Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203765 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Partogi, Emanuel Sion
"Kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997, 2015, dan 2019 menyebabkan kerugian bagi masyarakat di Singapura dan Malaysia. Hal ini dapat menjadi dasar menggugat perbuatan melanggar hukum bagi pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, tumpahan minyak dalam kasus Sanda v PTTEP Australasia (2009) menyebabkan kerugian bagi sekelompok petani rumput laut di Rote, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Adapun minyak tersebut berasal dari kilang minyak milik PTTEP Australasia yang beroperasi di wilayah Pulau Ashmore dan Cartier, Australia. Adanya pencemaran lintas batas negara menyebabkan suatu persoalan Hukum Perdata Internasional (HPI), jika muncul gugatan perbuatan melanggar hukum atas pencemaran tersebut. Oleh karenanya penting untuk menentukan hukum yang berlaku atas gugatan perbuatan melanggar hukum tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pencemaran telah terjadi berdasarkan hukum nasional negara tertentu dan akibat-akibat dari pencemaran tersebut, contohnya pembayaran ganti rugi. Penelitian ini akan membandingkan kaidah HPI Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Australia. 

Forest Fires that occurred in Indonesia in 1997, 2015, and 2019 caused massive losses for the citizens of Singapore and Malaysia. On this basis, the plaintiff can file a tort lawsuit to sue for damages. On the other hand, the oil spill in the case of Sanda v PTTEP Australasia (2009) also caused damage to a group of seaweed farmers in Rote, East Nusa Tenggara, Indonesia. In addition, the oil spills came from the wellhead owned and operated by PTTEP Australasia. The wellhead itself is located in the Territory of Ashmore and Cartier Islands, Australia. The presence of pollution across the nation’s border gives rise to the Private International Law issue if the party files the lawsuit. Therefore, determining the applicable law is foremost to analyse. It aims to know whether environmental damage has occurred regarding certain national laws and the outcomes from the damage, e.g., compensation settlement. This research will compare Indonesian, Singaporean, Malaysian, and Australian Private International Law.  "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rhasida Amalia
"Penanaman modal asing semakin banyak terjadi di Indonesia dengan cairnya batas-batas negara akibat arus globalisasi dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, permasalahan hukum di Indonesia kini banyak melibatkan unsur-unsur asing yang memerlukan penanganan lebih khusus. Salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah sengketa utang-piutang untuk kegiatan jual-beli saham. Sengketa itu tidak jarang diajukan ke pengadilan atas dasar Perbuatan Melanggar Hukum (PMH), meskipun pemberian pinjaman itu dibuat bedasarkan perjanjian. Berdasarkan sudut pandang Hukum Perdata Internasional (HPI), PMH yang di dalamnya mengandung unsur asing merupakan suatu permasalahan HPI. Unsur asing dalam PMH itu dapat menimbulkan pertanyaan terkait hukum manakah yang berlaku dalam menangani gugatan PMH itu serta pengadilan manakah yang memiliki wewenang untuk memeriksanya. Pada skripsi ini, akan dilakukan penelitian dengan metode hukum yuridis normatif untuk memeriksa kewenangan Pengadilan Indonesia dalam menyelesaian gugatan PMH pada kasus antara Tan Beng Phiau Dick vs Nava Bharat (Singapore) Pte Limited, dkk dan kasus antara Mitomo Shoji vs Aim Holding, dkk. Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa bahwa Pengadilan Indonesia memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili kasus antara Tan Beng Phiau Dick vs Nava Bharat (Singapore) Pte Limited. Sedangkan pada kasus antara Mitomo Shoji vs Aim Holding, dkk Pengadilan Indonesia tidak memiliki wewenang karena kasus ini bukanlah PMH, namun wanprestasi berdasarkan perjanjian yang di dalamnya terdapat pilihan forum di Pengadilan Tokyo.

