Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94290 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafli Ihsan Hernandi
"Pada sumur geotermal, korosi dapat terjadi dengan mudah akibat cairan panas bumi yang mengandung beragam ion dan gas sehingga dapat merusak pipa. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan pipa adalah konsentrasi larutan geotermal, tingkat pH, suhu, dan tekanan CO2. Oleh karena itu baja karbon AISI 4140 dipilih karena memiliki sifat mekanik yang baik dan ketahanan korosi yang baik. Pada larutan geotermal yang mengandung ion Ca+2, Ion Ca+2 memiliki pengaruh dalam peningkatan laju korosi, dengan tidak adanya ion Ca+2 dapat menghambat laju korosi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh CO2 pada larutan geotermal bebas ion Ca+2 terhadap jenis dan laju korosi pada AISI 4140. Dalam penelitian ini untuk mencari laju korosi dilakukan 2 metode yaitu uji elektrokimia dan uji imersi. Berdasarkan hasil analisis pengujian elektrokimia dan imersi, baja karbon dengan injeksi CO2 memiliki laju korosi yang lebih cepat yaitu sebesar 37,14 mmpy, daya tahan korosi kurang baik, dan hilang berat yang lebih banyak. Untuk menganalisis permukaan AISI 4140 dilakukan dengan pengamatan XRD dan mikroskop optik. Dari pola XRD hanya terdeteksi fasa Fe yang mengindikasikan tidak terbentuknya fasa kristal produk korosi. Berdasarkan hasil analisis mikroskop optik jenis korosi yang di hasilkan dari pengujian elektrokimia dan imersi adalah korosi merata dan pitting.

In geothermal wells, corrosion can occur easily due to geothermal fluids containing various ions and gases that can damage pipes. Factors that can affect pipe damage are the concentration of the geothermal solution, pH level, temperature, and CO2 pressure. Therefore, AISI 4140 carbon steel was chosen because it has good mechanical properties and good corrosion resistance. In the geothermal solution containing Ca+2 ions, Ca+2 ions influence increasing the corrosion rate, in the absence of Ca+2 ions can inhibit the corrosion rate. This study aims to analyze the effect of CO2 in a Ca+2 ion-free geothermal solution on the type and rate of corrosion in AISI 4140. In this study, two methods were used to determine the corrosion rate, namely an electrochemical test and an immersion test. Based on the analysis results of electrochemical and immersion tests, carbon steel with CO2 injection has a faster corrosion rate of 37.14 mmpy, less corrosion resistance, and more weight loss. To analyze the surface of AISI 4140, XRD observations and optical microscopy were carried out. From the XRD pattern, only the Fe phase was detected, which indicated that there was no crystalline phase of corrosion products. Based on the results of optical microscopy analysis, the types of corrosion produced from electrochemical and immersion testing are uniform corrosion and pitting.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Izzat
"Korosi CO2 merupakan salah satu jenis korosi yang umum ditemukan pada industri geotermal dari hulu hingga hilir. Korosi CO2 memiliki karakteristik yang berbeda dari korosi akibat elektrolit pada umumnya. Hal ini karena CO2 dapat bereaksi dengan air dan menghasilkan asam karbonat (H2CO3) yang bersifat asam lemah dan dapat mempengaruhi kinetika korosi logam yang digunakan dalam sumur dan sistem perpipaan geotermal seperti baja AISI 4140. Peristiwa korosi di lingkungan CO2 belum banyak dibahas pada kondisi pH rendah, sebagai contoh pada saat dilakukan operasi acidizing sumur geotermal. Penelitian ini mengeksplorasi pengaruh CO2 terlarut dengan metode bubbling pada tekanan atmosfer terhadap perilaku korosi baja AISI 4140 dalam fluida geotermal artifisial dengan pH rendah. Fluida yang dimaksud terdiri atas KCl (5,960 g/L), NaCl (28,548 g/L), dan CaCl2 (2,664 g/L) yang disintesis berdasarkan modifikasi komposisi brine dari salah satu lapangan geotermal, lalu larutan diberi HCl (37%, 2 mL) dengan tujuan untuk menyimulasikan kondisi acidizing. Pengujian cyclic voltammetry (CV) menunjukkan bahwa penambahan CO2 pada larutan uji meningkatkan laju korosi hingga 25,62%, peristiwa ini dikonfirmasi hasil uji perendaman. Hal ini disebabkan oleh penurunan pH larutan setelah mengalami bubbling CO2. Lapisan protektif tidak terbentuk setelah pengujian CV, yang ditunjukkan dari adanya peningkatan arus korosi pada sweep ke-2 uji CV, dan didukung hasil karakterisasi XRD, di mana ditemukan lapisan produk korosi non-protektif setelah sampel terkorosi larutan uji non-CO2 maupun CO2, namun fasa nya tidak dapat diidentifikasi. Observasi dengan mikroskop optik menunjukkan bahwa sampel terkorosi secara seragam, dan densitas pori-pori sampel yang telah terkorosi larutan uji non-CO2 adalah 3,28 × 10-3 /μm2 , dan 3,64 × 10-3 /μm2 untuk larutan uji CO2. Ukuran pori-pori pada larutan non-CO2 dan CO2 tidak memiliki perbedaan median yang signifikan, menandakan tidak ada endapan produk korosi dalam pori-pori.

