Dana dapat menimbulkan masalah hukum baru. Tanggung jawab Agen Penjual yang tidak diatur dan dibatasi oleh regulator pasar modal mengakibatkan Perjanjian Kerjasama Penjualan menjadi sangat penting peranannya untuk mengatur tugas dan tanggung jawab Agen Penjual secara terperinci.
This thesis discusses Selling Agreement between Investment Manager as the issuance and the management of the Discretionary Fund and Bank as Selling Agent of Discretionary Fund, and the legal protection for Investment Manager when Selling Agent fortress it's capacity as stated in Selling Agreement. In this Selling Agreement, Securities Company as Investment Manager represent by Bank as their investment product's Selling Agent, therefore Bank obliged to sell the investment product such as Discretionary Fund based on The Info Memo issued by Investment Manager. Discretionary Fund is made by the Investment Manager and the investor after the Selling Agent managed to sell the Discretionary Fund. Currently, Discretionary Fund is one of the most rapidly growing forms of investment. Essentially, Selling Agreement is an independent contract, separated and detached from Discretionary Fund. The definition of Discretionary Fund itself is investors fund management formed by bilateral agreement between the investors and Investment Manager, where for further more the Investment Manager will invest the investors fund in securities portfolios. Where in practise, another legal issue still arise from Discretionary Fund's managed by selling agent. The capital market regulation does not explicitly address the marketing and selling activities of Discretionary Fund by selling agent, and caused Discretionary Fund Unit Selling Agreement have an important role to regulate the work scope and responsibility activity of selling agent."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34945
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Vera Brigitta
"Seiring dengan pertumbuhan perekonomian di Indonesia, hadirnya lembaga pembiayaan ini mempunyai peranan yang cukup kuat untuk menunjang lajunya perekonomian tersebut dan dinilai sangat menguntungkan bagi para nasabah (debitur) yang kekurangan modal baik itu untuk kegiatan usahanya maupun untuk kepentingan pribadinya. PT. Subentra Finance adalah suatu lembaga pembiayaan yang terletak di Jl. H. Samanhudi no . 9, Jakarta, yang mana sesuai dengan izin usahanya yang tercatat adalah sebagai lembaga yang menyediakan layanan jasa pembiayaan konsumen, karena sesuai dengan apa yang tertera pada peraturan Menteri Keuangan no.1 251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tatacara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, bahwa ada empat jenis usaha Lembaga Pembiayaan, yang di ketegorikan menurut jenis perjanjiannya, yaitu : Anjak piutang, Sewa Guna Usaha, layanan Credit Card dan Pembiayaan Konsumen, di mana dengan hadirnya perusahaan ini membawa dampak kemudahan bagi para debitur/masya kat yang dalam hal ini disebut sebagai nasabah, misalnya dalam hal untuk melanjutkan usahanya tetapi kekurangan dana. Dengan dipaparkannya segala sesuatu mengenai perjanjian pembiayaan konsumen dalam teori maupun prakteknya ini diharapkan agar pembaca dapat mengetahui bahwa dalam hal pembiayan konsumen ini ada juga kendala-kendala yang dialami oleh suatu lembaga pembiayaan ini yang timbul akibat kenakalan pihak nasabah (debitur), karena dari segi prakteknya, pemberian pembiayaan konsumen ini mengandung resiko tinggi bagi pihak perusahaan pemberi biaya tersebut. Karena dalam hal ini pemberian jaminan oleh nasabah atas pembiayaan tersebut adalah dengan fidusia. Selanjutnya juga dijelaskan hal-hal yang dilakukan oleh PT. Subentra Finance dalam menangani permasalahan tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21017
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Erica Winlie
"Dalam hukum persaingan usaha dikenal dua pendekatan, yaitu per se dan rule of reason. Umumnya, pasal-pasal di UU Monopoli menggunakan salah satu dari pendekatan tersebut, namun ternyata terdapat pasal yang dapat diperiksa dengan keduanya, salah satunya adalah Pasal 15 ayat (2) tentang tying agreement. Kaidah ini dapat ditemukan dalam Peraturan KPPU No 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 15, namun belum secara menyeluruh diaplikasikan. Jauh sebelum Indonesia, negara Amerika Serikat sebagai negara pelopor hukum persaingan usaha ternyata telah menerapkan dua pendekatan tersebut pada tying agreement lebih dulu, dan tampaknya lebih konsisten dalam membedakan antar kedua pendekatan tersebut. Tulisan ini menganalisis: (1) pengaturan tying agreement di Indonesia dan Amerika Serikat; dan (2) penerapan pendekatan per se dan rule of reason pada perkara tying agreement di Indonesia dan Amerika Serikat. Untuk menganalisis fenomena tersebut, tulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tying agreement di kedua negara tersebut dilandasi oleh model pengaturan dan instrumen pengubah yang berbeda, yaitu Indonesia pada UU Monopoli diikuti dengan perkembangan pada Peraturan KPPU tentang Pedoman Pasal 15, dan Amerika Serikat pada Sherman Act dan Clayton Act diikuti dengan perkembangan melalui presedens. Dalam penerapannya, hakim Amerika Serikat lebih konsisten memisahkan antara kedua pendekatan dibandingkan Majelis Komisi yang tidak secara menyeluruh menerapkan Peraturan KPPU tentang Pedoman Pasal 15. Maka, penting bagi Majelis Komisi untuk menerapkan pedoman tersebut secara menyeluruh, juga bagi KPPU untuk membentuk pedoman baru yang lebih tegas atau setidak-tidaknya mensosialisasikan pedoman yang sudah ada kepada masyarakat.
