Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167829 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tesalonika Azzalia Nauli
"Kondisi ekonomi yang unik akibat pandemi COVID-19 menghasilkan tantangan tersendiri dalam penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam kebijakan transfer pricing, baik bagi para Wajib Pajak maupun bagi pemerintah. Permasalahan yang ditimbulkan oleh fenomena pandemi ini di antaranya adalah menetapkan pembanding yang andal dalam penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, terutama pada tahun-tahun keuangan yang terkena dampak pandemi COVID-19. Performa bisnis suatu perusahaan yang terkena dampak ekonomi dari pandemi pada tahun 2020 akan sulit disebandingkan jika disandingkan dengan performa perusahaan pembanding pada tahun 2019 dan tahun-tahun sebelumnya oleh karena kondisi perekonomian yang berbeda. OECD mengeluarkan sebuah pedoman mengenai penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang dapat dilakukan oleh perusahaan pada masa COVID-19. Para Wajib Pajak diharapkan dapat mendokumentasikan bagaimana dan sejauh mana mereka telah terdampak oleh pandemi. Panduan yang dikeluarkan OECD tidak menjelaskan secara spesifik teknis yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak maupun Pemeriksa Pajak dalam rangka menerapkan kewajaran dan kelaziman usaha, terutama dalam menetapkan perusahaan pembanding yang andal. Indonesia belum memiliki peraturan pelaksana mengenai penerapan kewajaran dan kelaziman usaha, sehingga hal ini menyebabkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya. Untuk mengatasi hal tersebut, Wajib Pajak dapat menganalisa sejauh mana dan dalam hal apa saja transaksi afiliasi mereka terdampak pandemi, lalu melakukan penyesuaian pada hal-hal yang terdampak pandemi tersebut. Selain itu, Wajib Pajak dapat mendokumentasikan sejauh mana Wajib Pajak telah terdampak oleh pandemi sebagai paduan bagi pemeriksa pajak ketika melakukan pemeriksaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

The unique economic conditions caused by the COVID-19 pandemic have created its own challenges in applying the principles of fairness and business practice in transfer pricing policies, both for taxpayers and for the government. The problems caused by this pandemic phenomenon include establishing a reliable comparison in the application of the principles of fairness and business practice, especially in the financial years affected by the COVID-19 pandemic. The business performance of a company affected by the economic impact of the pandemic in 2020 will be difficult to compare with the performance of a comparison company in 2019 and in previous years due to different economic conditions. The OECD issued a guide regarding the application of the principles of fairness and business practice that can be carried out by companies during the COVID-19 period. Taxpayers are expected to be able to document how and to what extent they have been affected by the pandemic. The guidelines issued by the OECD do not specifically explain the technicalities that must be carried out by taxpayers and tax examiners in the context of implementing fairness and business practices, especially in determining a reliable comparison company. Indonesia does not yet have implementing regulations regarding the application of fairness and customary business, so this causes legal uncertainty in its implementation. To overcome this, Taxpayers can analyse to what extent and in what ways their affiliated transactions are affected by the pandemic, then make adjustments to matters affected by the pandemic. In addition, taxpayers can document the extent to which taxpayers have been affected by the pandemic as a guide for tax examiners when conducting audits of taxpayers' tax obligations.

