Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26169 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferdinand Diandra Yos Sudarma
"Tujuan: Kajian sistematis ini bertujuan mengidentifikasi dan menyelidiki dampak psikologis, seperti stres, kecemasan, dan depresi akibat pandemi COVID-19 sebagai etiologi temporomandibular disorder (TMD). Metode: Protokol penelusuran literatur dalam kajian sistematik ini berdasarkan tahapan Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analyses (PRISMA). Pencarian literatur dilakukan pada empat basis data daring yaitu Pubmed, Scopus, EBSCO, dan ProQuest dengan membatasi literatur dalam bahasa Inggris dan dipublikasikan dalam rentang waktu tahun 2020 hingga 2022 sejak pandemi COVID-19 terjadi. Kriteria inklusi lain yang ditetapkan adalah subjek dengan TMD, dampak psikologis pandemi COVID-19 sebagai etiologi TMD dan studi observasional. Penilaian risiko bias menggunakan borang Joanna Briggs Institute Critical Appraisal. Hasil: Dari penelusuran didapatkan 421 literatur dan setelah proses seleksi terdapat 13 literatur yang termasuk dalam kriteria inklusi. Kondisi TMD pasien didiagnosa menggunakan kuesioner DC/TMD dan variasinya. Pada subjek dengan TMD dilakukan pengukuran terhadap keadaan psikologis dan dampak dari pandemi COVID-19. Hasil pemeriksaan keadaan psikologis pada 13 literatur ini menunjukkan adanya peningkatan stres, depresi, dan kecemasan pada subjek dengan TMD yang merupakan dampak dari pandemi COVID-19. Hal ini disebabkan karena adanya peristiwa lockdown, kehilangan pekerjaan, keterbatasan interaksi sosial, dan ketakutan pada pandemi COVID-19. Dampak pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan tekanan emosional dan kebiasaan parafungsi. Hal ini memperburuk kondisi fisiologis pada sistem stomatognatik dan mengakibatkan terjadinya TMD. Kesimpulan: Interaksi dampak pandemi COVID-19 dengan faktor psikologi dapat berperan sebagai etiologi TMD. Stres, depresi, dan kecemasan berkelanjutan akibat pandemi COVID-19 dapat menyebabkan peningkatan tekanan psikologis dan emosional, serta kebiasaan parafungsi seperti bruxism dan mengakibatkan TMD. Penilaian faktor psikologi yang menyeluruh pada pasien TMD dapat menjadi kunci dalam keberhasilan perawatan pasien TMD terutama pada masa pandemi COVID-19.

Objectives: The aim of this systematic review was to identify and investigate the impact of the COVID-19 pandemic in relation to psychological factors such as stress, anxiety, and depression as etiologies of temporomandibular disorder (TMD).
Methods: The literature search protocol in this systematic review was based on the Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analyses (PRISMA). The literature search was conducted on four online databases: Pubmed, Scopus, EBSCO, and ProQuest by limiting only literature in English and published in the period from 2020 to 2022 since the COVID-19 pandemic occurred. The inclusion criteria were the subject with TMD; the impact of the COVID-19 pandemic as an etiology of TMD; observational studies. The bias risk was assessed using the Joanna Briggs Institute Critical Appraisal form. Results: 421 literatures were obtained in the initial search and after the selection process there were 13 literatures included in this systematic review. The patient's TMD condition was diagnosed using the DC/TMD questionnaire and its variations. Psychological measurements and the impact of the COVID-19 pandemic were carried out for the subjects with TMD. The results of examining the psychological state of the 13 literatures show an increase in stress, depression, and anxiety in subjects with TMD which is the impact of the COVID-19 pandemic. This condition is due to lockdown events, loss of jobs, restrictions on social interaction, and fear of the COVID-19 pandemic. The impact of the COVID-19 pandemic causes an increase in emotional stress,and parafunctional habits. These impacts can cause physiological decline in the stomatognathic system and results in TMD. Conclusions: The interaction between the impact of the COVID-19 pandemic and psychological factors can act as an etiology for TMD. Continued stress, depression and anxiety due to the COVID-19 pandemic can lead to increased psychological and emotional distress, as well as parafunctional habits such as bruxism and lead to TMD. A thorough assessment of psychological factors in TMD patients can be key to the successful treatment of TMD patients, especially during the COVID-19 pandemic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninis Cantika Asriningati