Foreign investment is increasingly being carried out in Indonesia with the melting of national borders due to globalization and the increased of economic growth. As a result, legal issues in Indonesia currently involve a lot of foreign aspects that need to be handled with the special treatment. One of the issues that often occurs is regarding loan agreement dispute for the sale and purchase of share. It is not rare for the dispute to be brought before Indonesian Court on the basis of Tort, even though the loan itself is given base on agreements. From the standpoint of Private International Law (PIL), the Tort that contains foreign elements is PIL legal issue. This foreign elements of the Tort can bring into question regarding which law should be applied and also which court that has the authority to examine it. In this thesis, a research will be conducted with normative juridical legal methods to examine Indonesian Court’s authority to solve tort lawsuits in the case between Tan Beng Phiau Dick vs Nava Bharat (Singapore) Pte Limited, dkk and the case between Mitomo Shoji vs Aim Holding, dkk. Based on this research, it is found that Indonesian Court has an authority to examine and adjudicate the case between Tan Beng Phiau Dick vs Nava Bharat (Singapore) Pte Limited. Whereas for the case between Mitomo Shoji vs Aim Holding, dkk, Indonesian Court has no authority because this lawsuit is not tort, but a default based on agreement that contains choice of forum in Tokyo District Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghema Ramadan Haruman
"Pembahasan dari segi-segi Hukum Perdata Internasional (HPI) terhadap perkara perbuatan melawan hukum (PMH) yang memiliki unsur asing sangat penting dilakukan demi menentukan forum yang berwenang untuk mengadili perkara tersebut dan hukum yang berlaku.
Berdasarkan sejumlah perkara PMH bernuansa asing yang dibahas di dalam tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa konvensi-konvensi HPI di bidang penerbangan turut berperan penting dalam menentukan forum yang berwenang untuk mengadili perkara-perkara tersebut dan hukum yang berlaku.

The analysis from Private International Law aspects in relation to tort which contains of foreign element is important in order to determine forum jurisdictions and the applicable law.
Based on the tort cases that are discussed in this writing, it can be concluded that Private International Law conventions in aviation sector take important role in order to determine forum jurisdictions and the applicable law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46755
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dharma Rozali Azhar
"Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) lembaga yang mengatur penyelesaian sengketa nama domain, menentukan pula hukum yang berlaku hingga forum yang berwenang. Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy (UDRP) merupakan hukum yang diberlakukan ICANN. Forum yang berwenang menyelesaikan sengketa yaitu arbitrase online yang diakreditasi oleh ICANN. Perbedaan kewarganegaraan para pihak yang bersengketa menimbulkan peristiwa Hukum Perdata Internasional (HPI) yang akan dianalisis dalam kasus Dallas Project Holdings Ltd. v. Alexander Halim Putra, Victoria's Secret Stores Brand Management Inc. v. Tuty Rakhmawaty, Disney Enterprises Inc. v. Hasil penelitian akan memperlihatkan bahwa terdapat peristiwa HPI dalam kasus sengketa nama domain.

Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) is agency that regulates domain name dispute settlement, including determining applicable law and also competent forum. Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy (UDRP) is law enacted by ICANN. Similarly, competent forum for dispute resolution is online arbitration that accredited by ICANN. Nationality difference for both parties that have a dispute raises aspects to the Private International Law which will analyzed in the case of Dallas Project Holdings Ltd. v. Alexander Halim Putra, Victoria's Secret Stores Brand Management Inc. v. Tuty Rakhmawaty, Disney Enterprises Inc. v. Personal. The results will show aspects of private international law in the case of domain name disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43148
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vinka Damiandra Ayu Larasati
"Perjanjian jual-beli internasional yang dilakukan melalui internet semakin marak terjadi. Timbul permasalahan mengenai hukum mana yang berlaku terhadap perjanjian tersebut. UU ITE memberikan kewenangan bagi para pihak dalam sebuah transaksi elektronik internasional untuk melakukan pilihan hukum. Dalam hal tidak adanya pilihan hukum, UU ITE mengatur bahwa penentuan hukum yang berlaku didasarkan pada asas HPI. UU ITE tidak mengatur asas HPI mana yang sebaiknya digunakan. Terdapat beberapa asas HPI yang dapat digunakan seperti Lex Loci Contractus, Lex loci Solutionis, The Proper Law of the Contract, dan The Most Characteristic Connection. Perjanjian jual beli via internet termasuk dalam perjanjian antar orang yang tidak hadir atau contract between absent persons. Penentuan locus dapat dilakukan berdasarkan mailbox theory dan acceptance theory. Ketentuan dalam UU ITE tidak menggambarkan seara jelas teori mana yang dianut oleh Indonesia. Teori yang sebaiknya digunakan adalah acceptance theory, karena dengan teori tersebut, kedua pihak mengetahui adanya kesepakatan di antara mereka. Kesulitan-kesulitan yang terdapat pada teori lex loci contractus, lex loci solutionis, dan the proper law of the contract dalam menentukan hukum yang berlaku pun dapat dipecahkan dengan menggunakan teori the most characteristic connection. Dalam melakukan pilihan hukum, UU ITE juga mewajibkan para pihak untuk tetap memperhatikan kepentingan kedua belah pihak secara adil serta batasan-batasan yang terdapat dalam HPI.

