Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93556 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khansa Muti
"Dalam pembuatan akta jual beli tanah, harus mematuhi ketentuan hukum tanah nasional dan peraturan perundang-undangan yang mengatur seperti syarat dan prosedur pembuatan akta jual beli yang didalamnya harus terdapat objek tanah dengan sebab yang halal guna menghindari adanya unsur melawan hukum. Pemilik tanah tidak memberikan persetujuan dalam pembuatan akta jual beli dan tidak mengetahui bahwa tanahnya telah dialihkan kepada pihak lain. Hal ini terjadi karena adanya dugaan pemalsuan surat kuasa oleh asisten Pejabat Pembuat Akta Tanah, kemudian sertipikat tanah diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah lain, dan selanjutnya tanah tersebut diagunkan kepada bank, sehingga telah menimbulkan kecacatan hukum dalam aktanya. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah proses pembuatan akta jual beli yang mengandung unsur melawan hukum berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 559 K/PDT/2021 dan akibat hukum terhadap pemberian kredit oleh bank atas dasar akta jual beli yang mengandung unsur melawan hukum. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian eksplanatoris dan menggunakan data sekunder. Hasil analisa tesis ini menunjukkan adanya proses pembuatan akta jual beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang mengandung unsur melawan hukum dengan tidak adanya kesesuaian dalam proses pembuatan akta jual beli menurut hukum tanah nasional. Akibat hukum dari pemberian kredit oleh bank SCD yang tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian dan didasarkan pada akta jual beli yang melawan hukum, mengakibatkan sertipikat tanah dikembalikan pada keadaan semula sehingga hak tanggungan menjadi hapus, dan bank harus meminta kepada debitur untuk melakukan penukaran objek jaminan kredit lainnya.

In making a land sales and purchase deed, it indeed must comply with the provisions of national land law and legislation that regulate such as the terms and procedures for making a deed of sales and purchase in which there must be a land object with a lawful cause in order to avoid any unlawful elements. The land owner did not approve the making of the deed of sale and purchase and did not aware that the land had been transferred to another party. This happened with an allegation of forgery in power of attorney by the land deed official assistant, then given to other land deed official, also the land is collateralized to the bank, causing legal defects in the deed. The problem of this research is the process of making the deed of sales and purchase which contains unlawful elements based on the decision of the Supreme Court Number 559 K/PDT/2021 and the implementation of credit by the bank on the basis of a deed of sales and purchase which contains unlawful elements. This research uses normative juridical, with explanatory analysis typology and uses secondary data. The analysis result of this thesis showed that there is a process of making the sales and purchase deed by land deed official which contained unlawful elements with no conformity in the process of making the sale and purchase deed according to national land law. The legal effect of the granting of credit by the SCD bank that do not fulfill the objective requirements of the validity of the agreement and based on unlawful deed of sale and purchase, resulting in the land certificate being returned to its original condition so that the right of liability is eliminated, and the bank had to ask the debtor to exchange another credit guarantee object."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abimukti Primanto
"

Jual beli hak atas tanah berdasarkan permohonan pengampuan yang dikehendaki oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seharusnya dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 438 KUHPerdata yakni mengenai kesaksian dari para keluarga sedarah atau semenda,  yang permohonannya diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) setempat. Namun ditemukan permohonan pengampuan yang kesaksiannya tidak lengkap karena tidak semua keluarga sedarah atau semenda yang berkaitan langsung dengan pengampuan memberikan kesaksian seperti dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 915K/pdt/2021 di mana salah seorang anak kandung tidak dimintakan kesaksiannya. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis tanggung jawab PPAT terhadap AJB yang dibuatnya berdasarkan pengampuan yang cacat hukum karena tidak lengkapnya kesaksian dari keluarga sedarah atau semenda. Selain itu juga menganalisis pertimbangan hakim dalam memutuskan keabsahan AJB yang dibuat oleh PPAT berdasarkan pengampuan yang cacat hukum. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal dengan mengumpulkan data sekunder. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa PPAT sesungguhnya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan perdata karena AJB yang dibuatnya melanggar hak subjektif orang lain dan formil jual beli, dalam hal ini adalah hak dari anak kandung yang tidak dimintakan kesaksiannya terkait pengampuan dari ibunya yang menjual tanah warisan dari keluarganya dengan dibantu oleh ayahnya. Adapun pertimbangan hakim yang memutuskan bahwa AJB dinyatakan sebagai dibatalkan karena akta tersebut tidak memenuhi salah satu syarat subjektif perjanjian yakni tentang kecakapan para pihak karena dalam kenyataannya penjual tidak cakap (berada di bawah pengampuan) sehingga dalam melakukan perbuatan hukum jual beli yang melibatkannya harus didukung dengan adanya persetujuan dari pengadilan negeri atas permohonan pengampuan yang dimintakan para keluarga sedarah atau semenda secara lengkap. Dengan tidak lengkapnya kesaksian tentang pengampuan dari pihak penjual maka seharusnya jual beli hak atas tanah tidak bisa dilakukan sehingga AJB yang sudah dibuat menjadi dapat dibatalkan.


