Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62955 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Clarissa Fadhilah Hermawan
"Latar belakang : Kehilangan gigi merupakan salah satu keadaan yang sering ditemukan pada kesehatan gigi dan mulut. Meskipun memiliki efek yang signifikan terhadap kesehatan secara menyeluruh, masih banyak masyarakat yang tidak mengatasi permasalahan kehilangan gigi dengan gigi tiruan. Contoh faktor yang menimbulkan kurangnya perawatan gigi tiruan, yaitu persepsi masyarakat terhadap perawatan gigi tiruan dan alasan finansial. Persepsi individu terhadap pemilihan rencana perawatan gigi merupakan keputusan yang sangat penting berdasarkan pengetahuan, kesadaran, dan motivasi. Persepsi dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, finansial, dan faktor sosiodemografis. Keadaan finansial merupakan salah satu faktor utama di negara berkembang untuk mencari perawatan. Hal ini dikarenakan biaya perawatan gigi tiruan yang cukup mahal sehingga banyak yang memilih perawatan gigi tiruan lepasan dikarenakan biayanya relative murah dibandingkan dengan perawatan gigi tiruan lainnya. Faktor finansial berhubungan erat dengan kesediaan untuk membayar perawatan (willingness to pay/WTP). Tujuan : Mengetahui hubungan persepsi masyarakat dengan kesediaan membayar perawatan gigi tiruan lepasan. Selain itu, dilakukan juga analisis deskriptif keadaan sosiodemografis dan keadaan ekonomi masyarakat. Metode : Penelitian ini dilakukan dengan desain potong lintang pada 274 orang yang berusia 18 tahun ke atas yang mengalami kehilangan gigi (bukan karena pencabutan molar 3 ataupun alasan perawatan ortodonti). Kuesioner yang digunakan adalah persepsi masyarakat terhadap perawatan gigi tiruan dan untuk menentukan kesediaan membayar, menggunakan pertanyaan hipotetika, discrete choice, dan open-ended question. Analisis statistik yang digunakan adalah Uji Chi-Square, Uji Kruskal Wallis, dan Uji Mann Whitney. Hasil Penelitan : Karakteristik demografis pada responden penelitian yang kehilangan gigi adalah perempuan (63,1%), berusia 35-54 tahun (42,7%), berpendidikan terakhir di perguruan tinggi (83,2%), dan memiliki jarak terdekat ke fasilitas kesehatan gigi terdekat dengan jarak 1-5 km (56,6%). Berdasarkan uji Chi-Square, tidak terdapat hubungan persepsi masyarakat dengan keputusan pemakaian gigi tiruan (domain tujuan (p=0,331), domain manfaat (p=0,579), dan domain prosedur (p=0,654), terdapat hubungan pendapatan dengan kesediaan membayar (p=0,014), terdapat hubungan pendidikan dengan kesediaan membayar (p=0,002), dan terdapat hubungan kesediaan membayar dengan keputusan pemakaian gigi tiruan (p=0,000). Kesimpulan : Terdapat hubungan kesediaan membayar dengan perawatan gigi tiruan namun tidak terdapat hubungan persepsi masyarakat dengan perawatan gigi tiruan.

