Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157404 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anillah Fadia Trasaenda
"Perkembangan teknologi saat ditandai dengan adanya e-commerce di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Mulanya e-commerce identik dengan kegiatan jual beli, namun kini merambah pada kegiatan pinjam meminjam dengan skema financial technology peer to peer lending (fintech P2PL). Kegiatan fintech P2PL di Indonesia tidak lepas dari ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) sebagai dasar hukum perjanjian. Akan tetapi, nyatanya KUHPer belum mampu mengatur terkait unsur penyalahgunaan keadaan (Misbruik van Omstandigheden) dalam suatu perjanjian. KUHPer hanya menentukan tiga hal yang membuat suatu perjanjian dapat dibatalkan yaitu Kekhilafan (Dwaling), Paksaan (Dwang), dan Penipuan (Bedrog). Berdasarkan kondisi tersebut penelitian ini dibuat untuk menganalisis apakah terdapat potensi penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian fintech P2PL pada salah satu layanan fintech P2PL di Indonesia yaitu layanan Shopee Pinjam (SPinjam). Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bentuk yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa Syarat dan Ketentuan SPinjam yang berlaku sebagai perjanjian bagi para pihak memiliki potensi penyalahgunaan keadaan. Oleh karena itu, agar terdapat kepastian hukum dalam pelaksanaan fintech P2PL maka diharapkan Indonesia memiliki dasar hukum yang tegas perihal penyalahgunaan keadaan dalam suatu perjanjian serta pengaturan terkait fintech P2PL yang memberikan perlindungan kepada pengguna layanan fintech P2PL.

The development of technology is currently marked by the existence of e-commerce in Indonesian society. Initially, e-commerce was synonymous with buying and selling activities, but now it has penetrated lending and borrowing activities with financial technology peer to peer lending (fintech P2PL) schemes. P2PL fintech activities in Indonesia cannot be separated from the provisions of the Civil Code (KUHPer) as the legal basis for the agreement. However, the Civil Code has not been able to regulate the element of abuse of circumstances (Misbruik van Omstandigheden) in an agreement. The Civil Code only specifies three things that make an agreement voidable, namely Oversight (Dwaling), Coercion (Dwang), and Fraud (Bedrog). Based on these conditions, this study was made to analyze whether there is a potential for misuse of circumstances in the P2PL fintech agreement on one of the P2PL fintech services in Indonesia, namely the Shopee Pinjam (SPinjam) service. This research was conducted using qualitative research methods with a normative juridical form. The result of this study is that the Terms and Conditions of SPinjam which apply as an agreement for the parties have the potential for abuse of circumstances. Therefore, for there to be legal certainty in the implementation of P2PL fintech, it is hoped that Indonesia will have a firm legal basis regarding the misuse of circumstances in an agreement and arrangements related to P2PL fintech that protects users of P2PL fintech services."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilena Prinindyta Harum
"

