Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199696 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Lita
"Kegiatan bersepeda di ibukota Jakarta merupakan tantangan yang berat karena masih minimnya fasilitas untuk pesepeda, kriminalitas dan juga perilaku kendaraan bermotor masih belum bisa toleran dengan pengguna sepeda. Namun semua hambatan untuk bersepeda adalah infrastruktur. Tantangan berat itu bertambah untuk perempuan, selain belum terjaminnya keselamatan pesepeda, perempuan menghadapi tantangan yang lebih mengerikan yakni tantangan rentannya posisi perempuan pesepeda terpapar dan menderita pelecehan seksual.  Penelitian ini berusaha menjelaskan pengalaman perempuan pesepeda di pengaruhi konstruksi gender mengenai seksualitas dan bagaimana perempuan pesepeda berstrategi mewujudkan rasa aman dan dianalisis dengan teori Ketakutan dari Gill Valentine dan Gender dan Mobilitas dari Susan Hanson. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi dan wawancara.  Data diperoleh melalui wawancara kepada 5 subjek dan observasi tidak terstruktur peneliti. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan berperspektif feminis untuk menggali lebih dalam pengalaman perempuan pesepeda. Hasilnya menjadi perempuan pesepeda di ruang publik urban sangatlah sulit. Perempuan yang memilih bersepeda sebagai alat transportasi, harus menerima pembatasan dari keluarga dan orang terdekatnya karena ia seorang perempuan. Pembatasan tersebut berdasarkan konstruksi gender yang masih sangat melekat dalam masyarakat Indonesia. Selain itu, perempuan pesepeda juga harus menghadapi hambatan yang lebih berat di ruang publik urban Jakarta, yaitu berupa beragam bentuk kekerasan seksual dari pengguna ruang publik lainnya.  Pengguna jalan lain khususnya laki-laki melihat perempuan pesepeda masih sebagai objek di ruang publik urban, bukan sebagai subjek. Implikasinya membuat perempuan pesepeda semakin minim di jalanan ibukota. Ini membuat perempuan pesepeda harus menyusun strategi untuk mengatasi rasa takut dan membuat mereka merasa aman untuk bersepeda di ruang publik jalanan ibukota yang didominasi oleh pengguna laki-laki.

due to the lack of facilities and infrastructure for cyclists. It doesn’t stop there, the threat of crime and the behavior of motorized vehicles that are still unable to tolerate bicycle users. The formidable challenge increases for women. Apart from not ensuring the safety of cyclists, women face a more dire challenge, namely the vulnerability of the position of women cyclists to being exposed to sexual harassment. This study seeks to explain the experiences of women cyclists influenced by gender construction regarding sexuality, as well as how women cyclists have strategies to create a sense of security. The specific theory used is the 'theory of fear' from Gill Valentine and 'gender and mobility' from Susan Hanson. This study uses a qualitative approach with data collection methods of observation and interviews. Data were obtained through interviews with 5 subjects and unstructured observations. This study also uses a feminist perspective approach to dig deeper into the experiences of women cyclists. The results of the study show that the activities of women cyclists in urban public spaces face many challenges. Women who choose cycling as a means of transportation, do not get support from the closest people and get restrictions based on gender construction which is still very much embedded in Indonesian society. In addition, female cyclists also face more severe obstacles in Jakarta's urban public spaces, namely in the form of various forms of sexual violence from other public space users. Other road users, especially men, see female cyclists as objects in urban public spaces, not as subjects. The implication is that there are fewer women cyclists on the streets of the capital. Policy actors need to present policies and their implementation that can fulfill a sense of security for women cyclists in public spaces."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Kumalasari
"Penelitian ini digunakan untuk melihat pengaruh dari pengalaman pelecehan seksual di tempat umum, coping respon yang digunakan, dan peran gender terhadap objektifikasi diri pada perempuan. Pengukuran pengalaman pelecehan seksual di tempat umum dilakukan dengan menggunakan modifikasi alat ukur Sexual Experiences Questionnaire (SEQ) (Fitzgerald et al, 1995) oleh Fairchild dan Rudman (2008), coping respon dengan alat ukur Coping with Harassment Questionnaire (CHQ) (Fitzgerald, Hulim, & Drasgow,1994) yang dimodifikasi oleh Fairchild dan Rudman (2008), peran gender diukur dengan Atittudes toward Women Scale (Spence dan Helmreich, 1972) dan objektifikasi diri diukur dengan modifikasi alat Objectified Body Consciousness Scale (OBCS) (McKinley & Hyde, 1996) oleh Fairchild dan Rudman (2008). Responden dalam penelitian ini adalah 140 perempuan dewasa muda yang tersebar di seluruh wilayah Jabodetabek.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh dari pengalaman pelecehan seksual di tempat umum terhadap objektifikasi diri. Namun terdapat pengaruh dari coping respon yang digunakan terhadap objektifikasi diri. Coping respon self blame atau menyalahkan diri sendiri memberikan sumbangan paling besar dibandingkan jenis coping yang lain. Selain itu terdapat juga pengaruh dari peran gender terhadap objektifikasi diri.