"Latar Belakang: Adanya perubahan pada metode pembelajaran akibat Covid-19 meningkatkan waktu yang dihabiskan untuk menatap layar (screen-time) yang berpotensi mengganggu kualitas tidur mahasiswa kedokteran gigi yang sebelum pandemi ini telah dilaporkan memiliki persentase kualitas tidur buruk yang cukup tinggi. Bedasarkan penelitian sebelumnya, kualitas tidur yang buruk juga dikaitkan dengan insidens TMD. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kualitas tidur dengan TMD pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis pengaruh jenis kelamin dan screen-time terhadap kualitas tidur dan TMD. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada 110 mahasiswa Program Pendidikan Kedokteran Gigi dan Program Profesi Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan Indeks Diagnostik – Temporomandibular Disorder (ID-TMD) secara daring melalui google form. Hasil Penelitian: Uji Chi-Square menujukkan kualitas tidur memiliki hubungan bermakna dengan TMD pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19 (p=0.035). Hubungan yang bermakna juga ditunjukkan antara screen-time dengan kualitas tidur (p=0.027), namun tidak dengan TMD (p=0.489). Jenis kelamin juga tidak memiliki hubungan bermakna, baik dengan kualitas tidur (p=0.974) maupun TMD (p=0.902). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan TMD pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19.Terdapat pula hubungan antara screen-time dengan kualitas tidur. Namun tidak terdapat hubungan antara screen-time dengan TMD, serta jenis kelamin dengan kualitas tidur maupun TMD.

Background: Changes in learning methods and increased screen-time due to Covid-19 pandemic may lead dental students to poor sleep quality. Based on previous studies, poor sleep quality also associated with the incidence of TMD. Objectives: The aim of this study is to analyze the relationship between sleep quality and TMD in dental students during Covid-19 pandemic. This study also aims to analyze the influence of gender and screen-time to sleep quality and TMD. Method: Cross-sectional study was conducted on 110 pre-clinical and clinical year students of Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. Sleep quality was evaluated using Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire and TMD was evaluated using Indeks Diagnostik – Temporomandibular Disorder (ID-TMD) questionnaire. Retrieval of data using questionnaires distributed and collected online. Result: The result of Chi-Square test showing there is relationship between sleep quality and TMD in dental students during Covid-19 pandemic (p=0.035). Significant relationship was also showed between screen-time and sleep quality (p=0.027), but not with TMD (p=0.489). There is no relationship between gender and sleep quality (p=0.974) as well as TMD (p=0.902). Conclusion: This study shows that there is relationship between sleep quality and TMD in dental students during Covid-19 Pandemic. Significant relationship was also found between screen-time and sleep quality. However, no relationship was found between screen-time and TMD along with gender and sleep quality as well as TMD."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Adiwidya
"Pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan perilaku bermain game sebesar 50,8%. Perilaku bermain game berisiko atas terjadinya Internet Gaming Disorder (IGD) yang berpotensi menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan dan psikososial, khususnya pada kelompok remaja. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan telaah literatur secara sistematis mengenai faktor determinan kejadian Internet Gaming Disorder pada remaja selama pandemi COVID-19. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah telaah literatur sistematis. Penelitian ini mencari literatur berbahasa Inggris atau Indonesia yang terbit dalam kurun waktu 11 Maret 2020 hingga 31 Oktober 2022 dengan memanfaatkan 4 online database yaitu PubMed, ScienceDirect, Scopus, dan ProQuest. Berdasarkan penelusuran terdapat 15 literatur yang sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan gambaran prevalensi IGD pada remaja yang beragam mulai dari 3,2% di China hingga 22% di Italia. Sebagian besar literatur juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara stres dengan IGD, kecemasan dengan IGD, dan berbagai macam faktor keluarga dengan IGD, namun tidak ditemukan adanya hubungan antara faktor teman dengan IGD pada remaja. Hal tersebut dikarenakan tidak ditemukannya literatur yang sesuai kriteria inklusi terkait hubungan antara faktor teman dengan IGD pada remaja. Untuk itu, dapat dilakukan penelusuran atau penelitian lebih lanjut mengenai hubungan faktor teman dengan IGD pada remaja.

