Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163906 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Qonita Hanifa Khairunnisa
"Kemiripan karakter morfologi dan genetik antara Epinephelus chlorostigma dan E. areolatus sering menyebabkan kekeliruan antara kedua spesies. Hibiridisasi alami antara spesies kerapu tidak jarang terjadi dan dapat diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi dan genetik. Penelitian dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi E. chlorostigma dan E. areolatus dengan marka mitokondria Sitokrom C oksidase subunit I (COI) dan menganalisis peristiwa hibrisasi antara kedua spesies dengan marka inti Recombination activating gene 1 (RAG1). Total 19 sampel yang telah diidentifikasi berdasarkan morfologi sebagai E. chlorostigma dan E. areolatus diperoleh dari Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Aceh. Sekuens COI sepanjang 656 bp berhasil mengidentifikasi spesies dengan kemiripan yang tinggi (98-100%) berdasarkan database NCBI dan BOLD walaupun beberapa sampel E. areolatus menunjukkan kemiripan yang tinggi terhadap sekuens E. chlorostigma dari kedua database. Jarak genetik inter-spesies berdasarkan sekuens COI teramati sebesar 0,071, cukup untuk delimitasi spesies. Rekonstruksi filogenetik COI, RAG1kedua marka berhasil memisahkan klade kedua spesies dengan konsisten dan tidak mengindikasikan terjadinya peristiwa hibridisasi. Satu posisi basa polimorfik, posisi 1120 bp, di elektroferogram menunjukkan puncak ganda pada sekuens RAG1 epanjang 1492 bp. Sekuens RAG1 E. areolatus menunjukkan variasi nukleotida sementara sekuens E. chlorostigma teramati monomorfik. Namun, peristiwa hibridisasi tidak dapat disimpulkan akibat rendahnya jumlah sampel. 

Morphological and genetic similarities between Epinephelus chlorostigma and Epinephelus areolatus often cause confusion between the two species. Natural hybrids among grouper species are a common occurrence and may be identified by morphological and genetic characteristics. This study aims to identify E. chlorostigma and E. areolatus samples using the mitochondrial marker Cytochrome C oxidase subunit I (COI) gene and analyze hybridization events using the nuclear marker Recombination activating gene 1 (RAG1) gene.  A total of 19 samples morphologically identified as E. chlorostigma and E. areolatus, originating from North Maluku, West Nusa Tenggara, and Aceh, were analyzed. The COI sequence of 656 bp length successfully identified all samples as respective putative species with high similarities (98–100%) based on NCBI and BOLD databases, although several E. areolatus samples showed high similarity results with E. chlorostigma sequences from both databases. The interspecific genetic distance of the COI sequence was observed to be 0,071, enough to discriminate the two species. Phylogenetic reconstruction of COIand RAG1 genes consistently divided putative species into distinct clades. Phylogenetic tree of AG1 was recovered with low bootstrap value thus hybrid assumption cannot be proven. One polymorphic base site at 1120 bp with double peaks on the electropherograms was observed out of 1,492 bp of the RAG1 gene. E. areolatus sequences showed varying nucleotides between populations, while E. chlorostigma sequences showed monomorphic nucleotides. However, due to the small sample size, hybridization events cannot be inferred."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adistie Lukita Wardhani
"Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia menetapkan Lutjanus boutton sebagai salah satu spesies kakap yang diprioritaskan dalam manajemen perikanan Indonesia pada tahun 2021. Akan tetapi, L. boutton tidak termasuk ke dalam daftar Lutjanus sp. yang diperjualbelikan di pasar ikan Indonesia, melainkan hanya L. rufolineatus. Penelitian bertujuan untuk mengonfirmasi keberadaan kedua spesies berdasarkan jarak genetik dan potensi hibridisasi. Total 43 sampel telah melalui tahap ekstraksi DNA, PCR, elektroforesis, dan sekuensing. Analisis dilakukan dengan identifikasi, peta haplotipe, rekonstruksi pohon filogenetik, analisis sekuens, dan analisis morfometrik. Sebanyak 90,7% sekuens COI memiliki kemiripan hingga 100% dengan L rufolineatus, didukung oleh pembentukan klaster pada haplotipe, pohon filogenetik, dan analisis morfometrik PCA (principal component analysis). Analisis sekuens RAG1 menemukan ada lima situs polimorfik Y (C/T). Basa polimorfik Y di situs ke-5 yang ditemukan pada empat individu dari populasi Maluku Utara berpotensi sebagai indikasi adanya hibridisasi. Hal tersebut didukung oleh keberadaan empat dan dua individu Maluku Utara yang secara berturut-turut memiliki basa C dan basa T di situs ke-5. Meski demikian, empat individu Maluku Utara dengan potensi hibrid tidak dapat dikonfirmasi tanpa memvalidasi keberadaan L. boutton dengan galur murni sebagai parental dari hibrid generasi pertama.

