Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168368 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tasya Caroline Uli
"Memasuki era baru teknologi yang semakin kompleks, hadir jenis token unik yang dapat merepresentasikan suatu aset yang dikenal dengan Non-Fungible Token (NFT). NFT beroperasi melalui proses tokenisasi aset dalam sistem blockchain yang terdistribusi dan memungkinkan semua orang dapat mengakses dan memasukan data serta informasi. Dengan begitu timbulah masalah hukum yang dapat terjadi dalam perdagangan pada media blockhain terutama menyangkut hak kekayaan intelektual khususnya bagi perlindungan merek dagang untuk menghindari persaingan tidak sehat maupun kebingungan dalam perdagangan. Dalam penulisan ini akan dijawab mengenai sejauh mana undangundang merek dan indikasi geografis dapat mengakomodasi perlindungan merek dagang dalam perdagangan NFT. Selain itu analisis dalam penulisan ini akan ditinjau pula dengan peraturan mengenai aset kripto oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Penelitian dalam penulisan ini dilakukan dengan studi kasus yang dikaji dengan peraturan perundang-undangan dan penelusuran terhadap literatur. Penulisan ini sampai kepada kesimpulan bahwa peraturan berdasarkan Undang-Undang Merek dan Indikasi masih dapat mengakomodir perlindungan merek dagang dalam perdagangan NFT. Namun peraturan aset kripto oleh Bappebti belum mengakomodir perdagangan NFT karena belum diklasifikasikannya NFT sebagai jenis aset kripto di Indonesia.

Entering a new era of increasingly complex technology, a new type of unique token that represent an asset or known as NFT established. NFT operates through the process of assets tokenizing in a distributed blockchain system that allows everyone to access and enter any data and information. Thus legal problems arise in the trading on blockchain media, especially on intellectual property rights and trademark protection issue to avoid unfair competition and confusion in trade. This paper will answer the extent to which Trademark and Geographical Indication law can accommodate trademark protection in NFT trading. The analysis will also be reviewed with regulations regarding crypto assets by the Badan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Research in this writing is carried out using case studies that are reviewed by laws and literatures. Lastly this writing concludes that regulation based on the Trademark and Geographical Indication Law can still accommodate trademark protection in NFT trading. However, the regulation on crypto assets by Bappebti has not accommodated NFT trading as NFT has not been classified as a type of crypto assets in Indonesia. Keyword: cryptocurrencies, blockchain, trademark rights, trademark, NFT

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Canissa Maharani
"Perkembangan teknologi dan digitalisasi melahirkan ruang-ruang inovasi dalam berbagai hal baik sosial, budaya, hukum, dan tidak terkecuali dalam hal seni. Dalam bidang seni, kemajuan teknologi tersebut juga merupakan titik awal keterlibatannya untuk merambah ke ekonomi modern. Dewasa ini, terdapat inovasi berupa Non-Fungible Token (NFT) yang berbasis internet dalam bidang seni yang dapat berbentuk karya seni lukisan, foto, video, gambar, animasi, musik, dan karya kreatif lainnya yang tersimpan dalam satu teknologi arsip data atau buku besar digital bernama blockchain. NFT merupakan sebuah inovasi dari produk hasil intelektualitas manusia dan disinyalir sebagai sebuah benda dalam kacamata hukum. NFT yang berdiri diatas sistem bernama blockchain dikategorikan sebagai intellectual property dan melekat hak kekayaan intelektual (HKI) berupa hak cipta di dalamnya. Selain itu, NFT juga memiliki nilai ekonomis yang dapat menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. Berkaitan hal tersebut, pesatnya perkembangan industri ekonomi kreatif dan pelaku yang berkecimpung di dalamnya membuat Pemerintah mengesahkan PP No. 24 Tahun 2022 yang dapat menjadikan HKI sebagai objek jaminan fidusia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang bersifat eksploratoris dengan pendekatan interdisipliner antara hukum perdata dan hukum kekayaan intelektual serta berbentuk evaluatif. Sebagaimana hak cipta merupakan salah satu dari HKI, dalam hal ini menimbulkan pembahasan menarik apabila menyangkut mengenai hak cipta NFT. Dengan demikian maka penelitian ini membahas mengenai NFT sebagai sebuah benda dan kekayaan intelektual untuk dijadikan jaminan fidusia dalam pembiayaan pelaku ekonomi kreatif berdasarkan PP No. 24 Tahun 2022. Dimana berdasarkan definisi dan konsep hak cipta serta PP No. 24 Tahun 2022 NFT dapat menjadi objek jaminan fidusia. Namun hal ini harus terus didukung dengan banyak persiapan yang matang, kolaborasi dan sinergi antar para pihak, serta harus menempuh jalan yang panjang.