The buying and selling of land rights based on a desired power of attorney application by the parties to be documented in the Deed of Sale and Purchase (AJB) made by a Land Deed Official (PPAT) should be done according to Article 438 of the Civil Code, concerning testimonies from blood relatives or similar relatives, whose application is submitted to the local District Court. However, a power of attorney application was found to have incomplete testimonies because not all blood relatives or similar relatives directly involved in the power of attorney provided testimonies, as in Supreme Court Decision Number 915K/pdt/2021 where one of the biological children did not give testimony. Therefore, this study aims to analyze the responsibility of the PPAT towards the legally defective AJB made due to the incompleteness of testimonies from blood relatives or similar relatives. It also analyzes the judge's considerations in deciding the validity of the AJB made by the PPAT based on the legally defective power of attorney. This legal research takes a doctrinal form by collecting secondary data. Subsequently, the data is qualitatively analyzed. From the analysis results, it can be explained that the PPAT can actually be held civilly responsible because the AJB made by them violates the subjective rights of others, in this case, the rights of the biological child whose testimony was not requested regarding the power of attorney from their mother selling inherited land from their family with the assistance of their father. As for the judge's considerations in ruling that the AJB is declared null and void because the deed does not meet one of the subjective requirements of the agreement, namely the capacity of the parties, as in reality, the seller is not competent (under guardianship), so in carrying out the legal act of buying and selling involving them, it must be supported by approval from the district court based on the power of attorney application requested by blood relatives or similar relatives completely. With the incompleteness of testimonies about the seller's power of attorney, the sale and purchase of land rights should not be carried out, thus the AJB that has been made can be declared void

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zikra Fitrianti
"Berdasarkan kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 164/K/Pdt/2018 Juncto Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 36/Pdt/2017/PT.MDN Juncto Putusan Pengadilan Negri Tebing Tinggi Nomor 34/ Pdt. G/2015/PN.TBT dimana jual beli tanah telah dilakukan dengan dibawah tangan dan atas tanah tersebut dijual kembali oleh penjual secara pura-pura kepada pihak ketiga dan selanjutnya oleh pihak ketiga, tanah tersebut dijadikan agunan dengan Hak Tanggungan kepada Bank. Yang menjadi pokok permasalahan adalah, Bagaimanakah akibat hukum terhadap jual beli tanah dibawah tangan dan dijual kembali serta dijadikan agunan kepada Bank dalam putusan ini berdasarkan ketentuan yang berlaku dan Bagaimanakah Pertimbangan Hakim pada Putusan Pengadilan tersebut dikaitkan dengan kesesuaian dengan norma hukum dan kepatutan. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian hukum dengan pendekatan yuridis normatif, mempergunakan data sekunder yang diperoleh dengan studi kepustakaan dan hasil penelitian bersifat preskriptif analitis. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun jual beli tidak dilakukan di hadapan PPAT, namun syaratsyarat materiil sudah terpenuhi, dan pembeli selaku Penggugat dapat membuktikan dalildalilnya serta Tergugat juga mengakui adanya jual beli yang dilakukan antara Penggugat dan Tergugat I dan II atas tanah tersebut. Maka, sudah sepatutnya jual beli dalam kasus ini adalah sah berdasarkan bukti bukti yang ada dan Bank selaku pemegang Hak Tanggung beritikad tidak baik, tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, dan tidak menerapkan prinsip 5 C dalam melakukan penilaian terhadap debitur dan dalam analisis, Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, dan Tergugat V terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karenanya, pertimbangan hakim yang sesuai dengan norma hukum dan kepatutan adalah menolak permohonan kasasi oleh Bank.

