Ditemukan 95646 dokumen yang sesuai dengan query
Jumiati
"Integritas negara ditentukan oleh kuatnya nasionalisme di antara masyarakat negara tersebut, dan juga merupakan salah satu hal terpenting untuk melindungi suatu negara. Nasionalisme dijalankan sesuai dengan nilai-nilai ideologi Pancasila yang dianut bangsa Indonesia, nasionalisme dalam pemerintahan sangat penting untuk memberikan kebijakan dan peraturan serta aturan yang berlaku untuk kesejahteraan masyarakat. Hubungan timbal balik yang diciptakan oleh nasionalisme ini membuat sulit bagi semua pihak yang terlibat, yaitu pemerintah dan masyarakat, untuk melepaskan nasionalisme tersebut. Akan tetapi, hal tersebut tidak terlihat di dusun Gun Tembawang, terlihat dari adanya permasalahan mengenai masyarakat periphery di dusun Gun Tembawang dalam memahami dan menerapkan konsep nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari. Perpindahan status kewarganegaraan tentunya menimbulkan pertanyaan mengapa mereka melakukannya. Mengapa kurang lebih ±35 kepala keluarga dusun Gun Tembawang melepas kewarganegaraan Indonesia dan lebih memilih menjadi kewarganegaraan Malaysia walaupun memiliki sejarah sebagai penduduk desa yang berada di wilayah Indonesia. Namun, jika dilihat lebih jauh terdapat ketidakmerataan ekonomi yang erat kaitannya dengan kesenjangan sosial anatara pusat dan masyarakat periphery di dusun Gun Tembawang (pinggiran). Kesenjangan yang begitu besar akan menyebabkan pemberontakan dari masyarakat yang terpinggirkan. Akan tetapi, terdapat hal yang menarik ditengah adanya daya tarik Malaysia serta permasalahan ketimpangan pembangunan ternyata masih terdapat ±30 kepala keluarga masyarakat periphery didusun Gun Tembawang yang bertahan dengan status kewarganegaraan Indonesia, mengapa masyarakat tersebut masih bertahan ditengah daya tarik Malaysia di bandingkan dengan Indonesia, dimana negara (Indonesia) kurang memberikan porsi pembangunan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di kawasan pinggiran. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengidentifikasi alasan dari masyarakat dusun Gun tembawang masih bertahan dengan kewarganegaraan Indonesia, walaupun negara kurang memberikan porsi pembangunan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di kawasan pinggiran. Dan juga untuk mengetahui nasionalisme masyarakat perbatasan dengan kondisi ekonomi dan situasi yang mereka hadapi ditengah adanya daya tarik Malaysia dibanding daya tarik Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan sumber informasi yang diperoleh dari buku, jurnal, website dan wawancara. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Nasionalisme dan Modernisasi Ernest Gellner.
The integrity of the state is determined by the strength of nationalism among the inhabitants of the country, and it is also one of the most important things to protect a country.. Nationalism is implemented according to the ideological values of Pancasila that the Indonesian people adhere to. Nationalism in the government is very important to provide policies and regulations and rules for the welfare of society. This interrelational relationship created by nationalism makes it difficult for all parties involved, namely the government and society, to let go of this nationalism. However, this is not seen in Gun Tembawang Hamlet, which is evident from the problems of the peripheral community of Gun Tembawang Hamlet in understanding the concept of nation and applying it in daily life. In this case, the issue of the transfer of citizenship (Gun Tembawang Hamlet) naturally raises the question of why they did it. Why about ±35 family members in Gun Tembawang Hamlet renounced their Indonesian citizenship in favor of Malaysian citizenship, even though they had a history as villagers in Indonesian territory. However, looking further afield, there is economic inequality in Gun Tembawang Hamlet (periphery) which is closely related to the social gap between the center and the periphery. Such a wide gap leads to rebellion by marginalized communities. However, there is something interesting amidst the problem of Malaysian charm and development gap, it turns out that in Gun Tembawang Hamlet, there are still ± 30 heads of families from peripheral communities who retain their Indonesian citizenship. Why these people maintain their Indonesian citizenship regardless of Malaysian charm compared to Indonesia, where the state (Indonesia) does not provide adequate development to meet the development needs of the periphery areas. Therefore, the purpose of this study is to understand nationalism and the activities of peripheral societies, which are often in conflict with the national spirit developed by the state. Specifically, to explain and identify the reasons why the community of Gun Tembawang Hamlet maintains their Indonesian citizenship despite the country not providing adequate development to meet the development needs of the periphery areas. This study also aims to find out about the nationalism of the peripheral society and the economic conditions and situations they face against the attractiveness of Malaysia compared to that of Indonesia. Descriptive research is used as a research method using data sources from books, magazines, websites and interviews. In this study, the author uses Ernest Gellner's theory of Nationalism and Modernisation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Minto Rahayu
