Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189768 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Febriana Widya Gunawan
"Pemberian hibah wasiat yang dilakukan oleh pewaris seharusnya dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai bagian mutlak (legitieme portie) ahli waris legitimaris. Namun dalam kenyataannya hak ahli waris tetap saja terlanggar, sebagaimana yang ditemukan dalam kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Kutai Barat Nomor 47/Pdt.G/2020/PN Sdw. Oleh karena itu permasalahan pokok dari penelitian yang dituliskan ke dalam tesis ini adalah mengenai pemberian hibah wasiat yang mengakibatkan adanya hak yang terlanggar terhadap ahli waris golongan satu yaitu istri dan anak luar kawin. Rumusan masalah yang disusun untuk menjawab permasalahan pokok tersebut adalah tentang akibat hukum dari pemberian hibah wasiat kepada ahli waris golongan dua terhadap ahli waris golongan satu (istri dan anak luar kawin) dalam kewarisan dan kedudukan anak luar kawin yang secara hukum tidak mendapat pengakuan namun dalam kenyataannya merupakan anak dari anak dari pewaris. Metode penelitian hukum doktrinal dipergunakan untuk meneliti kedua objek hukum yang distudi yaitu peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Melalui studi dokumen, bahan- bahan hukum relevan yang diinventarisasi selanjutnya dianalisis. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa akibat hukum dari pemberian hibah wasiat kepada ahli waris golongan dua terhadap istri dan anak luar kawin adalah adanya bagian waris yang terlanggar sebagai ahli waris golongan satu. Selain itu, ditemukan bahwa tidak ada pembahasan dan pertimbangan hakim mengenai kejelasan hukum anak luar kawin yang secara hukum tidak mendapatkan pengakuan namun pada kenyataannya merupakan anak dari pewaris yang pada dasarnya dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan yang diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. 

The granting of a will carried out by the heir should be carried out with due observance of the provisions regarding the legitimacy portion (legitieme portie) of the legitimacy of the heirs. However, in reality the rights of heirs are still being violated, as found in the case in the Decision of the Kutai Barat District Court Number (PN Kutai Barat) 47/Pdt.G/2020/PN Sdw. Therefore, the main problem of the research written in this thesis is regarding the granting of a will which results in the violation of the rights of class one heirs, namely wives and children out of wedlock. The formulation of the problem compiled to answer the main problem is about the legal consequences of granting a will to class two heirs to class one heirs (wife and children out of wedlock) in inheritance and the position of children out of wedlock who legally do not receive recognition but in reality is the child of the heir. The doctrinal legal research method is used to examine the two legal objects studied, namely statutory regulations and court decisions. Through a document study, the relevant legal materials that were inventoried were then analyzed. The results of this study reveal that the legal consequence of granting a will to class two heirs to wives and children out of wedlock is that there is a portion of the inheritance that is violated as class one heirs. In addition, it was found that there was no discussion and consideration of judges regarding the legal clarity of illegitimate children who legally do not receive recognition but in fact are children of heirs which basically can be proven by science and technology in accordance with what is stipulated Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46 /PUU-VIII/2010. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paramita Pangestu
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai perjanjian pengelolaan harta kekayaan suami-istri ke dalam suatu lembaga Trust yang dikenal di negara dengan tradisi hukum Anglo Saxon untuk menjaga harta kekayaan keluarga demi kelangsungan generasi penerus. Permasalahan yang dikaji adalah bagaimana keberlakuan perjanjian ini menurut hukum Indonesia yang pada umumnya tidak mengenal konsep trusts yang memisahkan kepemilikan antara pemilik benda secara hukum legal owner dan pemilik manfaat atas benda tersebut beneficial owner . Ketentuan dalam perjanjian tersebut juga berpotensi dapat bertentangan dengan hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata dan dalam hal bertentangan, bagaimana penetapan ahli waris dan pelaksanaan hak waris anak mengingat adanya perjanjian tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian tesis ini menunjukkan bahwa perjanjian mengenai pembentukan lembaga Trust untuk mengelola harta kekayaan suami-istri tidak dapat dibuat dan diberlakukan menurut hukum Indonesia, namun dapat saja dibuat diluar negeri yang mengakui lembaga Trust dengan tetap dibatasi oleh ketentuan memaksa hukum waris dalam KUH Perdata termasuk legitieme portie dan ketentuan Trust harus dikuatkan keberlakuannya melalui surat wasiat sebagai instrumen yang diakui untuk mengesampingkan aturan pewarisan menurut undang-undang. Tanpa surat wasiat, penetapan ahli waris dan pembagian harta peninggalan akan tunduk pada hukum waris barat dalam KUH Perdata terlepas adanya perjanjian tersebut. Pembentukan lembaga Trust di luar negeri sebenarnya lebih bermanfaat untuk harta kekayaan di luar negeri dan mengingat hal ini, hukum waris dalam KUH Perdata juga mengenal beberapa lembaga yang memiliki fungsi dan karakteristik serupa Trust yang dapat digunakan untuk menjaga bagian bebas dari harta peninggalan pewaris demi kelangsungan generasi penerusnya.