This study aims to find effect of experiencing public harassment, coping response, and gender role toward self objectification among adult women. Experiences of public harassment was measure using a modification instrument Sexual Experiences Questionnaire (SEQ) (Fitzgerald et al, 1995) by Fairchild and Rudman (2008), coping response using modification Coping with Harassment Questionnaire (CHQ) (Fitzgerald, Hulim, & Drasgow,1994) by Fairchild and Rudman (2008), gender role using instrument Atittudes toward Women Scale (Spence dan Helmreich, 1972) and self objectification using modification of Objectified Body Consciousness Scale (OBCS) (McKinley & Hyde, 1996) by Fairchild and Rudman (2008). Participants of this study are 140 adult women who lives in Jabodetabek.
The result shows that there is no significant effect of experiencing public harassment toward self objectification. However there is significant effect from coping response toward self objectification. In addition coping response self blame give huge contribution than others coping. The result also shows there is significant effect from gender role toward self objectification.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45871
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Febrianto
"Tugas karya akhir ini membahas pelecehan seksual yang dialami perempuan pekerja dalam ruang kerja online saat work from home pada masa pandemi COVID-19. Dengan menggunakan teori feminis radikal, tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana terjadinya kekerasan seksual berbasis jenis kelamin/gender yang difasilitasi teknologi terhadap perempuan pekerja selama WFH, apa yang menjadi latar belakangnya, dan menjelaskan perbedaan kekerasan seksual berbasis sex/gender di ruang fisik dengan ruang cyber. Tugas karya akhir ini menggunakan secondary data analysis untuk menganalisis data dari Never Okay Project dan South East Asia Freedom of Expression Network (2020) dan ditemukan bahwa kekerasan seksual berbasis gender terhadap perempuan pekerja dalam ruang cyber memiliki penyebab dasar yang sama dengan yang terjadi di ruang fisik karena teknologi mereproduksi hubungan hierarki gender. Meski begitu, pelecehan seksual yang dialami perempuan pekerja dalam ruang cyber saat pandemi COVID-19 menghasilkan dampak, kerentanan, dan ketidakberdayaan yang lebih buruk daripada pelecehan seksual yang terjadi di tempat kerja fisik pada umumnya.