Abstrak

Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat menyebabkan adanya perubahan pada pola transaksi pada masyarakat. Saat ini masyarakat telah beralih melakukan jual beli secara online dengan menggunakan fasilitas Internet. Seiring dengan berkembangnya hal tersebut perjanjian yang digunakan dalam transaksi jual beli juga berkembang begitu pesat. Saat ini dikenal sebuah kontrak yang disebut sebagai smart contract yang mungkin masih cukup jarang diaplikasikan di Indonesia. Namun, perbincangan mengenai smart contract sudah cukup banyak ditemukan. Adapun di Singapura sebagai negara tetangga dari Indonesia terdapat e-commerce yang telah menggunakan kontrak dalam bentuk smart contract. Berdasarkan hal tersebut, pada tulisan ini penulis akan membahas tentang keabsahan smart contract serta perlindungan konsumen apabila terdapat kesalahan sistem dalam eksekusi dari smart contract dalam e-commerce itu sendiri. Penelitian ini juga diharapkan dapat menganalisa kesiapan dari peraturan perundang-undangan terkait perlindungan konsumen di Indonesia berkaitan dengan diterapkannya smart contract dalam e-commerce. Setelah melakukan penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan di Indonesia serta Singapura dan menggunakan teori pacta sunt servanda juga teori perlindungan hukum Penulis menyimpulkan bahwa smart contract merupakan suatu perjanjian yang sah serta mengikat sepanjang terpenuhinya persyaratan-persyaratan yang penulis uraikan dalam tesis ini. Selain itu, Baik Indonesia dan Singapura dari sisi regulasi dapat dikatakan sudah mencakup perlindungan pada konsumen sehubungan dengan penerapan smart contract pada e-commerce. Namun, penulis menyarankan bahwa demi adanya kepastian hukum yang lebih baik, Indonesia dapat dengan eksplisit menyebut smart contract dalam peraturan-peraturan yang relevan dan mengatur mengenai pengakuan smart contract, jenis-jenisnya serta persyaratan yang lebih sepesifik. Namun, dari  dikarenakan hukum Indonesia, pada dasarnya sudah memiliki pengaturan yang melindungan konsumen. Oleh karenanya, pemerintah dapat mendorong penggunaan smart contract dalam e-commerce dikarenakan manfaatnya yang banyak dalam e-commerce.

Kata Kunci: Smart Contract, E-Commerce, Kontrak, Perjanjian


Abstract

The development of information technology is very rapid causing a change in the pattern of transactions in the society. Currently the society has switched to purchasing and selling through online platform using Internet facilities. Along with the development of this agreement that is used in buying and selling transactions is also growing rapidly. Currently there is a contract known as a smart contract that may still be rarely applied in Indonesia. However, there are quite a lot of discussions about smart contracts. As for Singapore as a neighboring country of Indonesia has e-commerce that uses contracts in the form of smart contracts. Based on such explanation in this thesis, the author will discuss in depth regarding the validity of smart contracts and consumer protection if there are system errors in the execution of smart contracts in e-commerce itself. This thesis is also made to analyze the readiness of laws and regulations related to consumer protection in Indonesia with regard to the implementation of smart contracts in e-commerce. After conducting normative juridical research using the regulatory approach in Indonesia and Singapore and using the pacta sunt servanda theory as well as legal protection theory, the author concludes that the smart contract is a valid and binding agreement as long as it meets the requirements that the authors describe in this thesis. In addition, in terms of regulations, both Indonesia and Singapore already have protection of consumers in connection with the implementation of smart contracts in e-commerce. However, the authors suggest that for a better legal certainty, Indonesia should explicitly mention smart contracts in relevant regulations and regulate the recognition of smart contracts, their types and more specific requirements. However, due to Indonesian law, basically has already provide protection for consumers. Therefore, the government can encourage the use of smart contracts in e-commerce because of its benefits in e-commerce.

 

Keywords: Smart Contract, E-Commerce, Contract, Agreement

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrasyid Razak
"Pertumbuhan pesat dan perkembangan pesat e-commerce membuat persaingan bisnis semakin ketat dari sebelumnya. Salah satu strategi persaingan usaha atau model bisnis yang sering diterapkan di industri ini adalah flash sale. Belakangan ini, wacana idEA mengeluarkan regulasi tentang penerapan flash sale karena dinilai melanggar undang-undang persaingan usaha. Penelitian ini membahas bagaimana praktik metode flash sale yang diterapkan oleh Shopee ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 serta bagaimana Shopee membandingkan dengan pelaku usaha E-Commerce lainnya dalam pelaksanaan flash sale. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder sebagai utama. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu studi pustaka dengan melakukan studi pustaka dan regulasi terkait. Praktik promosi dengan metode flash sale oleh pelaku usaha e-commerce tidak melanggar ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 jika dilakukan dengan tetap memperhatikan modal dalam produksi atau perolehan barang, sehingga harga jual yang ditentukan adalah tidak di bawah ATC atau AVC. Undang-undang tentang persaingan usaha mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

