Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115515 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wulandari
"Gagal ginjal kronik merupakan salah satu dari penyakit tidak menular dan bersifat irreversible. Penyakit ini akan berdampak pada gangguan fisik dan juga psikologis. Masalah tersebut dapat mempengaruhi cara berpikir pasien pasien, pandangan terhadap hidup dan status kesehatannya yang pada kelanjutannya berdampak pada manajemen diri dalam mengelola penyakitnya. Pasien gagal ginjal kronik harus memiliki manajemen diri yang baik untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal lebih lanjut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan manajemen diri pada pasien gagal ginjal kronik. Sampel pada penelitian ini berjumlah 96 responden yang diseleksi dengan teknik consecutive sampling. Metode penelitian ini adalah cross sectional. Analisis data menggunakan Uji Chi Square. Hasil analisis Chi Square diperoleh adanya hubungan antara konsep diri dan dukungan keluarga dengan manajemen diri (p=0,002 & p=0,004). Analisis multivariat menunjukkan  variabel konsep diri merupakan yang paling dominan mempengaruhi manajemen diri dengan OR=3.647 sementara variabel konfounding: dukungan keluarga berkontribusi sebesar OR=1.279. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah faktor konsep diri yang disertai dengan  aspek dukungan keluarga merupakan aspek   penting yang perlu diketahui oleh seorang perawat dalam membentuk manajemen diri pasien GGK.

Chronic kidney disease (CKD) is one of the non-communicable ang irreversible, the ilness will impact on physical disturbances and psychological changes as well. As a result, these problems can interfere with the patient's way of thinking on theor life and health status. It is necesarry for CKD patients having good self-management in ordr to delay deterioration of the impairment of kidney function. This study aimed to determine the relationship between self-concept and self-management in CKD patients. There were 96 respondents of CKD patinets, whose recruited by probability sampling technique. This research method was a quantitative approach with a cross sectional. The results showed that there was a relationship between self concept and self management (p=0.002 & p=0.004). Multivariat analysis revealed that self concept was the most dominant  variable influencing self-management with OR=3.647 while the confounding variable: Family Suppot contributed with OR = 1.279. It can be conclude that there was a relatioship between self-concept and self-management, and there was a relatioship between family support and self management.self-concept was the most dominant variable  that can affect self management."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chorina Mega Noviana
"Manajemen diri merupakan tata laksana multidisiplin terbaru yang memberdayakan pasien gagal ginjal terminal untuk aktif dalam mempertahankan status kesehatannya. Pelaksanaan manajemen diri masih tergolong rendah. Dukungan sosial dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi manajemen diri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya hubungan antara dukungan sosial dengan manajemen diri pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebesar 107 responden dipilih dengan consecutive sampling. Data dikumpulkan secara daring dari 4 komunitas pemerhati pasien gagal ginjal di Indonesia menggunakan instrumen Medical Outcome Study Social Support Survey dan Hemodialysis Self-Management Instrument.
Hasil penelitian dengan uji Chi square menunjukkan terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan manajemen diri (p value <0,05). Penelitian ini merekomendasikan dukungan sosial sebagai bagian integral dari tatalaksana manajemen diri yang diberikan melalui kerja sama antara tenaga kesehatan, komunitas pemerhati pasien gagal ginjal, dan pendamping pasien.

Self-management is the latest multidisciplinary intervention that empowers end-stage renal disease patients to be active in maintaining their health status. The implementation of self-management is still relatively low. Social support is considered as one of the factors that can affect self-management.
This study aims to identify the relationship between social support and self-management in end-stage renal disease patients undergoing hemodialysis. The design of the study is cross-sectional with a sample of 107 respondents selected by consecutive sampling. Data was collected online from 4 chronic kidney disease community in Indonesia using the Medical Outcome Study Social Support Survey and Hemodialysis Self-Management Instrument.