CO2 corrosion is one of the types of corrosion commonly found in the geothermal industry. CO2 corrosion has a different characteristic from common electrolyte corrosion, this is due to the CO2 reacting with water which then generates carbonic acid (H2CO3), that is known to be a weak acid. The presence of H2CO3 could influence the corrosion kinetics of the AISI 4140 steel. The CO2 corrosion phenomenon has not been extensively observed under acidic brine condition, for instance on acidizing operations carried on geothermal wells. This research is aimed to explore influence of dissolved CO2 presence in acidic brine to the corrosion behavior of AISI 4140 steel utilized in geothermal wells and piping system at atmospheric pressure. The brine consists of KCl (5,960 g/L), NaCl (28,548 g/L), and CaCl2 (2,664 g/L) that was synthetized in reference to a geothermal brine and 2 mL of 37% HCl were added to simulate the acidizing condition. The cyclic voltammetry (CV) test shows that the CO2 brine has greater corrosion rate by 25.62% compared with the non-CO2 brine. The increase of corrosion rate by adding CO2 to the brine has been confirmed by the immersion test, that shows similar result, due to pH reduction after CO2 bubbling. The protective layer has not been established throughout the CV test for both non-CO2 and CO2 brines, which is evident by the result of the secondsweep of the CV test that has an increased corrosion current density, and also confirmed by the XRD characterization that shows a formation of corrosion product but could not identify the phase. The obeservation through optical microscope suggested that both nonCO2 and CO2 brines had caused uniform corrosion and generates pores with the density of 3.28 × 10-3 /μm2 for non-CO2 brine and had increased to 3.64 × 10-3 /μm2 for the CO2 brine. The pore size difference of the corroded steel on by both non-CO2 and CO2 brine are insignificant, indicating that no corrosion product is accumulated within the pores."
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riene Kaelamanda Pragitta
"Korosi seragam dan pitting internal pada pipa sumur panas bumi umum terjadi karena fluida mengandung medium korosif garam dan CO2. Ketika terdapat gas CO2 yang terlarut dalam air, maka akan menyebabkan terjadinya korosi sweet. Garam cenderung terdisosiasi menjadi ion yang menyebabkan peningkatan konduktivitas listrik. Semakin tinggi konduktivitas, maka semakin tinggi kemampuan air garam untuk membawa arus listrik pada permukaan logam antara daerah anodik dan katodik, sehingga menghasilkan laju korosi yang lebih tinggi. Baja karbon AISI 4140 banyak digunakan sebagai material untuk pipa sumur panas bumi. Dalam penelitian ini, akan dilakukan analisis korosi baja karbon AISI 4140 di lingkungan dengan kadar garam tinggi yaitu 40950 mg/L NaCl + 5960 mg/L KCl + 2664 mg/L CaCl2. Pada tiap pengujian dilakukan dua variasi, yaitu dengan injeksi CO2 dan tanpa injeksi CO2. Berdasarkan hasil analis karakterisasi XRD, terdapat fasa Fe pada semua sampel dengan jenis larutan dengan dan tanpa injeksi CO2, namun pada sampel dengan larutan injeksi CO2 memiliki intensitas yang lebih kecil. Rendahnya intensitas fasa Fe mengindikasikan adanya deposit di permukaan sampel. Hasil analisis uji korosi menggunakan metode hilang berat menunjukan sampel yang dilakukan peredaman dalam larutan dengan injeksi CO2 menghasilkan penurunan massa yang lebih besar dibanding sampel yang diredam dalam larutan tanpa injeksi CO2. Hal ini didukung dengan laju korosi baja AISI 4140 pada larutan dengan injeksi CO2 lebih tinggi dibandingkan tanpa injeksi CO2 pada uji cyclic voltammetry. Tingginya laju korosi baja di lingkungan CO2 adalah akibat tingginya CO2 terlarut dalam air yang membentuk senyawa H2CO3 yang dapat menurunkan pH sehingga menjadikan larutan semakin korosif.