"Perjalanan kehidupan suatu bangsa tidak pernah lepas dari pergerakan kaum terpelajar atau mahasiswa. Pergerakan mahasiswa lahir dari nasionalisme dan perubahan sosial. Demikian juga dengan Indonesia; diawali dengan pergerakan nasional Budi Utomo dan Sumpah Pemuda yang berhasil membawa bangsa Indonesia merdeka. Pergerakan mahasiswa juga berperan dalam melahirkan orde baru yang menggantikan orde lama, demikian juga orde reformasi yang menggantikan orde baru. Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana pengaruh nasionalisme dan perubahan sosial pada pergerakan mahasiswa di era reformasi, dengan pendekatan studi pustaka dan angket. Pergerakan mahasiswa di era reformasi dipicu oleh nasionalisme, yaitu krisis ekonomi dan kebijakan pemerintah, serta menghantarkan pada perubahan sosial pergantian pimpinan nasional dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Pasca 1998, pergerakan mahasiswa banyak mengusung kepentingan subyektif mahasiswa. Persepsi mahasiswa terhadap nasionalisme mahasiswa, perubahan sosial, dan pergerakan mahasiswa mempunyai derajat yang seimbang dengan angka prosentase yang sama-sama tinggi. Namun persepsi mahasiswa terhadap nasionalisme dan perubahan sosial rendah. Berdasarkan analisis korelasi semakin tinggi nasionalisme mahasiswa akan semakin tinggi pula pergerakan mahasiswa; semakin tinggi perubahan sosial akan semakin tinggi pergerakan mahasiswa; dan semakin tinggi nasionalisme mahasiswa dan perubahan sosial akan semakin tinggi pergerakan mahasiswa. Peran pergerakan mahasiswa dalam ketahanan nasional ditinjau dari aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, dengan tujuan mempertahankan NKRI.
Life journey of a nation is inseparable from the movement of educated group of people, or then refers to as students. This students? movement bears from what so called nationalism and social changes. So does in Indonesia; Budi Utomo and Sumpah Pemuda initiated the national movements in this nation, which led to Indonesia?s independence. In the past, the students movement also played a significant role in delivery of the new order replacing the old order, as well as of the reform order substituting the new order. This research was conducted to find out the effects of nationalism and social changes on the students movement through literature study approach and questionnaire circulation. Students movement in the reform era was triggered with nationalism upon economic crisis and government policy which then brought about social changes, replacement of national leaders, and more democratic national life. Soon after1998, the students movement carried a lot of subjective interest of students. The students perception on the students nationalism, social changes, and , students movement had an equivalent degree with the same high percentage. However, the students perception on nationalism and social changes was low. Based on the correlation analysis, the greater the students? nationalism the greater the student? movement; the greater the social changes the greater the students movement; and the greater the students nationalism and social changes the greater the students? movement. The role of students movement in the national resilience was viewed from the aspects of politics, economics, socio-culture, and security defence, and was intended to strongly maintain the unitary state of Indonesia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Aris Munandar
"Disertasi ini membahas tentang dinamika interaksi antara negara dan masyarakat dalam proses formasi nasionalisme dan identitas kebangsaan pada komunitas perbatasan Indonesia-Malaysia di desa Sebunga-Sajingan Besar, Kabupaten Sambas-Kalimantan Barat. Pendekatan pokok penelitian ini adalah kualitatif dengan ragam studi kasus, yang dilengkapi dengan survey.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa gagasan nasionalisme dan identitas kebangsaan tidak bersifat baku dan final. Secara dinamis, dimaknai dan dikonstruksikan melalui negosiasi, kontestasi, dominasi, dan kompromi antara negara dan masyarakat lokal, dalam kurun waktu yang panjang, sejak kemerdekaan hingga era reformasi, dan dalam kerangka kepentingan politik, ekonomi, dan sosio-kultural.
