Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153295 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sondakh, Stephanie Ruriko
"Penggunaan kendaraan bermotor listrik (electric vehicle) sebagai suatu teknologi terbarukan semakin meningkat demi mengurangi polusi udara dan mencapai target net zero emission pada tahun 2060 sehingga kehadiran perlindungan hukum terhadap hak eksklusif inventor kendaraan bermotor listrik menjadi urgensi untuk diterapkannya program percepatan pendaftaran paten melalui kebijakan green patent incentive. Green patent incentive merupakan kebijakan untuk memberikan insentif kepada pendaftar paten teknologi hijau berupa percepatan proses pendaftaran paten. Kebijakan green patent incentive dapat mempercepat proses pendaftaran paten sehingga pemberian paten atas teknologi ramah lingkungan juga akan semakin meningkat. Hal ini sebagaimana terbukti pada negara-negara lain yang telah menerapkan kebijakan green patent incentive, seperti Canada dan Republik Rakyat China (RRC). Namun demikian, Indonesia belum memiliki kebijakan yang serupa dengan kebijakan green patent incentive yang berlaku di Canada dan RRC. Masih belum ada insentif yang diberikan terhadap pendaftaran paten teknologi yang ramah lingkungan, khususnya teknologi kendaraan bermotor listrik di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas terkait penerapan kebijakan green patent incentive sebagai solusi untuk mempercepat proses pendaftaran paten agar dapat meningkatkan perlindungan hukum terhadap inventor teknologi ramah lingkungan, khususnya teknologi kendaraan bermotor listrik. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan menganalisis penerapan hukum dan peraturan perundang-undangan, serta dengan membandingkan antara kebijakan yang berlaku di Indonesia dengan kebijakan yang berlaku di Canada dan RRC. Hasil analisis yang didapatkan adalah green patent incentive dapat mempercepat pendaftaran paten dan apabila hendak diterapkan di Indonesia, maka harus ditentukan kriteria-kriteria teknologi hijau dan tahapan yang dapat diberikan green patent incentive. Kriteria teknologi hijau dapat merujuk pada peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dan konservasi energi, sedangkan tahapan pendaftaran paten yang dapat diberikan green patent incentive adalah tahap penelitian substantif paten

The use of electric vehicles as a renewable technology is increasing in order to reduce air pollution and achieve the target of net zero emission in 2060. Therefore, the existence of legal protection for the exclusive rights the electric vehicles’ investors has became an urgency to implement. Indonesia needs a program to accelerate patent registration through the green patent incentives policy. Green patent incentive is a policy to provide incentives for green technology patent applicants in the form of accelerating the patent registration process. The green patent incentive policy can give a fast-track to the patent registration process so that the granting of patents for environmentally friendly technologies will also increase. The effect on implementing the green patent incentive policy may be seen in other countries that have implemented policy, such as Canada and the People's Republic of China (PRC). However, Indonesia does not yet have a policy similar to the green patent incentive policy like there is in Canada and The PRC. There are still no incentives given to the registration of environmentally friendly technology patents, especially electric vehicle technology in Indonesia. Therefore, this research will discuss the implementation of the green patent incentive policy as a solution to accelerate the patent registration process in order to increase legal protection for environmentally friendly technology inventors, especially the electric vehicle technologies. The research method used is juridical-normative by analyzing the applicable laws and regulations, as well as by comparing the policies in force in Indonesia with those in force in Canada and The PRC. The results of the analysis obtained are that green patent incentives can accelerate patent registration and if they are to be implemented in Indonesia, then Indonesia must first determined the criteria for green technology and must determined the patent registration stages that can be granted the green patent incentives. Green technology criteria can refer to laws and regulations in the field of environment and energy conservation, while the stages of patent registration that can be granted green patent incentives are the patent substantive research stage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adryan Adisaputra Tando
"Pengendalian polusi udara adalah salah satu bentuk perlindungan hak asasi manusia, terutama untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Pada dasarnya, upaya ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu berdasarkan pada perintah-dan-kontrol atau instrumen berbasis pasar. Pendekatan pertama dikritik karena dianggap efisien dalam hal biaya dan tidak memberikan insentif bagi pencemar, sedangkan pendekatan kedua dianggap sebaliknya. Salah satu bentuk instrumen berbasis pasar adalah sistem izin polusi yang dapat diperdagangkan. Di Indonesia, hal ini telah diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan dengan mengamanatkan Peraturan Menteri untuk mengatur hal-hal secara lebih rinci. Sayangnya, masih banyak peraturan yang berpotensi menghambat implementasi sistem perdagangan izin emisi dimulai dengan standar kualitas ambien yang tidak sesuai dengan tingkat kesehatan, penilaian lemah, dan kesalahpahaman denda administrasi.
