Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146344 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novinda Herwirastri
"Pendahuluan: Chronic Limb Threatening Ischemia (CLTI) adalah stadium lanjut penyakit arteri perifer (PAD). The society for Vascular Surgery Lower Extremity Guidelines Committee menciptakan sistem klasifikasi yang lebih komprehensif untuk stratifikasi risiko amputasi pada pasien di seluruh spektrum CLTI. Sistem ini didasarkan pada nilai objektif Wound (W), Ischemia (I) dan Foot Infection (fI) untuk menghitung stadium klinis tungkai terancam dari 1 hingga 4 yang telah divalidasi dalam beberapa penelitian untuk dapat sangat memprediksi risiko amputasi ekstremitas mayor dalam satu tahun. Berbagai pedoman profesional saat ini merekomendasikan terapi statin untuk semua individu dengan PAD. Temuan para peneliti tentang hubungan yang kuat dan bergantung pada intensitas antara terapi statin dan amputasi serta mortalitas di antara individu dengan insiden PAD adalah hal yang penting secara klinis, baik untuk pasien maupun dokter yang merawat mereka. Namun demikian, protokol pemberian statin masih bervariasi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran konsumsi statin pada pasien CLTI dengan berbagai skor WIfI terhadap amputasi mayor yang diamati hingga satu tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) berdasarkan skor CLTI. Metode: Dilakukan studi kohort retrospektif dari data pasien yang didiagnosis CLTI di RSCM pada tahun 2010-2019. Subjek dibagi menjadi grup statin dan non statin. Dilakukan Uji bivariat dengan chi-square untuk melihat bagaimana pengaruh pemberian statin, komorbid dan skor WIFI pada subjek CLTI terhadap amputasi mayor. Kemudian dilakukan analisis stratifikasi untuk melihat pengaruh statin pada subjek CLTI dengan berbagai spektrum. Dilakukan pula analisis bagaimana kecendrungan statin bekerja jika diberikan pada pasien dengan berbagai jumlah komorbid. Uji multivariat dilakukan menggunakan regresi logistik menghadirkan nilai p dengan adjusted relative risk (RR).Hasil: Mayoritas pasien adalah laki-laki (59,5%). Sebanyak 83,2% subjek penelitian menderita diabetes melitus, 70,5% subjek mengalami hipertensi, 47,7% subjek mengalami gagal ginjal kronis, dan 26,4% subjek menderita penyakit jantung. Selain itu, hampir setengah dari total subjek penelitian memiliki skor WIfI yang parah (45,5%). Subjek yang diberi statin berpeluang menjalani amputasi mayor sebesar 0,562 kali dibandingkan subjek yang tidak diberikan statin (95% CI 0,407 - 0,777). Dengan kata lain, pemberian statin mampu mencegah amputasi mayor pada pasien CLTI. Namun hal tersebut hanya dapat diterapkan pada subjek CLTI dengan skor WifI yang rendah, karena semakin tinggi skor WifI pasien memiliki faktor komorbid yang lebih banyak (p <0,05; 95% CI 0,008 - 0,783). Amputasi mayor pada subjek CLTI secara statistik signifikan dengan diabetes komorbid (p = 0,001), penyakit jantung (p <0,001), skor WIfI (p = 0,001) dan penggunaan statin (p <0,001). Simpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian statin dapat mencegah kejadian amputasi mayor pada pasien CLTI dengan skor WIfI rendah meskipun terdapat faktor komorbid.