The evolution of technology and digitalization generates opportunities for innovation in a variety of social, cultural, legal, and artistic fields. These technological advancements in the field of art are also the starting point for its integration into the modern economy. Today, there is an innovation in the field of art in the form of an internet-based Non-Fungible Token (NFT) that can take the form of paintings, photos, videos, drawings, animations, music, and other creative works stored in blockchain, a data archive technology or digital ledger. In the eyes of the law, NFT is an innovation derived from human intellect and is designated as an object. Blockchain-based non-fungible tokens are classified as intellectual property and are accompanied by intellectual property rights (IPR) in the form of copyright. NFTs possess economic value that can generate profits for their owners. In this regard, the rapid growth of the creative economy industry and its participants prompted the government to ratify PP No. 24 of 2022, which can make intellectual property rights an object of fiduciary guarantee. This is an exploratory and evaluative normative legal study with an interdisciplinary approach between civil law and intellectual property law. As copyright is one of the IPR, this situation gives rise to an intriguing discussion regarding NFT copyright. Based on PP No. 24 of 2022, this study discusses NFTs as an object and intellectual property as a fiduciary guarantee for financing creative economic actors. Where the definition and concept of copyright and PP No. 24 of 2022 permit NFTs to be the subject of fiduciary assurances. However, this must continue to be supported by a great deal of careful planning, collaboration, and synergy among the parties, and must go a long way."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynaldy Hardiyanto
"Munculnya Cryptocurrency telah menjadi tantangan masif terhadap sistem keuangan terpusat. Namun, skandal FTX dan Terra-Luna telah menurunkan kepercayaan investor terhadap cryptocurrency sebagai alternatif aset investasi. Studi ini mengkaji sinergi antara imbal hasil crypto dan sentimen investor, dalam konteks opini negatif yang didorong oleh peristiwa FTX dan Terra-Luna. Dengan menggunakan data lebih dari 700,000 komentar pada platform Reddit, kami mengidentifikasi setiap sentimen menggunakan metode berbasis deep-learning model untuk menyusun indeks sentimen investor. Temuan kami menunjukkan bahwa sinergi positif dan signifikan ditemukan pada periode kasus FTX, namun tidak pada periode Terra-Luna. Temuan kami menunjukan urgensi akan keuangan terdesentralisasi, guna mengikis faktor dari kesalahan manusia.

The rise of Cryptocurrency has been a massive challenge to the centralized financial system. On the other hand, FTX and Terra-Luna scandals have declined investor confidence in cryptocurrency as an alternative to investment assets. This paper examines the synergy between crypto returns and investor sentiments, as the negative opinions that are driven by FTX and Terra-Luna events. Using data from more than 700,000 Reddit comments, we identify each sentiment using deep learning models to construct an investor sentiment index. Our findings lend that a positive and significant synergy was found in the FTX period, but not in the Terra-Luna period. Our findings show the urgency of decentralized finance to reduce the factor of human error."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shiela Zhafira
"