In 2021, the Ministry of Marine and Fisheries of Indonesia considered Lutjanus boutton one of the prioritized species in Indonesia's fishery management. However, L. boutton was not included in the list of Lutjanus sp. traded in Indonesia's fish markets, but instead, L. rufolineatus. Therefore, this research aims to confirm the occurrence of both species based on genetic distance and their hybridization potential. A total of 43 samples have proceeded through DNA extraction, PCR, electrophoresis, and sequencing. The analysis includes moleculr identification, haplotype networks, phylogenetic tree reconstruction, sequence analysis, and morphometric analysis. Identification result shows that 90,7% of COI sequences have high similarity up to 100% with L. rufolineatus, supported by clustering group type in haplotype network, phylogenetic tree, and PCA. Analysis of samples RAG1 sequence shows a total of five polymorphic sites of Y (C/T) base observed. The polymorphic base Y at the 5th site that was found in four individuals from the North Maluku population has the potential to be an indication of hybridization. This is supported by the presence of four and two North Maluku individuals who respectively have base C and base T at the 5th site. However, four individuals from North Maluku with hybrid potential could not be further confirmed in this research without validating the pure breed of L. boutton as the parent of the first hybrid generation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Caroline Shindy Prameswari
"Kura-kura brazil (Trachemys scripta elegans) merupakan salah satu spesies invasif perairan tawar. Keberadaan spesies tersebut membawa dampak buruk bagi ekosistem sehingga perlu dieradiksi dengan cara pendeteksian dini. Pendeteksian dini suatu spesies akuatik dapat dilakukan menggunakan pendekatan molekular yang efektif dan non-invasif, yaitu metode environmental DNA dan quantitative PCR. Penelitian dilakukan untuk mendeteksi keberadaan kura-kura brazil di enam situ di Universitas Indonesia, Depok, Indonesia. Metode yang digunakan dalam peneitian ini adalah isolasi dengan PCI, amplifikasi dengan qPCR secara triplikat menggunakan primer COI dari gen mitokondria. Berdasarkan pengujian limit of detection (LOD) dan limit of quantification (LOQ) yang ditentukan dari kurva standar memiliki LOD sebesar 220.164 salinan DNA/reaksi dan LOQ sebesar 667.163 salinan DNA/reaksi. Keberadaan kura-kura brazil terdeteksi di lima situ pada tahun 2021 dan enam situ pada tahun 2022. Tidak ditemukan pengaruh faktor lingkungan terhadap keberadaan kura-kura brazil yang ditentukan berdasarkan ANOVA Satu Arah dengan nilai p > 0,05. Keberadaan Kura-kura brazil di Universitas Indonesia dapat dideteksi menggunakan eDNA dan digunakan sebagai kegiatan pemantauan dan eradikasi spesies asing invasif di ekosistem perairan urban.

