Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134892 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Briliana Puspa Sabirin
"Latar Belakang: Beberapa studi menunjukkan karakteristik sindrom metabolik berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk pada pasien COVID-19. Hal ini meningkatkan pemikiran bahwa resistensi insulin (RI) mempunyai peran penting dalam memediasi keparahan penyakit.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proporsi dan karakteristik pasien COVID-19 yang terjadi RI, serta untuk menganalisa hubungan antara parameter RI ( HOMA-IR dan indeks TyG) dengan luaran klinis pasien COVID-19.
Metode: Dengan subjek penelitian sebanyak 288 orang, desain penelitian ini adalah studi potong lintang untuk hubungan antara parameter RI dengan derajat keparahan COVID-19, dan studi kohort retrospektif untuk hubungan antara parameter RI dengan perburukan derajat penyakit dan/atau mortalitas. Dilakukan analisa multivariat untuk mengetahui pengaruh variabel perancu pada hubungan tersebut.
Hasil: Proporsi subjek yang terjadi resistensi insulin lebih kecil daripada yang tidak terjadi (berdasar: HOMA-IR: 42% vs 58%; indeks TyG:43% vs 57%), dan mempunyai karakteristik komorbiditas yang mendominasi adalah DM, sedangkan pada kelompok non resistensi insulin didominasi oleh HT. Pada hubungannya dengan derajat COVID-19 saat admisi, baik HOMA-IR dan indeks TyG secara signifikan lebih tinggi pada COVID-19 derajat berat (asimtomatik-ringan vs sedang vs berat: HOMA-IR=2,71 (1,68-4,02) vs 3,35 (2,06-5,73) vs 6,11 (3,35-10,43), p=0,001; indeks TyG=8,51 (SB 0,75) vs 8,81 (SB 0,73) vs 8,98 (SB 1,03), p=0,002). Perbedaan nilai yang signifikan ini juga didapatkan pada hubungannya dengan terjadinya perburukan (ya vs tidak: HOMA-IR=4,15 (2,89-6,59) vs 2,76 (1,74-4,91), p=<0,001; indeks TyG=8,92 (SB 0,78) vs 8,64 (SB 0,75), p=0,015). Pada analisis multivariat didapatkan indeks TyG berhubungan signifikan dengan derajat COVID-19 saat admisi (fully adjusted OR: 1,984 (1,020-3,860), p=0,044), namun pada HOMA-IR tidak didapatkan hubungan signifikan setelah dilakukan adjustment terhadap variabel perancu. Pada hubungan dengan terjadinya perburukan, baik HOMA-IR maupun indeks TyG tidak terbukti berhubungan signifikan setelah dilakukan adjustment terhadap variabel perancu.
Simpulan: Dari temuan bahwa karakteristik antara kelompok RI dan non-RI ternyata mayoritas serupa, belum menimbulkan perbedaan fenotip, menimbulkan pemikiran bahwa kondisi resistensi insulin yang terjadi adalah suatu resistensi insulin akut yang disebabkan COVID-19. Adanya RI yang bersifat akut ini harus diwaspadai oleh para klinisi yang merawat pasien COVID-19. Dengan adanya hubungan signifikan antara indeks TyG dengan derajat COVID-19 saat admisi, disimpulkan indeks TyG dapat menjadi petanda kelainan metabolik yang terjadi akibat infeksi COVID-19.

Background: Several studies show metabolic syndrome characteristics are associated with a worse prognosis in COVID-19 patients. This increases the idea that insulin resistance (IR) has an important role in mediating the severity of the disease.
Objective: This study was conducted to determine the proportion and characteristics of COVID-19 patients who the IR occur, as well as to analyze the relationship between IR markers (HOMA-IR and TyG index) with the clinical outcomes of COVID-19 patients
Methods: With 288 study subjects, the design of this study was a cross-sectional study for the association between IR parameters and COVID-19 severity, and a retrospective cohort study for the association between IR parameters and worsening degrees of disease and/or mortality. Multivariate analysis was carried out to determine the influence of confounding variables on the association.