COVID-19 pandemic led to a 50.8% increase in gaming behavior. Gaming behavior is at risk to the occurrence of Internet Gaming Disorder (IGD) which has the potential to cause various kinds of health and psychosocial problems, especially in adolescents. This study aims to systematically review the literature on the determinants of Internet Gaming Disorder in adolescents during the COVID-19 pandemic. The method used in this study is a systematic literature review. This research looks for literature written in English or Indonesian that was published between March 11th 2020 to October 31st 2022 by utilizing 4 online databases, that include PubMed, ScienceDirect, Scopus, and ProQuest. Based on the search, there were 15 literatures that met the inclusion criteria. The results of this study show that the profile of IGD prevalence in adolescents varies from 3.2% in China up to 22% in Italy. Most of the literature shows that there are relationship between stress with IGD, anxiety with IGD, and various family factors with IGD, but no relationship was found between friend factors with IGD in adolescents. This is due to no literature met the inclusion criteria relating to relationship between friend factors with IGD in adolescents. Therefore, further research can be carried out to find out more about the relationship between friend factors with IGD in adolescents."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
P. Tamilla Artizar Kodijat
"Tujuan: Tujuan dari kajian sistematis ini adalah untuk mengidentifikasi alat ukur yang dapat mengevaluasi disfungsi otot orofasial saat mastiksai dan/atau deglutasi pada pasien Temporomandibular Disorders (TMD). 
Metode: Protokol kajian disusun dan diregistrasikan pada International Prospective Register of Systematic Reviews. Pencarian literatur dilakukan pada enam basis data daring yaitu Pubmed, Scopus, EBSCO, ProQuest, SpringerLink and Wiley dengan membatasi hanya literatur dalam bahasa Inggris dan dipublikasikan dalam rentang waktu tahun 2012 hingga 2022. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah studi yang mengevaluasi otot orofasial dalam pemeriksaan perilaku, performa, efisiensi, durasi, frekuensi mastikasi dan/atau deglutasi pada pasien TMD. Studi yang terpilih sesuai kriteria inklusi dilakukan ekstraksi data dan penilaian risiko bias menggunakan borang Joanna Briggs Institute Critical Appraisal Checklist.
Hasil: Dari proses seleksi didapatkan 2848 literatur dan terdapat 21 literatur yang termasuk dalam kriteria inklusi. Untuk mengukur disfungsi otot orofasial, empat belas literatur menggunakan alat ukut surface electromyography (sEMG), dua belas literatur menggunakan Orofacial Myofunctional Evaluation with Scores (OMES) dan satu literatur menggunakan MBGR Protocol. OMES and MBGR merupakan protokol pemeriksaan yang mencakup postur, mobilitas dan fungsi otot orofasial dari persepsi operator. 
Kesimpulan: Meskipun sifatnya yang non invasif, perolehan data sEMG saja tidak cukup untuk mendapatkan informasi disfungsi otot orofasial saat mastikasi dan deglutasi. OMES dan MBGR memberikan data tambahan yang luas dalam aspek postur, mobilitas dan fungsi dari otot orofasial. Keduanya dapat diaplikasikan secara efisien dalam mengidentifikasi serta mengevaluasi perawatan pada pasien TMD. 