Uniform corrosion and internal pitting of geothermal well pipes are common because the fluid contains the corrosive medium of salt and CO2. When there is CO2 dissolved in water, it will cause sweet corrosion. Salts tend to dissociate into ions causing an increase in electrical conductivity. The higher the conductivity, the higher the ability of the salt water to carry an electric current on the metal surface between the anodic and cathodic regions, resulting in a higher corrosion rate. AISI 4140 carbon steel is widely used as a material for geothermal well pipes. In this research, the corrosion analysis of AISI 4140 carbon steel will be carried out in an environment with high salt content, namely 40950 mg/L NaCl + 5960 mg/L KCl + 2664 mg/L CaCl2. In each test, two variations were performed, namely with CO2 injection and without CO2 injection. Based on the results of the XRD characterization analysis, there was a Fe phase in all samples with the type of solution with and without CO2 injection, but the sample with CO2 injection solution had a smaller intensity. The low intensity of the Fe phase indicates the presence of deposits on the sample surface. The results of the analysis of the corrosion test using the weight loss method showed that samples soaked in solution with CO2 injection resulted in a greater reduction in mass than samples soaked in solution without CO2 injection. This is supported by the corrosion rate of AISI 4140 steel in a solution with CO2 injection which is higher than without CO2 injection in the cyclic voltammetry test. The high rate of corrosion of steel in the CO2 environment is due to the high dissolved CO2 in water which forms H2CO3 compounds which can lower the pH, making the solution more corrosive."
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Soerjadi Hassan Hoesein
"ABSTRAK
Baja tipe AISI 304 adalah salah satu baja anti karat jenis Austenit merupakan modifikasi dari komposisi 18-8 yang memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari baja anti karat jenis Ferit dan Martensit. Pemberian panas dan pendinginan secara perlahan-lahan pada baja AISI 304 di daerah temperatur sensitasi sekitar 4000C sampai dengan 8000C akan terbentuk presipitasi Chrom karbida sepanjang batas butir, sehingga daerah di sekitar batas butir mengalami kekurangan Chrom. Akibatnya pada daerah tersebut tidak terbentuk lapisan pasif C Cr 2 03 dan akibat adanya media korosi larutan asam dan perlakuan tegangan tarik akan mempercepat pecahnya lapisan pasif yang merupakan awal terjadinya retak.
Penelitian i ni ber t u j uan mengamati efek korosi akibat deformasi terhadap sifat mekanik baja anti karat Austenit 304 yang mengalami berbagai pendinginan. Dengan metode yang digunakan adalah melakukan uji tarik, uji kekerasan dan pemeriksaan struktur mikro pada sampel yang dipanaskan 10000C selama satu jam, kemudian didinginkan secara cepat dalam air (Water Cooling, WC), udara (Air Cooling, AC) dan secara lambat di dalama tungku (Furnace Cooling, FC).
Kemudian di l ak uk an perendaman dal am media korosi larutan Natrium Chlor i da dan setelah itu diberikan variasi tegangan tarik. Hasil penelitian sampel yang mengalami korosi tegangan menunjukkan adanya perubahan sifat mekanik, kekuatan, keuletan dan kekerasannya."