Investasi kini menjadi salah satu mata pencaharian di tengah masyarakat Indonesia. Meski dilanda ketidakpastian pada pasar terlebih setelah kehadiran COVID-19, jumlah investor justru kian meningkat. Merespon kondisi ini, penting bagi investor untuk mengetahui dan memilih instrumen investasi safe haven dan hedge. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa Bitcoin dan Ethereum dapat berperan sebagai safe haven dan hedge selama COVID-19. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi return cryptocurrency dengan return aset finansial lainnya serta mengetahui apakah Bitcoin dan Ethereum dapat berperan sebagai safe haven dan/ hedge. Penelitian ini menggunakan data harian dari aset finansial diantaranya IHSG, ISSI, Emas, Obligasi, dan Sukuk serta cryptocurrency seperti Bitcoin dan Ethereum selama periode 2018-2023. Dalam melakukan regresi data untuk pengujian hipotesis, penelitian ini menggunakan Quantile Regression dengan software Eviews 10. Berdasarkan dari hasil uji dan analisa bahwa Bitcoin dan Ethereum dapat berperan sebagai hedge atas Emas pada periode keseluruhan. Serta, Ethereum menjadi hedge atas IHSG, Obligasi, dan Sukuk pada periode sebelum COVID-19. Selain itu juga Bitcoin dapat menjadi safe haven atas Obligasi dan Ethereum sebagai safe haven atas Emas saat COVID-19. Ethereum juga dapat berperan sebagai hedge atas Sukuk pada periode sesudah COVID-19<


Nowadays investment is becoming a source of income in Indonesia. Even though facing the uncertainty especially after the COVID-19 outbreak, the number of investors keeps on rising. Response to this, it’s important for investors to know and choose instruments in the form of safe haven and hedge. Previously, some studies stated that Bitcoin and Ethereum behave as a safe haven and hedge amidst COVID-19. Therefore, this study aims to analyse the correlation between return of cryptocurrency and return on financial assets, also to find out whether Bitcoin and Ethereum can play a role as safe haven and/ hedge. This study used daily return data on financial assets such as IHSG, ISSI, Sukuk, and Gold, also cryptocurrency such as Bitcoin and Ethereum during the period of 2018-2023. During the process of data regression for testing the hypothesis, this study used a Quantile Regression supported with Eviews 10 software. Based on our testing and analysing, Bitcoin and Ethereum can play a role as a hedge towards gold in the whole period. Also, Ethereum can play a role as a hedge towards IHSG, Bonds, and Sukuk before COVID-19. Besides, Bitcoin can play a role as a safe haven towards bonds and Ethereum as safe haven towards Gold amidst COVID-19. Ethereum also can play a role as a hedge towards Sukuk after COVID-19.

 

 

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Diyosena Bratadana
"Salah satu dari perkembangan teknologi berbasis blockchain yang belum lama terjadi adalah Non-Fungible Token (NFT), yaitu aset digital yang mana bukti kepemilikannya merupakan token yang terdapat dalam jaringan blockchain. Eksistensi blockchain dan NFT tidak lepas dari ketidakselarasannya dengan hukum yang berlaku. Salah satu permasalahan yang timbul adalah pertentangan antara sifat kekekalan data pada blockchain dan pengaturan mengenai hak penghapusan informasi. Hak penghapusan informasi merupakan hak individu untuk meminta penghapusan data pribadinya, dengan mengikuti syarat tertentu, yang dikelola oleh pihak pengelola data. Sementara, di Indonesia, lokapasar daring NFT memiliki kewajiban untuk menjamin terlindunginya hak penghapusan informasi. Penulisan ini akan menjawab (i) bagaimana pengaturan hak penghapusan informasi di Indonesia, (ii) bagaimana keberlakuan hak penghapusan informasi dalam transaksi NFT, serta (iii) bagaimana lokapasar daring NFT yang berbasis di Indonesia telah melaksanakan kewajibannya terkait dengan hak penghapusan informasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan penelusuran kebijakan yang diberikan oleh lokapasar daring NFT. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (i) di Indonesia, hak penghapusan informasi utamanya diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik, PP tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, PP tentang Perdagangan dalam Sistem Elektronik, dan Permen Kominfo tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, (ii) hak penghapusan informasi tetap berlaku pada transaksi NFT, mengingat relevansi informasi dalam transaksi NFT dan (iii) lokapasar daring NFT yang Penulis teliti masih belum mematuhi kewajibannya terkait dengan hak penghapusan informasi.