Objectives: The aim of this systematic review was to identify instruments that evaluates orofacial muscle dysfunctions during mastication and/or deglutition in temporomandibular disorders 
Materials and methods: Protocol was organized and registered to the International Prospective Register of Systematic Reviews. Literature search were conducted in 6 databases, Pubmed, Scopus, EBSCO, ProQuest, SpringerLink and Wiley with restriction for studies that are published in English between 2012-2022. The inclusion criteria are studies evaluating orofacial muscle within behaviour, performance, efficiency, duration, frequency assesment during mastication and/or deglutition in TMD patients. Data extraction were followed by risk of bias (RoB) assessment using the Joanna Briggs Institute Critical Appraisal Checklist and continued with further analysis. 
Results: Through selection process on 2848 articles found, 21 were included. For measurement on orofacial muscle, fourteen studies used surface electromyography (sEMG), twelve studies used Orofacial Myofunctional Evaluation with Scores (OMES) and one study used MBGR Protocol. OMES and MBGR are examination protocols that covers posture, mobility and functions from the perception of operator.  
Conclusions: Despite that it is non invasive, sEMG data are not sufficient to obtain information on muscle dysfunction during mastication and deglutition. OMES and MBGR protocols provides broad supplementary data on posture, mobility and functions of orofacial muscle. Both protocols are efficiently applicable for identification and treatment evaluation for TMD patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Arieza Fitrizqa
"Pandemi COVID-19 terbukti meningkatkan tingkat distres psikologis pada remaja. Kondisi emosi remaja cenderung mudah terguncang ketika menghadapi situasi yang tidak biasa, seperti situasi pandemi. Salah satu faktor protektif terhadap terjadinya distres psikologis pada remaja adalah hubungan orang tua-anak. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah hubungan orang tua-anak dapat memprediksi distres psikologis pada remaja madya di masa pandemi COVID-19. Partisipan dalam penelitian ini yaitu kelompok remaja madya berusia 15-18 tahun (M = 16.33, SD = 0,742), berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dan berdomisili di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental. Pengambilan data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yaitu dengan cara menyebarkan kuesioner secara daring kepada 651 partisipan. Hubungan orang tua-anak diukur dengan menggunakan Parent-Adolescent Relationship Scale. Sedangkan, untuk mengukur distres psikologis pada remaja digunakan alat ukur Kessler Psychological Distress Scale (K10) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia. Hasil uji statistik regresi linear sederhana menunjukkan bahwa hubungan orang tua-anak dapat memprediksi distres psikologis pada remaja madya dengan nilai R2 = 6,3% dan β =-0,254 yang berarti setiap kenaikan 1% nilai hubungan orang tua-anak maka nilai distres psikologis berkurang sebesar 0,254. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat hubungan orang tua-anak, maka akan menurunkan tingkat distress psikologis. Maka disarankan untuk meningkatkan relasi hubungan orang tua- anak agar dapat menurunkan tingkat distres psikologis pada remaja, khususnya selama masa pandemi COVID-19.