Based on the Case in the Supreme Court Decision with the number of 164 / K / Pdt / 2018 Juncto the High Court in Medan Decision with the number 36 / Pdt / 2017 / PT.MDN Juncto The Tebing Tinggi State Court Decision Number 34 / Pdt. G / 2015 / PN.TBT where the Sale and Purchase of land rights have been carried out under the hands and the land is resold by the seller pretending to be to a third party and then by a third party, the land is used as collateral with a mortgage to the bank. The main problem is, What is the legal consequence of the sale and purchase of land in a private deed and resales and used as collateral to the Bank in the decision based on the applicable provisions and What is the Judge's consideration in the Court Decision related to conformity with legal norms and propriety. In order to answer this problem, legal research was carried out with a normative juridical approach, using secondary data obtained by literature study and the results of the research are analytical prescriptive. The results of the analysis show that although the sale and purchase was not carried out before the PPAT, the material requirements had been met, and the Buyer as the Plaintiff could prove his arguments and the Defendant also acknowledged that the sale and purchase was carried out between the plaintiffs and defendants I and II on the land. So it is rightly, for the sale and purchase in this case to be validated based on existing evidence and the Bank as the holder of the Liability Rights is considered has bad intentions, does not apply the principle of prudence, and does not apply the 5 C principle in assessing debtors and in analysis, Defendant I, Defendant II, Defendant III, Defendant IV, and Defendant V are proven to have committed illegal acts. Therefore, the judge's consideration in accordance with legal norms and propriety is to reject the appeal by the Bank."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Peralihan hak atas tanah, salah satunya melalui jual beli harus dilakukan sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku. Hal ini untuk mencegah terjadinya sengketa kepemilikan tanah dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak dalam jual beli. Salah satu syarat formil dalam jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus menerima sertipikat asli dan memeriksa kesesuaian data pada sertipikat tanah dengan data pada Kantor Pertanahan. Salah satu sengketa dalam jual beli tanah terjadi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3081 K/Pdt/2021. Penelitian ini menganalisis kedudukan hukum pihak yang menguasai secara fisik hak atas tanah berdasarkan akta jual beli tanpa kepemilikan sertipikat dan tanggung jawab PPAT yang membuat akta jual beli yang bersangkutan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3081 K/Pdt/2021. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris yang menggunakan studi dokumen. Hasil penelitian ini adalah pihak yang menguasai secara fisik hak atas tanah berdasarkan akta jual beli tanpa kepemilikan sertipikat tidak memiliki kedudukan sebagai pihak yang berhak atau pemilik yang sah atas hak atas tanah yang bersangkutan karena jual beli tidak sah sesuai peraturan yang berlaku. PPAT yang membuat akta jual beli tanpa melakukan pengecekan sertipikat dapat dimintakan tanggung jawab secara administratif, perdata, dan pidana. PPAT seharusnya menolak untuk membuat akta jual beli apabila tidak diserahkan sertipikat asli.

