Penelitian ini membahas globalizing dan diplomasi budaya Swedia melalui cabang olahraga orienteering sebagai representasi dan identitas Swedia. Pada tahun 1995, Swedia resmi menjadi anggota Uni Eropa. Kesejahteraan dan standar hidup yang baik di Swedia mejadikan negara tersebut begitu dikenal. Swedia juga menempatkan olahraga sebagai aktivitas masyarakatnya. Orienteering adalah cabang olahraga yang berasal dari Swedia. Penelitian ini menganalisis upaya globalisasi dan diplomasi budaya Swedia melalui cabang olahraga orienteering. Penelitian ini juga menganalisis identitas Swedia yang direpresentasikan melalui olahraga orienteering. Teori dan konsep globalizing, diplomasi budaya, representasi, dan identitas nasional digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data mengenai sejarah olahraga orienteering dan kejuaraan internasional digunakan untuk meproyeksikan upaya globalisasi dan diplomasi budaya Swedia. Metode deskriptif-eksplanatif dengan pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalis penelitian. Data-data kualitatif diambil dari situs resmi Federasi Orienteering Swedia, Konfederasi Olahraga Swedia, Federasi Internasional Orienteering, dan situs resmi pemerintah Swedia. Temuan dalam penelitian ini menyatakan bahwa terdapat proses globalizing dan diplomasi budaya melalui olahraga orienteering yang merupakan representasi dari identitas Swedia. Globalizing terlihat dari munculnya orienteering yang berasal dari lokal Swedia menjadi global, kemudian mempengaruhi citra positif Swedia dan dilakukannya diplomasi budaya berdasarkan kebijakan luar negerinya. Identitas Swedia direpresentasikan melalui sejarah, teritorial, budaya dan kebijakan politiknya. Identitas Swedia bersifat berubah dan konstruktif. Swedia dikenal dengan strategi pemerintahannya Swedish Model dan olahraga orienteering menerapkan strategi tersebut di dalam strategi internasionalnya.
This research analyzes globalizing and Swedish cultural diplomacy through orienteering sport as representation and identity of Sweden. In 1995, Sweden officially became a member of the European Union. The well-being and good standard of living in Sweden make this country known so well. Sweden also places sport as a community activity. Orienteering is a sport from Sweden. This research analyzes the efforts of globalizing and Swedish cultural diplomacy through orienteering sports. This thesis also analyzes Swedish identity represented by orienteering sport. Theories and concepts of globalizing, cultural diplomacy, representation, and national identity are used to answer research questions. The data about the history of orienteering and international championships are used to project the efforts of Swedish cultural globalization and diplomacy. Descriptive-explanative methods with qualitative approaches are used to analyze research. Qualitative data was taken from the official website of the Swedish Orienteering Federation, Swedish Sports Confederation, International Orienteering Federation, and the official website of Swedish government. This research finds that there is a process of globalizing and cultural diplomacy through orienteering sport which is a representation of Swedish identity. Globalizing can be seen from the emergence of orienteering originating from local Swedish to global, then affecting the positive image of Sweden and conducting cultural diplomacy based on its foreign policy. Swedish identity is represented through its history, territories, culture and political policies. Swedish identity is changing and constructive. Sweden known for its governance strategy Swedish Model and orienteering sport applied this strategy in its international strategy.