In antitrust law, there are two approaches, namely per se and rule of reason. Generally, articles in the Monopoly Law use one of these approaches, but there are articles that can be examined with both, one of which is Article 15 paragraph (2) on tying agreements. This provision can be found in KPPU Regulation No. 5/2011 on Article 15 Guidelines, but it has not been thoroughly applied. Long before Indonesia, USA as a pioneer of antitrust law has applied the two approaches to tying agreements and has been more consistent in distinguishing between them. This paper analyzes: (1) the regulation of tying agreements in Indonesia and USA; and (2) the application of per se and rule of reason approaches in tying agreement cases in Indonesia and USA. To analyze the phenomenon, this paper uses normative juridical research method with comparative study. The results show that the regulation of tying agreements in both countries is based on different regulatory models and changing instruments, Indonesia in Monopoly Law followed by developments in KPPU Regulation on Article 15 Guidelines, and USA in Sherman Act and Clayton Act followed by developments through precedence. In its application, USA judges are more consistent in separating between the two approaches than the Majelis Komisi which does not thoroughly apply the KPPU Regulation on Article 15 Guidelines. Therefore, it is important for Majelis Komisi to apply the guidelines thoroughly, for KPPU to establish new guidelines that are stricter or at least socialize the existing guidelines to the society."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hamal Octovianus
"Penelitian tentang tanggung jawab perusahaan bongkar muat atas terjadinya kerusakan barang dalam pelaksanaan bongkar muat barang di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta merupakan penelitian yuridis normatif. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam pelaksanaan bongkar muat barang yang dilakukan oleh perusahaan bongkar muat dan untuk mengetahui batas tanggung jawab perusahaan bongkar muat barang apabila terjadi kecelakaan maupun kerusakan barang. Data primer maupun sekunder yang diperoleh, diambil secara kualitatif normatif, selanjutnya disusun dalam penelitian/ tesis yang bersifat deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya pihak perusahaan bongkar muat tidak melakukan pembongkaran secara langsung akan tetapi bekerja sama dengan pihak koperasi buruh pelabuhan yang akan menyediakan tenaga buruh untuk melaksanakan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal. Bahwa dalam menentukan tanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan terhadap barang yang di bongkar atau dimuatnya, perusahaan bongkar muat dengan surveyor, perusahaan pelayaran, pengirim atau penerima barang mengadakan musyawarah atau joint survei.
The Research on responsibility of loading and unloading company for the happening of goods damage in execution of loading and unloading goods in port Tanjung Priok Jakarta is a juridical normative research. The research aims to know the implementation execution of loading and unloading goods by loading and unloading company and to know the boundary of responsibility of loading and unloading company goods in the event of accident and also goods damage. The research analyzed the primary data and secondary data qualitatively and normatively, and then presented the analysis a descriptive research report/thesis. The findings show that in its execution side of loading and unloading company not unload directly however cooperating unrightiously is docker co-operation to provide the manpower to execute the loading and unloading activities of goods from and to ship. That in determining responsibility for damage or loss to goods which is unloading or loading of loading and unloading company by surveyor, liner, consignor or goods receiver perform negotiation or joint survey."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35669
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 2001
S23548
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yolanda Kusumawati
"Pengikatan jual beli sebagai pendahuluan dari transaksi jual beli tanah seharusnya didasarkan pada alas hak yang sah agar tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak. Penelitian ini membahas mengenai keabsahan akta perjanjian pengikatan jual beli notariil yang didasari dengan akta kuasa menjual di bawah tangan yang dipalsukan serta peran dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 46 K/Pid/2017. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan data sekunder dan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian ini yaitu keabsahan akta perjanjian pengikatan jual beli notariil yang didasari dengan akta kuasa menjual di bawah tangan yang dipalsukan adalah menjadi akta yang tidak memiliki kekuatan hukum karena melanggar syarat subjektif dan syarat objektif perjanjian. Peran notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 46 K/Pid/2017 adalah membuat akta perjanjian pengikatan jual beli dengan dasar berupa akta di bawah tangan yang seharusnya dipersyaratkan legalisasi untuk mencegah pemalsuan tanda tangan para pihak dalam akta dan tanggung jawab yang dapat dikenakan kepada notaris secara pidana dan perdata adalah tidak ada karena Notaris MN tidak terlibat dalam pemalsuan akta kuasa menjual tersebut.