Background: Tooth loss is a condition that is often found in dental and oral health. Even though it has a significant effect on overall health, there are still many people who do not overcome the problem of tooth loss with dentures. Examples of factors that lead to a lack of use of dentures are people's perceptions of denture treatment and financial reasons. Individual perception of the choice of treatment plan is a very important decision based on knowledge, awareness, and motivation. Perceptions can be influenced by educational level, financial, and sociodemographic factors. Financial situation is one of the main factors in developing countries to seek treatment. This is because the cost of denture treatment is quite expensive. This is because the cost of denture care is quite expensive, so many choose removable denture treatment because the cost is relatively cheap compared to other denture treatments. The financial factor is closely related to the willingness to pay for treatment (willingness to pay/WTP). Objective: To study the relationship between public perception and willingness to pay (WTP) for removable denture treatment. In addition, an analysis of the sociodemographic and economic conditions of the community was also carried out. Methods : This study was conducted with a cross-sectional design on 274 people aged 18 years and over and had missing teeth (not due to third molar extraction or reasons for orthodontic treatment). The questionnaire used is public perception of denture treatment and to determine willingness to pay, using hypothetical questions, discrete choice, and open-ended questions. The statistical analysis used was the Chi-Square Test, the Kruskal Wallis Test, and the Mann Whitney Test. Result: Demographic characteristics of the research respondents who lost their teeth were women (63.1%), aged 35-54 years (42.7%), graduated from university (83.2%), and had the closest distance to the nearest dental health facility with a distance of 1-5 km (56.6%). Based on the Chi-Square test, there is no relationship between public perception and the decision to use dentures (objective domain (p=0.331), benefits domain (p=0.579), and procedure domain (p=0.654), there is a relationship between income and willingness to pay (p =0.014), there is a relationship between education and willingness to pay (p=0.002), and there is a relationship between willingness to pay and the decision to use dentures (p=0.000). Conclusion: There is a relationship between willingness to pay and removable denture treatment but there is no relationship between public perception and denture treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Labiyan Asri Laili
"Latar Belakang: Kehilangan gigi merupakan masalah yang sering ditemukan pada lanjut usia (lansia) dan berdampak buruk pada sistem fungsional, struktur anatomi, estetika, emosional, dan sosial. Dokter gigi perlu merekomendasikan perawatan prostodontik untuk merehabilitasi kondisi tersebut, namun kebutuhan perawatan gigi tiruan dikalangan lansia masih sangat terbatas. Dalam kebutuhan perawatan, keadaan sosiodemografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan) dan jumlah kehilangan gigi dapat memengaruhi prosesnya. Tujuan: Mengetahui gambaran dan menganalisis hubungan kebutuhan perawatan prostodontik pada pasien lansia berdasarkan keadaan sosiodemografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan) dan jumlah kehilangan gigi. Metode: Studi analitik observasional dengan desain cross sectional dan menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien baru yang datang pada bulan Januari – November 2022. Rekam medik yang digunakan adalah rekam medik konvensional dan digital dengan dengan teknik pengambilan consecutive sampling. Hasil Penelitian: Distribusi frekuensi kebutuhan perawatan prostodontik didominasi oleh kelompok usia 60-69 tahun (56.9%), perempuan (58.8%), tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (PT) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) (39.2%), jumlah kehilangan gigi sebanyak gigi (74.5%), dan jenis perawatan yang paling banyak dibutuhkan yaitu Gigi Tiruan Lengkap (GTL) (54.9%). Uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara jumlah kehilangan gigi dengan kebutuhan perawatan Gigi Tiruan Jembatan (GTJ), Gigi Tiruan Sebagian (GTS), dan GTL (p=0.000) serta terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kebutuhan perawatan GTL (p=0.017). Namun, tidak terdapat hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan kebutuhan perawatan GTJ, GTS, dan GTL (p 0.05). Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan kebutuhan perawatan prostodontik dengan tingkat pendidikan dan jumlah kehilangan gigi pada pasien lansia di RSKGM FKG UI.