Results: The proportion of subjects who occurred insulin resistance was smaller than those that did not occur (based on: HOMA-IR: 42% vs 58%; TyG index:43% vs 57%), and had a predominate comorbidity characteristic was DM, while in the non-insulin resistance group it was dominated by HT. In relation to the degree of COVID-19 at admission, both the HOMA-IR and the TyG index were significantly higher in severe degree COVID-19 (asymptomatic-mild vs moderate vs severe: HOMA-IR=2.71 (1.68-4.02) vs 3.35 (2.06-5.73) vs 6.11 (3.35-10.43), p=0.001; index TyG=8.51 (SB 0.75) vs 8.81 (SB 0.73) vs 8.98 (SB 1.03), p=0.002). This significant difference in values was also found in relation to the occurrence of aggravation (yes vs no: HOMA-IR=4.15 (2.89-6.59) vs 2.76 (1.74-4.91), p=<0.001; TyG index=8.92 (SB 0.78) vs 8.64 (SB 0.75), p=0.015). In the multivariate analysis, the TyG index was significantly associate with the degree of COVID-19 at admission (fully adjusted OR: 1.984 (1.020-3.860), p = 0.044), but in HOMA-IR there was no significant association after adjustments were made to the confounding variable. In association with the occurrence of aggravation, neither the HOMA-IR nor the TyG index proved to be significantly related after adjustments were made to the confounding variables.
Conclusions: From the findings that the characteristics between the IR and non-IR groups turned out to be mostly similar, not yet causing phenotype differences, it gave rise to the thought that the condition of insulin resistance that occurs is an acute insulin resistance caused by COVID-19. The existence of this acute RI must be aware by clinicians who treat COVID-19 patients. With the significant relationship between the TyG index and the degree of COVID-19 at the time of admission, it is concluded that the TyG index can be a map of metabolic abnormalities that occur due to COVID-19 infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Araminta Ramadhania
"ABSTRAK
Resistensi insulin adalah kondisi yang mendasari terjadinya diabetes melitus. Prevalensi diabetes melitus kian meningkat dari tahun ke tahun, termasuk di Indonesia. Proporsi penderita diabetes melitus ditemukan lebih tinggi pada perempuan. Perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan merupakan salah satu penyebab terjadinya resistensi insulin dan resistensi insulin ini dapat bertahan hingga masa postpartum. Laktasi serta nutrien salah satunya seng, dapat memengaruhi resistensi insulin. Penelitian dengan desain potong lintang ini bertujuan menilai kadar seng serum dan korelasinya dengan resistensi insulin pada ibu laktasi di Jakarta. Pengambilan subjek dilakukan di Puskesmas Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara dan Grogol Petamburan, Jakarta Barat pada bulan Februari-April 2019. Sebanyak 75 orang ibu laktasi pada 3-6 bulan postpartum yang berusia 20-40 tahun direkrut menjadi subjek penelitian ini. Sekitar 76% (n=57) subjek memiliki kadar seng rendah dengan rerata sebesar 62,33±11,89 µg/dL. Resistensi insulin dinilai dengan menggunakan HOMA-IR (homeostasis model assessment-insulin resistance). Median HOMA-IR adalah 0,54 (0,22-2,21). Sebanyak 13,3% (n=10) subjek diprediksi mengalami resistensi insulin. Dilakukan uji korelasi antara kadar seng serum dengan HOMA-IR. Tidak ditemukan adanya korelasi bermakna antara kadar seng serum dengan HOMA-IR (r=0,003, p=0,977).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Najla Humaira
"Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metabolik dengan jumlah penderita yang tergolong tinggi baik di dunia maupun di Indonesia. Salah satu faktor risiko dari diabetes mellitus adalah obesitas. Obesitas dapat menyebabkan akumulasi lemak yang memicu kondisi diabetes melalui disfungsi sel beta dan resistensi insulin. Indeks yang dapat digunakan untuk mengukur akumulasi lemak adalah indeks lipid accumulation product (LAP). Sejauh ini, indeks LAP ditemukan berkaitan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 pada berbagai populasi. Meskipun demikian, penelitian yang menelusuri hubungan antara indeks LAP dengan disfungsi sel beta dan resistensi insulin sebagai penyebab diabetes mellitus tipe 2 masih terbatas.
Metode
Studi observasional dengan desain potong lintang ini menggunakan data sekunder dengan merekrut populasi orang dewasa nondiabetes pada tahun 2018 dan 2019. Pada subjek tersebut, pemeriksaan antropometri dan pengambilan darah dilakukan untuk memperoleh kadar glukosa darah puasa, insulin puasa, dan trigliserida. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji korelasi dan regresi linier untuk melihat hubungan antara indeks LAP dengan fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin setelah disesuaikan oleh variabel perancu.