The result with the Chi-square test showed that there is a relationship between social support and self-management (p-value <0.05). This study recommends social support as a part of self-management intervention provided through cooperation between health workers, chronic kidney disease communities, and patient companions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Dwi Hartanti
"Latar Belakang : Peningkatan prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) yang terus menerus mengakibatkan peningkatan beban penyakit kronik secara global sebanyak 1,5 % ditahun 2020. Manajemen diri pada pasien PGK sangat diperlukan untuk mencegah prevalensi dan perburukan PGK. Perbedaan persepsi, cara pandang, keyakinan dan budaya pasien dapat mengakibatkan perbedaan kemampuan dan kepatuhan pasien dalam melakukan perawatan diri sesuai dengan manajemen PGK. Manajemen diri pasien PGK yang sesuai dengan budaya pasien diperlukan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan serta kepatuhan pasien PGK dalam melakukan perawatan diri terhadap penyakitnya. Tujuan : Melakukan pengembangan model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap perawatan diri dan fungsi ginjal pasien PGK stadium 1-3. Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain research and development melalui tiga tahapan penelitian. Penelitian tahap pertama dengan kualitatif melibatkan 15 pasien PGK stadium 1-3, 10 orang keluarga pasien PGK stadium 1-3 dan 3 orang tokoh masyarakat. Penelitian tahap kedua pengembangan model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa dengan pendekatan diendangi sedulur dan nrimo ing pandum yang melibatkan tiga pakar. Tahap ketiga penelitian dengan kuantitatif melibatkan 119 pasien PGK stadium 1-3 yang terbagi menjadi 60 pasien pada kelompok intervensi dan 59 pasien pada kelompok kontrol. Hasil : Teridentifikasi lima tema yang menjadi dasar pengembangan model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa yang dilengkapi dengan satu buku meodel dan empat modul sebagai perangkat model. Hasil analisis model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa berpengaruh meningkatkan perawatan diri dan perbaikan fungsi ginjal pasien PGK secara signifikan (p value ≤ 0,05). Simpulan : model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa efektif meningkatkan perawatan diri dan fungsi ginjal pada pasien PGK stadium 1-3. Saran : Model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa dapat diadopsi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PGK stadium 1-3 melalui peningkatan perawatan diri dan fungsi ginjal pasien PGK stadium 1-3.

Background: The continuous increase in the prevalence of chronic kidney disease (CKD) has led to a global rise in the burden of chronic diseases by 1.5% in 2020. Self-management of CKD patients is essential to prevent the prevalence and worsening of CKD. Differences in perceptions, perspectives, beliefs, and cultures among patients can result in varying abilities and adherence to self-care under CKD management. A self-management model that aligns with the patient's culture is needed to improve understanding, belief, capability, and adherence to self-care among CKD patients. Objectives: To develop the SEDULUR self-management model based on Javanese culture and to evaluate its effect on self-care and kidney function in CKD patients stages 1-3. Methodology: This study used a research and development design through three research phases. The first phase involved qualitative research with 15 CKD patients in stages 1-3, 10 family members of CKD patients in stages 1-3, and 3 community leaders. The second phase involved the development of the SEDULUR self-management model based on Javanese culture using the "diendangi sedulur" and "nrimo ing pandum" approaches with three experts. The third phase involved quantitative research with 119 CKD patients in stages 1-3, divided into 60 patients in the intervention group and 59 in the control group. Results: Five themes were identified as the basis for the development of the SEDULUR self-management model based on Javanese culture, which is equipped with one model book and four modules as model tools. The results of the analysis of the SEDULUR self-management model based on Javanese culture have a significant effect on improving self-care and improving kidney function in PGK patients (p value ≤ 0.05). Conclusion: The SEDULUR self-management model based on Javanese culture effectively enhances self-care and kidney function in CKD patients stages 1-3. Recommendation: The SEDULUR self-management model based on Javanese culture can be adopted to improve the quality of life of CKD patients in stages 1-3 by enhancing self-care and kidney function."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Dwi Hartanti
"Latar Belakang : Peningkatan prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) yang terus menerus mengakibatkan peningkatan beban penyakit kronik secara global sebanyak 1,5 % ditahun 2020. Manajemen diri pada pasien PGK sangat diperlukan untuk mencegah prevalensi dan perburukan PGK. Perbedaan persepsi, cara pandang, keyakinan dan budaya pasien dapat mengakibatkan perbedaan kemampuan dan kepatuhan pasien dalam melakukan perawatan diri sesuai dengan manajemen PGK. Manajemen diri pasien PGK yang sesuai dengan budaya pasien diperlukan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan serta kepatuhan pasien PGK dalam melakukan perawatan diri terhadap penyakitnya. Tujuan : Melakukan pengembangan model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap perawatan diri dan fungsi ginjal pasien PGK stadium 1-3. Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain research and development melalui tiga tahapan penelitian. Penelitian tahap pertama dengan kualitatif melibatkan 15 pasien PGK stadium 1-3, 10 orang keluarga pasien PGK stadium 1-3 dan 3 orang tokoh masyarakat. Penelitian tahap kedua pengembangan model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa dengan pendekatan diendangi sedulur dan nrimo ing pandum yang melibatkan tiga pakar. Tahap ketiga penelitian dengan kuantitatif melibatkan 119 pasien PGK stadium 1-3 yang terbagi menjadi 60 pasien pada kelompok intervensi dan 59 pasien pada kelompok kontrol. Hasil : Teridentifikasi lima tema yang menjadi dasar pengembangan model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa yang dilengkapi dengan satu buku meodel dan empat modul sebagai perangkat model. Hasil analisis model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa berpengaruh meningkatkan perawatan diri dan perbaikan fungsi ginjal pasien PGK secara signifikan (p value ≤ 0,05). Simpulan : model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa efektif meningkatkan perawatan diri dan fungsi ginjal pada pasien PGK stadium 1-3. Saran : Model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa dapat diadopsi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PGK stadium 1-3 melalui peningkatan perawatan diri dan fungsi ginjal pasien PGK stadium 1-3.