International sales agreement made through the Internet are increasingly prevalent. Problems arise as to which law should apply to such kind of agreement. Law No. 11 Year 2008 emphasizes the use of choice of law by the parties. In the absence of choice of law, Law No. 11 Year 2008 stipulates that the law applicable to international electronic transaction is determined based on the private international law principles. However, it does not stipulate which private international law principle that should apply. There are several principles that could be used, such as lex loci contractus, lex loci solutionis, the proper law of the contract, and the most characteristic connection. An international sales agreement by means of internet is categorized as a ldquo contract between absent persons rdquo . The determination of the place of contracting can be done by using mailbox theory and acceptance theory. Law No. 11 Year 2008 does not depicture which theory that should apply. The prevailing theory should be the acceptance theory, because the parties will then know the existence of agreement between them and to be bound to it. The difficulties found in using the lex loci contractus, lex loci solutionis, and the proper law of the contract can be solved by using the most characteristic connection. In making a choice of law, Law No. 11 Year 2008 also requires both parties to observe their interests fairly and the limitations under private international law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumual, Johan Patrick
"Berkembangnya dan menyebarluasnya Internet membawa berbagai perubahan ke dalam aspek-aspek kehidupan manusia, termasuk ke cara melakukan kegiatan usaha. Dewasa kini, para pelaku usaha sangat bergantung pada Internet demi kelangsungan usaha mereka. Lewat Internet, pelaku usaha dapat memasukkan Merek Dagang ke dalam Nama Domain demi promosi. Di Indonesia, pengaturan mengenai hal ini masih belum eksplisit, mengingat bahwa Nama Domain dan Merek merupakan dua konsep yang berbeda. Hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya sengketa kepemilikan Nama Domain Internet di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan Nama Domain Internet yang mengandung Merek di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-normatif, dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Lewat penelitian ini, dapat ditemukan bahwa perlindungan terhadap Nama Domain yang menggunakan Merek dapat dikategorikan sebagai perlindungan terhadap Merek itu sendiri.

The growth and spread of Internet brought changes to various aspects of human life, including how to carry out business activities. Nowadays, businessmen and entities rely on the Internet for their business interests. The Internet provides businessmen and entities the chance to include their Trademarks in Domain Names for promotional purposes. In Indonesia, the law regulating this phenomenon is still inexplicit due to the fact that Domain Names and Trademarks are different from one another. This thesis will analyze the protection of Internet Domain Names in regards with the usage of registered Trademarks in Indonesia. A juridicalnormative research method will be used for this thesis, and the data used will be secondary data. This thesis finds out that protection of Domain Names which included registered Trademarks shall be categorized as protection towards said registered Trademark."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Ika Putri
"Skripsi ini membahas mengenai kerugian immateril yang ditimbulkan akibat perbuatan melawan hukum. Penelitian ini adalah penelitisan yuridis normatif dengan menggunakan beberapa contoh putusan yang mana ganti kerugian immaterilnya ditolak dan diterima oleh pengadilan, penelitian ini akan memberikan gambaran terkait kerugian immateril yang bagaimana yang diterima atau ditolak. Setiap putusan dianalisis berdasarkan hukum positif, khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgelijk Wetboek . Tujuan dari penelitian ini untuk memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai kerugian immateril itu sendiri dan bagaimana seharusnya tuntutan ganti rugi immateril dapat diterima atau ditolak.Kata Kunci: Perbuatan melawan hukum, ganti rugi, kerugian immateril.