The work of this final paper discusses sexual harassment experienced by women workers in the online workspaces when working from home during the COVID-19 pandemic. Using radical feminist theory, this paper aims to explain how technology-facilitated gender/gender-based sexual violence occurs against women workers during WFH, what is the background, and also explain the difference between sex/gender-based sexual violence in physical space and cyberspace. This final paper uses secondary data analysis to analyze the data from Never Okay Project and South East Asia Freedom of Expression Network (2020) and it is found that gender-based sexual violence against women workers in cyberspace has the same basic causes as those that occur in physical space because technology reproduces hierarchical gender relations. Even so, the sexual harassment experienced by women workers in cyberspaces during the COVID-19 pandemic resulted in a worse impact, vulnerability and helplessness that sexual harassment that occurred in the physical workplace in general."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Athirah
"Kemajuan teknologi informasi dan internet membuka peluang munculnya bentuk- bentuk baru dari pelecehan seksual terhadap perempuan. Media sosial seperti Twitter pun menjadi tempat bentuk baru pelecehan seksual marak terjadi. Meningkatnya penggunaan Twitter selama pandemi COVID-19 semakin memperbanyak kasus pelecehan seksual yang terjadi. Cyber flashing sebagai tindakan mengirim foto seksual eksplisit secara tiba-tiba dan tanpa persetujuan penerimanya menjadi salah satu bentuk pelecehan seksual yang difasilitasi teknologi serta terjadi di Twitter. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana cyber flashing dipraktikkan di Twitter. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mencakup observasi partisipan serta melibatkan perempuan pengguna Twitter yang menjadi korban dari praktik cyber flashing dalam wawancara mendalam. Praktik cyber flashing sebagai bentuk pelecehan seksual online menghambat perempuan dalam mewujudkan agensi mereka melalui ekspresi diri di Twitter. Penelitian ini juga melihat bagaimana perempuan memahami praktik cyber flashing serta bagaimana perempuan menanggapi praktik ini melalui tindakan resistensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan melakukan bentuk resistensi nontradisional dengan memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki di platform media sosial ini. Pada akhirnya, perempuan membentuk rasa aman dan mewujudkan agensi yang dimiliki dengan cara mereka sendiri.

Advances in information technology and the internet open up opportunities for the emergence of new forms of sexual harassment against women. New forms of sexual harassment are rife on social media platforms such as Twitter. The increasing use of Twitter during the COVID-19 pandemic has increased the number of sexual harassment cases. Cyber flashing is one of the sexual harassment forms that is facilitated by technology and occurs on Twitter. This research describes how cyber flashing is practiced on Twitter. This research employs a qualitative method that includes participant observation and involves women users who are victims of cyber flashing in in-depth interviews. The practice of cyber flashing as a form of online sexual harassment prevents women from exercising their agency through self-expression. This research also looks at how women perceive the practice of cyber flashing and how they respond to it through resistance. The findings show that women carry out non- traditional forms of resistance by utilizing the resources they have on this social media platform. Women ultimately create a sense of security for themselves and expresstheir agency in their own way."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Kurnia Ramadhani
"Studi fenomenologi ini mendeskripsikan dan memahami bagaimana kekerasan simbolik yang dipraktikkan di ranah online, lebih khususnya, pada aplikasi Instagram, yaitu aplikasi berbagi foto sekaligus media sosial. Para perempuan pengguna Instagram berisiko mengalami pelecehan dalam berbagai bentuk, seperti pengambilan dan publikasi foto tanpa izin, stereotip negatif sebagai objek seksual. Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami hubungan antara kekuasaan gender dengan kekerasan simbolik, serta bagaimana resistensi terhadap dominasi laki-laki di Instagram terjadi, sehingga menciptakan ruang ketiga. Ruang ketiga adalah ruang di mana yang berkuasa dan yang dikuasai dapat bertemu dan saling menegosiasikan identitas. Penelitian ini lebih jauh berpendapat bahwa anonimitas merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan kekerasan simbolik. Data yang diperoleh dari serangkaian wawancara dengan empat pengguna Instagram perempuan menghasilkan sebuah tema umum yang muncul dalam penelitian ini, bahwa perempuan yang mengalami pelecehan di instagram seringkali menganggap hal tersebut "normal", "wajar" dan "alamiah". Oleh karena itu, perpanjangan dari kekerasan simbolik yang terjadi terhadap perempuan mungkin dilanggengkan

The main aim of this phenomenological study is to explore, describe and understand the presence of symbolic violence that is being implemented in cyberspace, specifically, through the photo sharing application Instagram. Putting women users of Instagram at risk of being harassed in many forms -such as violation of consent, negative stereotypes and the notions of women as sexual objects-this research argues that it is important to analyze symbolic violence through the practice of online harassment since its subtle and non-visible ways of working do not allow us to understand its mechanisms completely. Drawing on real, narrative data obtained from a series of interviews with four women, this study also seeks to understand the interrelations of power relations in gender, and how symbolic violence could further manifest in resistance towards the male dominance over the cyberspace, thus creating a "third space", an "arena of contested identities". This research further argues that anonymity causes harassment, and suggests that the conventional wisdom of `it`s just social media` is at the heart of this problem. A common theme emerging from these narratives is that women who experience harassment in instagram often find it "normal", therefore permitting the existence and persistence of symbolic violence."