Red-eared slider (Trachemys scripta elegans) is one of the most invasive freshwater species. The existence of this species affects their non-native ecosystem in a negative manner, that ideally it should be eradicated by conducting an early detection of the ecosystem. Early detection of an aquatic species can be done by using the environmental DNA and quantitative PCR methods, as both use effective molecular and non-invasive approach. This study was conducted to detect the presence of red-eared slider within the ecosystem of 6 ponds located at Universitas Indonesia, Depok, Indonesia. The methods that are used in the study covered isolation with PCI, amplification with qPCR in triplicate using primer COI from the mitochondria gen. Limit of detection (LOD) and limit of quantification (LOQ) were then examined by referring to the standard curve, LOD held the value of 220,164 of DNA copies/reaction, while LOQ held the value of 667,163 of DNA copies/reaction. The presence of red-eared slider was then proven in the ponds within the ecosystem; 5 in 2021 and 6 in 2022. The influence between the presence of red-eared slider and pH was not found, the conclusion is backed with calculation using One Way ANOVA using p-value > 0,05. The presence of red-eared slider in Universitas Indonesia can be detected using eDNA, which later can be utilized as a tool to observe and eradicate the foreign species within the urban water ecosystem"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian tentang pengobatan infestasi beberapa ektoparasit pada Epinephelus suilus (ikan kerapu lumpur) dilakukan di laboratorium. Benih ikan telah terinfeksi parasit Trichodina, Broklynella, dan Diplectanum diberi perlakuan dengan formalin teknis 200 ppm, hijau malakit 0,5 ppm, metilin biru 0,1 ppm, air tawar 100% dan kontrol tanpa obat dalam rancangan acak lengkap. Pengobatan dikerjakan dengan cara merendam benih ikan itu selama satu jam dalam larutan dengan tiga kali ulangan berturut-turut selama 3 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas setiap jenis parasit tidak ada perbedaan nyata, tetapi perbedaan yang sangat nyata terlihat terhadap prevalensi setiap jenis parasit. Semua perlakuan pengobatan di dalam penelitian ini tidak mampu memberantas ketiga jenis parasit yang menginfestasi, tetapi hanya dapat mengurangi intensitas dan prevalensinya saja. "
MPARIN 9 (1-2) 1996
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Claudya Anjani
"Penelitian ini menganalisis kelimpahan serta bentuk mikroplastik pada saluran pencernaan dan insang ikan kerapu lumpur Epinephelus coioides (Hamilton, 1822) di Tambak Desa Muara, Teluknaga, Tangerang. Pengambilan sampel ikan dilakukan ±4 jam setelah pemberian makan menggunakan alat pancing dengan kriteria sampel berukuran 300—400 g. Saluran pencernaan dibagi menjadi dua bagian yaitu lambung dan usus. Mikroplastik pada saluran pencernaan diamati dari air bilasan dan dinding permukaan masing-masing sampel. Setiap lambung dan usus dibedah untuk mengeluarkan isinya kemudian dibilas dengan 15 ml akuades. Sampel air bilasan diambil sebanyak 0,25 ml kemudian diletakkan pada gelas objek untuk diamati di bawah mikroskop. Saluran pencernaan yang telah dibilas selanjutnya dipotong menjadi 2 x 1 cm sampel lambung dan 3 cm sampel usus. Pengamatan insang dilakukan dengan memisahkan antar lembar insang dari lapisan terdalam hingga terluar. Partikel mikroplastik diukur menggunakan aplikasi ImageJ. Hasil penelitian menunjukan kelimpahan mikroplastik pada saluran pencernaan sebanyak 1.384 ± 197,95 partikel ind-1 pada air bilasan lambung, 1.822 ± 292,79 partikel ind-1 pada air bilasan usus, 103,24 ± 19,72 partikel ind-1 pada dinding lambung dan 154,27 ± 26,42 partikel ind-1 pada dinding usus. Kelimpahan mikroplastik yang ditemukan pada setiap lembar insang yakni 16,35 ± 2,8 partikel pada insang 1; 20,05 ± 3,1 partikel pada insang 2; 21,9 ± 2,9 partikel pada insang 3; dan 26,7 ± 3,4 partikel pada insang 4. Kisaran ukuran mikroplastik yang ditemukan pada seluruh sampel yakni 9—4.800 µm dengan kelimpahan tertinggi pada bentuk fiber. Terdapat perbedaan kelimpahan mikroplastik antara kedua bagian saluran pencernaan serta antara masingmasing lembar insang.