This thesis is about immaterial loss as the impact of tort. The reasearch is a normative juridical research that uses qualitiative approach. The author uses few cases to represent the claim of immaterial loss that are accepted and rejected by the court. From this research, we will know how a claim of immaterial loss can be accepted or rejected. Each cases is analyzed based on Indonesian law especially Indonesian Civil Code Burgelijk Wetboek . The purpose of this research is to give a deep explanation about the immaterial loss itself and how a case with immaterial loss should be accepted or rejected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Tenri Sa`na Said
"Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis peraturan hukum perdata terkait proses penyelesaian gugatan pencemaran nama baik antara Indonesia dan Malaysia. Indonesia menganut sistem hukum civil law yang dipengaruhi oleh hukum Belanda. Jenis penelitian yang digunakan Penulis dalam melakukan penelitian ini adalah penelitian hukum yang sifatnya doctrinal. Penelitian ini melihat pada peraturan yang terdapat dalam hukum Indonesia dan peraturan hukum yang ada di negara Malaysia khususnya pada kasus pencemaran nama baik. Berdasarkan hasil penelitian, Perbandingan penyelesaian gugatan pencemaran nama baik dalam hukum perdata antara negara Indonesia dan Malaysia terdapat perbedaan substansi dan kuantifikasi gugatan. Substansi penyelesaian gugatan pencemaran nama baik di Indonesia dan Malaysia mencerminkan perbedaan mendasar dalam sistem hukum kedua negara. Indonesia, yang menganut civil law, mengatur pencemaran nama baik melalui Pasal 1365 KUHPerdata dengan fokus pada pembuktian perbuatan melawan hukum (PMH), adanya kerugian, serta hubungan kausal antara tindakan tergugat dan kerugian yang dialami penggugat. Sedangkan Malaysia, dengan sistem common law, menggunakan Defamation Act 1957, yang menuntut pembuktian bahwa pernyataan tergugat bersifat fitnah, telah dipublikasikan kepada pihak ketiga, dan berdampak signifikan pada reputasi penggugat. Malaysia juga memisahkan kasus fitnah menjadi libel (tertulis) dan slander (lisan), dengan opsi pembelaan seperti justifikasi, komentar wajar, dan hak istimewa terbatas. Kuantifikasi gugatan, Indonesia dan Malaysia memiliki pendekatan yang berbeda terhadap kompensasi kerugian. Di Indonesia, kerugian yang dapat digugat meliputi kerugian materiil, seperti hilangnya pendapatan, dan kerugian immateriil, seperti kerusakan reputasi atau penderitaan emosional, dengan jumlah kompensasi yang ditentukan berdasarkan diskresi hakim. Sebaliknya, Malaysia menggunakan pendekatan yang lebih terstruktur, mencakup general damages (kerugian umum yang tidak memerlukan bukti spesifik), special damages (kerugian finansial konkret yang membutuhkan bukti), dan punitive damages (hukuman untuk memberi efek jera pada tergugat). Pendekatan kuantifikasi di Malaysia mencerminkan prinsip retributif dan deterensi, sementara di Indonesia lebih berfokus pada keadilan restoratif untuk memulihkan kerugian penggugat tanpa menekankan aspek penghukuman.