Hasil
Penelitian ini melibatkan 81 subjek dewasa nondiabetes dengan usia 51,54 ± 7,29 tahun. Ditemukan korelasi positif yang signifikan (p<0,01) antara lipid accumulation product (LAP) dengan fungsi sel beta pankreas (r = 0,39) dan resistensi insulin (r = 0,44). Setelah dilakukan penyesuaian variabel perancu pada analisis multivariat, indeks LAP tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara indeks LAP dan fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin pada populasi dewasa nondiabetes. Dibutuhkan studi lebih lanjut untuk menentukan kausalitas pada asosiasi tersebut.

Introduction
Diabetes mellitus is a metabolic disorder with high prevalence worldwide, including Indonesia. One of the risk factors for diabetes mellitus is obesity, which can lead to fat accumulation causing diabetes through beta cell dysfunction and insulin resistance. Lipid accumulation product (LAP) is an index used to measure fat accumulation. LAP has been found to be associated with the occurrence of type 2 diabetes mellitus in various populations. However, studies investigating between LAP index and beta cell dysfunction and insulin resistance as causes of type 2 diabetes mellitus are still limited.
Method
This cross-sectional observational study used secondary data to recruit nondiabetic adults in 2018 and 2019. Anthropometric measurements and blood samples were taken. Statistical analysis was conducted using correlation test and linear regression to examine the relationship between LAP index and pancreatic beta cell function and insulin resistance after adjusting for confounding variables.
Results
This study involved 81 nondiabetic adult subjects with an average age of 51.54 ± 7.29 years old. Significant positive correlation (p<0.01) was found between LAP index and beta cell function (r = 0.39) dan resistensi insulin (r = 0.44). After adjusting for confounding variables in multivariate analysis, the LAP index did not show a significant relationship with beta cell function and insulin resistance.
Conclusion
This study demonstrated a significant association of LAP index with beta cell function and insulin resistance in nondiabetic adult population. Further research is needed to determine causality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny
"Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek suplementasi probiotik pada masa kanak-kanak terhadap indeks resistensi insulin pada masa remaja. Studi ini merupakan studi tindak lanjut tahun ke-10 dari uji klinis pemberian probiotik dan kalsium pada anak-anak yang tinggal di daerah sosioekonomi rendah di Jakarta Timur, yang diadakan pada bulan Januari hingga Maret 2019. Studi ini melibatkan 154 remaja berusia 11-17 tahun, yang terbagi menjadi 3 kelompok berdasarkan intervensi terdahulu (kalsium regular (KR) sebagai kelompok kontrol, kelompok reuteri, dan kelompok casei). Luaran utama berupa perbedaan resistensi insulin yang dinilai dengan homeostatic model assessment for insulin resistance (indeks HOMA-IR) diantara ketiga kelompok sesudah dilakukan penyesuaian terhadap faktor perancu, seperti usia, jenis kelamin, status pubertas, status nutrisi, aktivtas fisik, dan pola asupan makanan. Studi ini memperoleh karakteristik subjek tidak berbeda bermakna diantara kelompok KR, casei, dan reuteri. Pola asupan makanan subjek juga tidak berbeda bermakna diantara kelompok RC, casei, dan reuteri. Rerata indeks HOMA-IR pada kelompok casei, reuteri, dan KR berturut-turut adalah 3,5 ± 1,9; 3,2 ± 1,7; 3,2 ± 1,6. Rerata indeks HOMA-IR tidak berbeda bermakna diantara kelompok casei dan RC (mean differences (MD): 1,10 [95% CI: 0.9-1.33]), diantara kelompok reuteri dan RC (MD:0.99 [95% CI: 0.82-1.22]) sesudah penyesuaian terhadap usia, jenis kelamin, status gizi, asupan serat, dana asupan lemak. Suplementasi probiotik selama 6 bulan pada masa kanak-kanak diduga tidak memengaruhi indeks resistensi insulin pada masa remaja.

Objective: To investigate the effect of probiotic supplementation in the childhood toward insulin resistance index in adolescence.
Methods: This study was a 10-year follow-up study on probiotic and calcium trial in children living in low-socioeconomic urban area of East Jakarta between January and March 2019. This study involved 154 adolescents aged 11-17 years, divided into 3 groups based on previous intervention (regular calcium as a control group, reuteri group, and casei group). Primary outcome was differences in insulin resistance that measured by homeostatic model assessment for insulin resistance (HOMA-IR index) between the three groups after adjustment of the confounding factor, such as age, gender, pubertal status, nutritional status, physical activity, and dietary intake patterns.