One of the recent developments in blockchain-based technology is the Non-Fungible Token (NFT), which is a digital asset whose proof of ownership is a token contained in the blockchain network. The existence of blockchain and NFT cannot be separated from their inconsistency with applicable law. One of the problems that arise is the conflict between the data immutability in blockchain and regulations regarding right to be forgotten. Right to be forgotten is an individual’s right to request the deletion of their personal data, subject to certain conditions, which is managed by a data manager. Meanwhile, in Indonesia, NFT online marketplaces have the obligation to guarantee the protection of right to be forgotten. This paper will answer (i) how is the right to be forgotten regulated in Indonesia, (ii) how does the right to be forgotten apply in NFT transactions, and (iii) how Indonesia-based NFT online marketplaces have carried out their obligations related to right to be forgotten under the applicable laws in Indonesia. This research was conducted by means of literature study and policy research provided by the NFT online marketplaces. The results of this research show that (i) in Indonesia, the right to delete information is mainly regulated in the Electronic Information and Transaction Law, the Government Regulation on the Implementation of Electronic Systems and Transactions, the Government Regulation on Trading in Electronic Systems, and the Minister of Communication and Information Technology Regulation concerning the Protection of Personal Data in Electronic Systems, (ii) the right to be forgotten still applies to NFT transactions, considering the relevance of information in NFT transactions and (iii) the NFT online marketplaces that the Author researched have not complied with their obligations related to the right to delete information.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Haryanto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dua bias perilaku trader di pasar cryptocurrency bitcoin yaitu disposition effect dan herding. Menggunakan analisis round trip dan survival, diamati reverse disposition effect dalam kondisi pasar menaik dan positive disposition effect dalam kondisi pasar menurun. Perilaku herding dijumpai dengan model regresi sebaran return CSAD, terutama di data harian dan meningkat saat: 1) harga bitcoin menurun di pasar bearish; 2) harga bitcoin naik di pasar bullish; 3) volume trading lebih rendah; dan 4) volatilitas trader lebih rendah.

This paper investigates two behavioral biases-the disposition effect and herding using the Mt. Gox data between 2011-2013 in the bitcoin cryptocurrency market. Using trade round-trip and survival analysis, it shows the market exhibits a reverse disposition effect in bullish periods and the usual positive disposition effect in bearish periods. It finds evidence of herding in bearish as well as bullish periods using a return dispersion model. Additionally, it shows that herding moves along the market trend. Herding increases in both bullish and bearish periods when the bitcoin price increases and decreases, respectively."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arminta Kinanti
"Munculnya era digital beserta perkembangan teknologi seharusnya didampingi oleh hukum yang memadai. Salah satu perkembangan yang dimaksud adalah munculnya Non-Fungible Token (NFT) sebagai objek yang diperjualbelikan pada blockchain. NFT merupakan hasil tokenisasi atau konversi suatu aset, yang kepemilikannya direpresentasi oleh token pada blockchain. Adapun aset yang dimaksud memiliki bentuk yang beragam, salah satunya karya seni yang dikonversi bentuknya menjadi token. Eksistensi NFT pada blockchain menimbulkan pertanyaan bagaimana perlindungan atas suatu karya yang dijadikan NFT berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulisan ini akan menjawab bagaimana NFT atas suatu karya dapat dilindungi oleh undang-undang hak cipta di Indonesia, serta apakah peraturan di Indonesia mengenai aset kripto dibawah Bappebti dapat mengakomodir kegiatan NFT di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi dokumen peraturan perundang-undangan, penelusuran literatur, serta wawancara dari lembaga pemerintah untuk perolehan data. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Penulis sampai pada kesimpulan bahwa NFT bukan merupakan hal yang dilindungi hak cipta namun karya dalam NFT dapat dilindungi hak cipta. Disamping itu, peraturan mengenai aset kripto di Indonesia oleh Bappebti tidak dapat mengakomodir sepenuhnya tokenisasi aset sebagai NFT. Hal tersebut dikarenakan NFT yang belum diatur dan ditetapkan sebagai aset kripto, serta peraturan Bappebti sendiri yang tidak memperhatikan proses tokenisasi suatu karya menjadi token dalam blockchain.