The fast growth and rapid development of e-commerce makes business competition tougher than ever. One of the business competition strategies or business models that is often applied in this industry are flash sales. Lately, idEA discourse to issue regulations on the implementation of flash sale because it is considered to be in violation of business competition law. This study discusses how the flash sale method practices are implemented by Shopee reviewed based on Law No. 5 of 1999 as well as how Shopee compares to other E-Commerce business actors in the implementation of flash sale. The research method used is juridical-normative using secondary data as the main. The research was conducted in two stages, library research by conducting a study of relevant regulations and literature. The practice of promotion using the flash sale method by e- commerce businesses does not violate the provisions of Article 20 of Law No. 5 of 1999 if done while still taking into account capital in production or obtaining goods, so that the specified selling price is not under the ATC or AVC. The law on business competition refers to Law No. 5 of 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Callista
"Transaksi bisnis dan pembelian online cukup berkembang di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya toko online di internet. Dalam mengiklankan produknya, para pelaku usaha menggunakan iklan baris sebagai media promosi, salah satunya adalah testimonial. Testimonial atau review produk merupakan salah satu elemen penting yang berpengaruh pada aktivitas pembelian online. Tahap kepercayaan diri pelanggan terhadap ulasan atau penilaian produk juga meningkat dari tahun ke tahun. Sayangnya, keaslian ulasan mulai dipertanyakan seiring dengan meningkatnya ulasan palsu yang menyesatkan pelanggan. Hal ini merugikan pelanggan bahkan sampai mempengaruhi kredibilitas penjual atau platform E-Commerce Shopee itu sendiri. Isu-isu tersebut adalah hukum perlindungan konsumen terkait dengan testimoni palsu dalam transaksi E-Commerce Shopee di Indonesia, penerapan testimoni palsu dan dampak negatif terhadap pelanggan, dan upaya perlindungan hukum kepada pelanggan akibat praktik testimonial palsu. Dalam tesis ini akan menggunakan teknik penelitian terapan, penekanan dalam penelitian terapan adalah pada pemecahan masalah praktis. Ini berfokus secara khusus pada bagaimana teori-teori umum dapat dipraktikkan. Shopee harus bertanggung jawab atas hak konsumen yang dilanggar dan kewajiban pelaku usaha yang dilanggar. Penelitian ini juga mengambil sumber langsung dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan juga kebijakan aplikasi Shopee, serta beberapa narasumber ahli yang akan diwawancarai.

