Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102583 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ivens Zasanovaria Adhitama
"Latar belakang. Penatalaksanaan komprehensif remaja diabetes melitus tipe-1 (DM tipe-1) meliputi terapi insulin, pengaturan nutrisi, aktivitas fisis, pemantauan gula darah, dan edukasi. Aktivitas fisis memengaruhi tingkat kebugaran fisis, melalui optimalisasi fungsi sistem kardiorespirasi, peningkatan kekuatan dan daya tahan otot, peningkatan sensitivitas insulin, perbaikan kadar hemoglobin A1c (HbA1c), serta peningkatan kualitas hidup remaja DM tipe-1. Hingga saat ini belum tersedia data mengenai hubungan aktivitas dan kebugaran fisis dengan HbA1c pada remaja DM tipe-1 di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui hubungan kebugaran fisis dengan hemoglobin A1c pada remaja DM tipe-1.
Metode Studi potong lintang dilakukan pada 68 remaja DM tipe-1 di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan pengisian kuesioner aktivitas fisis dan uji kebugaran EUROFIT fitness test battery yang dilakukan bersama divisi Kedokteran Olahraga.
Hasil. Sebanyak 55,9% remaja memiliki aktivitas fisis sedang. Persentase kadar lemak optimal didapatkan 73,5% dan massa otot yang baik pada 75% anak. Jenis tes hasil buruk yaitu pada sit and reach test (92,6%), hand dynamometer test (82,3%), standing broad jump (54,4%), bent arm hang test (73,5%), sit-up test (91,2%), dan shuttle run (100%). Jenis tes dengan hasil mayoritas baik yaitu plate tapping test (50%), flamingo balance test (89,6%) dan 6-minute run test (50%). Kadar HbA1c >7% memiliki hubungan dengan standing broad jump buruk (p=0,017). Tingkat aktivitas fisis yang kurang pada remaja DM tipe-1 berhubungan dengan performa uji kebugaran fisis yang kurang, yaitu persentase lemak (p=0,002), massa otot (p=0,002), standing broad jump test (p=0,009), bent arm hang test (p=<0,001), dan 6-minute run test (p=<0,001).
Kesimpulan. Mayoritas remaja DM tipe-1 memiliki aktivitas fisis sedang. Tidak ada hubungan kebugaran fisis dengan HbA1c pada remaja DM tipe-1. Tingkat aktivitas fisis yang kurang pada remaja DM tipe-1 berhubungan dengan performa uji kebugaran fisis yang kurang.

Background. The comprehensive management of adolescents with type-1 diabetes mellitus (type-1 DM) consisted of insulin therapy, nutritional management, physical activity, blood sugar monitoring, and education. Physical activity affects the level of physical fitness, which can optimize the function of the cardiorespiratory function, increase muscle strength and endurance, and insulin sensitivity, reduce hemoglobin A1c (HbA1c), and improve the quality of life. Until recently, data of the activity level and physical fitness profile in adolescents with type-1 DM has not yet available in Indonesia.
Objectives. To evaluate relationship of activity level and physical fitness with hemoglobin A1c in type-1 DM in adolescents.
Methods. This is a cross-sectional study of 68 adolescents with type-1 DM at RSCM. Study subjects were asked to fill the physical activity questionnaire and the EUROFIT fitness test battery. This study is a collaboration with the Sports Medicine Division of University of Indonesia.
Results. Physical activity with moderate results based on the questionnaire is 55.9%. The average HbA1c was 9% (7,5-11.15). The percentage of good fat results obtained was 73,5% and good results of muscle mass were as much as 75%. The majority of results were poor on the sit and reach test (92.6%), hand dynamometer (82.3%), standing broad jump (54.4%), bent arm hangs test (73.5%), sit-ups test (91.2%), and shuttle run (100%). Good results on the flamingo balance test (89.6%) and 6-minute run test (50%), and plate tapping test (50%). HbA1c levels >7% are associated with poor level of standing broad jump (p=0.017). The physical activity were poor in adolescents is associated with poor physical fitness test performance, the percentage of fat (p=0.002), muscle mass (p=0.002), standing broad jump test (p=0.009), bent arm hang test (p=<0.001), and 6-minutes run test (p=<0.001).