Oleh karena itu, tesis ini mencoba memberikan solusi untuk masalah ini dengan melakukan penelitian yuridis normatif dan melakukan perbandingan dengan praktik di Amerika Serikat dalam Amandemen Undang-Undang Udara Bersih 1990 (CAAA) dengan nama Program Hujan Asam. Hasil Program Acid Rain dapat dikatakan berhasil karena mereka menciptakan kualitas udara yang lebih baik dan membutuhkan biaya yang lebih rendah. Berdasarkan hal ini dan dipandu oleh Program Hujan Asam di Amerika, diharapkan sistem perdagangan izin emisi di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan mendapatkan hasil terbaik.

Air pollution control is a form of protection of human rights, especially to get a good and healthy environment. Basically, these efforts are divided into two categories, namely based on order-and-control or market-based instruments. The first approach is criticized because it is considered efficient in terms of cost and does not provide incentives for pollutants, while the second approach is considered the opposite. One form of market-based instruments is a pollution permit system that can be traded. In Indonesia, this has been regulated by Government Regulation No. 46 of 2017 concerning Environmental Economic Instruments by mandating Ministerial Regulation to regulate matters in more detail. Unfortunately, there are still many regulations that have the potential to hamper the implementation of the emission permit trading system starting with ambient quality standards that are not in accordance with the soundness level, weak assessment, and misunderstanding of administrative fines.
Therefore, this thesis tries to provide a solution to this problem by conducting normative juridical research and making comparisons with practice in the United States in the Amendments to the Clean Air Act 1990 (CAAA) under the name of the Acid Rain Program. The results of the Acid Rain Program can be said to be successful because they create better air quality and require lower costs. Based on this and guided by the Acid Rain Program in America, it is hoped that the emissions permit trading system in Indonesia will run well and get the best results.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Vivien R.
"Penerapan Ganti Kerugian dan biaya pemulihan lingkungan merupakan salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan pasal 20 UU kasus sengketa lingkungan, dan di atur didalam No. 4 tahun 1982. Selain itu gugatan ganti kerugian akibat pencemaran lingkungan dapat juga di ajukan dengan menggunakan pasal 1365 KUH Perdata, tetapi kecil kemungkinannya untuk dapat berhasil, karena syarat-syarat dalam pasal 1365 KUHPerdata ini terasa berat bagi penggugat UU N0. 4 tahun 1982 menganut asas musyawarah, karena sebelum gugatan diajukan Ke pengadilan, diwajibkan untuk menempuh jalan musyawarah terlebih dahulu. Apabila tidak tercapai kata sepakat, barulah di ajukan ke pengadilan. Sampai saat ini peraturan pelaksanaan dari pasal 20 UU No. 4 tahun 1982 ini belum ada peraturan pelaksanaan nya, sehingga penyelesaian. masalah ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan di luar pengadilan (seperti negosiasi dan mediasi) terasa lebih efektif dan perlu di kembangkan, selain itu hasilnya lebih memungkinkan untuk dapat memuaskan kedua belah pihak. Menyadari bahwa tidak mudah untuk menuntut industri-industri pencemar lingkungan agar mau memenuhi tanggung jawab mereka membayar ganti kerugian kepada masyarakat dan biaya pemulihan lingkungan kepada negara, maka perlu segera dibentuk peraturan pelaksana dari mekanisme penerapan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20673
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jayakumar, S.