Background: Tooth loss is a problem that is often found in the elderly and has a negative impact on functional systems, anatomical structures, aesthetics, emotional and social. The dentists will recommend prosthodontic treatment to rehabilitate this condition, but the need for denture treatment among the elderly is still limited. In terms of treatment needs, sociodemographic (age, gender, level of education) and the number of missing teeth can influence the process. Objective: Knowing the description and analyzing the relationship between the need for prosthodontic treatment in elderly patients based on sociodemographic conditions (age, gender, level of education) and the number of missing teeth. Methods: Observational analytic study with cross-sectional design and using secondary data from the medical records of new patients who arrived in January – November 2022. The medical records used were conventional and digital medical records with consecutive sampling technique. Result: The frequency distribution of the need for prosthodontic treatment was dominated by the age group 60-69 years (56.9%), women (58.8%), higher education level and senior high school (39.2%), the number of missing teeth was >6 teeth (74.5%), and the type of treatment most needed is complete denture (54.9%). The chi-square test showed that there is a relationship between the number of missing teeth and the need for fixed partial denture, removable partial denture, and complete denture treatment (p=0.000) and there is a relationship between education level and complete denture treatment needs (p=0.017). However, there is no relationship between age and gender with the need for fixed partial denture, removable partial denture, and complete denture treatment (p 0.05). Conclusion: This study shows that there is a relationship between prosthodontic treatment need with education level and the number of missing teeth in elderly patients at RSKGM FKG UI. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faiq Zuhdi
"Kehilangan gigi merupakan masalah yang umum terjadi di masyarakat. Untuk itu diperlukan implant gigi dengan desain dan material yang dapat meningkatkan osseointegrasi dan juga kekuatan mekanik yang baik. Salah satu metode untuk membuat implant gigi ini yaitu dengan metode metal injection molding. Wrought material Ti6Al4V dengan dimensi 5 mm x 5 mm x 3 mm yang sudah dilakukan surface treatment dengan pengamplasan grit P80, P180, dan P600 dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk kubus dengan dimensi 5 mm x 5 mm x 5 mm kemudian diinjeksikan Feedstock Ti6Al4V hingga cetakan terisi penuh dan menempel pada wrought material Ti6Al4V. selanjutnya dilakukan proses solvent debinding dengan larutan heksana selama 3 jam pada temperature 60 °C dan dilanjutkan thermal debinding dengan temperature 600 °C dengan heating rate 5 °C/menit dengan waktu tahan 60 menit menggunakan atmosfer argon. Proses sintering menggunakan temperature 1150 °C dengan waktu tahan 60 menit, 90 menit, dan 120 menit pada atmosfer argon dengan flow rate 1 liter/menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu tahan sintering berpengaruh pada persentase porositas dan juga kekerasan material Ti6Al4V. Pada kekerasan material porous Ti6Al4V terdapat peningkatan kekerasan sedangkan pada wrought material Ti6Al4V terjadi penurunan kekerasan pada waktu tahan sintering 120 menit karena fenomena pertumbuhan butir. Kekasaran permukaan sangat berpengaruh pada shear bond strength pada permukaan dengan nilai kekasaran permukaan yang tinggi maka shear bond strength juga akan semakin tinggi. Pada penelitian ini hasil shear stress yang tertinggi sebesar 1,5406 Mpa pada kekasaran permukaan Ra sebesar 2,3677 μm

Tooth loss is a common problem in society. For this reason, dental implants with designs and materials that can improve osseointegration and good mechanical strength are needed. One of the methods for making dental implants is the metal injection molding method. Wrought material Ti6Al4V with dimensions of 5 mm x 5 mm x 3 mm which has been surface treated with grinding paper P80, P180, and P600 is inserted into a cube-shaped mold with dimensions of 5 mm x 5 mm x 5 mm then injected with Feedstock Ti6Al4V until the mold is filled full and attached to the wrought Ti6Al4V material. The solvent debinding process with hexane was carried out for 3 hours at a temperature of 60 °C and continued by thermal debinding at a temperature of 600 °C with a heating rate of 5 °C/minute with a holding time of 60 minutes using an argon atmosphere. The sintering process uses a temperature of 1150 °C with holding times of 60 minutes, 90 minutes, and 120 minutes in an argon atmosphere with a flow rate of 1 liter/minute. The results showed that the sintering resistance time affects the percentage of porosity and also the hardness of the Ti6Al4V material. In the hardness of the porous Ti6Al4V material there is an increase in hardness, while in the wrought material Ti6Al4V there is a decrease in the hardness at a sintering time of 120 minutes due to the grain growth phenomenon. Surface roughness is very influential on the shear bond strength on a surface with a high surface roughness value, the shear bond strength will also be higher. In this study, the highest shear stress was 1.5406 Mpa at a surface roughness Ra of 2.3677 μm"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Nasseri
"Latar Belakang : Kehilangan gigi dapat menyebabkan penurunan fungsi mastikasi, bicara, serta memberikan dampak emosional. Rehabilitasi menggunakan gigi tiruan dikatakan mengalami penurunan mencapai 30 daripada pasien bergigi lengkap. Mastikasi terdiri dari rangkaian proses penghancuran dan pencampuran. Sampai saat ini belum ada metode tunggal yang dapat mengevaluasi kedua aspek secara bersamaan. Kemampuan mastikasi secara objektif dapat diukur dengan beberapa metode, seperti gummy jelly untuk mengukur kemampuan menghancurkan makanan sedangkan color-changeable chewing gum untuk mengukur kemampuan mencampur makanan. Kemampuan mastikasi diduga dipengaruhi faktor usia, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh IMT , indeks Eichner, laju alir saliva, pH saliva, kecepatan mengunyah, dan sensory feedback.