2015
S61002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Himmatu Fitriana
"Penelitian ini merupakan sebuah telaah kritis terhadap pemikiran Michel Foucault dan Anthony Synnott mengenai kepemilikan tubuh individu. Melalui Foucault tubuh diartikan sebagai hal yang patuh terhadap relasi kuasa yang dicerminkan melalui berbagai pengawasan (panopticon) sehingga tidak ada ruang gerak untuk tubuh, sementara Anthony Synnott melihat tubuh sebagai bagian dari sosial yang tidak bisa dilepaskan dari konstruksi sosial sehingga tubuh terbentuk sedemikian rupa dan menjadi tubuh sosial. Penelitian ini berusaha untuk menunjukkan benang merah yang berada di antara tubuh yang patuh dan tubuh sosial sehingga terlihat bahwa tubuh individu tidak bisa dimiliki karena berada di dalam relasi kuasa dan sosial.

This undergraduate thesis is a critical analysis of Michel Foucault and Anthony Synnott's theories about the possession of individual body. Based on Michel Foucault, the body is defined as a docile entity which enslaved by power relation that can be seen through some kind of surveillances called panopticon. In consequence, there is no free space for the body. Antony Synnott sees the body as part of social relation which cannot be separated from its construction. From this point the body is being constructed to be the body social. This undergraduate thesis is a serious effort to points out the general connection between the docile body and the social body which indicate that the possession of individual body cannot be attained, because the body is being placed under power and social relation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Ganis Pradnyawati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui agensi dan posisi perempuan Hindu Bali dalam relasi kasta dan gender pada perkawinan Nyerod melalui subjek dua generasi. Dengan menempatkan perempuan Bali Nyerod sebagai  subjek, studi tentang perkawinan Nyerod pada penelitian ini berusaha untuk menelusuri pengalaman perempuan Bali Nyerod sebelum dan ketika menjalani masa pernikahannya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus yang menggunakan analisis kerangka teori agensi dari Sherry B. Ortner dan Interseksionalitas dari Kimberly Crenshaw. Dalam penelitian ini, saya menghadapkan pada pembaca mengenai analisis pengalaman perempuan Bali Nyerod dalam membangun agensinya, menentukkan posisinya di dalam keluarga dan masyarakat serta pemaknaan dukungan yang diterima maupun tidak diterimanya. Dalam studi ini, saya melakukan penelusuran pengalaman serta her life story dari keempat narasumber perempuan Bali golongan Triwangsa atau bangsawan melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan latar belakang sosial masing-masing narasumber perempuan Bali Nyerod yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam proses membangun agensi berupa negosiasi pernikahan dan upaya penghidupan yang mereka tunjukan. Perbedaan proses agensi ini juga membawa perbedaan juga pada proses penentuan posisi para narasumber dalam melawan interseksi diskriminasi. Melalui lintas generasi, menghasilkan juga pemaknaan yang beragam mengenai bentuk dukungan baik moril atau materiil yang mereka terima maupun tidak mereka terima.