The focus of this study is the dynamics of the interaction between state and society in the process of formation of nationalism and national identity in the Indonesia-Malaysia border community in the village of Sebunga-Sajingan Besar, Sambas - West Kalimantan. The main approach of this research is qualitative with case studies design, which are equipped with the survey. The results explain that the idea of nationalism and national identity are not fixed and final. Dynamically, interpreted and constructed through negotiation, contestation, domination, and a compromise between the state and local communities, in a long period of time, since independence until the reform era, and within the framework of political, economic, and socio-cultural."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Haris Agustin
"Kawasan perbatasan seharusnya menjadi wilayah terdepan karena merupakan beranda depan NKRI, wilayah perbatasan hendaknya diperlakukan khusus oleh pemerintah, karena beranda depanlah yang dipandang sebagai sampel kondisi negara seutuhnya namun pada kenyataannya beranda depan tersebut menjadi terpencil dan terisolasi mengingat infrastruktur dan fasilitas yang terbatas terutama akses untuk menuju kawasan tersebut sehingga menimbulkan ketimpangan. Salah satu Provinsi yang berbatasan langsung negara tetangga adalah Kalimantan Barat. Kalimantan Barat merupakan provinsi yang berbatasan langsung dengan negara bagian Sarawak Malaysia dimana struktur geografisnya dipenuhi dengan beberapa sungai besar yang menjadi urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman.
Selain berlatar-belakang ketimpangan tersebut penelitian dilakukan dikarenakan adanya isu keinginan kepala desa di salah satu kawasan di perbatasan untuk mengibarkan bendera negara tetangga. Berangkat dari problematika tersebut penelitian mengambil lokasi untuk dilakukannya studi kasus di salah satu desa di Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Malaysia yaitu Desa Jasa, desa dengan 255 kepala keluarga ini tertinggal dari segi infrastruktur terutama akses jalan dan listrik, namun dengan segala keterbatasan dan ketimpangan tersebut dan perolehan hasil wawancara tokoh masyarakat, warga dan dinas terkait serta hasil analisa data dengan menyebarkan kuesioner, masyarakat Desa Jasa ternyata memiliki tingkat nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah air yang cukup tinggi, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk menjaga dan bisa memperhatikan, membangun dan mengembangkan kawasan perbatasan lebih baik lagi sehingga masyarakat di perbatasan khususnya desa Jasa dapat menikmati pembangunan layaknya masyarakat lain di Indonesia.
Border region should be leading as teritory because it is the front porch of the Republic and the border region should be treated specially by the government, because the front porch seen as the whole sample condition of the country, but in fact the front porch is a remote and isolated given the limited infrastructure and facilities, especially access to leading this region giving rise to inequality and disparities. One of the Province that borders the neighboring states are West Kalimantan. West Kalimantan is a province that borders the East Malaysian state of Sarawak where the geographic structure is filled with some great river which the artery and the main route for inland transport.In addition to the background and back disparities research conducted due to the issue of the village chief desire in one region at the border to neighboring countries flag. Departing from the problems in the research took place to undertake a case study in one village in West Kalimantan Malaysia directly adjacent to the Village of Jasa, a village with 255 heads of family left behind in terms of infrastructure, especially roads and electricity access, but with all the limitations and lameness and obtaining interviews community leaders, residents and relevant agencies as well as the analysis of data by distributing questionnaires, the residents of the village of Jasa appeared to have nationalism and love of country is quite high, it should be the government's concern to maintain and get noticed, build and develop better border areas so that people at the border villages especially enjoy services like community development in Indonesia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sitti Syahar Inayah
"Fokus penelitian ini adalah konstruksi nasionalisme masyarakat perbatasan dalam konteks komunikasi sosial. Penelitian ini menggunakan kerangka berpikir interaksionime simbolik yang dikembangkan oleh Mead 1967 mengenai konsep diri dan konstruksi realitas sosial dari Berger-Luckmann 1966 . Paradigma dalam penelitian ini adalah konstruktivis dan merupakan penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap masyarakat perbatasan yang tinggal di Desa Aji Kuning Kecamatan Sebatik Tengah Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara. Penelitian ini menghasilkan identifikasi konsep diri terkait nasionalisme masyarakat perbatasan dalam proses konstruksi nasionalisme pada konteks komunikasi sosial berupa kompromi. Konsep diri kompromi ini terbagi dalam dua 2 kategori yaitu kompromi pada hal-hal tertentu limited compromise dan kompromi pada semua hal unlimited compromise . Konsep diri tersebut cenderung ditunjukkan dalam pengambilan peran sebagai seorang bangsa Indonesia. Konsep diri tersebut juga menuntun mereka dalam berkomunikasi dan mewariskan realitas subjektifnya kepada lingkungannya.