This study aims to analyze civil law regulations related to the resolution process of defamation lawsuits between Indonesia and Malaysia. Indonesia adheres to a civil law system influenced by Dutch law. The type of research used in this study is doctrinal legal research. This research examines the regulations in Indonesian law and the legal regulations in Malaysia, specifically concerning defamation cases. Based on the research findings, the comparison of defamation lawsuit resolutions in civil law between Indonesia and Malaysia shows differences in substance and quantification of claims.The substance of defamation lawsuit resolutions in Indonesia and Malaysia reflects fundamental differences in the legal systems of the two countries. Indonesia, which adheres to civil law, regulates defamation through Article 1365 of the Civil Code (KUHPerdata), focusing on proving unlawful acts, damages, and the causal relationship between the defendant’s actions and the plaintiff's losses. Meanwhile, Malaysia, with its common law system, applies the Defamation Act 1957, which requires proof that the defendant's statement was defamatory, published to a third party, and significantly affected the plaintiff's reputation. Malaysia also distinguishes defamation cases into libel (written) and slander (oral), with defense options such as justification, fair comment, and qualified privilege.In terms of quantification of claims, Indonesia and Malaysia take different approaches to compensating damages. In Indonesia, damages that can be claimed include material losses, such as loss of income, and immaterial losses, such as reputational harm or emotional distress, with the compensation amount determined at the judge's discretion. Conversely, Malaysia uses a more structured approach, encompassing general damages (general losses that do not require specific evidence), special damages (specific financial losses requiring evidence), and punitive damages (punishment to deter the defendant).Malaysia’s quantification approach reflects the principles of retribution and deterrence, while Indonesia focuses more on restorative justice to recover the plaintiff's losses without emphasizing punitive aspects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Tenri Sa`na Said
"Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis peraturan hukum perdata terkait proses penyelesaian gugatan pencemaran nama baik antara Indonesia dan Malaysia. Indonesia menganut sistem hukum civil law yang dipengaruhi oleh hukum Belanda. Jenis penelitian yang digunakan Penulis dalam melakukan penelitian ini adalah penelitian hukum yang sifatnya doctrinal. Penelitian ini melihat pada peraturan yang terdapat dalam hukum Indonesia dan peraturan hukum yang ada di negara Malaysia khususnya pada kasus pencemaran nama baik. Berdasarkan hasil penelitian, Perbandingan penyelesaian gugatan pencemaran nama baik dalam hukum perdata antara negara Indonesia dan Malaysia terdapat perbedaan substansi dan kuantifikasi gugatan. Substansi penyelesaian gugatan pencemaran nama baik di Indonesia dan Malaysia mencerminkan perbedaan mendasar dalam sistem hukum kedua negara. Indonesia, yang menganut civil law, mengatur pencemaran nama baik melalui Pasal 1365 KUHPerdata dengan fokus pada pembuktian perbuatan melawan hukum (PMH), adanya kerugian, serta hubungan kausal antara tindakan tergugat dan kerugian yang dialami penggugat. Sedangkan Malaysia, dengan sistem common law, menggunakan Defamation Act 1957, yang menuntut pembuktian bahwa pernyataan tergugat bersifat fitnah, telah dipublikasikan kepada pihak ketiga, dan berdampak signifikan pada reputasi penggugat. Malaysia juga memisahkan kasus fitnah menjadi libel (tertulis) dan slander (lisan), dengan opsi pembelaan seperti justifikasi, komentar wajar, dan hak istimewa terbatas. Kuantifikasi gugatan, Indonesia dan Malaysia memiliki pendekatan yang berbeda terhadap kompensasi kerugian. Di Indonesia, kerugian yang dapat digugat meliputi kerugian materiil, seperti hilangnya pendapatan, dan kerugian immateriil, seperti kerusakan reputasi atau penderitaan emosional, dengan jumlah kompensasi yang ditentukan berdasarkan diskresi hakim. Sebaliknya, Malaysia menggunakan pendekatan yang lebih terstruktur, mencakup general damages (kerugian umum yang tidak memerlukan bukti spesifik), special damages (kerugian finansial konkret yang membutuhkan bukti), dan punitive damages (hukuman untuk memberi efek jera pada tergugat). Pendekatan kuantifikasi di Malaysia mencerminkan prinsip retributif dan deterensi, sementara di Indonesia lebih berfokus pada keadilan restoratif untuk memulihkan kerugian penggugat tanpa menekankan aspek penghukuman.