Conclusion. Most adolescents with type-1 DM have moderate physical. There is no relationship between physical fitness and HbA1c in type-1 diabetes in adolescents. The physical activity were poor in adolescents is associated with poor physical fitness test performance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Darrin Ananda Nugraha
"Latar belakang: Tingginya angka kegemukan pada anak di DKI Jakarta dapat menggambarkan angka kebugaran fisik yang rendah pada anak. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik dan asupan energi yang cukup berpengaruh positif terhadap kekuatan genggaman tangan sebagai indikator kebugaran tubuh. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara aktivitas fisik dan asupan energi dengan kebugaran tubuh pada anak.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara aktivitas fisik dan asupan energi dengan kebugaran fisik pada anak usia 7-12 tahun di DKI Jakarta pada tahun 2019.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitan potong lintang menggunakan data sekunder dari penelitian SEANUTS II Indonesia. Terdapat 67 sampel yang terpilih secara acak. Kekuatan genggaman tangan yang diukur dengan dinamometer telah terbukti akurat untuk menggambarkan kebugaran tubuh manusia. Aktivitas fisik diukur menggunakan kuisioer PAQ-C, sedangkan asupan energi diukur menggunakan kuesioner asupan 24 jam. Data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman dengan batas kemaknaan p<0,05.
Hasil: Rata- rata asupan energi adalah 1430,01 ± 539,82 kcal/hari, dan rata-rata skor aktivitas fisik adalah 2,26 ± 0,65. Sedangkan, median kebugaran fisik adalah 10,6 (5-22,7) Kg. Secara statistik tidak ditemukan korelasi yang bermakna, baik antara aktivitas fisik dengan kebugaran fisik (p=0,638 r=-0,07) serta antara asupan energi dengan kebugaran fisik (p=0,572 r=-0,058).
Simpulan: Tidak ditemukan korelasi antara aktivitas fisik dan asupan energi dengan kebugaran fisik anak usia 7-12 tahun di DKI Jakarta.

Background: The high rate of obesity in children in DKI Jakarta can describe the low level of physical fitness in children. Research shows that adequate physical activity and energy intake have a positive effect on handgrip strength as an indicator of body fitness. This study was conducted to determine the correlation between physical activity and energy intake with physical fitness in children.
Aim: To find out the correlation physical activity and energy intake with physical fitness in children aged 7-12 at Jakarta year 2019.
Methods: This is a cross-sectional study using secondary data from SEANUTS II research in Indonesia. There are 67 samples selected by random sampling. The use of a dynamometer to measure handgrip strength has been shown to accurately describe the level of physical fitness in the human body. Physical activity was measured using the PAQ-C questionnaire, while energy intake was measured using a 24-hour food recall questionnaire. Data were analyzed using Spearman correlation methods with cut- off p-value <0.05.
Results: The average of energy intake and physical activity score is 1430.01 ± 539.82 kcal/day and 2.26 ± 0.65 respectively. Meanwhile, the median physical fitness was 10.6 (5-22.7) Kg. Statistically, there is no significant correlation between physical activity and physical fitness (p=0.638 r=-0.07), and also between energy intake and physical fitness (p=0.572 r=-0.058).
Conclusion: There is no correlation between physical activity and energy intake with the physical fitness of children aged 7-12 years in DKI Jakarta.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Diah Tuntian
"ABSTRAK
Latar belakang. Tingkat aktivitas fisik ringan adalah salah satu penyebab status tidak bugar yang akan berdampak terhadap kinerja dan produktivitas kerja. Perusahaan A merupakan industri vaksin dengan tingkat aktivitas fisik yang beragam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik dengan status kebugaran jasmani pada pekerja bagian pengemasan.
Metode. Disain penelitian potong lintang dengan analisis regresi logistik. Subyek berasal dari bagian pengemasan. Tingkat aktivitas fisik dinilai dengan Global Physical Activity Questionairre. Sedangkan tingkat kebugaran jasmani diukur dengan menggunakan metode YMCA-3 minute step test.