Lengkap +
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Riastuti
"Baja tahan karat austenitik Sandvik 2RE69 atau tipe UNS 531050 merupakan baja tahan karat dengan kadar kandungan krom sebesar 25%, nikel 22%, dan molibdenum 2%. Karena baja tahan karat ini memiliki kandungan kromium dan nikel yang tinggi untuk memberi ketahanan terhadap oksidasi pada tekanan dan temperatur tinggi, maka baja ini dikembangkan dengan tujuan agar memiliki ketahanan terhadap berbagai jenis korosi yang terjadi di daerah Industri Urea. Pengalaman di lapangan mengkonfirmasikan bahwa baja tersebut dapat tahan dalam larutan urea/karbamat (Ammonium Carbamate) pada temperatur dan tekanan tinggi selain itu baja ini juga memiliki ketahanan korosi yang sangat baik dalam asam nitrat (HNO3) yang merupakan oksidator kuat.
Berdasarkan karakteristik ketahanan terhadap korosi di daerah tekanan dan temperatur tinggi dan ketahanan korosi yang sangat baik di lingkungan yang oksidatif maka dilikukan penelitian terhadap daya tahan korosi batas butir dengan cara: baja tahan karat tersebut ditemper pada temperatur 675°C dengan waktu tahan yang bervariasi yakni 120 menit, 180 menit, 300 menit, 420 menit, 540 menit, dan 600 menit dengan kecepatan pendinginan yang sangat lambat yaitu 2,5°C/menit dan diuji ketahanan korosinya dengan mencelupkan dalam asam nitrat (HNO3) 65% mendidih selama 240 jam yang dibagi menjadi 5 periode. Selain itu juga akan diteliti kemungkinan terbentuknya fasa sigma dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Penelitian ini akan dibandingkan dengan baja tahan karat AISI 316L yang banyak digunakan sebagai pipa pada heat exchanger pada industri kimia pada umumnya.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kehilangan berat yang didapat oleh baja tahan karat Sandvik 2RE69 (UNS 531050) per satuan luas lebih kecil dibandingkan dengan AISI 316L (mencapai 1/4 sampai 1/5 kali nya) pada kondisi yang sama. Namun clan kedua baja tersebut memperlihalkan kecenderungan yang sama yakni dengan bertambahnya waktu tahan dalam dapur kehilangan berat per satuan luas makin meningkat. Untuk fasa sigma, pada Sandvik 2RE69 terbentuk dimulai pada waktu tahan 540 menit dan AISI 316L pada waktu tahan 600 menit."
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Febriyanti
"Baja dari sponge bijih besi laterite merupakan produk baja yang dihasilkan PT Krakatau Steel. Baja lembaran ini terbuat dari mineral laterite dengan kandungan Fe sekitar 50 %, Mg, dan Si berkisar pada besaran 20-25 %. Baja ini sudah diaplikasikan di roof (atap) Jembatan TekSas pengubung Fakultas Teknik dan Fakultas Sastra UI.
Perilaku korosi baja lembaran dari sponge bijih besi laterite dan baja karbon pada larutan dengan penambahan NaCl sebesar 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm serta larutan dengan pH 4, 5, dan 6 selama waktu perendaman 48 jam, 72 jam, 120 jam, dan 168 jam dilakukan dengan menggunakan pengujian weight loss berdasarkan pada standar ASTM G1-03 dan ASTM G31 ? 72. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teknik analitik seperti pengujian Optical Spectroscopy untuk mengetahui komposisi unsur penyusun kedua baja dan Energy Dispersive X-ray Analysis (EDX) untuk memeriksa komposisi unsur dari produk korosi kedua baja tersebut.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa semakin meningkatnya waktu perendaman (jam) maka laju korosi (mpy) untuk baja karbon dari bijih besi hematite dan bijih laterite masing-masing berkisar dari 3.5 mpy s/d 10 mpy dan 2.6 mpy s/d 4.2 mpy. Sedangkan dengan semakin meningkatnya penambahan NaCl (ppm) maka laju korosi (mpy) untuk masing-masing baja berkisar dari 3.5 s/d 4.1 mpy dan 2.9 mpy s/d 4.2 mpy serta dengan semakin meningkatnya pH larutan maka laju korosi (mpy) untuk masing-masing baja berkisar dari 14 mpy s/d 5 mpy dan 20 mpy s/d 5 mpy. Jadi, dengan semakin meningkatnya waktu perendaman (jam), konsentrasi NaCl (ppm), dan pH larutan maka ketahanan korosi dari baja laterite hampir sama dengan baja karbon biasa.