The emergence of the digital era with technological developments should be accompanied by adequate laws. One of the developments is Non-Fungible Tokens (NFT) as objects that are traded on the blockchain. NFT is the result of tokenization or asset conversion, whose ownership is represented by a token on the blockchain. The assets themselves have various forms, one of which is works of art that are converted into tokens. The NFT’s existence on the blockchain raises the question of how a work that is made into an NFT is protected based on applicable laws and regulations. This paper will answer how the NFT of work can be protected by Indonesia’s copyright laws, and whether Indonesia's regulations on crypto assets under The Commodity Futures Trading Authority (CoFTRA/Bappebti)can accommodate NFT activities in Indonesia. This research was conducted by using a study of statutory regulations, literature researches, and interviews for data collection. The author concluded that NFT is not copyright protected but works in NFT can be copyrighted. In addition, the COFTRA’s regulation regarding crypto assets cannot fully accommodate asset tokenization as NFT. Since NFT has not been regulated and qualified as a crypto asset, CoFTRA's regulations do not cover the tokenization process of work into a token."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Sulistiyo Hartono
"Sebagai salah satu langkah untuk mengatur dan memelihara sistem pembayaran dalam transaksi kiriman uang (transfer) antara bank dalam jumlah besar dan dengan cara yang real time, Iembaga perbankan di beberapa negara telah menerapkan sistem pembayaran dengan menggunakan sistem RTGS.
Di Indonesia, Bank Indonesia sejak tanggal 17 November 2000 telah mengimplementasikan sistem RTGS yang merupakan sistem penyelesaian gross yang secara elektronis mempunyai hubungan on-line antara Bank Indonesia dengan bank-bank peserta yang dikenal dengan nama BI-RTGS. Keanggotaan bank-bank komersial dalam BI-RTGS diakomodasi dengan Perjanjian Penggunaan Sistem BI-RTGS antara Bank Indonesia dengan bank peserta yang merupakan hubungan kontraktual dalam pelaksanaan BI-RTGS antara Bank Indonesia sebagai provider BI-RTGS dengan bank-bank peserta sebagai user BI-RTGS.
Namun, mengingat di Indonesia belum ads Undang-undang Electronic Fund Transfer, maka untuk mengakomodasi pelaksanaan transaksi BI-RTGS tersebut, bank-bank peserta dengan difasilitasi Bank Indonesia sepakat untuk membuat Lndonesian Bankers Bye-Laws & Regulation (Bye-Laws) sebagai acuan dan pedoman bagi-bagi peserta serta terdapat pedoman yang disebut dengan Bye-Laws Committee Guidelines (Pedoman Komite Bye-Laws) dimana berdasarkan pedoman tersebut dibentuk Komite Bye-Laws yang akan memeriksa dan memutus sengketa BI-RTGS yang diajukan oleh bank-bank peserta."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jamhari
"Studi ini menganalisis hubungan atau pengaruh beberapa karakteristik individu, rumah tangga dan wirausaha terhadap kemungkinan wirausaha menggunakan pembayaran digital. Alternatif metode pembayaran digital seperti internet atau mobile banking, e-money, e-wallet dan lain-lain menawarkan solusi untuk menjadikan transaksi lebih cepat, murah dan aman. Namun, laporan statistik menunjukkan bahwa literasi pembayaran digital pelaku usaha di Indonesia masih rendah. Dengan mengolah dan menganalisis beberapa variabel karakteristik individu, rumah tangga, dan wirausaha dari Survei Rumah Tangga Ekonomi Digital Indonesia (DEHS) 2020 oleh Bank Dunia, hasil estimasi Model Probabilitas Linier (LPM) dan metode Probit dalam penelitian ini menunjukkan bahwa wirausaha yang lulusan perguruan tinggi, kelompok usia 41 sd. 50 tahun dan 51 hingga 60 tahun, berlokasi di Pulau Jawa, telah terdaftar di otoritas dan menggunakan media sosial untuk penjualan, memiliki kemungkinan lebih tinggi menggunakan pembayaran digital jika dibandingkan dengan pengusaha yang bukan lulusan perguruan tinggi, belum terdaftar, dan masih menggunakan cara penjualan konvensional. Studi tersebut juga menemukan bahwa untuk orang tua, kemungkinan penggunaan pembayaran digital menurun untuk beberapa kelompok umur, meskipun dengan tingkat pengaruh dan signifikansi yang berbeda-beda. 