"Nama : Jenni Anggita
Departemen : Ilmu Susastra
Program Studi : Cultural Studies
Judul : Memori Kultural Keluarga Cina Benteng terhadap Transformasi Kampung
Pembangunan kota Bumi Serpong Damai (BSD) telah dilakukan lebih dari 30 tahun sejak 1984, dengan jumlah lahan seluas 6000 hektar. Namun, proyek itu belum selesai dan BSD terus membangun dan melakukan perluasan kota. Salah satu proyek besar yang dikerjakan oleh pemerintah yang bekerja sama dengan PT BSD, pemilik modal lain, dan bank adalah pembangunan infrastruktur jalan Tol Serpong—Balaraja. Salah satu kampung yang terkena dampak atas pembangunan jalan tol itu adalah Kampung Sagalaya, Kb. Tangerang, yang telah menjadi tempat bermukim keluarga besar Cina Benteng dari generasi ke generasi. Dari tiga puluh keluarga yang bermukim di sana, kini hanya tersisa lima keluarga karena keluarga sudah menjual lahan mereka sedikit demi sedikit dan pindah satu per satu. Pembangunan kota BSD City mengakibatkan terjadinya transformasi pada ruang hidup warga Cina Benteng. Mereka yang dulunya erat dengan kehidupan agraris berubah menjadi masyarakat urban. Oleh karena itu, tesis ini mengkaji tentang transformasi kampung dan memori pada keluarga Cina Benteng yang masih bertahan di kampung. Tujuan penelitian ini adalah menarasikan memori-memori warga Cina Benteng tentang kampung, diri sendiri dan keluarga dalam kaitannya dengan identitas ketionghoaan, dan persoalan-persoalan yang dihadapi keluarga karena pembangunan perluasan kota. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan pendekatan cultural studies. Metode penelitian yang digunakan adalah autoethnography yang merupakan gabungan dari karakteristik autobiografi dan etnografi. Metode itu memungkinkan peneliti terlibat dalam penelitian. Narasumber yang terlibat menjadi subjek penelitian adalah keluarga peneliti yang tinggal di kampung. Penelitian ini menunjukkan dampak atas penguasaan lahan yang berpindah tangan dari warga ke korporat sehingga keluarga Cina Benteng kehilangan ruang hidupnya, terpaksa harus pindah dari tanah leluhur mereka, putusnya hubungan antarkeluarga, dan tercerai-berai dengan keluarganya yang lain. Dengan demikian, penelitian ini membuktikan bahwa terjadi penghapusan narasi kepada keluarga Cina Benteng secara sistematis melalui perampasan lahan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kapital dan kekuasaan lebih, atas nama pembangunan kota. Meskipun demikian, memori kultural yang masih melekat dalam ingatan mereka menyatakan eksistensi mereka sebagai masyarakat Cina Benteng, harapan bagi kampung, dan melanjutkan kehidupan.
Kata kunci: BSD City, kampung, keluarga Cina Benteng, transformasi ruang, memori kultural
Name: Jenni Anggita
Department: Literature
Study Programme: Cultural Studies
Title: Cultural Memory Benteng Chinese Families towards Kampong Transformation
The development of Bumi Serpong Damai (BSD) City has been done for more than thirty years since 1984, with the total area of 6000 ha. However, the project is not finished yet and BSD still continue to develop and do the city expansion. One of the big projects that is undertaken by the government in cooperation with PT BSD, another investor and bank is the infrastructural construction of Serpong—Balaraja tollway. One of the kampongs that have been affected by this construction is Sagalaya Kampong, Tangerang District which became a place of living for Benteng Chinese big family from generation to generation. From thirty families who lived there, there are only five families left because some families sold their land little by little and move one by one. The development of BSD City affected the living space transformation of Benteng Chinese people. They were lived as an agrarian society and now change into urban society. Therefore, this thesis discusses the kampong transformation and memories of Benteng Chinese family who still live in the kampong. The aim of this research is to narrate the Benteng Chinese people’s memories of kampong, themselves and family in relation with Chinese identity and problems encountered by the family because of the city expansion. This research uses qualitative method with the cultural studies. Autoethnography is used as the research method which combines autobiography and ethnography characters. This method allowed researcher to be involved in the study. Researcher’s family who live in the kampong became informants as the research subject. This research showed the impact of displacement of land ownership from the residents to the corporate thus Benteng Chinese family lost their living space, had to move from their ancestral land, broke up their family relation and scattered with other families. In conclusion, this research proved that there was a narrative elimination to the Benteng Chinese family systematically through land grabbing by parties who have more capital and power, in the name of urban development. Although, the cultural memory that is still inherent in their memories reveals their existence as the Chinese Benteng community, hopes for the village, and continuing life.
Key words: BSD City, kampong, Benteng Chinese families, transformation of space, cultural memory
"