Hasil. Subyek penelitian adalah 126 pekerja laki-laki bagian pengemasan dengan jenis pekerjaan yang berbeda-beda yang berumur antara 18 ? 40 tahun. Sebanyak 46,8% subyek mempunyai status tidak bugar. Faktor risiko yang berhubungan dengan status tidak bugar adalah umur (p=0,04). Faktor pendidikan, masa kerja, jenis pekerjaan, kebiasaan merokok, kadar lipid dan tingkat aktivitas fisik tidak terbukti mempertinggi risiko status tidak bugar. Sedangkan faktor status gizi dan kadar haemoglobin terbukti mempertinggi risiko status tidak bugar. Subyek yang berumur 31 ? 40 tahun mempunyai risiko 3,16 kali terhadap status tidak bugar dibandingkan dengan umur 18 ? 30 tahun (adjusted Prevalence Ratio=3,16; (CI)95%=1,04 ? 9,60).
Kesimpulan. Status kebugaran tidak berhubungan dengan tingkat aktivitas fisik.

ABSTRACT
Backround. Low level physical activity can caused unphysical fitness which caused to work and productivity. A company is a vaccine industry with high physical activity in difference. The objective of this study is to determine the related between physical activity level with physical fitness to the workers in packaging division.
Method. Cross sectional study with logistic regression analysis. A subject is from packaging division. Physical activity level is marked by Global Physical Activity Questionairre. While physical fitness activity is measured by using YMCA-3 minute step test method.
Result. The subject of the study is 126 men workers of packaging division with different types of work. The workers age is between 18 ? 40 years old. 46,8% subjects has unphysical fitness. Risk factors that related to low physical fitness was age (p=0,04). Education level, working period, type of work, smoking, lipid level and physical activity were not likely correlated to unphysical fitness. While the factors of nutritional status and hemoglobin levels increase the risk proved unphysical fitness. Subjects were aged 31- 40 years have 3,16 times the risk of unphysical fitness compared with age 18-30 years (adjusted Prevalence Ratio=3,16; (CI)95%=1,04 ? 9,60).
Conclusion. Physical fitness is not related to physical activity level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafira Ummu Rahmatillah
"Kebugaran jasmani dan prestasi akadami dapat dipengaruhi oleh status gizi. Status gizi anak usia sekolah saat ini masih memprihatinkan baik di dunia maupun di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kebugaran jasmani dan prestasi akademik. Penelitian ini dilakukan pada anak usia sekolah di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglan. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 137 siswa sekolah dasar yang berada di kelas 4,5 dan 6. Responden diambil secara acak sederhana.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa mayoritas anak memiliki status gizi normal 78,8 dengan sebagian besar anak memiliki status kebugaran yang tidak bugar yaitu 86,9 dan didaptkan juga anak yang memiliki prestasi kurang sebesar 46. Penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan anatara status gizi dengan kebugaran jasmani p value = 0,787, a = 0,05 namun ada hubungan yang signikan antara status gizi dengan prestasi akademik anak p value =0,031, a = 0,05. Oleh karena itu, pihak sekolah dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai gizi seimbang pada siswa.

Physical fitness and academic achievement can be affected by the child 39 s nutritional status. The nutritional status of children today is still very concerning both the world and Indonesia. This study aims to determine the relationship of nutritional status with physical fitness and academic achievement. This study was conducted on school age children in Banjar, Pandeglang. The number of respondents in this study were 137 elementary school students who were in grades 4,5 and 6. Respondents were taken at random simple.