This study analyzes the relationship or influence of several individual, household and entrepreneurial characteristics on the possibility of entrepreneurs using digital payments. Alternative digital payment methods such as internet or mobile banking, e-money, e-wallets, and others offer solutions to make transactions faster, cheaper, and more safe. However, statistical reports show that the digital payment literacy of business actors in Indonesia is still low. By processing and analyzing several individual, household, and entrepreneurial characteristic variables from the Indonesia Digital Economy Household Survey (DEHS) 2020 by World Bank, the estimation results of the Linear Probability Model (LPM) and Probit methods in this study show that entrepreneurs who are college graduates, age group 41 to.d. 50 years and 51 to 60 years, located on the Java Island, have registered with the authorities and use social media for sales, have a higher probability of using digital payments when compared to entrepreneurs who are not college graduates, have not been registered, and still use conventional methods of selling. The study also discovered that for older people, the probability of using digital payments decreased for several age groups, albeit with varying degrees of influence and significance."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyo Budi
"Perdagangan elektronik -- yaitu penerapan transaksi bisnis dalam berbagai bentuk dan jenisnya secara elektronis - merupakan suatu trend dan berkembang pesat serta tidak dapat dihindari penggunaannya dalam era globalisasi sekarang ini. Salah satu inovasi terbaru dari perdagangan elektronik adalah penggunaan smartcard sebagai uang elektronik.
Thesis ini akan melakukan analisis terhadap sistem uang elektronik yang ada dan membuat desain sistem uang elektronik untuk diterapkan di Indonesia. Penelitian melakukan studi kasus terhadap sistem uang elektronis yang memiliki jaringan maupun perkembangan global untuk rnengetahui struktur, cara kerja. arsitektur pembayaran, serta keamananya. Dari studi kasus ini, penelitian dilakukan untuk mendesain sistem uang elektronik yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia.
Studi kasus yang dilakukan menunjukkan adanya dua sistem utama yang mendominasi uang elektronik di dunia, yaitu Mondex dan Proton. Perbedaan utama kedua sistem ini ada pada arsitektur pembayarannya. Mondex menggunakan arsitektur Independent - dimana pembayaran tidak memerlukan pihak ketiga, sedangkan Proton menggunakan arsitektur Closed loop - dimana pembayaran melibatkan pihak ketiga untuk melakukan settlement.
Dari studi kasus tersebut, penelitian melakukan analisis uang elektronik dengan metoda SWOT Analysis dan Five Forces Analysis, untuk kemudian menentukan Critical Success Factors.

Electronic commerce - which means conducting transaction in any form and any type electronically - is becoming a trend and it is growing very fast that nobody can avoid to use it in this globalization era. One of the latest innovation in electronic commerce is the usage of smart card as electronic money.
This thesis will analyze currently available electronic money systems dan design a new systems to be implemented in Indonesia. Research will conduct case studies of electronic money systems which have global network and development in order to know the structure, how it works, payment architecture, and security. From these case studies, research is conducted to design an electronic money system which is suitable to be implemented in Indonesia.
The case studies show that there are two systems which dominate global electronic money systems, i.e. Mondex and Proton. The main difference between these two systems is the payment architecture. Mondex use "Independent" architecture - where there is no need for third party during payment transaction, while Proton use "Closed loop" architecture - where a third party is needed for payment settlement.
From the case studies, this research will analyze electronic money system using SWOT Analysis and Five Forces Analysis, afterward Critical Success Factors can be determined.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>