This study aims to examine the agency and position of Balinese Hindu women in caste and gender relations in Nyerod marriages through two generations of subjects. By placing the Balinese Nyerod woman as the subject, the study of Nyerod marriage in this research seeks to explore the experiences of Nyerod Balinese women before and during their marriage. This research is a qualitative research with study case approach that uses agency theory framework analysis from Sherry B. Ortner and Intersectionality from Kimberly Crenshaw. In this research, I confront the reader with an analysis of the experience of the Bali Nyerod woman in building her agency, determining her position in the family and society and the meaning of support she receives or does not receive. In this study, I traced the experiences and her life stories of the four Balinese women of the Triwangsa or aristocratic class through in-depth interviews. The results of this study indicate that there are differences in the social background of each of the Bali Nyerod female informants which causes differences in the agency building process in the form of marriage negotiations and the livelihood efforts they show. This difference in agency processes also brings differences to the process of determining the positions of the informants in fighting intersectional discrimination. Through cross-generations, it also produces various meanings regarding the forms of support, both moral and material, that they receive or do not receive."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Budi Utami
"ABSTRAK
Tuduhan pelecehan yang dilayangkan oleh Christine Blasey Ford, seorang dosen Universitas Palo Alto, California, terhadap calon Hakim Agung Brett Kavanaugh merupakan salah satu kasus tuduhan pelecehan seksual yang menjadi sorotan nasional di Amerika Serikat pada tahun 2018. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi efektivitas politisasi isu gender yang dilakukan baik oleh Ford maupun Kavanaugh pada masyarakat dan media massa di Amerika Serikat. Politisasi isu gender Ford dan Kavanaugh dalam hearing dianalisis dan dievaluasi dengan menggunakan teori Sexual Politics Kate Millet dan metode Analisis Wacana Kritis Sara Mills. Selain itu, pengaruh politisasi isu gender yang dilakukan Ford dan Kavanaugh dalam hearing juga dapat dilihat melalui representasi dan keberpihakan dua media Amerika Serikat dengan bias politik yang berbeda (Fox News dan The New York Times terhadap kasus tersebut. Dengan menggunakan teori Sexual Politics Kate Millet, penelitian ini menemukan bahwa konsep gender seperti ideologi feminitas dan maskulinitas seringkali digunakan Ford dan Kavanaugh dalam berargumen, bersikap, dan membela diri dalam hearing. Feminitas yang diperlihatkan Ford dalam hearing berhasil menarik simpati dan membangun hubungan emosional dengan mayoritas masyarakat Amerika Serikat terutama kelompok perempuan dan progressif. Sementara itu maskulinitas yang diperlihatkan Kavanaugh kurang efektif untuk menarik simpati masyarakat namun berhasil untuk mempertahankan posisinya sebagai Hakim Agung Amerika Serikat. Representasi media juga memperlihatkan bahwa politisasi gender yang dilakukan Ford dan Kavanaugh memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pergerakan kelompok perempuan dan kelompok penyintas pelecehan seksual. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dengan memperlihatkan sikap yang sesuai dengan ideologi feminitas, perempuan memiliki kekuatan yang lebih besar dalam menarik simpati masyarakat. Namun, simpati dan dukungan besar terhadap perempuan tetap tidak dapat mengalahkan laki-laki yang memiliki kekuatan dan dominasi politik dalam pemerintahan sebuah negara.

ABSTRACT
In 2018, sexual assault allegation filed by Christine Blasey Ford, a lecturer at the University of Palo Alto, California, against Supreme Court nominee Brett Kavanaugh became the national spotlight in the United States. This study aims to analyze and evaluate the effectiveness of gender politics carried out by both Ford and Kavanaugh to the public and mass media in the United States. Ford and Kavanaugh's gender politics in the hearing were analyzed and evaluated using Kate Millet's Sexual Political Theory and Sara Mills's Critical Discourse Analysis method. Also, the influence of gender politics conducted by Ford and Kavanaugh in the hearing can also be seen through the representation and alignments of two US media with different political biases on the case (Fox News and The New York Times). By using Sexual Political Theory from Kate Millet, this research found that Ford and Kavanaugh often use gender concepts such as ideology of femininity and masculinity in arguing, acting, and defending themselves in the hearing. The femininity shown by Ford in the hearing succeeded in attracting sympathy and building emotional relations with the majority of the United States, especially women and progressive groups. Meanwhile, the masculinity shown by Kavanaugh was less effective in attracting the sympathy of the people but succeeded in maintaining his position as the Supreme Court of the United States. Media representations also show that the gender politicization carried out by Ford and Kavanaugh has a considerable influence on the movement of women and the group of sexual harassment survivors. This research concludes that by displaying attitudes that are in line with the ideology of femininity, women have a higher power in attracting public sympathy. However, great sympathy and support for women still cannot defeat men who have political power and dominance in the government of a country."