The COVID-19 pandemic has been shown to increase the level of psychological distress in adolescents. The condition of adolescents tends to be unstable when faced with unusual situations, such as a pandemic. One of the protective factors against adolescent distress is the parent-child relationship. Therefore, this study aims to investigate the role of parent-child relationship in predicting psychological distress among adolescents during the COVID-19 pandemic. Participants in this study were middle adolescents aged 15-18 years (M = 16.33, SD = 0,742) males and females who lived in Indonesia. This research is a non-experimental study. Data was collected using a quantitative approach by distributing questionnaires online to 651 participants. The questionnaires used include Parent-Adolescent Relationship Scale to measure the level of Parent-child relationship, Kessler Psychological Distress Scale (K10) to measure the level of psychological distress. In addition, the results of simple linear regression analysis shows that parent-child relationships negatively significant predicted adolescents psychological distress with R2 = 6.3% and β =-0,254 which means that for every 1% increase in the value of the parent-child relationship, the psychological distress value decreases by 0.254. Therefore, it can be said that the higher the parent-child relationship, the lower the level of psychological difficulties. Thus, it is suggested the need to develop the parent-child relationship to reduce psychological distress in middle adolescents, especially during the COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diva Rizky Ramadhiany
"Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini dapat memicu dialaminya distres psikologis pada remaja atau memperparah distres psikologis yang sudah dialami sebelumnya. Dalam menghadapi hal tersebut, harapan dapat dilihat sebagai salah satu faktor protektif dalam kesehatan mental individu, khususnya di masa pandemi COVID-19 saat ini. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu kontribusi harapan terhadap distres psikologis pada remaja madya dalam konteks pandemic COVID-19 di Indonesia. Studi dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dengan meminta partisipan mengisi alat ukur Kessler Psychological Distress Scale (K10) (Kessler et al., 2003) dan Adult Hope Scale (AHS) (Snyder et al., 1991) versi Bahasa Indonesia yang telah diadaptasi. Partisipan pada penelitian sejumlah 651 remaja madya yang terdiri dari siswa Sekolah Menengah Atas di beberapa kota besar di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan kontribusi harapan yang negatif dan signifikan (R² =.038; F(1,649)=26.63; p<.05) terhadap distres psikologis. Harapan berkontribusi sebesar 3.8% terhadap penurunan distres psikologis. Dimensi agency thinking (β = -.068, p<.05) memiliki kontribusi lebih besar terhadap penurunan distres psikologis dibandingkan pathways thinking (β = -.151, p>.05) yang artinya semakin tinggi agency thinking yang dimiliki remaja, maka distres psikologis yang dialami akan semakin rendah.

The current COVID-19 pandemic can trigger psychological distress in adolescents or exacerbate previously experienced psychological distress. In dealing with the psychological distress, hope can be seen as one of the protective factors in individual mental health, especially during the current COVID-19 pandemic. Therefore, this study aims to find out the contribution of hope to psychological distress in middle adolescents in the context of the COVID-19 pandemic in Indonesia. The study was conducted using a quantitative method by asking participants to fill out the Indonesian version of the Kessler Psychological Distress Scale (K10) (Kessler et al., 2003) and Adult Hope Scale (AHS) (Snyder et al., 1991) which have been adapted into Bahasa. Participants in the study were 651 middle-adolescents consisting of high school students in several big cities in Indonesia. The results of this study indicate a negative and significant contribution of hope (R² = .038; F(1,649)=26.63; p<.05) on psychological distress. Hope contributed 3.8% to the decrease in psychological distress. The agency thinking dimension (β = -.068, p<.05) has a greater contribution to the reduction of psychological distress than pathways thinking (β = -.151, p>.05) which means that the higher the agency thinking adolescents have, the lower psychological distress they are experienced."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Ristiyanto
"Latar Belakang: Peningkatan insiden tukak peptikum perforasi (TPP) Divisi Bedah digestif RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Selama enam bulan awal pandemi Covid-19, naik empat kali lipat, dibandingkan enam bulan sebelum pandemi Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk menilai peran stres psikologis sebagai faktor risiko tukak peptikum perforasi.
Metodologi: Merupakan studi retrospektif potong lintang, membandingkan 2 kelompok subjek penelitian, TPP pandemi Covid-19 Maret 2020 hingga Maret 2021 dan non-pandemi Covid-19 Juli 2017 hingga Februari 2020. Data demografi, klinis, dan tingkat stres psikologis yang diukur dengan Perceived Stress Scale (PSS-10) merupakan variabel yang diperiksa.