The transfer of land rights, such as through buying and selling, should be done according to the procedure and prevailing regulations. This must be fulfilled to prevent conflict of land rights ownership and to give legal certainty for the parties. One of the formal requirements in the buying and selling of land rights is The Land Deed Official (PPAT) must receive the authentic land certificate and verify the data in the certificate with the data in the National Land Agency. An example of this issue happens in Supreme Court Decision Number 3081 K/Pdt/2021. This research analyses the legal standing of a party who physically own land right based on sale and purchase deed without owning the certificate and the responsibility of The Land Deed Official who makes the sale and purchase deed in the Supreme Court Decision Number 3081 K/Pdt/2021. This research uses juridical normative method with explanatory typology using document studies. As the result of this research, the party who physically own land right based on sale and purchase deed without owning the certificate does not have the legal standing as the rightful owner of the land right because the sale and purchase deed does not fulfil the formal requirements and regulations. The Land Deed Official who made the sale and purchase agreement without verifying the certificate can be held responsible either administrative, civil, or criminal. The Land Deed Official should refuse to make the sale and purchase deed if there is no authentic certificate provided."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashilah Chalista
"Jual beli tanah yang dilakukan secara lisan seringkali masih ditemui dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya masyarakat pedesaan yang belum terdapat banyak PPAT di daerahnya. Peralihan hak atas tanah secara lisan dapat menimbulkan berbagai permasalahan di kemudian hari oleh karena minimnya bukti-bukti yang dapat menerangkan mengenai peristiwa tersebut. Salah satu permasalahan yang dapat timbul adalah ketika kemudian hari ternyata pembeli ingin menghibahkan hak atas tanah di hadapan PPAT. Dalam penelitian ini dianalisis dan ditelaah mengenai kekuatan hukum jual beli tanah yang dilakukan secara lisan ketika akan dilakukan peralihan hak setelahnya, keabsahan pembuatan akta hibah oleh PPAT Sementara, serta pertanggungjawaban dibatalkannya akta hibah dengan menggunakan studi kasus dalam Putusan Nomor 95 K/Pdt/2021. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan tipe penelitian perskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jual beli tanah yang dilakukan secara lisan mengikat para pihak secara terbatas. Tidak adanya alat bukti yang dimiliki menjadikan jual beli tidak mempunyai kekuatan hukum di muka pengadilan. Penghibahan yang dilakukan juga tidak sah oleh karena tidak terpenuhinya persyaratan-persyaratan hibah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PMNA No 3 Tahun 1997. PPAT Sementara yang menerbitkan akta hibah hanya berlandaskan pada SPPT PBB yang dimiliki oleh pemberi hibah, padahal SPPT PBB bukanlah bukti kepemilikan hak atas tanah. Atas hal tersebut, PPAT Sementara dapat dimintai pertanggungjawaban, baik dalam aspek perdata maupun secara administratif.

The oral land transactions are still often encountered in community life, especially in rural areas where there are not many Land Deed Officials (PPAT) available. The transfer of land rights orally can lead to various issues in the future due to the lack of evidence that can explain the event. One of the issues that may arise is when, in the future, the buyer wishes to donate the land rights through PPAT. In this research, an analysis and examination were conducted regarding the legal validity of land transactions conducted verbally when transferring ownership rights thereafter, the validity of the process carried out by the Temporary Land Deed Official (PPAT Sementara) in the creation of a deed of gift, and the accountability for the cancellation of the deed of gift using a case study in Decision Number 95 K/Pdt/2021. This study employs a doctrinal method with a descriptive research type. The results indicate that land transactions conducted verbally bind the parties involved to a limited extent. The lack of supporting evidence renders such transactions unjustifiable in court. The act of giving is also deemed invalid due to the failure to fulfill the requirements for a gift as stipulated in Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration and PMNA No. 3 of 1997. The PPAT Sementara issuing the deed of gift is solely based on the Land and Building Tax Payment Receipt (SPPT PBB) held by the donor, although the SPPT PBB does not serve as proof of ownership rights to the land. Therefore, the PPAT Sementara can be held accountable, both in terms of private law and administratively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Nur Fajriyyah
"Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum terhadap pembuatan akta jual beli oleh PPAT yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum dalam Putusah Mahkamah Agung nomor 3034 K/Pdt/2018. PPAT merupakan pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. PPAT dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum hendaknya bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur, dan tidak berpihak. PPAT hendaknya selalu mengikuti prosedur pembuatan akta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah kriteria perbuatan melawan hukum oleh PPAT dan akibat hukum terhadap pembuatan akta jual beli yang dibuat secara melawan hukum. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3034 K/Pdt/2018 jo Putusan Pengadilan Negeri Praya Nomor 17/Pdt.G/2017/Pn.Pya. Di dalam kasus ini PPAT disebut melakukan perbuatan melawan hukum dikarenakan membuat Akta Jual Beli secara melawan hukum dengan memuat nilai transaksi dan luas tanah yang dijadikan objek jual beli berbeda dengan yang telah disepakati sebelumnya oleh para pihak. Hal ini bermula saat PPAT tidak hadir di kantor dan menyuruh Penggugat dan Turut Tergugat selaku penjual untuk menandatangani 2 lembar blanko akta jual beli kosong dan 1 lembar kwitansi kosong melalui stafnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan bentuk hasil penelitian berupa data yang deskriptif didasarkan pada metode pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian adalah PPAT terbukti melakukan perbuatan melawan hukum karena telah memenuhi kriteria perbuatan melawan hukum dan akibat hukum dari pembuatan akta jual yang dibuat oleh PPAT menjadi batal demi hukum.