"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Farras Supangkat
"Indonesia telah menjadikan pajak sebagai instrumen utama penerimaan negara dengan kontribusi di atas 75% dari seluruh penerimaan negara. Salah satu sistem pemungutan pajak yang diadopsi dalam rangka mengoptimalkan penerimaan pajak adalah sistem self assessment. Penggunaan sistem tersebut sangat berguna untuk membantu otoritas pajak dalam mengawasi transaksi yang dilakukan Wajib Pajak, khususnya transaksi afiliasi. Transaksi afiliasi telah menjadi praktik yang umum di era globalisasi ini karena praktik pembentukan grup usaha sudah menjadi praktik yang lazim dilakukan oleh berbagai perusahaan. Akan tetapi, penggunaan sistem tersebut rawan terhadap terjadinya sengketa pajak. Penelitian ini membahas terkait dengan kasus sengketa pajak yang melibatkan PT XYZ. Dalam laporan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2019, PT XYZ melakukan permohonan restitusi atas kelebihan pembayarannya. Oleh karena itu, Fiskus melakukan pemeriksaan rutin dan ditemukan bahwa atas transaksi jasa intra grup yang dilakukan PT XYZ tidak memenuhi uji eksistensi dan uji manfaat. Dalam penelitian ini, dilakukan analisis ketepatan atas uji eksistensi dan uji manfaat tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan berdasar pada studi kasus PT XYZ. Teknik pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa atas koreksi dengan dasar uji eksistensi tidak tepat. Hal ini didapat setelah dibuktikan dengan beberapa dokumen pembuktian bahwa jasa telah benar-benar diberikan. Selain itu, dilakukan juga pengujian dari segi eksistensi jasa, legal, finansial, dan akuntansi, serta penjabaran argumentasi menurut Pemohon Banding, Terbanding, dan pertimbangan hukum dari Majelis Hakim. Terkait dengan uji manfaat, analisis dilakukan dengan mengacu pada peraturan terkait negative list jasa intra grup. Dilakukan juga analisis dari segi konsep matching cost against revenue yang mana sesuai konsep tersebut pembebanan biaya oleh PT XYZ sudah sesuai dengan prinsip 3M. Selain itu, diberikan juga fakta bahwa atas jasa yang diberikan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh PT XYZ dengan penjabaran berupa beberapa manfaat dari divisi yang diberikan oleh PT BCD. Oleh karena itu, hasil analisis atas ketepatan koreksi dengan dasar uji manfaat adalah tidak tepat.

Indonesia has made taxes the main instrument of state revenue with a contribution of more than 75% of all state revenue. One of the tax collection systems adopted in order to optimize tax revenues is the self-assessment system. The use of this system is very useful to assist tax authorities in monitoring transactions carried out by taxpayers, especially affiliate transactions. Affiliate transactions have become a common practice in this era of globalization because the practice of forming business groups has become a common practice for various companies. However, the use of this system is prone to tax disputes. This research discusses the tax dispute case involving PT XYZ. In the 2019 Annual Corporate Income Tax Report, PT XYZ submitted a request for restitution for its overpayment. Therefore, the tax authorities carried out routine checks and it was found that the intra-group service transactions carried out by PT XYZ did not meet the existence test and benefit test. In this research, an analysis was carried out related to the accuracy of the existence test and benefit test as the basis for the tax authorities correction. This research uses a qualitative approach based on the case study of PT XYZ. Data collection techniques include document study and in-depth interviews. The results of this research show that corrections based on the existence test are not appropriate. This is obtained after being proven by several documents proving that the services have actually been provided. Apart from that, testing was also carried out in terms of the existence of services, legal, financial and accounting, as well as an explanation of the arguments according to the Appellant, the Appellee, and the legal considerations of the Panel of Judges. Regarding the benefits test, the analysis is carried out by referring to regulations regarding the negative list of intra-group services. An analysis was also carried out in terms of the concept of matching costs against revenue, where according to this concept, cost charging by PT XYZ was in accordance with 3M principles. Apart from that, the fact was also given that the services provided were truly felt by the entity Therefore, the results of the analysis of the accuracy of corrections based on the benefit test are incorrect."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Purwanti
"Sengketa terjadi atas koreksi biaya royalti penggunaan trademark antara Direktorat Jenderal Pajak dan PT A Indonesia. Penelitian ini bertujuan menganalisis kesesuaian koreksi biaya royalti dengan Arm’s Length Principle  (ALP) dan kesesuaian dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Konsep yang digunakan adalah ALP atas transfer harta tidak berwujud menurut ketentuan perpajakan domestik dan OECD Transfer Pricing Guideline. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa koreksi yang dilakukan oleh DJP tidak sesuai dengan ALP dan dasar pertimbangan Majelis Hakim telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Saran dari penulis agar ketentuan TP di Indonesia lebih diperjelas guna mencegah terjadinya sengketa.