Background: The continuous increase in the prevalence of chronic kidney disease (CKD) has led to a global rise in the burden of chronic diseases by 1.5% in 2020. Self-management of CKD patients is essential to prevent the prevalence and worsening of CKD. Differences in perceptions, perspectives, beliefs, and cultures among patients can result in varying abilities and adherence to self-care under CKD management. A self-management model that aligns with the patient's culture is needed to improve understanding, belief, capability, and adherence to self-care among CKD patients. Objectives: To develop the SEDULUR self-management model based on Javanese culture and to evaluate its effect on self-care and kidney function in CKD patients stages 1-3. Methodology: This study used a research and development design through three research phases. The first phase involved qualitative research with 15 CKD patients in stages 1-3, 10 family members of CKD patients in stages 1-3, and 3 community leaders. The second phase involved the development of the SEDULUR self-management model based on Javanese culture using the "diendangi sedulur" and "nrimo ing pandum" approaches with three experts. The third phase involved quantitative research with 119 CKD patients in stages 1-3, divided into 60 patients in the intervention group and 59 in the control group. Results: Five themes were identified as the basis for the development of the SEDULUR self-management model based on Javanese culture, which is equipped with one model book and four modules as model tools. The results of the analysis of the SEDULUR self-management model based on Javanese culture have a significant effect on improving self-care and improving kidney function in PGK patients (p value ≤ 0.05). Conclusion: The SEDULUR self-management model based on Javanese culture effectively enhances self-care and kidney function in CKD patients stages 1-3. Recommendation: The SEDULUR self-management model based on Javanese culture can be adopted to improve the quality of life of CKD patients in stages 1-3 by enhancing self-care and kidney function."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Hardianti
"Kepatuhan manajemen terapi hemodialisis berpengaruh terhadap kejadian komplikasi yang mungkin dapat muncul, kualitas hidup dan angka mortalitas pada pasien. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan tersebut adalah persepsi penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi penyakit dengan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelatif dengan jumlah sampel 103 responden yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling pada pasien hemodialisis. Data dikumpulkan melalui Brief Illness Perception Questionnaire B-IPQ untuk persepsi penyakit dan modifikasi End-Stage Renal Disease Adherence Questionnaire ESRD-AQ untuk kepatuhan manajemen terapi hemodialisis. Data tersebut diolah dengan menggunakan SPSS versi 23. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara persepsi penyakit dengan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis r= -0.244; p value= 0.007 . Akan tetapi, jika ditinjau per-dimensi maka hanya kontrol personal r= 0.329; p value= 0.000 dan respon emosi r= -0.292; p value= 0.001 yang berhubungan dengan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis. Dengan sebab itu, tenaga kesehatan perlu memperhatikan persepsi penyakit pada pasien untuk meningkatkan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis pada pasien.