The results of this study indicate that the majority of children have normal nutritional status 78.8 with most children having unhealthy fitness status of 86.9 and also children who have less achievement of 46. The study showed that there was no significant correlation between nutritional status and physical fitness p value 0,787, a 0,05 but there was a significant correlation between nutritional status and children 39s academic achievement p value 0,031, a 0,05. Therefore, the school needs to provide health education for students about balanced nutrition.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Setyaningrum
"Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) merupakan program pemerintah sebagai salah satu upaya mengurangi faktor risiko penyakit tidak menular yang makin meningkat. Program ini dilakukan dengan upaya peningkatan perilaku hidup sehat, diantaranya peningkatan aktivitas fisik. Peningkatan aktivitas fisik diharapkan dapat mempengaruhi keseimbangan energi dan diharapkan dapat mengurangi faktor risiko kardiometabolik. Aktivitas fisik yang dilakukan sesuai kaidah kesehatan akan memberikan adaptasi metabolik, neuromuskuler dan kardiorespirasi yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani. Kebugaran yang baik merupakan faktor protektif terhadap risiko kardiometabolik dan penyakit tidak menular. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran aktivitas fisik, kebugaran, dan faktor risiko kardiometabolik dan hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran jasmani dan faktor risiko kardiometabolik di instansi pemerintah pada era GERMAS.
Metode: Penelitian potong lintang dengan menggunakan data primer. Aktivitas fisik dinilai dengan PAL Physical Activity Level, waktu sedentary. Penilaian kebugaran jasmani meliputi komposisi tubuh, kelenturan, kekuatan otot dan daya tahan jantung paru. Faktor risiko kardiometabolik meliputi: tekanan darah, kadar kolesterol total, kadar gula darah sewaktu, dan HbA1C. Subjek penelitian adalah ASN di instansi X sebanyak 89 orang.
Hasil: Diperoleh data 23,6% subjek dengan tingkat aktivitas fisik ringan, rerata waktu sedentary 10,5 jam dan 95,5% subjek memiliki waktu sedentary ≥ 7 jam. 56,2% subjek obesitas, 87,6% fleksibilitas baik, 58,2% kekuatan otot kurang, serta 68,5% subjek memiliki daya tahan jantung paru kategori baik dan cukup. Prevalensi hipertensi 20,2%, hiperkolesterolemia 37,1%, pre diabetes 6,7% dan diabetes mellitus 1,1%. Didapati hubungan antara aktivitas fisik dengan IMT dan faktor risiko kardiometabolik.
Kesimpulan Terdapat kecenderungan subjek dengan faktor risiko kardiometabolik, berat badan berlebih dan obesitas memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih baik.

Community Healthy Life Movemement or Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) is a government program to reduce risk factors of non-communicable diseases. This program is purposed to improve healthy living behaviors, including increased physical activity. The increasing of physical activity is expected to affect balance energy and to reduce cardiometabolic risk factors. Physical activity according to health principles will enhance metabolic, neuromuscular and cardiorespiratory adaptations that can improve physical fitness. Good level of fitness is a protective factor against cardiometabolic risk and non-communicable diseases. The purpose of this study is the description of physical activity, physical fitness, cardiometabolic risk factors and the relationship between physical activity and physical fitness and cardiometabolic risk factors in one of a Ministry in the GERMAS era.
Method: Cross-sectional study using primary data. Physical activity was assessed by the PAL Physical Activity Level, sedentary time. The assessment of physical fitness includes body composition, flexibility, muscle strength and cardiorespiratory fitness. Cardiometabolic risk factors include: blood pressure, total cholesterol levels, blood sugar levels, and HbA1C. The subjects of this research were worker in Ministry X approximately 89 people.
Results: 23.6% of subjects with mild physical activity, the mean sedentary time about 10.5 hours and 95.5% of subjects had a sedentary time of jam 7 hours. 56.2% of subjects were obese, 87.6% had good flexibility, 58.2% lacked muscle strength, and 68.5% of subjects had good and sufficient pulmonary heart endurance. The prevalence of hypertension is 20.2%, hypercholesterolemia 37.1%, pre-diabetes 6.7% and diabetes mellitus 1.1%. There was an association between physical activity and BMI and cardiometabolic risk factors.
Conclusion There is a tendency for subjects with cardiometabolic risk factors, overweight and obesity to have a better level of physical activity"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Wilson MCH Puar
"Latar belakang. Pengaruh Diabetes Melitus Tipe-1 (DMT1) terhadap massa dan fungsi ventrikel kiri pada anak masih menjadi perdebatan.
Tujuan. Untuk mengetahui gambaran massa dan fungsi ventrikel kiri pada anak DMT1.