"Summary:
Transboundary Pollution: Evolving Issues of International Law and Policy provides a comprehensive and perceptive overview of the legal principles that govern pollution internationally and explores the utilisation of these principles in practic"
Cheltenham: Edward Elgar, 2015
363.739 2 JAY t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Eryda Listyaningrum
"Konsep HKI berperan memberikan perlindungan hukum terhadap hasil invensi litbang para peneliti di Indonesia. Perlindungan hukum atas hasil invensi litbang para peneliti sangat penting dalam rangka mendukung pembangunan iptek di Indonesia. Peraturan perundangan di bidang HKI yang turut memberikan perlindungan terhadap hasil litbang para peneliti salah satunya adalah Undangundang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Tetapi peraturan tersebut dalam tataran implementasi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, meskipun telah ada perlindungan atas hasil invensi khususnya Paten namun jumlah perolehan Paten hasil invensi masih rendah. Oleh karena itu, Pemerintah memberikan insentif Raih HKI dan Sentra HKI untuk mendorong dihasilkannya invensi yang berorientasi Paten. Salah satu sentra HKI adalah Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Pusinov LIPI). Pusinov LIPI diharapkan menjadi pusat pengelolaan HKI dan mendorong peneliti menghasilkan invensi yang berorientasi Paten. Namun kenyataannya Pusinov LIPI mengalami kendala dalam mendorong dihasilkanya invensi yang berorientasi Paten. Kendala tersebut meliputi aspek kelembagaan dan aspek regulasi. Kendala dalam aspek kelembagaan yaitu belum adanya dukungan yang memadai dari lembaga induk; terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM), biaya operasional, dan sarana/prasarana; struktur sentra HKI belum solid secara kelembagaan; Sentra HKI masih cenderung berkutat pada pendaftaran HKI para peneliti saja; serta peneliti kurang memahami akan pentingnya HKI. Sedangkan kendala dalam aspek regulasi meliputi regulasi terkait royalti dalam Pasal 12 UU Nomor 14 Tahun 2001, regulasi terkait Insentif Perpajakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2007, dan regulasi terkait besaran anggaran penelitian.

The concept of intellectual property rights (IPR) play a role to provide legal protection for the invention of research and development (R & D) to the researchers in Indonesia. Legal protection of the R & D invention from researchers is essential in order to support the development of science and technology in Indonesia. The IPR legislations to protect R & D invention are Law of The Republic of Indonesia Number 14 of 2001 on Patent and Law of The Republic of Indonesia Number 18 of 2002 on National System of Research, Development and Application of Science and Technology. But the rules in the context of developing science and technology in Indonesia precisely at the level of implementation is not as expected. Moreover, the number of patents invention still low although there are legislations about Patent and other IPR. To overcome this problem, Government provides incentives Earn IPR and IPR Center to encourage patent-oriented research. One of the IPRS center is the Center for Innovation has established Indonesian Institute of Sciences (Center for Innovation Indonesian Institute of Sciences). Center for Innovation Indonesian Institute of Sciences expected to be the center of the management of IPR and to encourage patentoriented research. But the fact, Center for Innovation Indonesian Institute of Sciences have problems in pushing patent-oriented research. The problems are in institutional and regulation aspects. Institutional aspects are the absence of adequate support from the parent institution; the limited human resources, operating costs, and facilities / infrastructure; structure of the solid center of IPR has not been institutionally; center for innovation still tend to dwell on the registration of IPRs the researchers only; and researchers do not understand the importance of IPR. While the constraints in the regulatory aspects related to the regulation include a royalty under Article 12 of Law Number 14 of 2001, regulations related to Tax Incentives in Government Regulation No. 35 of 2007, and regulations related to the amount of research budgets."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31155
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rao, M.N.