The adherence of hemodialysis therapy management influenced occurence rate of complication that might be appear, quality of life, and mortality rate in patient. One of the factors that affect adherence of hemodialysis therapy management is illness perception. This research aimed to identify the relation between illness perception and adherence of hemodialysis therapy management in patient with chronic kidney disease. Correlation analytic with purposive sampling technique was used for this research with 103 patients in hemodialysis as a sample. Data were collected by Brief Illness Perception Questionnaire B IPQ for illness perception and End Stage Renal Disease Adherence Questionnaire ESRD AQ for adherence of management hemodialysis therapy. Data were analyzed by SPSS ver. 23. Result shows that illness perception affect adherence to therapy management r 0.244 p value 0.007 . Yet, only control personal r 0.329 p value 0.000 and emotional response r 0.292 p value 0.001 that influence adherence to therapy management. Therefore, it is recommend to assess patient view of their illness to increase adherence rate to hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harin Hidayahturochmah
"Pasien penyakit ginjal kronis stadium 1-4 berisiko mengalami gagal ginjal terminal. Laju penurunan fungsi ginjal pada populasi tersebut dapat diperlambat dengan perilaku manajemen diri yang baik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku manajemen diri pasien berisiko gagal ginjal terminal. Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional terhadap 129 pasien penyakit ginjal kronis stadium 1-4 di RSUP Fatmawati Jakarta. Sampel diperoleh dengan teknik consecutive sampling. Hasil analisis regresi liner berganda menunjukkan durasi penyakit, stadium penyakit, status pekerjaan, jumlah penyakit penyerta, peranan petugas kesehatan, tingkat penegtahuan manajemen diri, dan efikasi diri menjadi faktor determinan perilaku manajemen diri pasien berisiko gagal ginjal terminal (p=0,000; r=0,781; R2=0,587). Faktor yang paling dominan adalah efikasi diri (p=0,000; r=0,495) setelah dikontrol oleh variabel lain. Efikasi diri yang baik dapat meningkatkan perilaku manajemen diri. Perlu adanya upaya untuk meningkatkan perilaku manajemen diri dengan meningkatkan efikasi diri, pengetahuan, dan peran petugas kesehatan dalam pelayanan kesehatan.

Early stage chronic kidney disease (CKD) patients are at risk of developing end stage kidney disesae (ESKD). The decline of kidney function can be delayed by an adequate self-management behavior. Purpose of this study was to analyze factors associated with self-management behavior of patients at risk ESKD. This study was conducted using cross-sectional design of 129 patients at stage 1-4 CKD in Fatmawati Hospital, Jakarta. Samples were obtained by consecutive sampling technique. The results of multiple linear regression showed duration of CKD, stage of CKD, occupational status, number of comorbidities, role of health workers, level of self-management knowledge, and self-efficacy as determinants of self-management behavior in patients at risk of ESKD (p = 0,000; r = 0,781 ; R2 = 0.587). The most dominant factor is self-efficacy (p = 0,000; r = 0,495) after being controlled by other variables. A good self-efficacy can enhance self-management behavior. Health services need to improve self-management behavior patients at risk of developing ESKD by increasing self-efficacy, knowledge, and the role of health workers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T53134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifka Hanum
"Pasien gagal ginjal kornik (GGK) membutuhkan penatalaksaan berupa pengaturan diet, masukan kalori suplemen dan vitamin, obat-obatan, pembatasan asupan cairan dan terapi pengganti ginjal. Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal. Komplikasi pada hemodialisis seringkali terjadi karena masalah kepatuhan diet. Penerimaan penyakit dan dukungan sosial dapat berhubungan dengan kepatuhan diet. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui hubungan penerimaan penyakit dan dukungan sosial dengan kepatuhan diet pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan consecutive sampling pada 106 responden. Pengumpulan data dengan kuesioner acceptance of illness, kusioner dukungan sosial dan kuesioner kepatuhan diet. Analisis yang digunakan yaitu uji Chi-Square dan regresi logistik berganda. Hasil penelitian didapatkan responden yang patuh terhadap kepatuhan diet sebanyak 78.3%, dukungan sosial tinggi sebanyak 61.3% dan penerimaan penyakit tinggi 40.6%. Hasil analisis didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara penerimaan penyakit dengan kepatuhan diet (p=0.005), terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan kepatuhan diet (p=0.026). Selanjutnya pada analisis multivariat variabel yang paling dominan mempengaruhi kepatuhan diet adalah lama menjalani hemodialisis (p=0.032) setelah dikontrol variabel jenis kelamin, tingkat pendidikan pekerjaan, lama menjalani hemodialisis, sosial ekonomi, penerimaan penyakit, dan dukungan sosial serta mampu memprediksi sebesar 8% terhadap kepatuhan diet. Rekomendasi penelitian ini adalah perawat perlu mengidentifikasi serta melakukan upaya meningkatkan penerimaan penyakit dan dukungan sosial pada pasien untuk meningkatkan kepatuhan diet.