Results: Subjects' characteristics were not significantly different among casei, reuteri, and RC. Subjects' dietary intake patterns also were not significantly different among casei, reuteri, and RC. The mean HOMA-IR in casei, reuteri, and RC were 3.5 ± 1.9, 3.2 ± 1.7, 3.2 ± 1.6, irrespectively. The mean HOMA-IR index were no significantly different between casei and RC (mean differences (MD): 1,10 [95% CI: 0.9-1.33]), between reuteri and RC (MD:0.99 [95% CI: 0.82-1.22]) after adjusted with age, gender, nutritional status, fiber intake, and fat intake.
Conclusion: Probiotic supplementation for 6 months in childhood may not affect insulin resistance index in adolescence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Eka Prasetya
"Objektif : Untuk mengetahui asosiasi antara profil antropometri,
dan lipid dengan kejadian resistensi insulin pada subjek SOPK.
Latar belakang: Patofisiologi Hiperandrogen dan gangguan ovulasi pada SOPK
adalah resistensi insulin (RI) dan kondisi hiperinsulinemia. kondisi tersebut dapat
terjadi di ovarium dan kelenjar adrenal, kondisi ini dilaporkan terjadi pada 40%-
70% pada subjek SOPK, SOPK pengukuran golden standar dengan
Hyperinsulinaemic euglycaemic clamp technique,tehnik untuk menilai sekresi dan
resistensi insulin, namun tehnik tersebut kompleks serta membutuhkan
kemampuan ahli dan kurang tepat untuk praktik klinis. Penilaian Pengukuran
resistensi insulin pengganti dengan homeostatik model assessment insulin
resistance (HOMA-IR), disini digunakan titik potong 2,69. Subjek SOPK
sebagian besar memiliki profil antropometri yang abnormal lebih dari delapan
puluh persen (> 80%), dan dengan kondisi dislipidemia (> 70%), peneliti ingin
mengetahui asosiasi profil antropometri, lipid terhadap resistensi Insulin pada
SOPK.
Metodologi: Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari uji klinis DLBS
3233 yang selesai pada bulan juni 2019, analisis data tambahan dilakukan sejak
Juli-Desember 2019. Tempat pelaksanaan pengambilan sampel penelitian ini
adalah di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan Klinik Yasmin RSCM Kencana.
Dilakukan analisis asosiasi antaraprofil antropometri dan profil lipid terhadap
resistensi insulin.
Hasil : Didapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian resistensi
insulin pada subjek SOPK, pada profil antropometri didapatkan variabel lingkar
pinggang dan index masa tubuh berhubungan dengan kejadian resistensi insulin,
pada metabolik didapatkan variabel GD2PP, insulin puasa, LDL, Tigliserida
berhubungan dengan.Didapatkan bahwa variabel Trigliserida memiliki pengaruh
kuat pada resistensi insulin, dengan confounding faktor variabel IMT.
Kesimpulan : didapatkan profil antropometri IMT dan dan profil lipid
Trigliserida berhubungan dengan kejadian resistensi insulin di RSCM berdasarkan
gambaran profil pasien di RSCM.

Objective: To determine the association between anthropometric and lipid
profiles with the incidence of insulin resistance among PCOS subjects.
Background: Insulin resistance (IR) and hyperinsulinemia conditions is the
key of pathophysiology and ovulation disorders in PCOS. These conditions can
occur in the ovaries and adrenal glands, reported occur in 40%-70% among
PCOS subjects, golden standard measurement IR with hyperinsulinaemic
euglycaemic clamp technique, a technique to assess insulin secretion and
resistance, but the technique is complex and requires expert ability and not
appropriate for clinical practice. Assessment Measuring substitute insulin
resistance with a homeostatic insulin resistance assessment model (HOMA-IR),
we use cutoff point of 2.69. PCOS subjects mostly had an abnormal
anthropometric profile (> 80%), and with dyslipidemia (>70%), researchers
wanted to know the association of anthropometric profiles, lipids to Insulin
resistance in PCOS
Methodology: This study is a follow-up study of DLBS 3233 clinical trial
completed in June 2019, additional data analysis was carried out since July-December 2019. The place for conducting the sample collection was at
Dr.Cipto Mangunkusumo Hospital and Yasmin Clinic RSCM Kencana. An
association analysis was performed between anthropometric profiles and lipid
profiles on insulin resistance.