This study discusses the legal consequences of making a sale and purchases deed by PPAT which contains elements of unlawful acts in the Supreme Court Decision number 3034 K/Pdt/2018. PPAT is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights or Ownership Rights on Flat Units. PPAT in carrying out their duties as public officials should work with a full sense of responsibility, independence, honesty, and impartiality. PPAT should always follow the procedure for making the deed in accordance with the applicable laws and regulations. The main problem in this study is the criteria for unlawful acts by PPAT and the legal consequences of making a sale and purchase deed made against the law. The problems discussed in this study are contained in the Supreme Court Decision Number 3034 K/Pdt/2018 in conjunction with the Praya District Court Decision Number 17/Pdt.G/2017/Pn.Pya. In this case, the PPAT is said to have committed an unlawful act because it made a Sale and Purchase Deed against the law by containing the transaction value and the area of land used as the object of sale and purchase which was different from what was previously agreed upon by the parties. This started when PPAT was not present at the office and ordered the Plaintiff and Co-Defendant as the seller to sign two (2) blank deeds of sale and 1 blank receipt through his staff. To answer these problems, a normative juridical research method is used with the form of research results in the form of descriptive data based on a qualitative approach method. The result of the research is that PPAT is proven to have committed an unlawful act because it has met the criteria for an unlawful act and the legal consequences of making a deed of sale made by PPAT are null and void."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana Iskandar Wijaya
"Penelitian ini membahas praktik terjadinya kelalaian PPAT dalam melaksanakan jabatannya. Salah satu kasus yang menjadi pokok pembahasan pada penelitian ini adalah kasus jual beli tanah melanggar hukum yang termuat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 6 K/Pdt/2017. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli dan akibat hukum terhadap Akta Jual Beli yang memfasilitasi jual beli tanah yang melanggar hukum. Kedua permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dianalisa dengan menggunakan analisis data kualitatif sehingga menghasilkan penelitian bersifat eksplanatoris-analitis. Analisis dilakukan berdasarkan teori-teori dan ketentuan hukum yang berlaku baik dalam hukum Adat maupun ketentuan perundang-undangan lainnya. Setelah dianalisa kemudian diketahui bahwa dalam pembuatan Akta Jual Beli yang memfasilitasi jual beli tanah melanggar hukum terdapat indikasi kerja sama diantara para pihak sehingga PPAT memiliki tanggung jawab secara perdata, administrasi, bahkan pidana, pihak penjual dan pembeli dapat dikenakan sanksi secara perdata dan pidana, sedangkan Kepala Kantor Pertanahan dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, administratif, dan pidana. Akta Jual Beli yang memuat jual beli tanah yang melanggar hukum pun menjadi batal demi hukum. Badan Pertanahan Nasional pada keadaan tersebut wajib melaksanakan pembatalan pendaftaran peralihan hak tanah berdasarkan Akta Jual Beli yang telah dinyatakan batal demi hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, PPAT seharusnya memastikan pemenuhan syarat pembuatan akta disertai dokumen pendukung tertulis dan memberikan penyuluhan hukum mengenai pentingnya pemenuhan syarat-syarat tersebut kepada para pihak pada saat pembuatan akta.