This study analyzed the abundance and shape of microplastics in the digestive tract and gill of orange spotted grouper Epinephelus coioides (Hamilton, 1822) in Muara Village Pond, Teluknaga, Tangerang. Fish sampling was carried out ±4 hours after feeding by using fishing line with weight criteria around 300—400 g. Digestive tract is divided into two parts which are stomach and gut. Microplastic in digestive tract was observed from rinsed water and the surface wall of each sample. Each stomach and gut were dissected to take out its content then they were rinsed with 15 ml distilled water. The rinse water sample was taken as much as 0,25 ml and then placed on object glass to be observed under a microscope. The digestive tract that has been rinsed with the distilled water then cut into 2 x 1 cm stomach sample and 3 cm gut sample. Gill observation was done by seperating gills from innermost to outermost layer. Microplastic particles were measured using the ImageJ application. The results showed the abundance of microplastic in digestive tract was 1.384 ± 197,95 particles ind-1 in stomach rinsed water, 1.822 ± 292,79 particles ind-1 in gut rinsed water, 103,24 ± 19,72 particles ind-1 in stomach wall and 154,27 ± 26,42 particles ind-1 in gut wall. Microplastics abundance which found in each gill were 16,35 ± 2,8 particles in 1st gill; 20,05 ± 3,1 particles in 2nd gill; 21,9 ± 2,9 particles in 3rd gill and 26,7 ± 3,4 particles in 4th gill. The range of microplastic sizes found in all samples was 9—4.800 µm with fiber as the most abundant shape. There was a difference in microplastic abundance between two parts of the digestive tract and between each gill."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Claudya Anjani
"Penelitian ini menganalisis kelimpahan serta bentuk mikroplastik pada saluran pencernaan dan insang ikan kerapu lumpur Epinephelus coioides (Hamilton, 1822) di Tambak Desa Muara, Teluknaga, Tangerang. Pengambilan sampel ikan dilakukan ±4 jam setelah pemberian makan menggunakan alat pancing dengan kriteria sampel berukuran 300—400 g. Saluran pencernaan dibagi menjadi dua bagian yaitu lambung dan usus.  Mikroplastik pada saluran pencernaan diamati dari air bilasan dan dinding permukaan masing-masing sampel. Setiap lambung dan usus dibedah untuk mengeluarkan isinya kemudian dibilas dengan 15 ml akuades. Sampel air bilasan diambil sebanyak 0,25 ml kemudian diletakkan pada gelas objek untuk diamati di bawah mikroskop. Saluran pencernaan yang telah dibilas selanjutnya dipotong menjadi 2 x 1 cm sampel lambung dan 3 cm sampel usus. Pengamatan insang dilakukan dengan memisahkan antar lembar insang dari lapisan terdalam hingga terluar. Partikel mikroplastik diukur menggunakan aplikasi ImageJ. Hasil penelitian menunjukan kelimpahan mikroplastik pada saluran pencernaan sebanyak 1.384 ± 197,95 partikel ind-1 pada air bilasan lambung, 1.822 ± 292,79 partikel ind-1 pada air bilasan usus, 103,24 ± 19,72 partikel ind-1 pada dinding lambung dan 154,27 ± 26,42 partikel ind-1 pada dinding usus. Kelimpahan mikroplastik yang ditemukan pada setiap lembar insang yakni 16,35 ± 2,8 partikel pada insang 1; 20,05 ± 3,1 partikel pada insang 2; 21,9 ± 2,9 partikel pada insang 3; dan 26,7 ± 3,4 partikel pada insang 4. Kisaran ukuran mikroplastik yang ditemukan pada seluruh sampel yakni 9—4.800 µm dengan kelimpahan tertinggi pada bentuk fiber. Terdapat perbedaan kelimpahan mikroplastik antara kedua bagian saluran pencernaan serta antara masing-masing lembar insang.

This study analyzed the abundance and shape of microplastics in the digestive tract and gill of orange spotted grouper Epinephelus coioides (Hamilton, 1822) in Muara Village Pond, Teluknaga, Tangerang. Fish sampling was carried out ±4 hours after feeding by using fishing line with weight criteria around 300—400 g. Digestive tract is divided into two parts which are stomach and gut. Microplastic in digestive tract was observed from rinsed water and the surface wall of each sample. Each stomach and gut were dissected to take out its content then they were rinsed with 15 ml distilled water. The rinse water sample was taken as much as 0,25 ml and then placed on object glass to be observed under a microscope. The digestive tract that has been rinsed with the distilled water then cut into 2 x 1 cm stomach sample and 3 cm gut sample. Gill observation was done by seperating gills from innermost to outermost layer. Microplastic particles were measured using the ImageJ application. The results showed the abundance of microplastic in digestive tract was 1.384 ± 197,95 particles ind-1 in stomach rinsed water, 1.822 ± 292,79 particles ind-1 in gut rinsed water, 103,24 ± 19,72 particles ind-1 in stomach wall and 154,27 ± 26,42 particles ind-1 in gut wall. Microplastics abundance which found in each gill were 16,35 ± 2,8 particles in 1st gill; 20,05 ± 3,1 particles in 2nd gill; 21,9 ± 2,9 particles in 3rd gill and 26,7 ± 3,4 particles in 4th gill. The range of microplastic sizes found in all samples was 9—4.800 µm with fiber as the most abundant shape. There was a difference in microplastic abundance between two parts of the digestive tract and between each gill.

 

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada penelitian ini telah dilakukan isolasi dan karakterisasi kolagen
dari kulit ikan kerapu lumpur (Epinephelus tauvina) yang berasal dari limbah
perusahaan pengolahan ikan. Kulit ikan kerapu lumpur dihilangkan lemak dan
protein non-kolagennya dengan cara direndam dalam NaOH 0,1 N. Kolagen
diekstraksi menggunakan asam asetat 0,5 N, dilanjutkan dengan purifikasi
dan presipitasi dengan NaCl dan buffer tris-HCl. Endapan kolagen kemudian
dipisahkan dengan sentrifugasi. Rendemen kolagen hasil purifikasi dari tiga
kali percobaan masing-masing sebesar 47,14%; 44,54%; dan 25,15%.