Patients with chronic kidney disease (CKD) require management in the form of diet regulation, calorie intake, supplements and vitamins, medication, limiting fluid intake and kidney replacement therapy. Hemodialysis is a type of kidney replacement therapy. Complications in hemodialysis often occur due to dietary compliance problems. Disease acceptance and social support may be associated with dietary compliance. This research aims to determine the relationship between acceptance of illness and social support with dietary compliance in CKD patients undergoing hemodialysis. This study used a cross-sectional design with consecutive sampling of 106 respondents. Data were collected using an acceptance of illness questionnaire, social support questionnaire and diet compliance questionnaire. The analysis used is the Chi-Square test and logistic regression. The research results showed that 78.3% of respondents were compliant with diet, 61.3% had high social support and 40.6% had high disease acceptance. The results of the analysis showed that there was a significant relationship between acceptance of illness and diet compliance (p=0.005), and there was a significant relationship between social support and diet compliance (p=0.026). Furthermore, in the multivariate analysis, the variable that most dominantly influenced diet compliance was the length of time undergoing hemodialysis (p=0.032) after controlling for the variables gender, occupational education level, length of time undergoing hemodialysis, socio-economics, disease acceptance, and social support and was able to predict 8% of dietary compliance. This research recommends that nurses need to identify and make efforts to increase disease acceptance and social support for patients to increase dietary compliance."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Azizah
"Keterlibatan orang tua diketahui memiliki peranan penting dalam perkembangan konsep
diri anak dan remaja. Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara keterlibatan ayah dengan konsep diri pada remaja. Responden yang berpartisipasi
dalam penelitian ini merupakan remaja akhir dengan rentang usia 18-21 tahun sebanyak
415 orang mahasiswa. Keterlibatan ayah didefinisikan sebagai partisipasi ayah dalam
berbagai aspek kehidupan anaknya. Konsep diri didefinisikan sebagai persepsi individu
mengenai dirinya sendiri yang dibentuk oleh interaksi individu dengan lingkungan.
Keterlibatan ayah terdiri dari dua domain yang diukur menggunakan skala dari Finley
dan Schwartz (2004), yaitu Nurturant Fathering Scale (NFS) untuk mengukur
keterlibatan ayah dalam domain afektif, dan Reported Father Involvement Scale (RFIS)
untuk mengukur keterlibatan ayah dalam domain perilaku. Konsep diri diukur
menggunakan Adolescents Self-Concept Short Scale (ASCSS) dari Veiga dan Leite
(2016). Hasil pengukuran menggunakan teknik statistik Pearson Correlation
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah, baik
dalam domain afektif maupun domain perilaku, dengan konsep diri pada remaja.
Parental involvement is known to play an important role in the development of
childrens and adolescents self-concepts. This research is specifically aimed to
examine the relationship between father involvement and self-concept in adolescents.
Respondents who participated in this study were late adolescents with age range of
18-21 years, as many as 415 college students. Father involvement is defined as
fathers participation in various aspects of his child's life. Self-concept is defined as
an individuals perception of itself formed by individual interactions with the
environment. Father involvement consisted of two domains measured by the scale of
Finley and Schwartz (2004), is Nurturant Fathering Scale (NFS) to measure the
involvement of fathers in affective domain, and Reported Father Involvement Scale
(RFIS) to measure father's involvement in behavioural domain. Self-concept is
measured using the Adolescents Self-Concept Short Scale (ASCSS) of Veiga and
Leite (2016). The measurement results using the Pearson Correlation statistical
technique shows that there is a significant link between father involvement, both in
the affective domain and the behavioural domain, and the self-concept in adolescents"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Putri Afiffah
"Harga diri rendah kronik merupakan perasaan tidak berharga dan rendah diri yang berkepanjangan pada seseorang akibat penilaian negatif terhadap dirinya. Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ners ini untuk menganalisis penerapan pemberian asuhan keperawatan generalis dengan kegiatan terapi seni melukis bebas pada Tn. H usia 41 tahun dengan harga diri rendah kronik dan diagnosa media skizofrenia paranoid. Penilaian harga diri diukur menggunakan Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). Implementasi keperawatan yang dilakukan berfokus pada melatih kemampuan klien dan memasukkan latihan kemampuan ke dalam jadwal harian berikut dengan intervensi yang diberikan yaitu art therapy melukis bebas. Art therapy melukis sebagai salah satu kegiatan positif yang dilatih untuk mengekspresikan perasaan melalui media seni. Hasil dari karya ilmiah akhir ini menunjukkan bahwa klien mengalami penurunan tanda dan gejala harga diri rendah. Penerapan terapi seni melukis bebas dapat diadaptasi sebagai pengembangan standar asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosis harga diri rendah kronik.