ABSTRACT
This thesis discusses about the agreement on the management of the husband wife rsquo s assets under Trusts, as acknowledged in Anglo Saxon countries, in order to protect the family assets for future generations. The issues focus on how the enforcement of such agreement based on the Indonesia rsquo s laws which, in general, do not acknowledge the trusts concept i.e., separation between legal ownership and beneficial ownership . In addition, the provisions under such agreement can potentially infringe the inheritance laws under the Indonesian Civil Code and in this case, whether the inheritance disposition will be subject to the inheritance laws or the said agreement. This thesis rsquo research methodology is legal normative. The research result has shown that the agreement on the establishment of a Trust for the purpose of managing the husband wife rsquo s assets cannot be made and enforced under the Indonesia rsquo s laws, rather it should be made and governed based on the foreign law where the Trust is established. However, such agreement shall be subject to the forced heirship laws under the Indonesian Civil Code including the heir rsquo s mandatory portion protected under the law or known as legitieme portie and must be supported by a testament, being the stipulation acknowledged under the law to waive the applicability of the inheritance provisions under the law to the extent permitted . Without a testament, the inheritance disposition will be determined by the law regardless of such agreement. Considering that setting up a Trust in other countries will be more beneficial to those assets located outside Indonesia, the Indonesian Civil Code also acknowledges several institutions having characteristics similar to Trust which may be used as mechanism for managing the inheritance estate excluding legitieme portie so as to protect those portion of estate for future generations."
2017
T48653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Indah Rahayu
"Penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum kepada para ahli waris dan pihak ketiga akibat peralihan hak atas tanah berdasarkan akta hibah yang didalamnya mengandung unsur pemalsuan yaitu pemalsuan tanda tangan pemberi hibah. Peralihan hak atas tanah merupakan permasalahan yang kerap terjadi sehingga penelitian ini bertujuan menganalisis peralihan hak atas tanah berdasarkan akta hibah dengan objek hak atas tanah yang dimiliki secara bersama-sama dan telah dialihkan kepada pihak ketiga sebagai pembeli. Dengan demikian bagaimana keabsahan akta hibah sebagai bentuk peralihan hak atas tanah yang dibuat dengan memalsukan tanda tangan pemberi hibah dan bagaimana perlindungan hukum kepada para ahli waris dan pihak ketiga akibat perbuatan hukum yang didasari akta hibah palsu. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan jenis data sekunder. Hasil penelitian meliputi peralihan terhadap hak atas tanah yang dimiliki secara bersama-sama harus memperoleh persetujuan dari semua pemegang sekaligus pemilik hak bersama dan terikat. Perjanjian hibah harus memenuhi syarat-syarat sah suatu perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Apabila suatu akta terbukti palsu, maka akibat hukumnya terhadap peristiwa-peristiwa hukum selanjutnya yang didasarkan pada akta tersebut menjadi cacat hukum dan tidak sah serta kembali ke dalam keadaan semula sebelum terbitnya akta tersebut. Adapun terhadap sertipikat yang terbit berdasarkan akta peralihan hak tersebut, para ahli waris sebagai pemilik asal diberikan perlindungan hukum untuk mengajukan permohonan pembatalan ke Badan Pertanahan Nasional berdasarkan putusan pengadilan tersebut dan pihak ketiga yang beritikad buruk hanya dapat menuntut ganti kerugian kepada penjual yang tidak berhak.