Metode. Dilakukan penelitian potong lintang dengan membandingkan massa, fungsi diastolik dan sistolik ventrikel kiri 30 anak DMT1 berusia 4 sampai dengan 18 tahun dengan 30 anak sehat sebagai kontrol yang bersesuaian jenis kelamin dan umur. Massa dan fungsi ventrikel kiri diperiksa dengan ekokardiografi.
Hasil. Massa ventrikel kiri anak DMT1 lebih besar dari pada anak sehat, perbedaan ini bermakna. Faktor yang berhubungan dengan peningkatan massa tersebut adalah lama sakit dan tekanan darah. Fungsi diastolik pada anak dengan DMT1 berbeda bermakna dibanding anak sehat. Pola perubahan parameter fungsi diastolik anak DMT1 sesuai dengan gambaran disfungsi diastolik gangguan pola relaksasi. Faktor yang berhubungan dengan perubahan fungsi diastolik pada anak DMT1 adalah lama sakit. Untuk fungsi sistolik tidak ditemukan perbedaan yang bermakna.
Kesimpulan. Pada anak dengan DMT1 terdapat peningkatan massa ventrikel kiri dan gangguan diastolik pola relaksasi. Perubahan massa jantung dan gangguan fungsi diastolik tersebut berhubungan dengan lama sakit dan tekanan darah.

Background. The impact of Diabetes Mellitus type 1 (DMT1) on the left ventricular mass and functions in children remains controversial.
Objective: The aim of the study is to measure the left ventricular mass and function in children with DMT1.
Methods. A cross-sectional study was conducted to compare the mass and diastolicsystolic function of the left ventricle of 30 children with DMT1 and normal children aged 4 to 18 years that matched in sex and age. The left ventricular mass and diastolic-systolic function was assessed by echocardiography.
Results. Ventricular mass of children with DMT1 were significantly heavier than healthy ones. Factors associated with increased mass were the duration of illness and blood pressure. Diastolic functions in children with DMT1 were significantly different compared to healthy children. The patterns of changes were appropriate with the relaxation pattern of diastolic dysfunction. The factor associated with the change of diastolic parameters is the duration of illness. Significant differences were not found in the systolic function.
Conclusion. In children with DMT1 there was an increase of left ventricular mass and also diastolic dysfunction with the relaxation pattern. Changes in cardiac mass and diastolic dysfunction are associated with duration of illness and blood pressure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hahn, Fredrick
"All parents want their children to be healthy, fit, and more active, but there is a pervasive myth that keeps many kids from reaching their full potential. A popular miscon cep - tion is that young athletes shouldn't engage in strength train ing because it is harmful. However, current research, including a recent study from the Mayo Clinic, indicates that nothing could be further from the truth. Strength training is the single most effective exercise method for reversing adolescent obesity and can dramatically alter and improve a child's body composition. With his blockbuster book The Slow Burn(t) Fitness Revolution, renowned personal trainer Fredrick Hahn revealed the secret to strengthening muscles, enhancing flexibility, burning fat and improving performance in just 30 minutes a week. Now, in Strong Kids, Healthy Kids, he shows parents, caregivers, teachers, and doctors how his fitness program can change the lives of children and teens everywhere, no matter what their athletic ability. Whether a child is inactive or a competitive athlete looking to take his performance to the next level, he can become much stronger and fitter. As the founder of the Mighty Tykes and Teens(t) program, Hahn is an expert on child fitness. With this proven program, all children can build their selfesteem, improve their performance, and lead healthier lives.
"
New York: American Management Association;, 2009
e20447895
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Zahara
"Pendahuluan: Manufaktur telah menjadi suatu industri penting dalam mendukung kemajuan perekonomian Indonesia. Indonesia telah berhasil mencapai peringkat keempat dunia di bidang industri manufaktur dan akan terus meningkatkan prestasinya. Produktivitas merupakan hal yang perlu ditingkatkan untuk memenangkan persaingan dunia. Salah satu faktor manusia dalam mencapai produktivitas adalah kebugaran. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian bersama yang dilakukan oleh Direktorat Bina K3 dengan Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi FKUI di enam wilayah Indonesia dengan enam bidang industri manufaktur.