Result: Waist circumference and body mass index as antropometric factor
associated with insulin resistanc, 2 hour fasting glucose, fasting insulin, LDL,
triglycerida as lipid factor associated with insulin resistance in PCOS. It was
found that the triglyceride had a strong influence on insulin resistance, and
body mass index as confounding factor of insulin resistance in PCOS
Conclusions : Triglyceride and body mass index related to the incidence of
insulin resistance in RSCM based on the profile of patients in RSCM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Budiyani
"Latar Belakang: Resistensi insulin telah dilaporkan lebih tinggi pada populasi subjek dengan penyakit refluks gastroesofageal GERD dibandingkan subjek tanpa GERD serta berhubungan langsung terhadap adanya esofagitis erosif. Adanya perbedaan ras dan metode pengukuran pada penelitian sebelumnya, mendorong perlunya penelitian di Indonesia untuk dapat mengetahui resistensi insulin pada populasi GERD, khususnya pada erosi esofagus.
Tujuan: Mempelajari perbedaan resistensi insulin pada penyakit refluks gastroesofageal dengan erosi dan tanpa erosi esofagus.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang terhadap 84 pasien dewasa dengan gejala GERD yang berobat di poliklinik gastroenterologi RSCM pada bulan Januari hingga April 2017. Perekrutan subjek dilakukan secara konsekutif menggunakan kuesioner GERDQ. Nilai HOMA-IR digunakan untuk evaluasi resistensi insulin. Adanya erosi esofagus dinilai menggunakan pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi EGD. Data diolah menggunakan analisis Mann Whitney untuk memperoleh beda median nilai HOMA-IR antara kelompok tanpa erosi dan kelompok dengan erosi esofagus.
Hasil penelitian: Nilai median HOMA IR pada seluruh subjek dengan gejala GERD adalah 1,46 0,32-13,85 . Uji Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan nilai HOMA-IR yang signifikan p= 0,015 dengan nilai median HOMA IR yang lebih tinggi pada kelompok erosi esofagus, yaitu 1,74 0,35-13,85 dibandingkan dengan subjek tanpa erosi esofagus, yaitu 1,21 0,32-10,78.
Kesimpulan: Resistensi insulin, yang dinilai dengan HOMA-IR, lebih tinggi secara bermakna pada pasien refluks gastroesofageal dengan erosi esofagus dibandingkan tanpa erosi esofagus.

Background: Insulin resistance had been reported higher in GERD patients, particularly in patients with erosive esophagitis. Differences in subjects rsquo characteristics and measurement used in previous studies encourage the need to assign the study in Indonesia learn about insulin resistance among GERD patients especially in esophagitis erosive.
Aim: To learn the difference of insulin resistance between erosive and non erosive reflux disease in GERD patients.
Methods: A cross sectional study of 84 adult patients with GERD symptoms was conducted. The subjects were recruited consecutively between January 2017 and April 2017 at Cipto Mangunkusumo National Hospital in Jakarta. GERDQ questionnaire was used for subject recruitment. Homeostatic model assessment insulin resistance HOMA IR index was used to evaluate insulin resistance. Esophageal erosions were diagnosed using upper gastrointestinal endoscopy. Mann whitney analysis was used to determine HOMA IR median difference between esophagitis and non esophagitis group.
Results: The median of HOMA IR in all subjects was 1.46 0.32 13.85 . Using Mann Whitney test, HOMA IR index was significantly higher in esophagitis patients p 0.015 than in non erosive patients, with the median of HOMA IR index were 1.74 0.35 13.85 and 1.21 0.32 10.78 respectively.