The binding sale and purchase as a prelude to the sale and purchase transaction of land should be based on legal rights so as not to cause harm to the parties. This research discusses the validity of the notarial sale and purchase binding agreement deed based on the forged under hand deed of authorization to sell and the role and responsibility of the notary in making the sale and purchase binding agreement in the Supreme Court of The Republic of Indonesia Decision Number 46 K/Pid/2017. This research is a normative juridical research using secondary data and explanatory research typology. The results of this research are the validity of the notarial sale and purchase binding agreement deed based on the forged under hand deed of authorization to sell to become a deed that has no legal force beacuse it violates the subjective and objective terms of agreement. The role of the notary in making the sale and purchase binding agreement in the Supreme Court of The Republic of Indonesia Decision Number 46 K/Pid/2017 is making a deed of sale and purchase binding agreement based on an under hand deed which should require legalization to prevent falsification of the signatures of the parties in the deed and the responsibility that can be imposed on the notary in criminal and civil terms is non existent because Notary MN was not involved in the falsification of the deed of authorization to sell."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Faradylla Ninda Octaviani
"Praktik penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) meskipun telah diatur sebagai salah satu bentuk kegiatan praktik persaingan usaha tidak sehat dalam Undang-Undang Anti Monopoli, namun fakta di lapangan ditemukan bahwa praktik penyalahgunaan posisi dominan justru kerap kali digunakan oleh para pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan usaha yang mereka jalankan. Permasalah yang kemudian diangkat adalah bagaimana penerapan pelanggaran penyalahgunaan posisi dominan yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap putusan-putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor: 15/KPPU-L/2006 tentang Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan; Nomor: 09/KPPU-L/2009 tentang Akuisisi Alfamart Supermarket oleh Carrefour; dan Nomor: 17/KPPU-I/2010 tentang Farmasi dan bagaimana bentuk analisis ekonomi yang digunakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam membuktikan adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, menggunakan data sekunder yang diolah secara kualitatif dan disimpulkan melalui metode deduktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada putusan Nomor: 09/KPPU-L/2009 tentang Akuisisi Alfamart Supermarket oleh Carrefour; dan Nomor: 17/KPPU-I/2010 tentang Farmasi, keduanya telah terbukti secara sah melakukan penyalahgunaan posisi dominan, sedangkan pada putusan Nomor: 15/KPPU-L/2006 tentang Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan, posisi dominan yang dimiliki terbukti tidak disalahgunakan
Practice abuse of dominant position although has been set up as one form of unfair business competition in the Indonesia?s Antimonopoly Law, however the facts found that the practice of abuse of dominant position is often used by entrepreneurs in order to develop and managing their business. The issues which is the writer trying to solve is, how the adjustment of violation of abuse of dominant position under Article 25 of Indonesia?s Antimonoply Law related to The Commission for the Supervision of Business Competition's verdict Number: 15/KPPU-L/2006 on the distribution of LPG in South Sumatra; Number: 09/KPPU-L/2009 concerning the acquisition by Carrefour towards Alfamarts Supermarket; and Number: 17/KPPU-I/2010 on Pharmacy; and how the form of economic analysis used by the Commission for the Supervision of Business Competition (KPPU) in proving the existence of abuse of dominant position committed by entrepreneurs. This study is a normative, using secondary data processed in a qualitative and inferred through deductive method. Eventually, the results showed that the 09/KPPU-L/2009 concerning the acquisition by Carrefour towards Alfamart Supermarket; and the 17/ KPPU-I/2010 of Pharmacy, both have been proven to legally commit abuse of dominant position, meanwhile the 15/KPPU-L/2006 concerning the distribution of LPG in South Sumatra, had not proven to legally commit abuse of dominant position."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45850
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library