Tujuan: Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kebugaran kardiorespirasi pada pekerja manufaktur di Indonesia dan faktor-faktor yang berpengaruh.
Metode: Desain potong lintang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui profil kebugaran pekerja manufaktur di enam wilayah Indonesia dan faktor-faktor yang berpengaruh menggunakan uji jalan enam menit.
Hasil: Kebugaran kardiorespirasi pada 53,34% pekerja adalah rata-rata dan diatas rata-rata. Faktor individu yang berhubungan dengan kebugaran adalah lama tidur. Lama tidur yang kurang dari delapan jam sehari berhubungan dengan kebugaran.
Kesimpulan: Kebugaran pekerja manufaktur adalah rata-rata dan diatas rata-rata. Lama tidur kurang dari delapan jam sehari merupakan faktor individu yang berhubungan dengan kebugaran. Tidak didapatkan faktor pekerjaan yang berhubungan dengan kebugaran.

Background: Manufacture plays important role in Indonesian economic development. Indonesia had successfully achieved fourth rank in the world industrial manufacture and would always made improvement. Productivity must be encouraged to win the world competition. Physical fitness was one of the human factors that was needed to achieve productivity. This study is part of a joint study between Direktorat Bina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ministry of Manpower Republic Indonesia and Occupational Medicine Specialist Program Faculty of Medicine Universitas Indonesia in six region of Indonesia with six different type of industrial manufacture.
Objective: This study was aimed to explore cardiorespiratory fitness among manufacture workers in Indonesia and its related factors.
Methods: A cross-sectional study design was conducted to 120 manufacture workers with heat stress hazard using six minute walking test and heat stress assessment in their workplace using heat stress monitor.
Results : The result showed that that physical fitness of 53,34% workers were above average. Individual factor that related to physical fitness of manufacture workers were sleep duration and age. Sleep duration that was less than eight hours a day and age more then 35 years-old was related to physical fitness.
Conclusions: The cardiorespiratory fitness of manufacture worker in Indonesia was average and above average. Sleep duration was related to physical fitness. There was no occupational factor related to physical fitness.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hilma Nur Faiza
"Pendahuluan: Merokok dapat menimbulkan berbagai risiko kesehatan, termasuk penurunan kapasitas fungsional kardiorespirasi yang akan menurunkan kebugaran fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas merokok terhadap tingkat kebugaran yang diukur dengan metode uji jalan 6 menit. Metode: metode penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Subjek dipilih dengan metode consecutive sampling (n=103). Data yang dikumpulkan adalah aktivitas merokok, hasil jarak uji jalan 6 menit, serta status kardiorespirasi sebelum dan sesudah uji jalan. Analisis data pada penelitian ini adalah univariat untuk menilai distribusi subjek berdasarkan karakteristik sosiodemografi dan aktivitas merokok, serta uji korelatif kategorik Kruskal-wallis. Hasil: dari 103 subjek didapatkan mayoritas petugas kebersihan kampus UI Depok adalah laki-laki (53,4%), usia 40-49 tahun (33%), serta mayoritas adalah bukan perokok (55,3%). Berdasarkan aktivitas merokok, 35% perokok dengan IB ringan, 9,7% perokok dengan IB sedang, dan 55,3% bukan perokok. Pada subjek perokok, mayoritas adalah laki-laki (80%), usia 20-29 tahun (78,9%), mengonsumsi rata-rata 10 batang rokok perhari, dengan lama merokok rata-rata 13 tahun. Berdasarkan uji korelasi Kruskal-wallis antara intensitas merokok dengan tingkat kebugaran memiliki nilai p value 0,681. Kesimpulan: Tidak ada hubungan bermakna antara intensitas merokok dengan tingkat kebugaran yang diukur dengan metode uji jalan 6 menit pada petugas kebersihan kampus UI Depok.