Business transactions and online purchasing are quite evolved in Indonesia. It may be visible from the increasing quantity of online stores on the internet. In advertising their products, business actors use classified ads as promotional media, one of that is testimonials. Testimonials or product reviews is one of the crucial elements that have an effect on online purchasing activities. The stage of customer self-belief in product reviews or evaluations has additionally extended from year to year. Unfortunately, the authenticity of reviews is beginning to be wondered at the side of the upward thrust of fake reviews that mislead customers. This matter harm customers even as affecting the credibility of the seller or the E-Commerce Shopee platform itself. The issues mentioned have been the law of consumer protection associated with fake testimonials in E-Commerce Shopee transactions in Indonesia, the exercise of faux testimonials and negative impacts on customers, and legal protection efforts to customers due to the practice of fake testimonials. In this thesis will use applied research techniques the emphasis in applied research is on solving practical problems. It focuses specifically on how general theories can be put into practice. Shopee must be responsible for consumer rights that have been violated and the obligations of business actors who have been violated. This study also draws direct sources from the Consumer Protection Law Number 8 of 1999 and also Shopee application policies, as well as several expert sources who will be interviewed"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghali Habibullah
"Hadirnya pandemi covid-19 yang memberikan dampak besar bagi masyarakat terutama sektor kesehatan dan ekonomi, dan DKI Jakarta menjadi wilayah yang terus menerus mengalami peningkatan jumlah korban terinfeksi, menjadikan pemerintah mengambil banyak langkah salah satunya yakni upaya untuk memutus permasalahan penyebaran pandemi dengan melakukan beberapa kali PSBB. Kondisi ini memberikan dampak seperti keterbatasan aktifitas menjadi hanya di rumah saja sehingga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat merubah perilaku seperti yang biasanya melakukan pembelanjaan secara langsung sekarang dilakukan secara online. Adanya perubahan perilaku tersebut apakah berdampak terhadap adaptasi pemuda di DKI Jakarta yang menggunakan aplikasi digital dalam sektor ekonomi. Dengan adanya peningkatan penggunaan platfom pembelian digital di masa pandemi covid-19.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Untuk menganalisis faktor psikologis, situasional dan sosial berhubungan terhadap perilaku pemuda dalam penggunaan aplikasi e-commerce saat pandemi covid-19 di wilayah Provinsi DKI Jakarta. (2) Untuk menganalisis pemanfaatan aplikasi e-commerce oleh pemuda berhubungan dengan keputusan pembelian di masa pandemi covid-19. Untuk mencapai kedua tujuan tersebut, metode yang digunakan adalah pendekatan metode campuran dengan teknik analisis chi square dan penyajian data menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Hasil pengolahan data menyimpulkan pertama, terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian pemuda di dalam penggunaan aplikasi e-commerce di DKI Jakarta, yaitu faktor psikologis, faktor situasional, dan faktor sosial. Kedua faktor penerimaan pengguna aplikasi e-commerce yang terdiri dari 4 (empat) faktor yaitu, kebermanfaatan, tingkat kemudahan, sikap terhadap pengguna dan penggunaan secara aktual berpengaruh terhadap perubahan perilaku pemuda di masa pandemi covid-19. Sementara itu perubahan perilaku pemuda melalui pembelian menggunakan aplikasi e-commerce merupakan bentuk kontribusi pemuda terhadap Ketahanan Nasional melalui ekonomi digital, dimana membantu perputaran roda perekonomian di DKI Jakarta sehingga perekonomian dapat berjalan di masa pandemi covid-19 dan meningkatkan indeks ketahanan nasional Indonesia.

The presence of the Covid-19 pandemic which has a major impact on the community, especially the health and economic sectors, and DKI Jakarta is an area that continues to experience an increase in the number of infected victims, making the government take many steps, one of which is an effort to resolve the problem of the spread of the pandemic by carrying out PSBB several times. This condition has an impact such as limiting activities to be only at home so that in meeting people's daily needs, people change their behavior as they usually do direct shopping now is done online. Does this change in behavior have an impact on the adaptation of youth in DKI Jakarta who use digital applications in the economic sector. With the increasing use of digital purchasing platforms during the Covid-19 pandemic.
This study aims to (1) analyze psychological, situational and social factors related to youth behavior in using e-commerce applications during the Covid-19 pandemic in DKI Jakarta Province. (2) To analyze the use of e-commerce applications by youth in relation to purchasing decisions during the Covid-19 pandemic. To achieve these two objectives, the method used is a mixed methods approach with chi square analysis techniques and data presentation using descriptive qualitative analysis.
The results of data processing conclude first, there are 3 (three) factors that influence youth purchasing decisions in using e-commerce applications in DKI Jakarta, namely psychological factors, situational factors, and social factors. The two factors of acceptance of e-commerce application users consist of 4 (four) factors, namely, usefulness, level of convenience, attitudes towards users and actual use have an effect on changes in youth behavior during the Covid-19 pandemic. Meanwhile, changes in youth behavior through purchases using e-commerce applications are a form of youth's contribution to National Resilience through the digital economy, which helps the economy in DKI Jakarta to turn around so that the economy can run during the Covid-19 pandemic and increase Indonesia's national resilience index.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzi Rais Lutfi
"Modernisasi perekonomian dewasa ini melahirkan fenomena-fenomena baru yang menyebabkan perubahan dalam menjalankan kegiatan perekonomian di Indonesia khususnya dalam persaingan usaha antara pelaku usaha pada ekonomi sektor tertentu. Hal ini secara tidak langsung menciptakan kondisi baru dalam menjalankan persaingan, dengan kehadiran e-commerce yang dapat menjadi tantangan dan juga hambatan terlebih bagi pelaku usaha tradisional dan umumnya bagi pelaku usaha lainnya. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga yang independen dalam menaungi persaingan usaha memiliki peran dalam memberikan advokasi kebijakan hukum bagi pelaku usaha guna menghadirkan persaingan yang terjadi berjalan secara kompetitif dan sehat sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Advokasi kebijakan hukum yang dilakukan oleh KPPU terhadap E-commerce maupun kepada pemerintah sampai saat ini masih dilakukan dalam mencapai kepastian serta kemanfaatan hukum bagi semua pelaku usaha. Kegiatan advokasi kebijakan terus dibahas dan diupayakan oleh KPPU untuk mencegah persaingan usaha tidak sehat dengan mengedepankan norma-norma keadilan, dan juga dibarengi dalam bentuk advokasi kebijakan kepada e-commerce dan pemerintah untuk menggapai keterbaruan regulasi persaingan usaha yang diharapkan. KPPU memiliki tanggung jawab dalam menjalankan tugas beserta wewenangnya untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang berkeadilan sehingga advokasi kebijakan KPPU menjadi penting untuk dapat mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