The dispute arise upon the correction to royalty expense for the use of trademark between PT A Indonesia and Directorate General of Taxes (DGT). This research aims to analyze comfirmity between the correction to royalty expense and the ALP. Also it is to analyze the consideration basis of the Judges at the Indonesia Tax Court in settling  the appeal dispute according to the prevailing tax regulation. The consept use in this research is the ALP of intangible asset transfer according to the domestic tax regulation and OECD Transfer Pricing Guideline. This research use the quantitative method approach. The result shows that the correction to royalty expense conducted by DGT is not complied with ALP and the consideration basis of the Judges’s decision in appeal dispute is in accordance with the prevaling tax regulation. This research suggested it is important to make clearer transfer pricing regulation in Indonesia to avoid any unnecessary disputes."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Rafael
"Transfer pricing merupakan salah satu jenis sengketa pajak yang paling popular yang terjadi antara wajib pajak dan otoritas pajak di seluruh dunia. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya sengketa transfer pricing, OECD merumuskan prosedur dalam menerapkan analisis kesebandingan. Prosedur ini membantu wajib pajak dan otoritas pajak dalam menentukan nilai wajar dari transaksi hubungan istimewa yang merupakan penyebab utama sengketa transfer pricing. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, dengan fokus pada PT OCI, untuk mengevaluasi praktik analisis kesebandingan yang dilakukan perusahaan dan kesesuaiannya dengan OECD Transfer Pricing Guidelines. Pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT OCI telah melakukan analisis kesebandingan pada transaksi transfer pricing sesuai dengan pedoman OECD sedangkan pihak otoritas pajak tidak melakukan analisis kesebandingan dalam melaksanakan pemeriksaan transfer pricing. Namun, khusus untuk transaksi penggunaan merek dagang, PT OCI harus menerima hasil koreksi pemeriksaan. Pemenuhan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha untuk transaksi pemanfaatan aset tidak berwujud harus memenuhi dua ketentuan tambahan, yaitu terkait dengan eksistensi transaksi dan manfaat ekonomi dari pemanfaatan aset tidak berwujud. Berdasarkan hasil benefit test disimpulkan bahwa merek dagang yang digunakan oleh PT OCI tidak memberikan kontribusi dalam meningkatkan keberhasilan penjualan PT OCI sehingga transaksi penggunaan aset tidak berwujud tidak memenuhi prinsip kewajaran.

Transfer pricing is one of the most popular drivers of tax disputes between taxpayers and tax authorities around the world. To lessen the probability of disputes, the OECD proposes procedures for comparability analysis. These procedures help taxpayers and tax authorities to determine the arm's length values of related-party transactions, which is the main cause of many transfer pricing disputes. This study uses a case study method, focusin g on PT OCI, to evaluate a firm’s comparative analysis practice and its conformity to OECD Transfer Pricing Guidelines. Data collection through interviews and documentation. The results of this study indicate that PT OCI had conducted a comparability analysis of transfer pricing transactions in conformity with the OECD guidelines, while the tax authorities have not carried out a comparability analysis in carrying out transfer pricing audits. However, specifically for trademark utilization transactions, PT OCI must accept the results of inspection corrections. Fulfillment of the arm’s length principle for transactions utilizing intangible assets must comply with two additional provisions, namely related to the existence of transactions and economic benefits from the utilization of intangible assets. With the results of the benefit test, it was concluded that the trademark used by PT OCI did not contribute to increasing the success of PT OCI's sales so that transactions for the use of intangible assets did not meet the arm’s length principles."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Lazuardi
"Pada Maret 2020, Kementerian Keuangan mengeluarkan PMK-22/2020 yang mengatur tentang kesepakatan harga transfer seraya melaraskan peraturan APA Indonesia dengan Aksi BEPS 14 agar lebih memberikan kepastian hukum. Sebagai bentuk adopsi, PMK-22/2020 mengatur ketentuan baru seperti perluasan pengertian hubungan istimewa yang tidak diatur dalam Pasal 18 ayat 4 UU PPh. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis implementasi kebijakan kesepakatan harga transfer dan faktor-faktor penghambat proses implementasi kebijakan kesepakatan harga transfer sebagaimana diatur dalam PMK-22/2020 dalam mencegah sengketa transfer pricing di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penentuan harga transfer di Indonesia sebagaimana diatur dalam PMK-22/2020 belum sepenuhnya memenuhi indikator content of policy. Indikator yang belum dipenuhi adalah indikator kelompok sasaran, dalam hal ini kebijakan APA yang seharusnya berlaku bagi Wajib Pajak yang ingin mengajukan APA namun juga diberlakukan bagi seluruh Wajib Pajak yang melakukan transaksi afiliasi meskipun tidak mengajukan APA. Di sisi lain, implementasi kebijakan kesepakatan harga transfer telah memenuhi seluruh indikator dalam context of policy yang terdiri dari kekuasaan, kepentingan, dan strategi, karakteristik lembaga dan penguasa, daya tanggap dan kepatuhan. Selanjutnya, faktor-faktor yang menghambat implementasi PMK-22/2020 dilihat dari sisi otoritas pajak, yaitu kompleksitas kasus dan transaksi Wajib Pajak, karakteristik negara yang ingin mempertahankan kepentingan negara masing-masing, komunikasi yang tidak lancar dengan otoritas pajak negara mitra, dan kesulitan dalam mengumpulkan dokumen pendukung dan kurangnya transparansi dari Wajib Pajak. Sedangkan, faktor-faktor yang menghambat implementasi PMK-22/2020, dilihat dari sisi Wajib Pajak adalah keraguan  Wajib Pajak terhadap otoritas pajak, interpretasi peraturan yang tidak jelas dan multitafsir, dan pengetahuan Wajib Pajak yang minim mengenai transfer pricing