Hasil: Tercatat 53 TPP, 28 subjek pada pandemi, pria 11, wanita 17, rerata usia 63 tahun, pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid atau jamu 80%, komorbid 92,8%, lama rawat 23,6 hari, morbiditas 78,5%, infeksi daerah operasi 17%, pneumonia 38,9%, dan mortalitas 46,4%. 25 subjek pada non-pandemi, pria 21, wanita 4, rerata usia 53 tahun, penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid atau jamu 85%, komorbid 48%, rerata skor boey 1,3, PULP 6,8, ASA 3, lama rawat 16,2 hari, morbiditas 52%, infeksi daerah operasi 12%, pneumonia 36%, dan mortalitas 28%. Penilaian PSS-10 pada 37 subjek, pada pandemi, stres berat delapan, stres sedang tujuh, stres ringan empat. Pada non-pandemi stres berat satu, stres sedang delapan, stres ringan sembilan. Uji Fischer exact didapatkan perbedaan antara stres ringan-sedang dengan stres berat pada kedua kelompok, p = 0,019. Uji Spearman didapatkan korelasi moderat (rs = 0,422) antara stres psikologis dengan pandemi, p = 0,009.
Simpulan: Pandemi Covid-19 memperberat stres psikologis, meningkatkan morbiditas dan mortalitas tukak peptikum perforasi.

Background: Increased incidence of perforated peptic ulcer (PPU) Digestive Surgery Division, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. During early of six months Covid-19 pandemic, increased four times, compared to six months before Covid-19 pandemic. This study aims to evaluate the role of psychological stress as a risk factor for perforated peptic ulcer.
Methodology: a cross-sectional retrospective study, compare 2 groups on the PPU subjects of COVID-19 pandemic March 2020 to March 2021 and non-pandemic Covid-19 July 2017 to February 2020. Demographic, clinical, and psychological stress data as measured by Perceived Stress Scale (PSS-10) were variables to be evaluated.
Results: Registered 53 PPU, 28 subjects in Covid-19 pandemic, 11 males, 17 females, 63 years mean age, 80% used of nonsteroidal anti-inflammatory drugs or Indonesian herbs, 92.8% comorbidities, 23.6 days length of stay, 78,5% morbidity, 17% surgical site infection, 38.9% pneumonia, and 46,4% mortality. 25 subjects in non-pandemic, 21 males, 4 females, 53 years mean age, 85% non-steroidal anti-inflammatory drugs or Indonesian herbs, 48% comorbidity, 1.3 mean boey score, 6.8 PULP, 3 ASA, 16.2 days length of stay, 52% morbidity, 12% surgical site infection, 36% pneumonia, and 28% mortality. PSS-10 evaluated on 37 subjects, in pandemic, eight severe stress, seven moderate stress, four mild stress. In non-pandemic, one severe stress, eight moderate stress, and nine mild stress. Fischer's exact test found a difference between mild-moderate stress and severe stress in both groups, p = 0.019. Spearman's test found a moderate correlation (rs=0.422) between psychological stress and the pandemic, p = 0.009.
Conclusion: Covid-19 pandemic exacerbates psychological stress, increasing morbidity and mortality of perforated peptic ulcer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yosephine Roma Intan
"Pandemi COVID-19 menyebabkan diterapkannya kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) hampir di seluruh dunia. Diketahui bahwa WFH berkaitan dengan timbulnya gangguan muskuloskeletal pada pekerja, salah satunya adalah nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP). Secara global, LBP menjadi penyebab terjadinya 60,1 juta kasus tahun hidup dengan kecacatan (YLDs) pada tahun 2015, juga diestimasikan sekitar 568,4 juta kasus kejadian LBP secara global pada tahun 2019. Berdasarkan situasi ini, peneliti tertarik untuk meneliti prevalensi kejadian LBP pada pekerja kantoran di masa pandemi COVID-19 sebagai dampak dari penerapan kebijakan WFH di berbagai negara menurut usia, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Penelitian ini dilakukan menggunakan desain studi systematic review dengan panduan PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic review and Meta-Analyse Protocols). Sampel diperoleh dari basis data yang dilanggan oleh Universitas Indonesia, diantaranya Science Direct, Proquest, Scopus, Ebsco, Embase, dan Cambridge Core yang dipublikasikan pada tahun 2020 hingga 2022. Sebanyak 5 artikel literatur ditinjau pada penelitian ini. Prevalensi LBP pada pekerja kantoran pada masing-masing artikel, diantaranya sebesar 42,82% ; 67,68%; 41,2% ; 4,1% ; dan 21%. Faktor risiko yang berhubungan dengan LBP diantaranya; usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, faktor ergonomi, faktor lingkungan kerja yang kurang memadai, seperti suhu, kelembaban udara, pencahayaan, serta kebisingan, dan durasi kerja.