Selain itu dalam penelitian ini juga diamati pengaruh penambahan NaCl (ppm) dan penurunan pH larutan terhadap degradasi kerusakan yang dihasilkan dari baja laterite dan baja karbon. Analisa dengan metode EDX menyatakan bahwa deposit yang terbentuk di permukaan kedua baja utamanya terdiri atas unsur Fe, O, C, Si, serta sedikit Ca pada baja laterite.

Steel from sponge laterite iron ore is a product from Krakatau Steel Company. This steel extracted from mineral laterite which contained 50 % Fe, Mg, and 20-25 % Si. Laterite steel is used on roof in TekSas Bridge connecting Technique Faculty and Sastra Faculty University of Indonesia.
Corrosion behaviour of steel sheet from sponge laterite iron ore and carbon steel in solutions with addition of 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, and 400 ppm NaCl with pH 4, 5, and 6 were studied by using weight lost test based on ASTM G1-03 dan ASTM G 31-72 standard. Beside, this study used analytical techniques such as Optical Spectroscopy to obtain chemical composition data from both steels and Energy Dispersive X-ray Analysis (EDX) to examine composition from corrosion product formed in surface steels.
The experiment showed that with increased immersing time (hour) produced corrosion rate (mpy) to carbon steel and laterite steel are about from 3.5 mpy until 10 mpy and 2.6 mpy until 4.2 mpy. The increase of addition NaCl concentration (ppm) produced corrosion rate (mpy) to both steel are about from 3.5 mpy until 4.1 mpy and 2.9 until 4.2 mpy. An increase in pH solution produced corrosion rate (mpy) to both steel are about from 14 mpy until 5 mpy and 20 mpy until 5 mpy. So, an increased immersing time (hour), the increase of addition NaCl concentration (ppm), and an increased in pH solution makes laterite steel and carbon steel have almost same corrosion resistant.
In addition to this research also study the effect of increasing addition of NaCl concentration (ppm) and a decrease in pH solution to damage degradation carbon steel and laterite steel. From EDX analyses, there were some Fe, C, O, Si along with little Ca compounds in the surface deposit laterite steel.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41635
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Saputra
"Studi ini mempelajari tentang ketahanan korosi dari baja tahan karat duplex 2205 dan baja tahan karat feritik 410S terhadap konsentrasi larutan sodium klorida. Mekanisme korosi yang terjadi disebabkan oleh potensial breakdown Eb dan potensial proteksi Ep yang nilainya didapat selama pengujian polarisasi siklik. Variabel dari penelitian ini adalah konsentrasi dari larutan sodium klorida yang dipersiapkan pada konsentrasi 1 , 2 , 3,5 ,4 ,5 berat masa. Pengujian polarisasi siklik menghasilkan kurva untuk masing - masing material baja tahan karat pada setiap konsentrasi larutan NaCl dimana masing - masing kurva tersebut menunjukan nilai Eb dan Ep secara berurutan.Ketahanan korosi terbaik didapat pada konsentrasi 1 sodium klorida dan ketahanan korosi terburuk didapat pada larutan dengan konsentrasi 3,5 untuk kedua material baja tahan karat 2205 dan baja tahan karat 410S. Korosi sumuran terjadi pada baja tahan karat 410S namun tidak pada baja tahan karat 2205.

Corrosion resistance of duplex stainless steels 2205 type and ferritic stainless steel 410S type were investigated due to the influence of the concentration of sodium chloride solution. The corrosion mechanism was caused by the breakdown potential Eb and protection potential Ep during the cyclic polarization testing. Aqueous sodium chloride solution with concentration of 1 , 2 , 3.5 , 4 , 5 w.t were prepared as the variable of the investigation. The cyclic polarization testing results the curves for both stainless steels in every concentration of NaCl solution which showed potential that indicate the onset of Eb and Ep respectively.The highest corrosion resistance was achieved in 1 sodium chloride solution and the lowest was in 3.5 sodium chloride solution for both 2205 ss and 410S ss. Pitting corrosion occurred in 410S SS but not in 2205 SS."
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>