Background : Chronic limb threatening ischemia (CLTI) is an advanced stage of peripheral artery disease (PAD). The society for Vascular Surgery Lower Extremity Guidelines Committee created a more comprehensive threatened limb classification system intended to stratify amputation risk in patients across the spectrum of CLTI. The system is based on objective grades Wound (W), Ischemia (I) and Foot Infection (FI) to calculate a threatened limb clinical stage from 1 to 4 has been validated in multiple studies to be highly predictive of 1-year major limb amputation risk. Current professional society guidelines recommend statin therapy for all individuals with PAD. The investigators’ finding of a strong and intensity-dependent association between statin therapy and both amputation and mortality among individuals with incident PAD is of considerable clinical importance, both to patients and the physicians who care for them. Yet, there is no study available for this and statin protocol vary in our country. This study aims on revealing the role of statin consumption prior to major amputation on CLTI patients in Cipto Mangunkusumo based on CLTI score. Methods: We performed retrospective cohort study from a database of CLTI patients diagnosed at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2010-2019. Subjects were divided into statin and nonstatin groups. A bivariate test with chi-square was performed to see how the effect of statin, comorbid and WIFI scores on CLTI subjects on major amputations. Then a stratification analysis was performed to see the effect of statins on CLTI subjects with various spectra. An analysis of how the statin likelihood of working when given to subjects with varying amounts of comorbidities was also conducted. Multivariate tests was performed used logistic regression presenting p values ​​with adjusted relative risk (RR). We performed cohort retrospective analysis study from a database of CLTI patients diagnosed at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2010- 2019. Subjects were divided into 2 groups, the CLTI patients with statin and without statin based on their database. We also analyse comorbid factors (diabetes mellitus, hypertension, chronic renal failure and heart disesase) related to CLTI and WIfI score to major amputation incidence Results: Majority of the patients were male (59.5%). A total of 83.2% of study subjects suffered from diabetes mellitus, 70.5% of subjects had hypertension, 47.7% of subjects had chronic kidney failure, and 26.4% of subjects had heart disease. In addition, almost half of the total study subjects had a severe WIfI score (45.5%). Subjects who were given statins had a chance to undergo major amputation by 0.562 times compared to subjects who were not given statins (95% CI 0.407 - 0.777). In other words, statin administration was able to prevent major amputation in CLTI patients. However, it only can be applied to CLTI subjects with low WifI score, as higher WifI score patients have more comorbid factors (p <0,05; 95%CI 0,008 – 0,783). Major amputation in CLTI subjects was statistically significant with comorbid diabetes (p = 0.001), heart disease (p <0.001), WIfI score (p = 0.001) and statin use (p <0.001)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mursid Fadli
"ABSTRAK
Pendahuluan
Acute limb ischemia (ALI) adalah kondisi serius yang ditandai dengan penurunan
yang cepat dan mendadak dari perfusi tungkai. 1 Di Amerika Serikat insiden Acute leg
ischemia diperkirakan terjadi 14 per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan Acute
arm ischemia seperlimanya. Penyebab utama dari Acute limb ischemia ini lebih dari
90 % adalah thromboemboli. 2 Acute limb ischemia merupakan salah satu tantangan
terberat, penilaian awal dan assestment penting, karena kesalahan diagnosis dapat
mengakibatkan amputasi pada pasien atau bahkan kematian.
Metode
Jenis penelitian ini adalah deskriptif retrospektif. Dilakukan di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM), dengan mengumpulkan data rekam medis pada pasienpasien
dengan ALI di divisi Vaskuler dan Endovaskuler periode 1 Januari 2009 – 31
Desember 2011. Kriteria inklusi meliputi semua pasien ALI yang sudah didiagnosis
secara pasti dan dilakukan tindakan operasi. Kriteria eksklusi meliputi pasien ALI
yang tidak memiliki data rekam medis lengkap.
Hasil
Dari 32 kasus ALI yang dirawat di Divisi Vaskuler dan Endovaskuler, didapatkan 22
kasus (69 %) laki-laki dan 10 kasus (31 %) perempuan. Usia terbanyak pada
kelompok umur 40 – 60 tahun sebanyak 17 kasus (53 %). Untuk penyebab ALI yang
paling sering yaitu thrombus sebanyak 19 pasien (59 %). Faktor resiko yang paling
sering adalah pasien dengan atherosklerosis sebanyak 18 pasien. Sebanyak 16 pasien
(50 %) datang ke RS sudah masuk dalam klasifikasi III ALI. Sebanyak 26 pasien (81
%) terkena pada ekstremitas bawah dan sebanyak 6 pasien (19 %) terkena pada
ekstremitas atas. Dari data didapatkan 3 pasien yang meninggal.
Kesimpulan
Manajemen terhadap ALI tetap menjadi tantangan, karena melibatkan salah satu
jalur keputusan yang paling kompleks dalam operasi vaskuler. Pasien dengan kondisi
Acute limb ischemia, sebaiknya dirujuk ke pusat vaskular tanpa di tunda-tunda.

ABSTRACT
Background
Acute limb ischemia (ALI) is a serious condition characterized by rapid and sudden
limb perfusion. In the United States the incidence of acute leg ischemia is thought to
be 14 per 100,000 population per year, while one-fifth of acute arm ischemia. The
main cause of acute limb ischemia is more than 90% are thromboemboli. Acute limb
ischemia is one of the toughest challenges, initial assessment important, because
misdiagnosis can lead to amputation or even death in patients.