Kolagen kulit ikan kerapu lumpur terliofilisasi kemudian dan dikarakterisasi
sifat fisikokimianya, sifat fungsionalnya, serta diuji kandungan mikrobanya.
Kolagen kulit ikan kerapu lumpur mempunyai bentuk permukaan yang kasar
dan bergelombang serta memiliki variasi dalam komposisi asam aminonya.
Hasil analisis SDS-PAGE menunjukkan kolagen kulit ikan kerapu lumpur
memiliki dua komponen α (α1 dan α2). Spektrum FTIR menunjukkan adanya
susunan ikatan silang polimer pada kolagen ini. Kolagen kulit ikan kerapu
lumpur memiliki kemampuan meningkatkan viskositas, daya mengembang
yang baik, terdenaturasi pada 28 – 30oC, serta tidak memiliki kandungan
bakteri yang bersifat patogen."
Universitas Indonesia, 2007
S32592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan derajat infestasi ektoparasit penyebab kematian benih ikan kerapu lumpur (Epinephelus suilus) yang dipelihara dalam tangki bervolume 3 m3. Dua puluh ekor ikan dengan bobot badan berkisar 1,2 – 3,9 g dan panjang total berkisar 4,1 – 7,0 cm diambil sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Diplectarum sp. Dan Trichodina sp. ditemukan pada semua pada semua spesimen dengan kandungan parasit masing-masing sebanyak 324,15 dan 84,8 per ekor ikan."
MPARIN 8 (1-2) 1995
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Hengestu
"Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan salah satu mamalia yang terancam kritis menurut IUCN. Upaya pelestarian spesies langka tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan pemantauan populasi. Akan tetapi, perilaku yang elusif dan soliter menyebabkan pemantauan konvensional menjadi kurang efektif. Metode pemantauan menggunakan environmental DNA dari sampel sedimen kubangan memungkinkan untuk digunakan sebagai metode noninvasif. Penelitian bertujuan untuk merancang primer yang spesifik bagi cytochrome b (cytb) badak sumatera, menganalisis eDNA dari sedimen kubangan badak menggunakan teknik qPCR, serta menganalisis pengaruh waktu dan faktor lingkungan (suhu, pH, sinar UV, dan turbiditas) terhadap konsentrasi DNA pada kubangan aktif dan nonaktif. Pengujian primer spesifik dilakukan dengan mengamplifikasi eDNA dari 44 sampel sedimen pada kubangan aktif dan nonaktif di Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Hasil penelitian menunjukkan primer eDS mampu mengamplifikasi 150 pb cytb secara spesifik. Hasil qPCR juga mampu mendeteksi 54,54% sampel eDNA dari kubangan aktif dan nonaktif. Faktor waktu dan lingkungan juga tidak berhubungan atau berpengaruh secara signifikan terhadap variasi konsentrasi DNA badak sumatera. Akan tetapi, sedimen kubangan dapat digunakan sebagai sampel noninvasif dalam pemantauan populasi badak di alam meskipun perlu dilakukan optimasi lebih lanjut.

Sumatran rhinoceros (Dicerorhinus sumatrensis) is a critically endangered mammal according to IUCN. Efforts to preserve this endangered species could be conducted by monitoring the population. However, its elusive and solitary behaviour makes conventional monitoring less effective. The monitoring effort using environmental DNA from sedimentary wallow samples should be considered as noninvasive method. Aims of this study were to design specific primers for sumatran rhino’s cytochrome b (cytb), analyze eDNA from sumatran rhino’s sedimentary wallows using qPCR technique, and analyze time and environmental factors’ (temperature, pH, UV light, and turbidity) effect on DNA concentrations in both active and inactive wallows. The specificity of primers was applied by amplifying eDNA from 44 sediment samples in active and inactive wallows in WKNP. The results showed that eDS primers were able to specifically amplify 150 bp of cytb. The qPCR results were also able to detect 54.54% of eDNA samples from active and inactive wallows. External factors (time and environmental factors) were also not related or had significant effects on DNA concentrations. However, wallow sediment can be used as a noninvasive sample in monitoring rhino populations in the wild, although further optimization is needed."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>