This study discusses the practice of negligence of land deed official in carrying out their positions. One of the cases that is the subject of discussion in this study is the case of unlawful land sale and purchase contained in the Supreme Court Decision Number 6 K/Pdt/2017. The problems in this research are regarding to the responsibility of land deed official in making the Sale and Purchase Deed and the legal consequences of the Sale and Purchase Deed which facilitates unlawful land sale and purchase. Both problems were analyzed using normative legal research methods and analyzed using qualitative data analysis to produce explanatory-analytical research. The analysis is carried out based on the prevailing legal theories and provisions in both Customary law and other statutory provisions. After the analysis, it is known that in the making of the Sale and Purchase Deed which facilitates unlawful land sale and purchase there is an indication of cooperation between the parties so the land deed official has civil, administrative, and even criminal responsibilities, the seller and the buyer can be subject to civil and criminal responsibilities, while the Head of the Land Office can be held accountable for civil, administrative and criminal responsibilites. The Sale and Purchase Deed containing unlawful land sale and purchase will becomes null and void. In such circumstances, Indonesian National Land Office is obliged to cancel the registration of the transfer of land rights based on the Sale and Purchase Deed which has been declared null and void based on permanent legal force court decision. Therefore, land deed official should ensure the fulfillment of deed drafting requirements along with written supporting documents and provide legal counseling on the importance of fulfilling these requirements to the parties at the time of drawing up the deed"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stela Firman
"Pencatatan perkawinan secara resmi memberikan manfaat diantaranya adalah sebagai alat bukti yang sah dan kuat bagi suami istri kerena memiliki kepastian hukum dengan demikian suatu perkawinan haruslah dicatatkan agar memenuhi ketentuan hukum agama dan hukum Negara. Penelitian ini membahas bagaimana kedudukan dan status harta yang diperoleh sebelum penetapan isbat nikah bedasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 188 K/Pdt/2021 dan bagaimana keabsahan akta jual beli yang dibuat pejabat pembuat akta tanah sementara (PPATS) tanpa adanya persetujuan istri bedasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 188 K/Pdt/2021. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakanmetode yuridis normatif dengan tipologi penelitian berupa ekplanatoris, jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini kedudukan dan status harta yang diperoleh sebelum penepatan isbat nikah merupakan harta bersama, karena dinyatakan sahnyaperkawinan dan memiliki kekuatan hukum berlaku sejak awal perkawinannya. Oleh karena itu, bedasarkan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Keabsahan akta jual beli yang dibuat pejabat pembuat akta tanah sementara (PPATS) tanpa adanya persetujuan istri dinyatakan batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat yang tercantum dalam Pasal 36 ayat (1) UUP yang menyatakan bahwa harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak sehingga setiap peralihan hak yang merupakan harta bersama harus ada persetujuan suami atau istri.

Official marriage registration provides benefits including as a valid and strong evidence for husband and wife because they have legal certainty, thus a marriage must be registered in order to fulfill the provisions of religious law and state law. This study discusses how the position and status of assets obtained prior to the determination of the isbat marriage based on the decision of the Supreme Court Number 188 K/Pdt/2021 and how the validity of the deed of sale made by the official making the temporary land deed (PPATS) without the wife's consent based on the decision of the Supreme Court Number 188 K/Pdt/2021. To answer these problems, this research uses a normative juridical method with a research typology in the form of an explanatory, the type of data used is secondary data in the form of primary legal materials and secondary legal materials with a qualitative approach. The results of this study are the position and status of assets obtained before the determination of the isbat marriage is joint property, because it is declared valid marriage and has legal force since the beginning of the marriage. Therefore, based on Article 35 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, it is explained that property acquired during marriage becomes joint property. The validity of the deed of sale and purchase made by the official making the temporary land deed (PPATS) without the wife's consent is declared null and void because it does not meet the requirements stated in Article 36 paragraph (1) of the UUUP which states that joint assets, husband or wife can act on the approval of both both parties so that any transfer of rights constituting joint property must have the consent of the husband or wife."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Nabila Hamdi
"Penggunaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sering disalahgunakan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peristiwa hukum utang piutang yang disamarkan melalui PPJB dan Akta Pembelian Kembali. Dalam praktik ini, kreditor memanfaatkan kondisi debitor yang sedang menghadapi kesulitan keuangan untuk menandatangani PPJB yang merupakan upaya untuk mengalihkan kepemilkan tanah dan/atau bangunan debitor kepada kreditor. Penelitian ini mengangkat permasalahaan bagaimana PPJB dan Akta Pembelian Kembali yang didasarkan pada utang piutang dapat dianggap sebagai penyelundupan hukum serta peran dan tanggung jawab notaris dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1261 K/PDT/2021. Metode penelitian ini bersifat doktrinal dengan pengumpulan data sekunder melalui studi dokumen dan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa PPJB dan Akta Pembelian Kembali yang didasarkan pada utang piutang dapat dikategorikan sebagai perjanjian semu dan penyelundupan hukum yang dapat dianggap batal demi hukum karena tidak memenuhi ketentuan hukum yang seharusnya diterapkan. Selain itu, peran notaris dalam penelitian ini yang kurang memberikan penyuluhan hukum dan melanggar ketentuan hukum tanah nasional berpotensi menimbulkan kerugian bagi para pihak. Sehingga, notaris dapat dikenakan sanksi administratif dan perdata terkait akta-akta yang telah dibuat.