New Delhi: McGraw-Hill, 1994
363.739 2 RAO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Pramudianto
Depok: Rajawali Pers, 2017
344.046 AND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suparto Wijoyo
Jakarta: Sinar Grafika, 2017
344.046 SUP h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Tuaman
"Paten sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual merupakan benda sebagaimana telah diatur dalam Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Oleh karenanya pemilik atas paten sebagai benda perdata dapat bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya terhadap paten miliknya sejauh perbuatan tersebut tidak melanggar peraturan perundang-undangan, dan atau tidak melanggar hak-hak orang lain. Seperti halnya pemilik paten berhak untuk mengalihkan paten miliknya baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, dan atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 66 Ayat (1) Undang-Undang Paten.
Pengalihan paten dengan cara tertulis atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundangundangan dapat dilakukan melalu pesertaan paten sebagai modal pada perseroan terbatas dalam upaya memaksimalkan manfaat ekonomi atas paten sebagaimana telah dimungkinkan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas meskipun tidak secara tegas mengatur. Berbeda halnya di Negara China yang telah secara tegas mengatur bahwa paten dapat dijadikan sebagai pesertaan modal pada perseroan terbatas berdasarkan Article 27 The Company Law of the People?s Republic of China.
Penelitian ini terdapat 3 (tiga) pokok permasalahan, yaitu: (1) Apakah paten dapat dijadikan sebagai pesertaan modal pada perseroan terbatas?; (2) Prosedur hukum apakah yang harus dilaksanakan dalam hal paten sebagai pesertaan modal pada perseroan terbatas?; (3) Apakah kendala dan hambatan dalam pesertaan paten sebagai modal pada perseroan terbatas di Indonesia?. Penelitian ini menggunakan prosedur deskriptif analitis yang dilakukan selama hampir 5 (lima) bulan dengan metode pendekatan yuridis normatif.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberikan simpulan penelitian tersebut sebagai berikut: (1) paten sebagai aset benda tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis dapat dimanfaatkan sebagai pesertaan modal pada perseroan terbatas; (2) pesertaan paten sebagai modal pada perseroan terbatas harus memenuhi persyaratan dan prosedur yang telah diatur dalam Undang-Undang Paten dan Undang-Undang Perseroan Terbatas; (3) Dalam implementasi pesertaan paten sebagai modal pada perseroan terbatas terdapat kendala-kendala baik kendala yang disebabkan oleh peraturan perundang-undangan maupun belum dibentuknya badan khusus penilai aset (IP Valuator) dan prosedur sebagai acuan dalam penilaian paten sebagai aset (IP Valuation Procedures).

Patent as a part of Intellectual Property is a property as provided in Article 499 Code of Civil Law, therefore the owner of the patent as a property can be free to do anything on his/her patent with the terms his/her action does not violate laws and or the rights of others. The owner of the patent has right to transfer his/her patent in whole or in part by inheritance, grant, testament, written agreement or other reason that are justified by the laws as stipulated in Article 66 (1) of the Patent Act.
The transfer of the patent by written agreement or other reasons that are justified by the legislation can be done through contribution paten as a capital for limited company in an effort to maximize the economic benefits of the patent, as has been made possible by the Limited Liability Company Law though not explicitly. Unlike the case in the State of China has expressly stipulates that patent can be contributed as capital for limited company based on Article 27 The Company Law of the People?s Republic of China.
This research have 3 (three) main issues are: (1) whether patent can be contributed as a capital for limited company?; (2) whether the legal procedures that must be implemented in terms of patent as contribution for limited company?; (3) what barriers in contribution paten as a capital for limited company in Indonesia?. This research uses descriptive analytical procedures performed during almost 5 (five) months with normative juridical approach.
By this research, author draws the conclusions, as follows: (1) patent as intangible assets that have economic value can be contributed as capital of limited company; (2) contribution patent as capital of limited company shall comply with the requirements and procedures set out in the Paten Act and the Limited Liability Company Law; (3) in the implementation of the contribution patent as capital of limited company has constraints are either constraints caused by legislation and not the establishment of a special agency asset appraiser (IP valuator) and procedures as a reference in the evaluation of patents as an asset (IP Valuation Procedures)."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>