In March 2020, the Ministry of Finance issued a PMK-22/2020 which stipulates the Advance Pricing Agreement whilst aligning the Indonesian advance pricing agreement regulation with BEPS Action 14 to provide more legal certainty. As a form of adoption, PMK-22/2020 stipulates new provisions such as extension of the definitions of special relationship which are not stipulated in Article 18 paragraph 4 of the Income Tax Law. Therefore, this study analyzed the implementation of the advance pricing agreement regulation and impediment factors of the implementation of the advance pricing agreement regulation as stipulated in PMK-22/2020 in preventing the transfer pricing disputes in Indonesia. The results of this study indicate that the implementation of the advance pricing agreement regulation in Indonesia as stipulated in PMK-22/2020 has not fully fulfilled the content of policy indicator. The indicator that has not been fulfilled is the target group indicator, in this case the advance pricing agreement regulation should have been applied limited to Taxpayers who want to apply for an advance pricing agreement, however it is also intended for all Taxpayers who conduct related party transactions even when the related party transactions are not in the context of advance pricing agreement. On the other hand, the implementation of the advance pricing agreement regulation has fulfilled all indicators in the context of implementation consisting of power, interests, and strategies, characteristics of institutions and rulers, responsiveness and compliance. Furthermore, the factors which impediment the implementation of PMK-22/2020 are seen in terms of tax authorities, namely the complexity of cases and Taxpayers’ transactions, the characteristics of countries who want to maintain their respective countries’ interests, communication that is not smooth with other tax authorities, and difficulties in collecting supporting documents and lack of transparency of taxpayers. Meanwhile, the factors that impediment the implementation of PMK-22/2020, in terms of taxpayers are doubts about taxpayers on tax authorities, interpretation of unclear regulations and multi-interpretation, and minimum knowledge about transfer pricing of the Taxpayer."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahiswara Timur
"Penelitian ini disusun untuk mengkaji aspek-aspek hukum dari praktik transfer pricing dalam suatu transaksi jasa yang dilakukan oleh perusahaan terbuka di Indonesia serta untuk mengetahui metode dan dampak dari suatu Transfer Pricing pada transaksi jasa terafiliasi yang dilakukan oleh perusahaan terbuka. Hasil dari penelitian ini adalah, di samping perlindungan yang telah diberikan peraturan perundang-undangan, masih ada celah hukum yang memungkinkan perusahaan terbuka melakukan praktik Transfer Pricing dalam transaksi jasa afiliasi yang dapat merugikan potensi penerimaan pajak negara dan pemegang saham minoritas. Diperlukan pengetahuan teknis mendalam dari pihak regulator dan dokumentasi data pembanding yang memadai untuk dapat mengantisipasi praktik negatif tersebut.