The use of a Sale and Purchase Agreement (PPJB) is often misused in society. This can be observed in legal incidents involving debts and receivables that are disguised through PPJB and Deeds of Repurchase. In this practice, creditors take advantage of debtors facing financial difficulties to have them sign a PPJB, which is an attempt to transfer ownership of the debtor's land and/or buildings to the creditor. This research addresses the issue of how PPJB and Deeds of Repurchase based on debts and receivables can be considered forms of legal evasion, as well as the role and responsibilities of notaries in Supreme Court Decision Number 1261 K/PDT/2021. The research method employed is doctrinal, involving the collection of secondary data through document studies and qualitative analysis. The results indicate that PPJB and Deeds of Repurchase based on debts and receivables can be classified as sham agreements and legal contraband, which may be deemed null and void due to non-compliance with applicable legal provisions. Furthermore, the role of the notary in this research is characterized by a lack of legal guidance and violations of national land law, potentially resulting in harm to the parties involved. As a result, notaries may be subject to administrative and civil sanctions related to the deeds they have executed."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizatu Afifah Juwita Yasin
"Akta yang dibuat oleh PPAT kerap kali menyebabkan terjadinya suatu sengketa
atau konflik dalam pertanahan, sehingga tidak sedikit PPAT yang terjerat perkara di
Pengadilan yang salah satunya adalah karena pembuatan akta yang tidak sesuai dengan
prosedur. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah bagaimana
bentuk pelanggaran berat pembuatan akta jual beli oleh PPAT dalam kasus di Putusan
Pengadilan No. 1146 K / PDT / 2020 serta bagaimana pertanggungjawaban PPAT atas
pelanggaran berat yang telah dilakukan tersebut. Adapun penelitian ini menggunakan
metode yuridis normatif dan bentuk penelitiannya adalah Eksplanatoris. Hasil dari
penelitian ini menyimpulkan pelanggaran berat yang dilakukan ialah pembantuan dalam
permufakatan jahat yang mengakibatkan sengketa pertanahan dan membuatkan akta yang
telah terbukti PPAT mengetahui para pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum
atau kuasanya tidak hadir dihadap nya sehingga melanggar ketentuan 10 Ayat 3 Huruf a
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016. Akta Jual Beli yang dinyatakan batal demi
hukum menjadikan peristiwa hukum akibat lahirnya akta jual beli tersebut dianggap tidak
pernah ada turut menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
antara para pihak. Maka berdasarkan ketentuan pasal 62 PP No. 24 Tahun 1997 jo. pasal
55 Peraturan KaBPN No. 1 Tahun 2006, PPAT VNR dapat dikenakan penjatuhan sanksi
administratif berupa pemberhentian dengan tidak hormat dan ganti rugi. Hasil tesis ini
juga menyarankan bahwa sebaiknya PPAT selaku pejabat yang memberikan pelayanan
harus memeriksa kewenangan penghadap sehingga dapat menghasilkan akta berkekuatan
pembuktian sempurna.

Deed that had been made by land deed officical often cause conflict or dispute
over land, hence there are many land deed official that trap in court because of it which sometimes happens because not following the procedure when making deeds. The subject matter that will be discussed are how the deed against the law by land deed official in the case of the court verdict No. 1146 K / PDT / 2020 in the framework of the creation of the buy and sell deed and how the legal consequences of cancellation of the buy and sell deed are acts against the law by land deed official. As for this research using normative juridical methods and its research form is an explanatory. The form of serious conducted by VNR is aiding as a malicious agreement that resulted in a land dispute and create a deed where he knows the
authorities whom doing legal acts or their proxies are not present before him which is violate
the provisions of verse 10 section a PP 24year 2016 The sale and purchase deed, which is
null and void, makes the legal event due to the birth of the deed is deemed to have never.
According to chapter 62 PP No. 24 year 1997 jo. Chapter 55 Peraturan KaBPN No. 1 year
2006, PPAT VNR can be punished by dismissal with disrespect and compensation. This
thesis also advice that as PPAT who give public service must research about the authority
of the party that make the deed, so the deed can have the perfect evidentiary
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>