The modernization of the economy today gives birth to new phenomena that cause changes in carrying out economic activities in Indonesia, especially in business competition between business actors in certain economic sectors. This indirectly creates new conditions in carrying out competition, with the presence of e-commerce which can be a challenge and also an obstacle, especially for traditional business actors and generally for other business actors. The Business Competition Supervisory Commission (KPPU) as an independent institution in overseeing business competition has a role in providing legal policy advocacy for business actors in order to present competition that occurs in a competitive and healthy manner in accordance with the mandate of Law No. 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices. and Unfair Business Competition. KPPU's legal policy advocacy for E-commerce as well as to the government is still being carried out in order to achieve legal certainty and benefit for all business actors. KPPU continues to discuss and pursue policy advocacy activities to prevent unfair business competition by prioritizing the norms of justice, and is also accompanied by policy advocacy to e-commerce and the government to achieve the expected up-to-date business competition regulations. KPPU has the responsibility in carrying out its duties and authorities to create a fair business competition climate so that KPPU's policy advocacy becomes important to prevent unfair business competition from occurring."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurlailatul Qodriyah
"ABSTRAK
Pertumbuhan e-commerce di Indonesia sangat pesat dan beragam jenis. Salah satu jenis e-commerce adalah yang berbentuk user generated content. Jenis ecommerce ini seringkali disalahgunakan oleh pedagang yang dapat mengunggah langsung konten/barang dagangannya, sehingga mengakibatkan penyelenggara sistem elektronik turut bertanggungjawab. Menanggapi hal ini pemerintah melalui kementerian komunikasi dan informatika mengeluarkan SE Menkominfo No. 5 Tahun 2016 tentang batasan dan tanggung jawab penyedia sistem elektronik dan pedagang merchant . Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan meninjau kesesuaian antara isi surat edaran dengan hukum perlindungan konsumen Indonesia. Kebijakan ini diperlukan guna memenuhi asas-asas dalam hukum perlindungan konsumen. Beberapa e-commerce yang berbentuk UGC di Indonesia juga menerapkan kebijakan ini pada syarat dan ketentuannya. Namun, surat edaran tidak dapat dijadikan dasar pembatasan tanggung jawab pelaku usaha. Penyelenggara sistem elektronik dan pedagang tetap harus bertanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kepastian hukum sangat penting sehingga peraturan mengenai batasan dan tanggung jawab lebih baik diakomodir dengan peraturan menteri.