The COVID-19 pandemic has led to the implementation of work from home (WFH) policies almost worldwide. It is known that WFH is associated with the onset of musculoskeletal disorders in workers, one of which is low back pain (LBP). Globally, LBP being the cause of the occurrence of 60.1 million cases of living with disability (YLDs) in 2015, it is also estimated that around 568.4 million cases of LBP occur globally in 2019. Based on this situation, researchers are interested in examining the prevalence of LBP in office workers during the COVID-19 pandemic as a result of implementing WFH policies in various countries according to age, gender, and physical activity. This study was conducted using a systematic literature review with the PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic review and Meta-Analyse Protocols) review. Samples were obtained from databases subscribed to by the University of Indonesia, including Science Direct, Proquest, Scopus, Ebsco, Embase, and Cambridge Core, published from 2020 to 2022. A total of 5 literature articles were reviewed in this study. The prevalence of LBP for office workers in each article is 42.82%; 67.68%; 41.2%; 4.1%; and 21%. Risk factors associated with LBP include; age, gender, physical activity, ergonomic factors, inadequate work environment factors, such as temperature, humidity, lighting, noise, and duration of work."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramita Puspaningtyas Putri
"Survei Badan Pusat Statistik RI pada Februari 2022 melaporkan sebanyak 62,1% masyarakat Indonesia merasa jenuh pada situasi pandemi COVID-19 sebagai alasan tidak menerapkan protokol kesehatan. Tujuan penelitian adalah untuk menilai tingkat kestabilan perilaku protektif masyarakat Indonesia antara periode awal pandemi (2020) dengan periode satu tahun terakhir dan determinan yang mempengaruhinya. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dengan menggunakan instrumen survei online yang disebarkan melalui social media dan situs Kudata. Responden merupakan masyarakat Indonesia berusia 18-64 tahun yang berdomisili di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas tingkat kestabilan perilaku protektif menetap (53,1%), dan menurun (25,7%). Kestabilan perilaku menetap pada protokol kesehatan paling tinggi adalah memakai masker (86,3%). Faktor yang berhubungan terhadap kestabilan perilaku protektif adalah akses informasi dan pandemic fatigue (p-value <0,05). Penelitian ini menyarankan bahwa Kementrian Kesehatan dan stakeholder lainnya dalam penyelenggaraan komunikasi kesehatan untuk meningkatkan kualitas informasi yang sederhana, mudah dimengerti, bernada tegas baik termasuk dengan metode gain frames untuk menumbuhkan intensi masyarakat mempertahankan perilaku protektif yang sudah dilakukan, bahkan setelah pandemi berakhir.

Indonesian Central Bureau of Statistics survey in February 2022 stated that 62,1% Indonesians were bored during COVID-19 pandemic as their reason to avoid adherence health protocol. The purpose of this study is to understand the stability between behavior change in pandemic between the beginning of pandemic (2020) and last year period, and the determinants that contribute to. This research is quantitative cross sectional design. The data were collected by online survey utilizing social media and Kudata platform. Respondents of this research are Indonesian’s people in range 18-64 years old that live in Indonesia. Study results show the majority of behavior stability is in stable (53,1%), and decreased (25,7%) level. Stable level behavior stability in health protocol shows the highest for wearing mask (86,3%). Determinants of behavior stability are access to information and pandemic fatigue (p-value <0,05). The researcher suggests that Health Ministry and other health communication events stakeholders to improve the quality of health information in order to build public’s intention to maintain the protective behavior, even after pandemic."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Magdalena Friska Yulianti
"Fenomena perkembangan layanan perbankan semakin berubah seiring dengan
berkembangnya teknologi. Pada tahun 2014 tren layanan perbankan konvensional
bergeser pada layanan mesin ATM (Claudia, 2014), diikuti pergeseran pada tahun 2018
dimana tren bergeser menjadi tren pembayaran elektronik secara global (World Payment
Report, 2018). Di sisi lain, pada tahun 2019 industri perbankan mendapat disrupsi dari
perkembangan FinTech yang dalam operasional kesehariannya tidak membutuhkan aset
dan biaya yang dibutuhkan oleh industri perbankan untuk operasional mesin ATM.