This study discusses legal protection to heirs and third parties due to the transfer of land rights based on the grant deed that contains elements of forgery, namely forging the grantor's signature. The transfer of land rights is a problem that often occurs by this study aims to analyze the transfer of land rights based on a grant deed with the object of land rights jointly owned and transferred to a third party as a buyer. Thus, how is the validity of the grant deed as a form of transfer of land rights made by falsifying the signature of the grantor and how is the legal protection for the heirs and third parties due to legal actions based on a fake grant deed. This research is normative juridical research using secondary data types. The study results include the transfer of land rights that are jointly owned and must obtain approval from all holders as joint and binding rights owners. The grant agreement must meet the legal requirements of a deal as regulated in Article 1320 of the Civil Code. If a deed is proven to be fake, then the legal consequences for subsequent legal events based on the deed will be invalid and invalid and return to their original state before the issuance of the act. As for the certificates issued based on the deed transfer of land rights, the heirs have given legal protection to apply the cancellation to the National Land Agency based on the court's decision, and third parties with bad intentions can only claim compensation from the seller who is not entitled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M Rizky Pratama
"Tanah yang pada dasarnya merupakan hasil dari warisan menjadi milik bersama dari orang yang memiliki hak menjadi ahli waris. Dalam hal tersebut tanah akan dialihkan melalui jual beli maka semua Ahli Waris wajib mengetahui dan menyetujui jual beli tersebut karena jika salah satu dari Ahli Waris tidak mengetahui dan merasa dirugikan maka jual beli tersebut dapat dibatalkan. Permasalahan pada penelitian ini adalah Bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli tanah warisan tanpa adanya persetujuan dari ahli waris lainnya, dan bagaimana kewenangan mewarisi dari ahli waris cucu tersebut seperti halnya terdapat pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 870/PK/PDT/2019. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa setiap perbuatan hukum, dalam hal ini hibah yang dilakukan oleh pewaris maupun jual beli yang telah dilakukan oleh penerima hibah, dianggap batal demi hukum dan dapat dibatalkan karena jual beli tersebut tidak diketahui oleh ahli waris lainnya dan membawa kerugian pada ahli waris lain.

Land which is basically the result of inheritance becomes the common property of people who have the right to become heirs. In this case the land will be transferred through sale and purchase, all heirs must know and agree in terms of the sale and purchase because if one of the heirs does not know and feels disadvantaged, the sale and purchase can be canceled. The problem in this research is how is the legal protection for buyers of inherited land without the approval of other heirs, and how is the authority to inherit from the heirs of these grandchildren as is the case in the Decision of Mahkamah Agung Number 870/PK/PDT/2019. From this study, the results were obtained that any legal actions, in this case grants carried out by the heir or sale and purchase that had been carried out by the recipient of the grant, were considered null and void and could be canceled because the sale and purchase were not known by other heirs and brought losses to other heirs.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafila Khairunnisa Baesyir
"Penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap hak pembeli yang melakukan jual beli tanah warisan dengan salah satu ahli waris tanpa adanya persetujuan dan sepengetahuan ahli waris lainnya. Hak pembeli sebagai pembeli beritikad baik yang harus mendapatkan perlindungan hukum seringkali tidak dapat dipertahankan oleh hakim, sehingga perlu diteliti mengenai bagaimana kriteria pembeli beritikad baik yang diakui oleh hukum dan bagaimana bentuk perlindungan terhadap pembeli beritikad baik terhadap sengketa tanah. Metode penelitian yang digunakan adalah secara yuridis normatif. Fokus penelitian ini adalah mengetahui apakah Tergugat I yang merupakan pembeli tanah warisan tersebut termasuk ke dalam kriteria pembeli beritikad baik dan dapat diberikan perlindungan hukum atau tidak dengan didasari dari teori-teori peraturan perundang-undangan mengenai itikad baik, serta apa saja bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada Tergugat I sebagai pembeli jika termasuk ke dalam kriteria beritikad baik, dan terakhir penelitian ini akan mengelaborasi mengenai pertimbangan hakim dalam putusan, apakah sudah tepat atau tidak. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa putusan hakim kurang tepat dilihat dari teori-teori hukum yang berkembang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Walaupun putusan hakim lebih mengedepankan keadilan dibandingkan kepastian hukum itu sendiri, namun seharusnya dalam memberikan putusan hakim dapat mencerminkan putusan yang adil dan sesuai dengan norma hukum secara seimbang.