2020
T54825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dethisyah Agrimerinda
"Skripsi ini membahas street harassment yang merupakan bagian dari pelecehan seksual dengan menelaah perspektif hukum di Indonesia serta pengalaman perempuan Depok dalam menghadapi kejahatan seksual yang terjadi di ruang publik khususnya di jalan. Bentuk penelitian yang akan dipakai adalah bentuk penelitian yuridis-empiris. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif, di mana mengunakan penelitian dan penjelajahan terbuka dan berakhir dengan kelompok kecil dari beberapa perempuan Depok yang diwawancarai secara mendalam. Alat pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka, survei, dan wawancara. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlunya aturan hukum baru yang secara khusus mengatur mengenai kekerasan seksual dan pelecehan seksual, serta diharapkan ada perubahan paradigma masyarakat mengenai stigma dan asumsi yang mendiskriminasi perempuan, di mana perempuan adalah objek dan kedudukannya di bawah laki-laki.

The focus of this research is to discuss about street harassment, which is a part of sexual harassment, and was conducted by analyzing the perspectives of law in Indonesia and women?s experiences in Depok, especially in combating sex crimes that occur in public spaces, particularly on the road. The approach of this research is juridical-empirical and the method employed for analysing the data is qualitative method, such as open exploration and ended with a small group of women in Depok. The data in this research was obtained from previous research, documents or library materials, surveys, and interviews. The results of this research suggest that Indonesia needs new regulation about sexual violence and sexual harassment in particular, which is expected to change social perspective and stereotypes that discriminate women, namely objectifing women and placing them under the superiority of men."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62621
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Safitri Kusumaningrum
"Ritual pertunangan adalah prosesi sakral, bermakna ikatan perjanjian pernikahan. Oleh sebab itu, calon mempelai dituntut menjaga ikatan tersebut. Namun, apabila terjadi permasalahan yang menyebabkan pertunangan dibatalkan dapat menyulitkan calon mempelai perempuan. Ia dihadapkan pada situasi subordinat yang membuatnya tidak mampu mengambil keputusan. Melalui isu tersebut, penelitian ini mengeksplorasi posisi perempuan dalam ritual pertunangan dan relasi kuasa yang menggerakkannya menampilkan agensi. Peneliti menggunakan metode autoetnografi dan data kemudian dianalisis menggunakan teori Sherry B. Ortner tentang subjektivitas dan agensi serta praktik budaya. Hasilnya menunjukkan, calon mempelai perempuan menempati posisi subordinat, sebagai anak perempuan harus patuh (manut), sebagai perempuan dewasa tidak dapat mengambil keputusan dan sebagai calon mempelai perempuan dilarang memutuskan hubungan dengan sepihak. Kuasa mewujud pengetahuan mengenai pancer wali. Selain relasi kuasa, konstruksi dan restriksi kultural terkait sakralitas pertunangan, proses melepaskan anak perempuan pada pasangannya dan hal lain seperti pamali dan malu (isin) juga turut memojokkan posisinya. Melalui relasi kuasa dan konstruksi serta restriksi kultural, calon mempelai perempuan merefleksi peristiwa budaya yang lebih dikenal dengan subjektivitas. Dari subjektivitas, muncul intensi yang menjadi dasar dari agensi. Selanjutnya, agensi calon mempelai perempuan dalam peristiwa pembatalan pertunangan yaitu, nesu (mendiamkan untuk mengontrol emosi), berpura-pura bertahan dan memperbaiki hubungan (ethok-ethok) serta temporarily avoiding (membatasi komunikasi).

The engagement rituals is a sacred procession, containing bond of marriage agreement. Therefore, the prospective bride and groom are required to maintain those bond. However, if there’s a problem that cause engagement should be canceled, that would be difficult situation for the prospective bride. She faced subordinate situation that cause her unable to made decisions. So, this studies explore the position of women in engagement rituals and power relations that motivate her to show agency. This studies used autoethnography as research method then analyze using Sherry B. Ortner’s theory of cultural practices, subjectivity and agency. The result shows that, the prospective bride as a daughter should obey their parents, as an adult she can’t make decision and as prospective bride she is prohibited from canceling engagement. Power embodies knowledge about pancer wali. In addition to power relations, cultural constructions dan restrictions related to the sacredness of bond, the process releasing a daughter to her partner and other things such as pamali and shame also contributed to her position. Through those situation, she could doing reflection which better known as subjectivity. From subjectivity arises intention which is the basis of agency. Furthermore, the agency of prospective bride namely nesu, ethok-ethok and temporarily avoiding."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>