Method
The study was a retrospective descriptive. The study was conducted in Cipto
Mangunkusumo Hospital (RSCM), by collecting data from medical records of
patients with ALI in Vascular and Endovascular Surgery division from 1st January
2009 through 31st December 2011. Inclusion criteria include all ALI patients already
diagnosed with certainty and performed surgery. Exclusion criteria include patients
with ALI who did not have complete medical records.
Result
Of the 32 cases of ALI, 22 cases were found in men and 10 cases were found in
women. Age of majority in the age group 40-60 years 17 cases. For the most frequent
cause of ALI is thrombus were 19 patients. The most frequent risk factors were as
many as 18 patients with atherosclerotic patients. A total of 16 patients came to the
hospital already in the classification III of ALI. A total of 26 patients affected the
lower extremities and 6 patients affected the upper extremities. Three patients died.
Conclusion
Management of the ALI remains a challenge, as it involves one of the most complex
decisions pathways in vascular surgery. Patients with acute limb ischemia conditions,
should be referred to a vascular center without delay delay."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T32125
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyan Novitalia
"Studi ini mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian amputasi mayor pada pasien Acute Limb Ischemia (ALI) klasifikasi Rutherford IIb dan seberapa besar pengaruhnya. Penelitian ini berdesain kuantitatif dengan desain kohort retrospektif terhadap semua pasien RSCM pada tahun 2014-2019 dengan diagnosis ALI Rutherford IIb. Data demografi dan faktor risiko, dianalisa untuk mendapatkan korelasinya dengan tindakan amputasi mayor. Pada penelitian ini,  insiden amputasi mayor pada total subjek adalah 39,2%. Rata-rata subjek berusia 60 tahun, dengan insiden komorbiditas diabetes mellitus 32,4%, gangguan ginjal kronik 19,6%, hipertensi 41,2%, dan penyakit jantung koroner 39,2%. Hasil analisis menunjukkan hipertensi meningkatkan risiko amputasi mayor 27,4 kali, riwayat penyakit jantung koroner meningkatkan risiko 10,7 kali, dan diabetes mellitus meningkatkan risiko 9,8 kali, semua secara signifikan. Merokok ditemukan sebagai faktor risiko tidak langsung terhadap kejadian amputasi mayor.
Kata kunci: Acute limb ischemia, Amputasi mayor, Rutherford IIb

This study identifies the factors associated with major amputation in patients with Acute Limb Ischemia (ALI) Rutherford Stage IIb and how much they affect it. This is a quantitative study with retrospective cohort design for all patients with ALI in Rutherford IIb stage in 2014-2019. Demographics and risk factors were all analyzed in order to find the correlation with the incidence of major amputation. In this study, the incident of major amputation on the overall subject was 39.2%. The mean age for the subjects was 60 years old, and the comorbidity incidence of diabetes is 32.4%, chronic kidney disease is 19.6%, hypertension is 41.2%, and coronary heart disease is 39.2%. The result of the analysis shows that hypertension increases the risk of major amputation in patients with ALI in Rutherford IIb stage by 27.4 times, while coronary heart disease does by 10.7 times and diabetes does by 9.8 times, all statistically significant. Smoking is also found as an indirect risk factor to the incident of major amputation.
Key words: Acute limb ischemia, Major amputation, Rutherford IIb"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Agung Alamsyah
"Latar Belakang: Chronic limb threatening ischemia (CLTI) merupakan bentuk paling parah dari peripheral arterial disease (PAD). Sebanyak 25% pasien CLTI memiliki risiko amputasi tungkai mayor dan 25% lainnya akan meninggal karena penyakit kardiovaskular dalam 1 tahun. Risiko amputasi ini dapat diprediksi menggunakan sistem skoring Wound, Ischemia, and foot Infection (WIfI). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil amputasi menggunakan skor Wound, Ischemia, foot Infection pada subjek chronic limb threatening ischemia di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode: Pengambilan data retrospektif dari data registrasi divisi bedah vaskular dan rekam medis pada subjek dengan CLTI di RSCM berupa profil subjek, skor WIfI, dan status amputasi mayor dalam 1 tahun pasca diagnosis CLTI ditegakkan. Data selanjutnya dimasukkan ke program SPSS, dan dilakukan analisa data. Hasil analisa lalu dipaparkan dalam bentuk narasi dan tabel.