ABSTRACT
The growth of e commerce in Indonesia is very rapid and varied. One type of ecommerce is user generated content. This type of e commerce is misused by merchants who can upload their content merchandise directly, thus the electronic systems provider should take responsibility. Responding to this, the government, through the ministry of communication and informatics, issued circular letter no. 5 2016 about the limits and responsibilities of electronic providers and merchants. This study requires normative juridical with readiness between the contents of the circular with the formal law of Indonesian consumers. This policy is required to meet the principles in law. Some e commerce, in the form of UGC in Indonesia, also applied this policy in its terms and conditions. However, a circular letter cannot be the basis of responsibility. Electronic systems provider and sellers must remain responsible for the legislation in Indonesia. Legal certainty is very important, so regulations about limits and responsibilities are better accommodated by ministerial regulations. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Veronica
"ABSTRAK
Pesatnya perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut mencakup aspek finansial juga, sehingga melahirkan financial technology. Karena basis teknologi finansial adalah teknologi informasi, maka penggunaan data dan informasi menjadi elemen utama industri. Untuk memaksimalkan potensinya, praktik financial technology membutuhkan penggunaan data pribadi milik pengguna produk/jasa. Mengingat sifat khusus dari data pribadi, perlindungannya harus ditegakkan secara ketat. Tidak adanya regulasi yang seragam mengenai perlindungan data pribadi dapat menimbulkan kekacauan di industri, ditandai dengan maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak terkait. Berkaitan dengan hal tersebut, tesis ini membahas tentang konsep perlindungan data pribadi, privasi, serta tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak dalam industri financial technology, khususnya mengenai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (peer-to-peer lending). Berdasarkan penelitian yang komprehensif, ditemukan bahwa pengaturan perlindungan data pribadi oleh produk legislatif sektoral masih sangat minim dibandingkan dengan yurisdiksi lain bahkan peraturan nasional. Akibat pengaturan perlindungan yang tidak memadai, masyarakat dirugikan. Oleh karena itu, Indonesia diharapkan meningkatkan pendekatan hukumnya untuk melindungi kepentingan publik.
ABSTRACT
The rapid development of information technology has brought significant changes in various aspects of human life. These aspects include financial aspects as well, thus giving birth to financial technology. Because the basis of financial technology is information technology, the use of data and information is the main element of the industry. To maximize its potential, the practice of financial technology requires the use of personal data belonging to product/service users. Given the special nature of personal data, its protection must be strictly enforced. The absence of uniform regulations regarding the protection of personal data can lead to chaos in the industry, marked by rampant violations committed by related parties. In this regard, this thesis discusses the concept of personal data protection, privacy, as well as the responsibilities and obligations of each party in the financial technology industry, especially regarding technology-based lending and borrowing services (peer-to-peer lending). Based on comprehensive research, it was found that the regulation of personal data protection by sectoral legislative products is still very minimal compared to other jurisdictions and even national regulations. As a result of inadequate protection arrangements, the community is harmed. Therefore, Indonesia is expected to improve its legal approach to protect the public interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zico
"Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan di tahun 2016, lembaga keuangan konvensional, seperti bank telah melakukan pengaliran dana melalui kredit kepada masyarakat sebesar Rp.660 triliun sedangkan kebutuhan masyarakakat sebesar Rp.1.649 triliun. Kemudian, berdasarkan hasil studi Polling Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 171,17 juta orang atau 64,8% masyarakat Indonesia sudah menjadi pengguna internet. Sehingga dengan perkembangan teknologi dan
kebutuhan masyarakat tersebut, ada alternatif pembiayaan baru, yaitu Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi oleh Financial Technology Peer to Peer Lending. Maka dari itu, penulis menyoroti permasalahan pengaturan yang berlaku di Indonesia khususnya mengenai pengaturan mengenai perjanjian dari kedua kegiatan pembiayaan tersebut. Penulis melakukan perbandingan mengenai pengaturan yang berlaku di Indonesia terkait perjanjian dari kedua kegiatan tersebut yang dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Dari penelitian yang telah penulis lakukan, penulis menemukan 5 (lima) persamaan dan 9 (sembilan) perbedaan di antara perjanjian kredit dan perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Berdasarkan penelitian tersebut, penulis memiliki saran, yaitu pada kredit bank dapat diberlakukan suatu pengaturan sehingga perjanjian kredit dapat dilakukan melalui jaringan internet. Sedangkan pada layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi perlu diatur prinsip-prinsip pemberian kredit yang dijadikan pedoman oleh penyelenggara layanan untuk memberikan suatu pinjaman karena pemberian pinjaman oleh
pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman dilakukan tanpa bertemu secara langsung sehingga berisiko tinggi.