Tujuan : Menganalisis kemampuan mastikasi antara pemakai gigi tiruan sebagian lepasan GTSL dengan subjek bergigi lengkap menggunakan color-changeable chewing gum dan gummy jelly, mengetahui hubungan antara kedua metode, serta faktor yang mempengaruhinya.
Metode : Subjek penelitian 40 pasien bergigi lengkap dan 40 orang pasien pemakai GTSL dilakukan pengukuran kemampuan mastikasi dengan color-changeable chewing gum sebanyak 30, 45, 60 strokes dan gummy jelly sebanyak 10, 20, 30 strokes, dan batas ambang penelanan, serta pemeriksaan faktor yang mempengaruhinya.
Hasil : Kemampuan mastikasi pada pasien bergigi lengkap lebih baik secara signifikan daripada pasien pemakai GTSL p < 0,05 baik menggunakan gummy jelly maupun dengan color-changeable chewing gum. Terdapat hubungan yang kuat antara color-changeable chewing gum 60 strokes dan gummy jelly 30 strokes. Terdapat hubungan negatif antara gummy jelly dengan indeks Eichner pada pasien GTSL p < 0,05.
Kesimpulan : Kemampuan mastikasi pemakai GTSL mengalami penurunan sebesar 20.84 dengan menggunakan gummy jelly dan 11.77 dengan color-changeable chewing gum dibandingkan pasien bergigi lengkap. Kedua bahan ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan mastikasi, namun gummy jelly lebih sesuai untuk subjek dewasa muda dengan kemampuan mastikasi yang baik. Jumlah stroke optimal pada GTSL yaitu 60 strokes menggunakan color-changeable chewing gum dan 30 strokes menggunakan gummy jelly. Indeks Eichner mempunyai hubungan dengan kemampuan mastikasi pada pasien pemakai GTSL dengan menggunakan gummy jelly. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Armida Sofyanis
"Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan ukuran rata-rata rahang kelompok Deutero Melayu pada mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Cetakan rahang mahasiswa diambil dan dibuat model rahang. Kemudian dilakukan pengukuran pada model tersebut dalam milimeter. Yang diukur adalah : panjang rahang dan lebar rahang, serta panjang lengkung gigi. Kemudian dicari ukuran rataratanya. Selain dari itu, dibedakan Pula bentuk rahang yang persegi dan yang oval. Dari gambaran bentuk lengkung rahang yang didapat,ternyata bentuk lengkung rahang yang oval, persegi, dan rata-rata ( gabungan oval dan persegi ), tidak menunjukkan banyak perbedaan, bila dikaitkan dengan ukuran sendok cetak yang sesuai. Hasil penelitian didapatkan ukuran rata-rata rahang,yang terdiri dari panjang rahang, lebar rahang, dan panjang lengkung rahang."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Melia
"Kehilangan gigi dan pemakaian gigi tiruan dapat mempengaruhi asupan makanan seseorang. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kehilangan gigi dan pemakaian gigi tiruan terhadap status nutrisi. Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang pada 129 subjek berusia 34-80 tahun. Subjek diperiksa kehilangan giginya kemudian diwawancara menggunakan kuesioner Mini Nutritional Assessment (MNA). Data dianalisis menggunakan piranti lunak statistik. Hasil uji analisis chi-square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kehilangan gigi dan status nutrisi (p=0,712) dan antara pemakaian gigi tiruan dan status nutrisi (p=0,252). Ditemukan hubungan bermakna antara usia dan status nutrisi, tingkat pendidikan dan status nutrisi, serta usia dan pemakaian gigi tiruan.