This thesis discusses about legal protection of buyer’s rights who buy inherited land with one of the heirs without the consent and knowledge of the other heirs. The rights of a well-intentioned buyer, who should receive legal protection, are often challenging for judges to uphold. Hence, it is necessary to examine the criteria for a bona fide buyer recognized by the law and the forms of protection available to bona fide buyers in land disputes. This thesis using normative juridical method. The focus of this thesis is to find out whether first Defendant, who is the buyer of the inherited land is included in the criteria for a good faith buyer and can be given legal protection or not by supporting the theories of laws and regulations regarding good faith, as well as what forms of legal protection can be given to first Defendant as a buyer if it is included in the criteria of good faith, and finally this research will elaborate on the judge's considerations in the decision, whether it is appropriate or not. The final results of this study indicate that the judge's decision is not quite right according to the developing legal theories and applicable laws and regulations. Even though the judge's decision prioritizes justice rather than legal certainty itself, however in giving decisions, judge's should be able to reflect a fair decision and in accordance with legal norms in a balanced manner way. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shidqi Ichsan
"Dalam hukum waris di Indonesia, dikenal kewarisan secara undang-undang dan secara surat wasiat. Surat Wasiat merupakan instrument bagi Pewaris apabila ingin memberikan harta yang dimilikinya kepada seseorang yang ia kehendaki. Namun, pada praktiknya surat wasiat digunakan untuk alat bagi seseorang untuk menguasai keseluruhan harta benda yang dimiliki oleh pewaris atau bahkan pewarisnya sendiri yang ingin memberikan kepada seseorang sesuai dengan keinginannya. Penelitian ini memaparkan aspek hukum waris di Indonesia dengan fokus utama pada penggunaan dan peran surat wasiat. Analisis ini mencakup deskripsi dan pengaturan dari surat wasiat, serta proses transfer harta warisan dan penanganannya dalam kasus sengketa. Meskipun surat wasiat digunakan sebagai alat hukum yang sah untuk mendistribusikan harta, hukum waris Indonesia telah menetapkan sejumlah batasan untuk melindungi hak-hak ahli waris, termasuk anak-anak dan pasangan pewaris. Konsep "legitime portie" atau bagian minimum dari harta yang harus diberikan kepada ahli waris tertentu, dijelaskan dalam penelitian ini sebagai cara untuk memastikan keseimbangan dan keadilan dalam pembagian harta. Ahli waris yang merasa bahwa hak legitime portie mereka belum terpenuhi dapat memanfaatkan hak "inkorting", yaitu proses hukum yang memungkinkan mereka untuk menuntut penyesuaian atau pengurangan bagian harta yang diberikan melalui surat wasiat. Penelitian ini juga membahas alasan pembatalan surat wasiat. Bahwa pelanggaran terhadap legitime portie tidak menjadi dasar pembatalan surat wasiat, melainkan penyelewengan terhadap syarat formil yang memungkinkan untuk membatalkan surat wasiat. Secara keseluruhan, hukum waris di Indonesia menciptakan keseimbangan antara hak pewaris untuk membuat wasiat dan perlindungan hak-hak ahli waris, terutama dalam konteks hak "legitime". Penelitian ini menunjukkan bagaimana hukum waris berfungsi untuk menjaga keadilan dan kesejahteraan ahli waris dalam pembagian harta warisan.