Based on the data collected from the Financial Services Authority in 2016, conventional financial institutions, such as bank has funded as much as Rp.660 trillion, while the needs of the community is around Rp.1.649 trillion. Then, based on the results of the Polling Indonesia study, it showed that around 171.17 million or 64.8% Indonesians had become internet users. So with the development of the technology and the needs of the community, there is new financing alternative, namely Information Technology-Based Lending Services by Financial Technology Peer to Peer Lending. Therefore, the author highlights the regulatory issues that apply in Indonesia, especially on the regulations of the agreement between the two financing activities. Author makes comparison of the applicable regulations regarding the agreement of the two financing activities carried out with the
normative juridical research method and the data collection tool used is the study of documents. Based on the research that the author has done, author found 5 (five) similarities and 9 (nine) differences of regulation in Indonesia between the bank loan agreement and the IT-based lending services agreement. Based on this research, the author has suggestions, bank loan can be regulated so the agreement can be made through the internet network. Whereas in IT-based lending services, it
is necessary to regulate the principles of lending which are used as guidelines by the service providers to give a loan because the lending by the lender to the debtor is done without direct meeting so it has high risk
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Safira Ramadhani
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan manajemen risiko dalam Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI), dengan studi kasus penerapan manajemen risiko pada UangTeman sebagai salah satu Penyelenggara LPMUBTI. Pada studi kasus UangTeman, Penulis meneliti penerapan manajemen berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, POJK Nomor 1/POJK.05/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, serta SEOJK Nomor 18/SEOJK.02/2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai manajemen risiko pada LPMUBTI menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimanakah penerapan manajemen risiko di UangTeman terkait dengan perlindungan hukum bagi UangTeman dan Penggunanya. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, serta tipologi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder, yang didukung dengan hasil wawancara. Hasil penelitian yang didapat adalah penerapan manajemen risiko di LPMUBTI masih mengacu pada manajemen risiko di industri perbankan. Oleh karena itu, OJK perlu membuat peraturan khusus yang mengatur mengenai manajemen risiko pada LPMUBTI, serta perlu dilakukan pengembangan terhadap manajemen risiko yang dilakukan oleh Penyelenggara untuk melindungi Penyelenggara serta Pengguna layanan.

This thesis discusses the implementation of risk management in financial technology types of Peer-to-Peer Lending, with case studies about implementation of risk management at UangTeman as one of the P2P Lending company. In the case study at UangTeman, the author examines the implementation of risk management at UangTeman based on POJK Number 77/POJK.01/2016 on Peer-to-Peer Lending service, POJK Number 1/ POJK.05/2015 on Implementation of Risk Management for Non-Bank Financial Services Institutions, and SEOJK Number 18/SEOJK.02/2017 on Information Technology Governance and Risk Management of Information Technology in Peer-to-Peer Lending. The formulation of the problem of this research are, how regulations are related regarding the risk management in Peer-to-Peer Lending according to Indonesian laws, and how about the implementation of risk management at UangTeman related to legal protection for UangTeman and the users. The research method is analytical description. The data used is secondary data, which is supported by the results of interview. The results of the research obtained that the implementation of risk management in P2P Lending is still referring to risk management in the banking industry. Therefore, OJK need to make a specific regulation regarding risk management at Peer-to-Peer Lending, it is also necessary to develop risk management in Peer-to-Peer Lending company to protect the company, lenders, and borrowers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>