This research is done to study legal aspects of Transfer Pricing in affiliated services transaction by public company in Indonesia, also to study methods and impacts of such practice. The result of this resarch, beside the protection given by regulations, there are still loop holes from such regulations that give public companies the opportunity to practice Transfer Pricing in affiliated services transactions which will corrupt the potention of state’s tax revenue and corrupt minority shareholder’s interest. Advanced technical knowledge from the regulator and well-documented comparable data are needed to anticipated such negative impacts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47384
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiliana
"Pada tahun 2014, OECD mengeluarkan TP documentation deliverable mengenai Rencana Aksi 13 (re-examine transfer pricing documentation). Indonesia sebagai negara G-20 yang ikut mendukung rencana aksi tersebut tentunya memiliki kebijakan dalam menanggapi perubahan tersebut. Hal ini tentu berpengaruh terhadap peraturan domestik, dalam hal ini yaitu PER 32/PJ/2011 tentang Prinsip Kewajaraan dan Kelaziman Usaha dan berdampak pada kasus transfer pricing yang masih menjadi isu utama di Indonesia. Penelitian ini membahas perbandingan dokumentasi transfer pricing ketentuan PER 32/PJ/2011 dan rencana aksi 13 base erosion profit shifting ditinjau dari asas kepastian hukum. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ketentuan local files telah terakomodir dalam PER 32/PJ/2011 sedangkan ketentuan country by country reporting sama sekali belum diatur dalam PER 32/PJ/2011. Rencana Aksi 13 memberikan kepastian hukum yang dapat memberikan jaminan sesuatu kewajiban serta hak tertentu bagi Wajib Pajak dan otoritas pajak.

In 2014, the OECD issued a TP documentation deliverables on an Action Plan 13 (re-examine the transfer pricing documentation). Indonesia as the G-20 countries are supporting the action plan must have a policy in response to these changes. This would affect the domestic legislation, in this case, namely PER 32 / PJ / 2011 on the arm`s length principle and impact on transfer pricing cases is still a major issue in Indonesia. This study discusses the comparison of transfer pricing documentation provisions PER 32 / PJ / 2011 with an action plan 13 base erosion of profit shifting. The approach used is qualitative descriptive method. These results indicate that the provision of local files have been accommodated in PER 32 / PJ / 2011 while the provision of country-by-country reporting is not yet set in PER 32 / PJ / 2011. Action Plan 13 provides legal certainty can give something obligations and guarantees certain rights for taxpayers and tax authorities."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S58161
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niti Inda Maitasari
"Laporan magang ini membahas mengenai penyusunan transfer pricing documentation PT KLM tahun 2009 yang bergerak di bidang distribusi. PT KLM diwajibkan untuk membuat transfer pricing documentaion dikarenakan transaksinya dengan perusahaan afiliasinya di luar negeri (transaksi afiliasi). Hal yang diuji adalah apakah transaksi afiliasi memiliki kesebandingan harga dengan transaksi independen. Metode yang digunakan dalam menguji kesebandingan harga transaksi afiliasi PT KLM adalah transactional net margin method (TNMM) dan menggunakan Berry ratio sebagai profit level indicator (PLI). Hasil perbandingan Berry ratio PT KLM dengan perusahaan pembanding menunjukkan bahwa transaksi afiliasi PT KLM sudah memenuhi prinsip kesebandingan harga.

The focus of this study is the establishment transfer pricing documentation of PT KLM for year 2009 that engaged in distributor business. PT KLM is required to provide transfer pricing documentation due to their transaction with the affiliated party (affiliated transaction). The test is whether the affiliated transaction has arm's length price with the independent transaction. The Method used in arms length test of PT KLM?s affiliated transaction is transactional net margin method (TNMM) and using Berry ratio as profit level indicator (PLI). The result of comparison Berry ratio of PT KLM with the compared company showed that affiliated transaction of PT KLM has appropriate with arm?s lenght principle."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Bariq Asri Jasmine Viviansyah
"Laporan magang ini merupakan hasil evaluasi selama melakukan kegiatan magang di ABC Indonesia yang membahas dan mengevaluasi prosedur dan alat untuk benchmarking dalam persiapan Dokumen Lokal Penentuan Harga Transfer di ABC Indonesia menggunakan metode laba bersih transaksional. Dalam laporan ini, 3 perusahaan klien ABC Indonesia dipilih untuk menjadi sampel. Berdasarkan evaluasi, dapat disimpulkan bahwa prosedur benchmarking di ABC Indonesia lengkap dan dapat diandalkan sehingga mengikuti hukum dan peraturan yang berlaku. Alat-alat yang digunakan di ABC Indonesia juga membantu mendukung efisiensi waktu pada persiapan Dokumen Lokal Penentuan Harga Transfer di ABC Indonesia.