In Indonesian inheritance law, there are known types of inheritance through statutory provisions and through testaments. A testament serves as an instrument for the testator if they wish to bequeath their property to a person of their choosing. However, in practice, testaments are used as a tool for someone to control all the property owned by the testator or even for the testator themselves to grant it to a person according to their wishes. This study presents aspects of inheritance law in Indonesia with a primary focus on the use and role of testaments. This analysis includes a description and arrangement of testaments, as well as the process of transferring inherited property and its handling in case of disputes. While a testament is used as a valid legal tool to distribute property, Indonesian inheritance law has established a number of limitations to protect the rights of heirs, including children and spouses of the testator. The concept of "legitime portie", or the minimum portion of the property that must be given to certain heirs, is explained in this study as a means to ensure balance and fairness in the division of property. Heirs who feel that their legitime portie rights have not been fulfilled can utilize the right of "inkorting", a legal process that allows them to demand adjustment or reduction of the portion of the property given through the testament. This study also discusses the reasons for the revocation of a testament, indicating that violation of the legitime portie does not constitute grounds for the revocation of a testament, but rather deviations from formal requirements that allow for the annulment of the testament. Overall, Indonesian inheritance law creates a balance between the rights of the testator to make a testament and the protection of the rights of heirs, especially in the context of "legitime" rights. This study shows how inheritance law works to maintain justice and the welfare of the heirs in the distribution of inheritance property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Mulyani
"Peralihan dan pembebanan hak atas tanah semestinya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Guna menjamin kepastian hukum maka perbuatan untuk mengalihkan maupun membebani hak atas tanah harus dituangkan ke dalam akta autentik yang dibuat di hadapan notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sebagai pejabat umum pembuat akta autentik, notaris/ PPAT harus mematuhi ketentuan dalam UUJN, Kode Etik Notaris maupun Kode Etik PPAT. Baik notaris maupun PPAT, dalam menjalankan jabatannya, wajib bertindak amanah, penuh rasa tanggung jawab, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak. Namun dalam kenyataannya, ditemukan kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 248/Pid.B/ 2022/PN.Jkt.Brt, di mana dalam pembuatan akta autentik oleh notaris dan PPAT justru terdapat tindak pidana pemalsuan surat. Oleh karena itu masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah terkait tanggung jawab Notaris dan PPAT yang melakukan pemalsuan surat dalam pembuatan akta untuk mengalihkan dan membebani hak atas tanah, dan pelindungan hukum terhadap ahli waris yang tidak mengetahui terjadinya peralihan dan pembebanan hak atas tanah yang didasarkan surat palsu oleh notaris dan PPAT. Penelitian doktrinal ini mengumpulkan dsta sekunder melalui studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa tanggung jawab notaris dan PPAT yang melakukan pemalsuan surat adalah secara pidana, perdata dan administratif. Selanjutnya, terkait pelindungan hukum terhadap ahli waris yang tidak mengetahui terjadinya peralihan dan pembebanan hak atas tanah yang didasarkan surat palsu oleh notaris dan PPAT adalah melalui pelindungan hukum represif, yaitu dengan mengajukan gugatan pembatalan akta autentik ke Pengadilan Negeri, gugatan pembatalan Sertipikat Hak Milik yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional ke Pengadilan Tata Usaha Negara serta mengajukan permohonan ke Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk melakukan pembatalan Sertipikat Hak Milik melalui Surat Keputusan. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 248/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt.

The transfer and encumbrance of land rights should be carried out in accordance with the provisions of the legislation. To ensure legal certainty, the act of transferring or encumbering land rights must be documented in an authentic deed made in the presence of a notary/land deed official (PPAT). As a public official who creates authentic deeds, notaries/PPAT must comply with the provisions in the UUJN, the Notary Code of Ethics, and the PPAT Code of Ethics. Both notaries and PPAT, in carrying out their duties, must act with trustworthiness, a sense of responsibility, honesty, diligence, independence, and impartiality. However, in reality, a case was found in the West Jakarta District Court Decision Number 248/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt, where in the creation of authentic deeds by the notary and PPAT, there was actually a criminal act of forgery of documents. Therefore, the issue raised in this research is related to the responsibility of Notaries and PPATs who commit forgery in the creation of deeds to transfer and encumber land rights, and the legal protection for heirs who are unaware of the transfer and encumbrance of land rights based on forged documents by Notaries and PPATs. This doctrinal research collects secondary data through literature study, which is analyzed qualitatively. From the analysis results, it can be explained that the responsibility of notaries and PPAT who commit document forgery is criminally, civilly, and administratively. Furthermore, regarding legal protection for heirs who are unaware of the transfer and encumbrance of land rights based on forged documents by notaries and PPAT, it is through repressive legal protection, namely by filing a lawsuit for the annulment of authentic deeds to the District Court, a lawsuit for the annulment of the Ownership Certificate issued by the Head of the National Land Agency to the Administrative Court, and submitting a request to the Head of the National Land Agency to annul the Ownership Certificate through a Decree. Based on the West Jakarta District Court Decision Number 248/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhila Rianda Karissa