Hasil: Pada penelitian ini usia rerata subjek adalah 58,1 ± 12,9 tahun dengan predominasi jenis kelamin laki-laki (58,3%). Komorbid pada subjek dari yang tersering adalah diabetes (82,1%), hipertensi (67,9%), gagal ginjal kronis (51,3%), dan penyakit jantung (33%). Derajat skor WIfI dengan derajat sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi secara berurutan adalah 6,4%, 9,6%, 35,9%, dan 48,1%. Angka amputasi mayor yang sesungguhnya pada subjek CLTI di RSCM untuk skor WIfI derajat sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi adalah 5%, 7%, 35%, dan 70%, sedangkan pada kepustakaan adalah 3%, 8%, 25%, dan 50%.

Background: Chronic limb threatening ischemia (CLTI) is the most severe form of peripheral arterial disease (PAD). As many as 25% of CLTI patients have a risk of major limb amputations and 25% will die due to cardiovascular event within 1 year. The risk of this major amputation can be predicted using the Wound, Ischemia, and foot Infection (WIfI) scoring system. This study aims to compare the amputation profile using Wound, Ischemia, foot Infection scores in chronic limb threatening ischemia patients at the RSCM.
Methods: Retrospective data collection from registry in vascular surgery division and medical records for patients with CLTI in RSCM were take, that is a patient profile, the comorbid disease, WIfI score, and the patient's major amputation status within 1 year after diagnosis of CLTI was established. The data then inputed to the SPSS program, and data analysis is performed. The results of the analysis are then presented in the form of narratives and tables.
Result: The mean age of the subjects in this study was 58,1 ± 12,9 years with male as gender predominance (58,3%). The comorbids in the subjects were diabetes (82,1%), hypertension (67,9%), chronic kidney failure (51,3%), heart disease (33%). The WIfI scores with very low, low, medium, and high degrees are 6,4%, 9,6%, 35,9%, and 48,1% respectively. The major amputation rates in for WIfI scores with very low, low, medium, and high degrees are 5%, 7%, 35%, and 70%, while in the literature are 3%, 8%, 25%, and 50%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58708
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihza Fachriza
"Latar Belakang: Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan kondisi yang mengancam fungsi tungkai hingga keberlangsungan hidup seseorang. Corona Virus Disease of 2019 (COVID-19), telah menjadi pandemi sejak diumumkan oleh World Health Orgazination (WHO) pada Maret 2020, berdampak dalam penundaan diagnosis dan penanganan penyakit termasuk penyakit non COVID-19. Trombosis merupakan salah satu etiologi ALI diketahui meningkat kejadiannya sebagai komplikasi COVID-19. Namun, studi terkait karakteristik pasien ALI terkait pandemi COVID-19 tidak banyak dilakukan, terutama di Indonesia. Metode: Studi kohort retrospektif karakteristik pasien ALI di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 2018-2022. Seluruh pasien kemudian dibagi menjadi kelompok sebelum pandemi dan selama pandemi dengan batas Maret 2023. Keluaran yang dianalisis adalah keberhasilan revaskularisasi, re-intervensi, dan mortalitas saat perawatan. Analisis data menggunakan SPSS for Mac versi 25 secara bivariat dan multivariat. Hasil: Sebanyak 81 pasien menjadi subjek penelitian terdiri dari 28 (34,6%) pasien pada periode sebelum pandemi dan 53 (65,4%) pasien pada periode selama pandemi COVID-19. Pada periode selama pandemi COVID-19 didapatkan bahwa lebih banyak pasien rujukan (p = 0,001). Terdapat perbedaan bermakna antara kedua periode pandemi terhadap keberhasilan revaskularisasi (p = 0,013) tapi tidak pada keluaran re-intervensi dan mortalitas saat perawatan. Pada periode selama pandemi COVID-19, didapatkan 13 pasien yang memiliki riwayat/terkonfirmasi COVID-19 dengan keluaran yang secara deskriptif sebanding. Pada analisis multivariat, penggunaan fluoroskopi dan trombektomi memengaruhi keluaran keberhasilan revaskularisasi; klasifikasi Rutherford memengaruhi keluaran re-intervensi; dislipidemia, penyakit jantung, dan fluoroskopi memengaruhi keluaran mortalitas saat perawatan. Kesimpulan: Terdapat perbedaan keluaran tatalaksana pasien ALI sebelum dan selama pandemi COVID-19 pada keluaran keberhasilan revaskularisasi. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi keluaran pasien ALI sebelum dan selama pandemi COVID-19