This study aims to analyze civil law regulations related to the resolution process of defamation lawsuits between Indonesia and Malaysia. Indonesia adheres to a civil law system influenced by Dutch law. The type of research used in this study is doctrinal legal research. This research examines the regulations in Indonesian law and the legal regulations in Malaysia, specifically concerning defamation cases. Based on the research findings, the comparison of defamation lawsuit resolutions in civil law between Indonesia and Malaysia shows differences in substance and quantification of claims.The substance of defamation lawsuit resolutions in Indonesia and Malaysia reflects fundamental differences in the legal systems of the two countries. Indonesia, which adheres to civil law, regulates defamation through Article 1365 of the Civil Code (KUHPerdata), focusing on proving unlawful acts, damages, and the causal relationship between the defendant’s actions and the plaintiff's losses. Meanwhile, Malaysia, with its common law system, applies the Defamation Act 1957, which requires proof that the defendant's statement was defamatory, published to a third party, and significantly affected the plaintiff's reputation. Malaysia also distinguishes defamation cases into libel (written) and slander (oral), with defense options such as justification, fair comment, and qualified privilege.In terms of quantification of claims, Indonesia and Malaysia take different approaches to compensating damages. In Indonesia, damages that can be claimed include material losses, such as loss of income, and immaterial losses, such as reputational harm or emotional distress, with the compensation amount determined at the judge's discretion. Conversely, Malaysia uses a more structured approach, encompassing general damages (general losses that do not require specific evidence), special damages (specific financial losses requiring evidence), and punitive damages (punishment to deter the defendant).Malaysia’s quantification approach reflects the principles of retribution and deterrence, while Indonesia focuses more on restorative justice to recover the plaintiff's losses without emphasizing punitive aspects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adeline Yasmien Ahzab
"E-commerce membuka kemungkinan dilakukannya transaksi lintas negara di mana salah satu pihaknya ialah konsumen. Transaksi demikian lazimnya dilakukan menggunakan kontrak konsumen daring. Isu hukum perdata internasional muncul apabila terjadi kontrak konsumen antara pelaku usaha dan konsumen yang yang tunduk pada jurisdiksi berbeda, dan apabila terdapat pilihan hukum asing dalam kontrak terkait. Prinsip hukum perdata internasional mengakui lembaga pilihan hukum, yakni hukum yang dipilih oleh para pihak. Namun berkaitan dengan kontrak konsumen, ketidakseimbangan posisi tawar para pihak dapat dengan mudah memberikan hasil yang tidak adil dan merampas hak-hak konsumen. Untuk mengetahui apakah pilihan hukum dalam kontrak konsumen daring dapat diakui menurut hukum Indonesia atau tidak, maka penerapan teori pilihan hukum perlu
dikaji dalam kontrak konsumen. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Perdagangan beserta peraturan turunannya memuat beberapa kaidah hukum perdata internasional, termasuk mengenai pembatasan pilihan hukum asing.
E-commerce brought the possibility of cross-border transaction in which one of the parties is a consumer. Such transactions are normally conducted through an online consumer contract. Private international law issue arises when a consumer contract is conducted between consumer and business who are subject to different jurisdictions, and if the relevant contract involves a foreign choice of law. The principle of private international law recognizes the choice of law, which is the law
chosen by the parties. But in regards of consumer contracts, there is an issue of imbalance in the bargaining position of the parties, in which can easily produce unfair results and deprive consumers of their rights. To find out whether choice of law in online consumer contracts can be recognized according to Indonesian law or not, the application of choice of law principles in consumer contracts needs to be examined. The Electronic Information and Transaction Law (UU ITE), the Trade Law (UU Perdagangan), and their derivative regulations contain several principles of private international law, including restrictions on foreign law choices."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>