Kemudian pergeseran secara signifikan terjadi pada tahun 2020, pandemi Covid-19
memaksa behaviour pengguna mesin ATM-CRM berubah drastis. Dengan kondisi ini,
penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah mesin ATM-CRM masih memiliki
kemampuan untuk menghasilkan profit di masa depan (setelah pandemi), dengan kondisi
data yang mengalami ketidaklengkapan (sparsity).
Evaluasi profit dilakukan dengan melihat secara agregat karatekristik fitur transaksi
dan karakter site mesin ATM-CRM. Jenis transaksi yang dipakai dalam penelitian ini
meliputi transaksi Pembayaran, Pembelian, dan Transfer dengan mengambil sampel di
seluruh kantor Cabang dan Mall di wilayah Jabodetabek. Hubungan pengaruh antar
fiturnya terhadap pembetukan profit sebelum dan sesudah pandemi dilihat menggunakan
PCA (Principal Component Analysis) dan korelasi spearman. Kemudian dilakukan
peramalan untuk melihat batas bawah (asymptomatic) kemampuan mesin ATM-CRM
dalam menghasilkan profit menggunakan time series Holts Winter dan jaringan saraf
tiruan (Artificial Neural Network). Selanjutnya dilakukan clustering dimana ATM-CRM
yang memiliki grafik time series yang sama di-cluster ke dalam 1 cluster yang sama
menggunakan DTW (Dynamic Time Wrapping) Distance. Hasil clustering akan
menunjukkan karakter site yang mendukung terbentuknya profit ATM-CRM, yang dapat
membantu industri perbankan dalam decision making dalam pengembangan jaringan
wilayah instalasi ATM-CRM atau pengembangan fitur layanan mesin ATM-CRM

The phenomenon of the development of banking services is changing along with the
development of technology. In 2014 the trend of conventional banking services shifted to
ATM machine services (Claudia, 2014), followed by a shift in 2018 where the trend
shifted to the trend of electronic payments globally (World Payment Report, 2018). On
the other hand, in 2019 the banking industry was disrupted by the development of
Financial Technology, which in its daily operations did not require the assets and costs
required by the banking industry to operate ATM machines. Then a significant shifting
occurred in 2020. The Covid-19 pandemic has forced behavior of ATM-CRM users to
change drastically. This condition has become the background of this study to evaluate
whether the ATM-CRM machine still has the ability to generate profits in the future (after
pandemic), in the condition where the data has sparsity.
Profit evaluation is done by analyzing characteristic of type of transaction and the site
of ATM-CRM aggregately. Sampling has been done upon ATM-CRM in all Branches and
Shopping Center at Jabodetabek area, by taking particularly 3 types of transactions;
payment, purchase, and transfer. The correlation amongst the transaction’s features are
being examined using PCA (Principal Component Analysis) and Sperman. Time series
Holts Winter and ANN are being used to predict profit ATM-CRM and see its
asymptomatic condition, and then ATM-CRM which has similarity on its time series’s
graphic are being clustered using DTW (Dynamic Time Wrapping) Distance. These 3
clusters will refer site character which can enhance ability ATM-CRM on generating
profit, and therefore, can be used as justification for banking industry either in developing
area for installation of ATM-CRM machine, or enhancing new feature to boost
transactions on ATM-CRM
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>