This internship report is the result of an evaluation during the internship at ABC Indonesia that discusses and evaluates the benchmarking procedures and tools in the preparation of Transfer Pricing Local File Documents in ABC Indonesia using the Transactional Net Margin Method. In this report, 3 ABC Indonesia client companies are selected as samples. Based on the evaluation, it is concluded that the benchmarking procedures in ABC Indonesia are complete and reliable so that it follows the applicable laws and regulations. The tools used in ABC Indonesia also assisted endorsing the time efficiency on the preparation of Transfer Pricing Local File Documents in ABC Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marsya Khairina Azzahra
"ABSTRAK
Fokus dari penelitian ini adalah untuk menganalisis fungsi Pengembangan, Peningkatan, Pemeliharaan, Perlindungan, dan Pemanfaatan (selanjutnya disebut DEMPE) untuk transaksi dengan pihak afiliasi sehubungan dengan harta tidak berwujud. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana mengidentifikasi fungsi DEMPE untuk pemanfaatan harta tidak berwujud diantara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai salah satu bentuk implementasi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (Arms Length Principle) di Indonesia, dan untuk mengetahui kondisi regulasi Indonesia atas identifikasi fungsi DEMPE atas transaksi afiliasi sehubungan dengan harta tidak berwujud. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data kualitatif. Data yang dikumpulkan sebagai dasar analisis didapatkan melalui wawancara mendalam dengan narasumber yang dipilih berdasarkan pengalaman profesional mereka di bidang Perpajakan Internasional dan Transfer Pricing. Penelitian ini kemudian menjelaskan bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi fungsi DEMPE atas transaksi afiliasi sehubungan dengan harta tidak berwujud, cara yang dapat dilakukan misalnya melalui wawancara fungsional kepada key personnel perusahaan atau grup, serta melakukan tinjauan analisis fungsional yang dapat dilakukan melalui tinjauan mendalam terhadap dokumen yang dimiliki oleh perusahaan atau grup. Penelitian ini juga menghasilkan bahwa saat ini tidak ada peraturan atau pedoman khusus yang secara khusus mengacu pada kewajiban Wajib Pajak untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi DEMPE yang dilakukan untuk transaksi pihak afiliasi sehubungan dengan harta tidak berwujud di Indonesia, dan penerimaan masukan yang berasal dari pihak Wajib Pajak dan Pejabat Pajak yang menyatakan bahwa dibutuhkan klarifikasi dalam bentuk regulasi atau panduan mengenai transfer pricing atas harta tak berwujud - dan tidak hanya terbatas pada identifikasi fungsi DEMPE. Peneliti kemudian menyarankan pihak pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan opsi untuk merumuskan dan menegakkan peraturan atau pedoman mengenai penentuan harga transfer atas harta tidak berwujud yang berfungsi untuk mengklarifikasi posisi peraturan penentuan harga transfer Indonesia, serta untuk memitigasi risiko atas sengketa pajak terkait penentuan harga transfer sehubungan dengan harta tidak berwujud di Indonesia.

ABSTRACT
The focus of this research is to analyze the Development, Enhancement, Maintenance, Protection, and Exploitation (hereinafter referred as DEMPE) function for related party transactions concerning Intangibles. The purpose of this study is to understand how to identify the DEMPE function of for the use of Intangibles between related parties as a part of the implementation on Arms Length Priciple in Indonesia, and to find out Indonesias state of regulation when it comes to the DEMPE function identification in related party transactions concerning Intangibles. The methodology used in this research is qualitative approach with qualitative data analysis technique. The data were collected by means of in-depth interview with the respected sources chosen based on their professional experience in the field of International Tax and Transfer Pricing. This research later explains that there are some ways that could be done in order to identify the DEMPE functions of intangibles transactions, e.g. to perform functional interview to the companys or groups key personnels, as well as functional analysis that could be done through in-depth review of the companys or the groups documents. This research also results that currently there is no specific regulation nor guidance that are specifically referring to the obligation of the Taxpayers to identify the DEMPE functions performed for related party transactions concerning intangibles in Indonesia and that there are suggestions from both Taxpayers and Tax Officers side that a clarification in the form of regulation or guidance regarding transfer pricing for Intangibles-and not only limited to the identification of DEMPE functions-is required. The researcher later suggests the policy maker to consider the options to formulate and to enforce the regulation or guidance regarding transfer pricing for Intangibles to clarify Indonesias transfer pricing regulation position, as well as to mitigate the risk of overwhelming and unnecessary increase in transfer pricing dispute regarding Intangibles in Indonesia."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>