Teeth loss and denture wearing can affect a person's food intake. The purpose of this study was to analyze the relation of tooth loss and denture wearing on nutritional status. The study was conducted with a cross-sectional method on 129 subjects aged 34-80 years. Subjects had their teeth checked and interviewed using Mini Nutritional Assessment (MNA) questionnaire. Data was analyzed using statistical software. The result of chi-square analysis showed no significant relation between tooth loss and nutritional status (p = 0.712) and between denture wearing and nutritional status (p = 0.252). Relation was found between age and nutritional status, educational level and nutritional status, and the age and denture wearing."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Latisha Maulana
"Latar Belakang: Ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) telah terbukti secara in vitro memiliki khasiat sebagai anti Candida albicans (C.albicans). Dalam upaya pengembangan tanaman obat tersebut sebagai obat herbal terstandar anti C.albicans, ekstrak etanol temulawak telah diformulasikan menjadi obat tetes oromukosa. Temulawak mengandung kurkumin yang merupakan senyawa polifenolik berwarna kuning yang dapat menyebabkan diskolorasi gigi.
Tujuan: Mengetahui pengaruh paparan obat tetes ekstrak etanol temulawak terhadap warna email gigi.
Metode: Gigi premolar tanpa karies dan defek struktural dicelupkan dalam obat tetes ekstrak etanol temulawak, CHX 0,2%, dan akuades selama 1 menit kemudian dibilas dan direndam dalam akuades selama 10 menit pada suhu 37oC. Tahapan dilakukan sebanyak 42 siklus (simulasi penggunaan 2 minggu) dan 63 siklus (simulasi penggunaan 3 minggu). Analisis warna dilakukan menggunakan colorimeter pada 3 tahap waktu yaitu sebelum paparan, setelah paparan, dan setelah penyikatan gigi. Nilai yang didapatkan berupa ΔE yang menunjukkan selisih nilai pengukuran warna email sebelum dan setelah paparan obat serta sebelum dan setelah penyikatan.
Hasil: Pada tahap waktu T1-T3 simulasi penggunaan 2 minggu dan 3 minggu, nilai ΔE>3.3 pada ketiga kelompok sehingga terlihat adanya perubahan warna yang signifikan antara warna gigi awal dan setelah penyikatan gigi. Terdapat perubahan warna gigi yang signifikan setelah dilakukan penyikatan dengan pasta gigi.
Kesimpulan: Obat tetes ekstrak etanol temulawak mengakibatkan perubahan warna email gigi yang signifikan. Penyikatan gigi dapat mengurangi efek perubahan warna pada email gigi.

Background: Javanese Turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ethanol extract is known to have antifungal properties against Candida albicans (C.albicans) based on in vitro studies. The next step in developing a standardised herbal medicine is by formulating Javanese Turmeric Ethanol Extract into oromucosal drops. Curcumin found in javanese turmeric is a yellowish polyphenolic compound that has the potential to cause staining on the enamel.
Objective: This study is aimed to evaluate the effect Javanese Turmeric ethanol extraxt oromucosal drops on discoloration of the dental enamel.
Method: Premolars with no caries and structural defects are immersed in the Javanese Turmeric ethanol extract oromucosal drops, a 0,2% CHX mouthwash, and distilled water for 1 minute. After rinsing, they are then immersed in distilled water for 10 minutes at 37oC. The method mentioned is repeated for 42 cycles (2-week simulation) and 63 cycles (3-week simulation). Color assessment is done using a colorimeter at three different time points: before immersion, after immersion, and after brushing. Results will be shown as ΔE which is the color difference of enamel before and after immersion, as well as before and after toothbrushing.
Result: At time point T1-T3 for the 2-week and 3-week simulation, the ΔE score is greater than 3.3 on all three groups indicating a significant color difference before immersion and after toothbrushing. A significant color difference is observed after toothbrushing with toothpaste.
Conclusion: Javanese Turmeric ethanol extract oromucosal drops cause a significant tooth discoloration. Brushing had significant effect on removal of induced stains.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Widayati
"Injeksi PGE2 pada mukosa bukal bersamaan dengan tekanan ortodonti dapat mempercepat pergerakan gigi. Namun metode ini mempunyai kekurangan yaitu resorpsi tulang alveolar dan akar gigi yang besar serta rasa sakit. Gel digunakan sebagai media penghantar, menggantikan bentuk injeksi. Stabilitas PGE2 dalam gel, efek aplikasi gel PGE2 pada pergerakan gigi, konsentrasi RANKL pada GCF dan serum serta resorpsi tulang alveolar dan resorpsi akar gigi belum pernah diketahui.