Introduction: Smoking is one of the risk factor of health problems, including cardiorespiratory function. This study aims to determine the relationship between smoking intensity based on the Brinkman index and fitness level measured by 6 minutes walking test. Method: the method used was a cross-sectional study. The subject was chosen through consecutive sampling methods (n=103). Data analysis used in this study was a univariate test to see the distribution of the social demography and the characteristic of smoking activity, and the Kruskal-wallis test for assessing the relationships between variables. Result: from 103 subjects, the janitors were dominated by male (53.4%), aged 40-49 years (33%), and non-smoker (55.3%). Based on the Brinkman index, the result showed 35% smokers with mild BI, 9.7% smokers with moderate BI, and 55.3% are non-smokers. Furthermore, the smokers were dominated by male (80%), aged 20-29 years (78.9%), consumed approximately 10 cigarettes per day, and the average of smoking duration is 13 years. Based on the Kruskal-wallis test to assess the relationship between those two variables, the p value was 0.68. Conclusion: There is no significant relationship between smoking intensity and physical fitness measured by 6 minutes walking test on janitors of Universitas Indonesia Depok."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Widjaja
"Tenaga kerja wanita yang tidak mudah lelah akan lebih produktif karena dapat terus bekerja tanpa lelah. Dalam hal ini tenaga kerja wanita harus mempunyai kesegaran jasmani yang lebih baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani adalah kadar Hb. Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan penelitian pada 15 tenaga kerja wanita di satu perusahaan pakaian jadi di Kawasan Industri Pulogadung Jakarta. Mereka dibagi dalam tiga kelompok dengan variasi kadar Hb berbeda 1 g/100 ml yaitu 10,0-10,9 g/100 ml; 11,0-11,9 g/100 ml dan 12,0-12,9 g/100 ml. Masing-masing tenaga kerja dalam kelompok tersebut diukur kesegaran jasmaninya dengan uji naik turun bangku menggunakan metode Astrand.
Kelompok tenaga kerja wanita dengan kadar Hb 11,0-11,9 3/100 ml mempunyai rata-rata kesegaran jasmani lebih buruk bilamana dibandingkan dengan kelompok tenaga kerja wanita dengan kadar Hb 12,0 - 12,9 g/100 ml dan perbedaan ini secara statistik bermakna dengan anova metoda Scheffe (p < 0,10). Antara kelompok tenaga kerja wanita dengan variasi kadar Hb 10,0-10,9 g/100 ml dan 11,0-11,9 g/100 ml; 10,0-10,9 g/100 ml dan 12,0-12,9 3/100 ml tidak ada perbedaan rata-rata kesegaran jasmani yang bermakna (p > 0,10). Adanya penurunan 17 % kesegaran jasmani pada kelompok tenaga kerja wanita dengan kadar-Hb 11,0-11,9 g/100 ml (anemia) dibandingkan dengan kelompok tenaga kerja wanita tidak anemia (kadar Hb antara 12,0-12,9 g/100 ml). Ada korelasi positif yang kuat antara kadar Hb dan kesegaran jasmani (r = 0,71).

Women workers will be more productive if they are not easily fatigue during performing their job. They should have better physical fitness. Maximal oxygen uptake of fifteen women worked in a garment industry at Industrial Estate Pulogadung in Jakarta with Hb levels ranging from 10,0 to 12,9 3/100 ml divided in three groups were measured to identify the physical fitness. Maximal oxygen uptake (VO2max) was calculated from submaximal work using step test and Astrand's nomogram.
V02max value of the Hb group ranging 11,0 to 11,9 g/100 ml was lower compared to the Hb group ranging 12,0 to 12,9 g/100 ml using Scheffe's method analysis of variance (p < 0,10). The Hb groups ranging 10,0 to 10,9 g/100 ml compared to 11,0 to 11,9 g/100 ml and 10,0 to 10,9 g/100 ml compared to 12,0 to 12,9 g/100 ml showed no significant difference in their VO2max values (p > 0,10). There was 17% decrease in physical fitness on the group of women workers having Hb level ranging 11,0 to 11,9 g/100 ml (below normal according to WHO) compared to the group having normal Hb level (ranging 12,0 to 12,9 g/100 ml). This study also showed a strong correla-tion betwee Hb level and physical fitness (r = 0,71).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>