Conclusion Insulin resistance, using HOMA IR index, is significantly higher in gastroesophageal reflux disease patients with esophageal erosion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wendy Anne Miriam
"ABSTRAK
Prevalensi diabetes melitus (DM) di dunia semakin meningkat. Pada DM terjadi
penurunan sensitivitas jaringan yang dikenal dengan resistensi insulin, di mana
salah satu penyebabnya ialah akumulasi massa lemak (ML) tubuh. Akumulasi
ML, dapat terdistribusi di bagian subkutan abdomen (LSA) atau di antara rongga
dalam abdomen (LVA). Rasio LVA terhadap LSA merupakan perbandingan
distribusi ML pada kedua kompartemen tersebut. Masih menjadi kontroversi
kompartemen mana yang mempunyai korelasi dengan resistensi insulin. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara distribusi ML tubuh dengan
resistensi insulin pada laki-laki usia produktif dengan aktivitas sedang di
Indonesia. Penelitian dilakukan dengan rancangan potong lintang pada salah satu
pabrik di Bekasi dengan melibatkan 52 orang karyawan yang memenuhi kriteria
penelitian dan terpilih secara simple random sampling serta bersedia
menandatangani informed consent. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan
Oktober 2014, meliputi data karakteristik demografi, status gizi, asupan makan,
komposisi tubuh, distribusi ML tubuh, rasio LVA : LSA dan penilaian resistensi
insulin melalui pemeriksaan HOMA-IR. Hasil penelitian didapatkan subjek
mempunyai rerata indeks massa tubuh (IMT) 25,36 kg/m2 dengan sebagian besar
subjek mempunyai IMT di atas normal. Rerata persentase ML tubuh subjek
sebesar 20,03% dengan lebih dari separuh subjek (51,9%) mempunyai persentase
ML dalam batas normal. Rerata luas LVA subjek sebesar 101,04 cm2 dan LSA
163,83 cm2 sedangkan rasio LVA : LSA mempunyai rerata 0,62, di mana seluruh
subjek mempunyai nilai rasio LVA : LSA normal. Nilai tengah HOMA-IR
sebesar 1,62. Terdapat korelasi yang cukup kuat antara LVA (r=0,381) dengan
HOMA-IR dan LSA (r=0,404) yang bermakna secara statistik (p<0,05) sedangkan
pada rasio LVA : LSA terhadap HOMA-IR didapatkan korelasi cukup yang
berlawanan arah (r=-0,222) namun tidak bermakna secara statistik (p>0,05).
Berdasarkan hasil ini, dapat disimpulkan bahwa LSA lebih berperan untuk
terjadinya resistensi insulin pada laki-laki usia produktif dengan aktivitas fisik
sedang di Indonesia.

ABSTRACT
Prevalence of diabetes mellitus (DM) in the world is steady growing. In DM
population less tissue sensitivity to insulin are well known, in which one of the
causes is the accumulation of fat mass. Fat mass distributed in the subcutaneous
adipose tissue (SAT) or in the visceral adipose tissue (VAT). The ratio of VAT to
SAT is a comparison of distribution of the fat mass in the both compartments,
because it is still a matter of controversy, which compartment has correlation with
insulin resistance. The aim of this study is to determine body fat distribution in
productive age male with moderate activity in Indonesia and its correlation with
insulin resistance. The study was conducted with a cross-sectional design in one
factory in Bekasi, involving 52 employees who met the inclusion criteria and
selected by simple random sampling and were willing to sign an informed
consent. Data collection was carried out in October 2014, included data on
demographic characteristics, nutritional status, nutrient intake, body composition,
body fat distribution, ratio VAT : SAT and assessment of insulin resistance by
HOMA-IR. The results showed subjects had a mean body mass index (BMI)
25.36 kg / m2 with most subjects had a BMI above the normal. The mean
percentage of fat mass subject is 20.03% with more than half of the subjects
(51.9%) had a percentage fat mass within normal values. Wide averages VAT
subject of 101.04 cm2 and SAT 163.83 cm2 while ratio VAT : SAT has a mean of
0.62, where the whole subject has normal values ratio VAT: SATwhile the
median of HOMA-IR is 1.62. There is a fairly strong correlation between VAT (r
= 0.381) with HOMA-IR and SAT (r = 0.404) were statistically significant (p
<0.05), while there were inverse correlation of VAT : SAT ratio with HOMA-IR
(r=-0.222), but not statistically significant (p> 0.05). Based on these results, we conclude that the SAT has a role for the development of insulin resistance in men
of productive age with moderate physical activity in Indonesia"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Aisyah
"Latar Belakang: The Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan infeksi oleh severe acute respiratory syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV-2) yang menjadi perhatian internasional pada Januari 2020. Manifestasi kasus ringan terjadi sekitar 81%, kasus berat sebanyak 14%. Mortalitas akibat pneumonia COVID-19 meningkat secara global akibat transmisi cepat dan gejala awal yang atipikal. Usia ≥ 60 tahun, jenis kelamin laki-laki dan komorbiditas merupakan faktor risiko untuk menjadi berat dan kematian sehingga dibutuhkan kontrol ketat pada pasien berisiko.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan studi potong lintang. Sampel penelitian merupakan pasien yang datang ke IGD dan terkonfirmasi pneumonia COVID-19 yang masuk dalam kriteria inklusi. Sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 299 pasien.