Penelitian ini eksperimental laboratorium in vitro untuk uji stabilitas gel PGE2 lyophillized dan in vivo pada Macaca fascicularis. Mukosa bukal kaninus kanan dioleskan gel PGE2, sedangkan kaninus kiri dioleskan gel tanpa PGE2, keduanya disertai tekanan ortodonti, pada awal, jam kedua dan keempat, selama dua menit. Pengolesan gel, pengukuran pergerakan gigi, pengambilan darah dan GCF, dilakukan setiap minggu. Macaca dieuthanasia, dinekropsi lalu dibuat sediaan histologi dan dievaluasi dengan TRAP. Gel PGE2 lyophillized tidak stabil, sehingga dibuat resenter paratus.
Gel PGE2 dapat mempercepat pergerakan gigi 1,8 kali, RANKL dan resorpsi tulang alveolar lebih besar dari kontrol, serta resorpsi akar sama dengan kontrol. Gel PGE2 mempunyai prospek sebagai medikasi topikal untuk mempercepat pergerakan gigi ortodontik.

The injection of PGE2 on buccal mucosa along with orthodontic force could accelerate orthodontic tooth movement. Nevertheless, this method also has adverse effects such as pain, over resorption of the alveolar bone and root structure. PGE2 gel to substitute the necessity of injection. Hence, the effect of PGE2 gel on the rate of tooth movement and RANKL concentration in GCF and blood serum also alveolar bone and root resorption is yet to be determined.
This study was an experimental laboratory in vitro to know the stability of PGE2 gel lyophillized and in vivo in Macaca fascicularis. PGE2 gel was applied on buccal mucosa of right canine along with orthodontic force and non- PGE2 gel on left canine on beginning, second, and fourth hour each for two minutes. Gel application, tooth movement measurement, blood sample, and GCF were done every week. Macaca euthanized, and made histology ​​ and evaluated by TRAP. PGE2 gel was made resenter paratus due to instability.
Results showed that PGE2 gel enhanced tooth movement 1.8 times, RANKL and alveolar bone resorption were greater than control and root resorption was similar to control. PGE2 gel had a good prospect as topical medication to enhance tooth movement in orthodontics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merry Elisa
"ABSTRACT
Latar Belakang: Kehilangan gigi masih menjadi masalah dalam kesehatan gigi dan mulut orang dewasa di Indonesia. Namun, karena kurangnya kesadaran dan faktor sodiodemografi lainnya, biasanya pasien tidak langsung mencari perawatan prostodontik setelah mengalami kehilangan gigi. Tujuan: Menganalisis hubungan antara status kehilangan gigi berdasarkan jumlah dan lokasinya dengan tingkat kesadaran mengenai perawatan prostodontik. Metode: Studi analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan dengan teknik consecutive sampling pada pasien usia 20 tahun ke atas dengan satu atau lebih gigi yang hilang. Subjek diperiksa untuk mengetahui jumlah dan lokasi gigi hilang dan menjawab kuesioner mengenai kesadaran akan perawatan prostodontik. Penelitian ini dianalisis dengan Kruskal-Wallis dan uji Mann Whitney ?=5 . Hasil: Jumlah dan posisi kehilangan gigi memiliki hubungan dengan tingkat kesadaran dengan perawatan prostodontik.