The focus of this research is the construction of nationalism of border community in the context of social communication. This research using symbolic interactionism theoretical framework developed by Mead 1967 regarding self concept and construction of social reality by Berger Luckmann 1966 . The paradigm of this research is constructivist and it is qualitative research. The data were collected by conducting in depth interviews with border community in Aji Kuning Village, Sebatik Tengah District, Nunukan Regency, North Kalimantan. This research yielded identification of self concept in relation to the nationalism of border community in the process of nationalism construction in the context of social communication in the forms of compromise. This self concept in the forms of compromise is devided into two 2 categories, namely compromise in certain things or limited compromise and compromise in all things or unlimited compromise. The concept of self tends to show up in the assumption of a role as a member of Indonesian nation. This self concept also leads them in communicating and passing down the subjective reality to their environment."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2279
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991
370.92 IND s
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Edhie Wurjantoro
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian Universitas Indonesia Library
Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, 1993
370.992 IND s
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, 1993
370.992 IND s
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Fachri Nur Ikhsan Gunawan
"Penelitian ini membahas pandangan dari surat kabar Hindia Belanda mengenai penerapan Wilde Scholen Ordonantie (1932). Penerapan Wilde Scholen Ordonantie (1932) di Hindia Belanda merupakan peristiwa penting untuk dunia pendidikan di Hindia Belanda.Data yang digunakan adalah artikel-artikel surat kabar di Hindia Belanda yaitu Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië, De Indische Courant, De Locomotief, Soerabaijasch handelsblad, Bataviaasch Nieuwsblaad, Het Nieuws van de dag voor Nederlands Indië yang terbit pada bulan Oktober-Desember 1932. Penelitian ini menggunakan metode sejarah terdiri dari menentukan topik, pengumpulan data (heuristik), verifikasi data, interpretasi, dan historiografi. Model framing Entman (1993) digunakan untuk menginterpretasi data penelitian. Dalam artikel-artikel surat kabar yang dianalisis ditemukan topik penolakan terhadap Wilde Scholen Ordonantie, lijdelijk verzet, dukungan pergerakan nasional untuk menentang ordonansi , dan perlawanan terhadap ordonansi. Dalam topik-topik tersebut ditemukan empat model Entman dalam mendefinisikan berita mengenai Wilde Scholen Ordonantie yaitu define problem, diagnoses cause, make moral judgement, dan treatment recommendation. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa surat kabar di Hindia Belanda banyak berpihak kepada masyarakat pribumi dan menentang pemberlakuan Wilde Scholen Ordonantie.
The implementation of the Wilde Scholen Ordonantie (1932) in the Dutch East Indies was an important event for the world of education in the Dutch East Indies. This study discusses the views of Dutch East Indies newspapers regarding the implementation of the Wilde Scholen Ordonantie (1932). The data used were newspaper articles in the Dutch East Indies, namely Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië, De Indische Courant, De Locomotief, Soerabaijasch handelsblad, Bataviaasch Nieuwsblaad, Het Nieuws van de dag voor Nederlands Indië which were published in October-December 1932. This study uses the historical method which consists of determining the topic, data collection (heuristics), data verification, interpretation, and historiography. Entman's (1993) framing model was used to interpret the research data. In the analyzed newspaper articles found topics of rejection of the Wilde Scholen Ordonantie, lijdelijk verzet, support for the national movement to oppose the ordinance, and resistance to the ordinance. In these topics, four Entman models were found in defining news about the Wilde Scholen Ordonantie, namely define problem, diagnose cause, make moral judgment, and treatment recommendation. The results of the study concluded that many newspapers in the Dutch East Indies sided with the indigenous people and opposed the implementation of the Wilde Scholen Ordonantie."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library