Hasil Penelitian: Pada penelitian ini didapatkan subjek penelitian adalah 299 dari 336 pasien yang masuk dalam kriteria inklusi. Jenis kelamin laki-laki sebanyak 162 orang (54,18%), nilai IMT obesitas I (29,77%) dan diikuti IMT normal (28,76%), paling banyak tidak memiliki komorbid dengan derajat pneumonia berat (60,2%) dan luaran pasien sebanyak 69,2% adalah hidup. Komorbid terbanyak yaitu hipertensi (30,77%), Diabetes mellitus (24%) dan kardiovaskular (14%). Usia median hidup pasien pneumonia COVID-19 di RS Persahabatan adalah 52 th (20-84) dan median usia meninggal adalah 59 th (28-92). Terdapat hubungan bermakna antara derajat klinis, HT, IMT dan DM terhadap luaran pasien pneumonia COVID-19 di RS Persahabatan.
Kesimpulan: Usia median hidup pasien pneumonia COVID-19 di RS Persahabatan adalah 52 th (20-84) dan median usia meninggal adalah 59 th (28-92). Terdapat hubungan bermakna antara derajat klinis, HT, IMT dan DM terhadap luaran pasien pneumonia COVID-19 di RS Persahabatan.

Background: The Coronavirus disease 2019 (COVID-19) is an infection by severe acute respiratory syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV-2) which became international attention in January 2020. The manifestation of mild cases occurred about 81%, severe cases as much as 14%. Mortality of COVID-19 pneumonia increasing globally due to rapid transmission and atypical symptoms. Age of 60 years, male gender and comorbidities are risk factors for severe and death so that strict control is needed.
Methods: This study is retrospective cross-sectional study, which samples were patients who came to emergency room and confirmed of COVID-19. The samples are 299 patients who included of inclusion criteria.
Results: The sample of this study were 299 patients out of 336 patients who were include in inclusion criteria. Male (54.18%) are the most common, Obesity class I was the most common (29.77%) followed by normal BMI (28,76%) and didn’t have comorbid with severe (60.2%) and outcome are survived (69.2%). Hypertension (30,77%) is the most comorbid, followed by diabetes melitus (24%) and cardiovascular (14%). The median age of survivor is 52 (20-84) years old and median age of non survivor is 59 (28-92) years. There was relationship between severe pneumonia to respiratory rate and peripheral oxygen saturation. Gender, number of comorbidities and BMI were not related to the outcome. There is a relationship between the severity of pneumonia, obesity, diabetes and hypertension to the outcome.
Conclusion: The median age of survivor is 52 (20-84) years old and median age of non survivor is 59 (28-92) years. There was relationship between severe pneumonia to respiratory rate and peripheral oxygen saturation. Gender, number of comorbidities and BMI were not related to the outcome. There is a relationship between the severity of pneumonia, obesity, diabetes and hypertension to the outcome.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vincencia Monica Renata Laurent
"Latar belakang: Pasien yang dinyatakan masuk kedalam kategori “Suspect COVID-19” adalah jika seseorang memiliki beberapa tanda yaitu demam, sakit tenggorokkan, batuk, menderita ISPA, dan memiliki kontak dengan pasien yang sudah terkonfirmasi positif COVID-19. Untuk memilah agar ruang gawat darurat digunakan untuk pasien yang cukup parah gejalanya, pihak rumah sakit melakukan identifikasi kepada pasien dengan suspect COVID-19 sehingga mengetahui tatalaksana yang tepat untuk pasien dan mendahulukan pasien yang membutuhkan perawatan intensif. Untuk melihat peluang pasien yang termasuk kategori suspect COVID-19 menjadi terkonfirmasi positif COVID-19 kita dapat meneliti hasil lab darah perifer lengkap pada pasien. Beberapa penelitian melihat morfologi dari masing-masing darah perifer lengkap dimana terlihat adanya abnormalitas morfologi pada pemeriksaan darah perifer lengkap dengan mikroskop. Untuk menjadikan hasil lab darah perifer lengkap sebagai parameter untuk mempresiksi diagnosis, prognosis, dan melihat adanya perubahan hasil lab darah perifer lengkap pasien suspect dengan pasien terkonfirmasi dibutuhkan waktu yang cukup lama jika dilihat dari morfologinya maka dari itu diperlukan analisis kadar dari masing-masing darah perifer.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang komparatif dua kelompok. Subjek merupakan pasien Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. Data Pasien diperoleh pada Bulan Juni 2021 dimana kasus COVID-19 sedang bertambah cukup pesat hingga Januari 2022 dimana penyebaran COVID-19 mulai surut. Pasien memiliki komorbid seperti diabetes,hipertensi, dan penyakit ginjal kronik. Rekam medis pasien dilihat hanya dari profil darah lengkap yaitu hemoglobin, leukosit, neurofil, limfosit, monosit, dan trombosit.