ABSTRACT
Background Edentulism still represents a significant oral health concern among Indonesian adults. Due to lack of awareness, and other sociodemographic factors, mostly patients do not seek prosthetic treatment immediately after tooth loss. Objective This study was analyzed the relationship between number and position of tooth loss with perception of patient rsquo s awareness about prosthodontic treatment. Methods Analytic observational study with cross sectional design. This study was done using a consecutive sampling on patient age of 20 years and above with one or more missing teeth. Patients were evaluated to determine the number and position of tooth loss and answered questionnaire about awareness of prosthodontic treatment. This research was analyzed with Kruskal Wallis and Mann Whitney test a 5 . Results The number and position of missing tooth had a relationship with patient rsquo s awareness of prosthodontic treatment."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William
"ABSTRAK
Latar Belakang : Gigi tiruan penuh yang estetis dipengaruhi oleh pemilihan gigi
anterior. Selain itu, susunan gigi anterior merupakan faktor yang menciptakan efek
estetis. Terdapat berbagai tipe penyusunan gigi anterior. Teori dentogenik
menjabarkan tipe maskulin untuk pria, tipe feminin untuk wanita, dan tipe “denture”.
Akan tetapi tidak ada aturan baku yang menyatakan konsep mana yang paling
estetis.
Persepsi setiap orang terhadap estetik berbeda-beda. Saat proses
pembuatan gigi tiruan, dokter gigi dan pasien dapat memiliki persepsi yang berbeda
terhadap estetik yang dihasilkan gigi tiruan yang akan dibuat. Setidaknya, efek
estetik gigi tiruan dapat menghasilkan penampilan mirip dengan gigi asli dan sesuai
dengan wajah pemakainya. Adanya susunan gigi anterior yang bermacam-macam
dan persepsi setiap individu yang dapat berbeda, maka penentuan estetik dalam
pembuatan gigi tiruan merupakan suatu tantangan.
Tujuan : untuk menganalisis persepsi orang awam dan dokter gigi terhadap
susunan gigi anterior gigi tiruan penuh.
Bahan dan Cara : Subjek penelitian terdiri dari 37 orang awam dan 37 orang dokter
gigi. Pasien terdiri dari 1 orang pria dan 1 orang wanita. Masing-masing pasien
dibuatkan gigi tiruan malam dengan 3 susunan gigi anterior yang berbeda. Dibuat
foto pasien yang sedang memakai gigi tiruan malam tersebut saat tersenyum lebar,
sehingga didapat 3 foto untuk masing-masing pasien. Subjek penelitian diminta
untuk menjawab kuesioner berdasarkan foto-foto pasien yang diamatinya. Jenis
penelitian ini adalah penelitian analitik observasional cross sectional. Penelitian ini
dianalisis dengan uji tes Kappa.
Hasil : Terdapat persamaan persepsi antara orang awam dan dokter gigi. Pada
foto pasien pria, orang awam dan dokter gigi memilih susunan gigi anterior tipe
maskulin, demikian pula pilihan pada foto pasien wanita.
Kesimpulan : Tipe maskulin merupakan tipe susunan gigi anterior yang dipilih
untuk pasien pria dan wanita berdasarkan persepsi orang awam dan dokter gigi.

ABSTRACT
Introduction : Complete denture is aesthetically influenced by the selection of
anterior teeth. In addition, the arrangement of the anterior teeth are factors that
create aesthetic effects. There are various types of anterior tooth arrangement.
Dentogenic theory described masculin type for male and feminin type for female,
beside those, there are denture type. There is no rule that states what type is the
most aesthetic.
Aesthetic perception of each person will vary. In making the denture, the
dentist and the patient may have a different perception. At least, the esthetic effect of
the dentures provides an appearance similar to natural teeth and acceptable with the
wearer's face. There are many arrangement of the anterior teeth and the perception
of each individual that can be different. The determination of the aesthetic in the
fabrication of complete denture facing a challenge.
Aim : to analyze perception of dentists and patients about the anterior teeth
arrangement of complete denture.
Material and method : Subjects were 37 patients and 37 dentists. Models
consisted of 1 male and 1 female. Three different anterior teeth arrangement of wax
trial denture was made for each patient. Photograph was made to the patient with
each wax trial denture while they in a big smile, so 3 pictures were made for each
patient. Subjects were asked to answer the questionnaire based on the photographs
observeation. This was cross sectional analytic study and analized by Kappa test
Result : There is a similarity perception among patients and dentists. In the
photograph of male model, patients and dentists choose anterior tooth arrangement
of masculine types, as well as the photograph of female patients.
Conclusion : The masculine type of anterior teeth arrangement were selected for
male and female patients based on patients and dentists perceptions."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>