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pelaksanaan jual beli hak atas tanah warisan yang belum dibagi oleh para ahli warisnya seharusnya dilakukan dengan persetujuan seluruh ahli warisnya terlebih dahulu. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah perlindungan hukum ahli waris yang tidak memberikan persetujuan atas jual beli tanah warisan yang belum terbagi dan kekuatan hukum Surat Penyerahan Hak (SPH) yang didaftarkan di Kelurahan dalam proses peralihan hak atas tanah. Metode penelitian adalah yuridis normatif atau kepustakaan khususnya mengenai tanah, waris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil analisis (1) pada dasarnya perlindungan hukum bagi ahli waris yang tidak memberikan persetujuan jual beli tanah warisan yang belum dibagi dapat ditemukan dalam Pasal 834 jo. Pasal 1365 KUHPerdata, para ahli waris dapat mempertahankan hak warisnya dan meminta penggantian kerugian yang timbul akibat perbuatan melawan hukum yang dialaminya namun perlindungan hukum yang nyata untuk para ahli waris adalah dokumen keterangan mewaris atas harta warisan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan (2) kekuatan hukum atas SPH yang hanya didaftarkan di Kelurahan apabila dijadikan sebagai bukti kepemilikan atas tanah sebenarnya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, tetapi pada prakteknya masih dapat diterima oleh Kantor Pertanahan sebagai dokumen permohonan pendaftaran tanah. Saran perlunya penyuluhan kepada ahli waris mengenai tahapan yang harus dilakukan terhadap warisan yang terbuka dan demi kepastian hukum, sebaiknya terkait prosedur pendaftaran tanah dilakukan perubahan di dalam peraturan pendaftaran tanah yang dapat disesuaikan dengan kondisi terkini.

The research background was the implementation of the sale and purchase of land rights that have not been divided by the heirs, which should carry out with the prior approval of all heirs. The main problem is the legal protection of the heirs who do not approve the sale and purchase of undivided inheritance land and the legal force of the Letter of Transfer of Rights (LTR) registered in the ward in the process of transferring land rights. The research method is normative juridical or literature, especially regarding land, inheritance, and land deed officer. The type of data used is secondary data. The results of analysis (1) are legal protection for heirs who do not approve the sale and purchase of inheritance land that has not divided, which can be found in Article 834 jo. Article 1365 of the Civil Code, the heirs can defend their inheritance rights and ask for compensation for losses arising from the unlawful acts they experience, but the factual legal protection for the heirs is a document of inheritance information made by an authorized official and (2) the power of the law on LTR which is only registered in the ward if it is used as proof of land ownership does not have binding legal force, but in practice, it can still be accepted by the Land Office as a land registration application document. Suggestions for the need for counseling to heirs regarding the stages that must carry out when the inheritance is open and for legal certainty, it is advisable to make changes to the land registration procedures in the land registration regulations that can be adapted to current conditions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasibah
"ABSTRAK
Penelitian mengenai pembatalan akta wasiat oleh ahli waris terhadap pelaksana wasiat ditinjau dari Hukum Kewarisan Islam merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara pengajuan gugatan pembatalan akta wasiat di Pengadilan Agama menurut Hukum kewarisan Islam serta bagaimana perlindungan hukumnya terhadap pelaksana wasiat dan notaris. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan ? bahan pustaka. Kemudian data tersebut dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu metode penelitian yang bersumber pada studi kepustakaan yaitu norma-norma, asas dan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai norma hukum positif yang kemudian dianalisis secara kualitatif, sehingga tidak menggunakan rumus dan angka, melainkan merupakan uraian-uraian sebagai hasil analisis. Setelah dilakukan analisis terhadap data penelitian, dapat diketahui bahwa untuk membatalkan suatu akta wasiat, baik seluruhnya ataupun sebagian harus mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama. Di samping itu, tidak terdapat pengaturan yang tegas dalam Kompilasi Hukum Islam tentang tugas, kewajiban dan tanggung jawab hukum dari pelaksana wasiat. Ketiadaan pengaturan yang tegas tersebut mengakibatkan tidak adanya perlindungan hukum yang kuat terhadap pelaksana wasiat dalam menjalankan amanat terakhir si pewaris. Sementara itu, kedudukan notaris lebih jelas dan telah diatur dengan tegas dan rinci dalam Undang ? Undang Jabatan Notaris, di mana notaris tidak dapat digugat dalam melaksanakan jabatannya. Dengan demikian, notaris mempunyai perlindungan hukum dari undang-undang yang menjadikannya tidak dapat digugat apabila terjadi sengketa pembatalan wasiat.