Hasil: Jumlah pasien suspect COVID-19 berjumlah 51 pasien dan jumlah pasien terkonfirmasi COPVID-19 berjumlah 47 pasien. Dilihat dari profil darah perifer lengkap terdapat persebaran jumlah hemoglobin normal sebanyak 50 % dari seluruh subjek penelitian serta jumlah hemoglobin rendah sebanyak 39,7% dari seluruh subjek penelitian. Terdapat persebaran jumlah leukosit normal sebanyak 55,1% dari seluruh subjek penelitian serta jumlah leukosit tinggi sebanyak 35,7% dari seluruh subjek penelitian. Terdapat persebaran jumlah neutrofil tinggi sebanyak 51,0% dan jumlah lelukosit normal sebanyak 42,8% dari seluruh subjek penelitian. Terdapat persebaran jumlah limfosit rendah sebanyak 64,2% dan jumlah limfosit normal sebanyak 31,6% dari seluruh subjek penelitian. Terdapat persebaran jumlah monosit normal sebanyak 59,1% dan jumlah monosit tinggi sebanyak 34,6% dari seluruh subjek penelitian. Terdapat persebaran jumlah normal sebanyak 70,4% dan jumlah trombosit tinggi sebanyak 25,5% dari seluruh subjek penelitian. Hubungan antara profil darah perifer lengkap dengan proporsi pasien suspect COVID-19 dengan pasien terkonfirmasi COVID-19 menunjukkan adanya hubungan (p>0,05).
Kesimpulan: Adanya hubungan antara profil darah perifer lengkap pada proporsi pasien suspect COVID-19 dengan pasien terkonfirmasi COVID-19

Introduction: Patients who are declared to be in the "Suspect COVID-19" category are if someone has several signs, namely fever, sore throat, cough, suffering from ARI, and has contact with patients who have been confirmed positive for COVID-19. To sort out that the emergency room is used for patients whose symptoms are quite severe, the hospital identifies patients with suspected COVID-19 so that they know the right treatment for patients and prioritize patients who need intensive care. To see the chances of a patient belonging to the suspect category of COVID-19 being confirmed positive for COVID-19, we can examine the results of the complete peripheral blood lab on the patient. Several studies looked at the morphology of each complete peripheral blood where there were morphological abnormalities on complete peripheral blood examination with a microscope. To make the complete peripheral blood lab results as a parameter for predicting diagnosis, prognosis, and seeing any changes in the complete peripheral blood lab results from suspect patients with confirmed patients, it takes quite a long time when viewed from the morphology, therefore it is necessary to analyze the levels of each peripheral blood .
Method: This study used a two-group comparative cross-sectional method. The subject is a patient in RSUP Persahabatan. Patient data was obtained in June 2021 where COVID- 19 cases were growing quite rapidly until January 2022 where the spread of COVID-19 began to recede. Patients have comorbidities such as diabetes, hypertension, and chronic kidney disease. The patient's medical record is seen only from the complete blood profile, namely hemoglobin, leukocytes, neurophiles, lymphocytes, monocytes, and platelets.
Result: The number of suspected COVID-19 patients is 51 patients and the number of confirmed COPVID-19 patients is 47 patients. Judging from the complete peripheral blood profile, there was a normal distribution of hemoglobin in 50% of all research subjects and 39.7% of low hemoglobin in all research subjects. There is a distribution of normal leukocyte counts as much as 55.1% of all research subjects and high leukocyte counts as much as 35.7% of all research subjects. There was a distribution of high neutrophil counts as much as 51.0% and normal leukocyte counts as much as 42.8% of all research subjects. There was a distribution of 64.2% low lymphocyte count and 31.6% normal lymphocyte count of all research subjects. There was a distribution of the normal monocyte count as much as 59.1% and the high monocyte count as much as 34.6% of all research subjects. There was a normal distribution of 70.4% and a high platelet count of 25.5% of all research subjects. The relationship between complete peripheral blood profile and the proportion of suspected COVID-19 patients with confirmed COVID-19 patients showed a relationship (p>0.05).
Conclusion: There is a relationship between complete peripheral blood profile in the proportion of patients suspected of COVID-19 with confirmed patients of COVID-19
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>