Chronic low self-esteem is a prolonged feeling of worthlessness and low self-esteem in a person due to a negative assessment of oneself. The purpose of writing this final scientific paper for nurses is to analyze the application of generalist nursing care with free painting art therapy activities to Mr. H 41 th year old with chronic low self-esteem and medical diagnosis of paranoid schizophrenia. Self-esteem was measured using the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). The nursing implementation that is carried out focuses on training the client's abilities and incorporates skills training into the daily schedule with the intervention given, namely free painting art therapy. Art therapy painting as a positive activity that is trained to express feelings through art media. The results of this final scientific paper show that the clients experience a decrease in signs and symptoms of low self-esteem. The application of free painting art therapy can be adapted as a standard for the development of mental nursing care with a diagnosis of chronic low self-esteem."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fiqih Aulia
"Self-esteem merupakan keseluruhan cara yang digunakan untuk menilai diri atau penilaian pribadi mengenai kelayakan yang diungkapkan dalam sikap individu terhadap diri sendiri. Ketika individu memiliki nilai self-esteem yang rendah, ini menunjukkan bahwa individu memiliki perasaan tidak berharga dan rendah diri yang biasa disebut dengan harga diri rendah kronik. Penulisan karya ilmiah akhir ners ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan expressive writing dalam meningkatkan self-esteem pada Ny. I (37 tahun) dengan masalah keperawatan harga diri rendah kronik dan diagnosis medis skizofrenia. Terapi yang diberikan adalah terapi generalis dengan memasukkan latihan expressive writing kedalam kegiatan yang dapat dilatih sehari-hari. Expressive writing merupakan salah satu teknik intervensi yang digunakan dalam dunia kesehatan jiwa. Dengan latihan expressive writing individu dapat mengeksplorasi pemikiran melalui tulisan, kemudian menerjemahkan peristiwa yang terjadi disekitar dalam kata-kata yang dirangkai sendiri sehingga individu tersebut dapat memahami pemikiran aslinya mengenai kejadian yang traumatis dan emosional dalam hidupnya. Hasil dari karya ilmiah ini menunjukkan bahwa klien mengalami penurunan tanda gejala harga diri rendah dan meningkatkan nilai self-esteem dirinya setelah mencapai semua kriteria evaluasi pada expressive writing. Terapi expressive writing diharapkan dapat menjadi intervensi pada asuhan keperawatan jiwa khususnya pada pasien dengan harga diri rendah kronik dan dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan.

Self-esteem is the overall way used to assess oneself or personal judgments about the worthiness expressed in an individual's attitude towards oneself. When the individual has a low self-esteem value, this indicates that the individual has feelings of worthlessness and low self-esteem which is commonly referred to as chronic low self-esteem. The purpose of writing this final scientific paper for nurses is to determine the effectiveness of implementing expressive writing in increasing self-esteem in Ny. I (37 years old) with chronic low self-esteem nursing problems and a medical diagnosis of schizophrenia. The therapy given is generalist therapy by incorporating expressive writing exercises into activities that can be trained daily. Expressive writing is one of the intervention techniques used in mental health. With expressive writing exercises, individuals can explore thoughts through writing, then translate events that occur around them in their own words so that the individual can understand his original thoughts about traumatic and emotional events in his life. The results of this scientific work indicate that the client experiences a decrease in symptoms of low self-esteem and increases his self- esteem value after achieving all the evaluation criteria in expressive writing. Expressive writing therapy is expected to be an intervention in mental nursing care, especially in patients with chronic low self-esteem and can improve the quality of nursing care services."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>