ABSTRACT
This research aims to determine how to submit of the wills cancellation lawsuit in the Religion Court according to Islamic Inheritance Law and how the legal protection of the wills executor and notaries in wills cancellation lawsuit filed by heirs. The research is juridical normative resarch. The study uses secondary data obtained from library research. These data are analyzed using a qualitative analysis method literature based research method, namely the norms, principles of law and regulations that exist as a positive law. All of data are analyzed qualitatively, without using formulas and numbers. This research yields the descriptions as a result of analysis. From the analysis results, it is revealed that cancellation decisions will be based on courts awards that already have permanent legal force. So, the wills cancellation, whether in whole or part must be submitted to the Religion Courts. In addition, there are no strict regulation in KHI about the duties, obligations and legal responsibilities of the executors of wills. The absence of strict regulation has resulted in the absence of strong legal protection against the executors of wills in carrying out the mandate of the last people who died. Meanwhile, the position of the notary clearer and has been arranged with a firm and detailed in UUJN, where the notary cannot be sued in carrying out his post. Thus, a notary who has a legal protection of the law making cannot be sued in the event of cancellation testamentary disputes.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Israviza Notaria
"

Salah satu akibat hukum dari perkawinan berdasarkan KUHPerdata adalah terciptanya harta percampuran bulat/harta bersama antara suami dan istri secara otomatis sejak ikatan perkawinan terjadi. Salah satu cara bagi seseorang mengalihkan haknya secara hukum adalah dengan dihibahkan kepada seseorang yang dikehendakinya dengan membuat akta hibah dihadapan PPAT untuk barang-barang tidak bergerak seperti tanah. Pelaksanaan atas pemberian hibah dapat menimbulkan sengketa, terutama menyangkut pembagian harta warisan yang ditinggalkan. Oleh karena itu, pemberian hibah kepada pihak lain tidak boleh melanggar dan merugikan bagian ahli waris menurut undang-undang, karena ahli waris menurut undang-undang memiliki bagian mutlak (legitieme portie) yang sama sekali tidak dapat dilanggar bagiannya. Maka, para ahli waris memiliki suatu hak khusus yaitu hak hereditatis petitio dimana tiap-tiap ahli waris berhak memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya. Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan hukum akta hibah yang dibuat PPAT yang objeknya harta warisan yang belum dibagi dan bagaimana akibat hukum akta hibah yang objeknya harta warisan yang belum dibagi waris dan melebihi legitieme portie. Melalui penelitian yuridis normatif dan bersifat analitis preskriptif ini, penulis dengan menggunakan data sekunder berusaha menganalisis kedudukan akta hibah dan memberikan solusi serta saran atas pembagian harta warisan dengan dibatalkannya akta hibah tersebut. Simpulannya, kedudukan akta hibah yang dibuat oleh PPAT adalah cacat secara hukum karena tidak terpenuhinya syarat fomil dan syarat materil sehingga dibatalkan oleh hakim yang mengakibatkan batal demi hukum dan atas pembatalan akta hibah tersebut maka perhitungan pembagian waris seharusnya berdasarkan ahli waris golongan I. 


One of the legal consequences of marriage according to the Civil Code is the creation of a mixed property/joint property between a husband and a wife which occurred automatically since the marriage bond takes place. One way for a person to legally transferred their rights is by granting it to another person based on their will through a grant deed in front of the PPAT for immovable goods such as land. However, the implementation of giving grants can lead to disputes particularly regarding the distriburion of inheritance of the deceased. Therefore, giving grants to another party should not infringed and harm the portion of the heirs by law since each one of them has a legitieme portie rights that cannot be excluded by any means. Thus, the heirs also have a special rights namely hereditatis petitio where each heir is entitled to file a lawsuit to claim their inheritance. The main problem in this research is how is the legal position of grant deed made by PPAT which object of inheritance has not been distributed and how is the legal consequences of grant deed made by PPAT which object of inheritance has not been distributed and exceeding the legitieme portie. Through a normative legal research particulary prescriptive research, the writer using secondary materials to analyze the position of grant deed and to find a solution to the distribution of inheritance by the cancellation of grant deed. In conclusion, the position of the grant deed made by PPAT is legally flawed due to the non-fulfillment of formal and material conditions, therefore, it is canceled by the judge which results in null and void and for the cancellation of the grant deed, the calculation of inheritance should be based on heirs of group I.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>