Background: Acute Limb Ischemia (ALI) is a condition that threatens limb function and the survival of a patient. Corona Virus Disease of 2019 (COVID-19), has become a pandemic since it was announced by the World Health Organization (WHO) on March 2020, causing delays in the diagnosis and treatment of diseases including non-COVID-19 diseases. Thrombosis is one of the etiologies of ALI known to increase its incidence as a complication of COVID-19. However, there are not many studies regarding the characteristics of ALI patients related to the COVID-19 pandemic, especially in Indonesia. Methods: A retrospective cohort study of the characteristics of ALI patients at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta in 2018-2022. All patients were then divided into groups before the pandemic and during the pandemic with a deadline of March 2023. The outcomes analyzed were revascularization success, re-intervention, and mortality during treatment. Data analysis used SPSS for Mac version 25 in bivariate and multivariate ways. Results: A total of 81 patients were the subjects of the study consisting of 28 (34.6%) patients in the pre-pandemic period and 53 (65.4%) patients in the period during the COVID-19 pandemic. During the period during the COVID-19 pandemic, it was found that there were more referral patients (p = 0.001). There was a significant difference between the two pandemic periods on revascularization success (p = 0.013) but not on re-intervention outcomes and on-hospital mortality. During the period during the COVID-19 pandemic, there were 13 patients who had a history/confirmed COVID-19 with outcomes that were descriptively comparable. In multivariate analysis, the use of fluoroscopy and thrombectomy influenced the outcome of successful revascularization; Rutherford's classification influenced re-intervention outcomes; dyslipidemia, heart disease, and fluoroscopy affect the outcome of in-hospital mortality. Conclusion: There are differences in the outcome of the management of ALI patients before and during the COVID-19 pandemic in the outcome of revascularization success. There are several factors that influence patient outcomes for ALI before and during the COVID-19 pandemic."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Budhi Arifin Noor
"Latar belakang: Chronic limb threatening ischemia (CLTI) merupakan bentuk terparah peripheral arterial disease. Pasien kaki diabetik dengan CLTI memiliki risiko amputasi mayor dan mortalitas paska revaskularisasi dan dipengaruhi beberapa faktor seperti usia lanjut, gagal ginjal kronik, komorbid penyakit jantung dan hipertensi. Indonesia belum memiliki data amputasi mayor dan mortalitas kaki diabetik dengan CLTI setelah revaskularisasi dan faktor-faktor yang berpengaruh. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka amputasi mayor dan mortalitas satu tahun pasca revaskularisasi beserta faktor-faktor yang memengaruhi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode: Kohort retrospektif pasien kaki diabetik dengan CLTI setelah revaskularisasi di RSCM Januari 2010 – Desember 2020. Pengambilan data rekam medis. Luaran utama amputasi mayor dan mortalitas satu tahun setelah revaskularisasi. Dilakukan analisis bivariat dengan uji Kai Kuadrat, jika persyaratan tidak terpenuhi maka menggunakan Fischer-exact, variabel bermakna diuji lebih lanjut dengan regresi logistik.
Hasil: Penelitian melibatkan 150 subjek. Amputasi mayor dan mortalitas satu tahun setelah revaskularisasi sebesar 27,3% dan 24,7%. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang diteliti dengan amputasi mayor dan mortalitas satu tahun.
Kesimpulan: Didapatkan angka amputasi mayor dan mortalitas 1 tahun pasca revaskularisasi. Usia lanjut, gagal ginjal kronik, komorbid penyakit jantung dan hipertensi bukan merupakan faktor yang memengaruhi angka amputasi dan mortalitas satu tahun.

Background: Chronic limb threatening ischemia (CLTI) is the most severe form of peripheral arterial disease. Diabetic foot patients with CLTI have major amputation and mortality risk after revascularization and affected by factors such as elderly, chronic kidney disease (CKD), cardiac morbidity and hypertension. In Indonesia there are no data regarding diabetic foot major amputation and mortality with CLTI after revacularization and influencing factors. Study aims to determine one year major amputation and mortality and factors that can affect diabetic foot pastients with CLTI after revascularization.
Methods: Retrospective cohort study on diabetic foot patients with CLTI undergoing revascularization at Cipto Mangunkusumo National Hospital from January 2010 to December 2020. The primary outcome was one-year major amputation and mortality after revascularization. Factors included were age, CKD, cardiac comorbidity and hypertension. We conducted bivariate analysis using Chi Square or Fisher-exact test. Variables were further tested using multivariate test.
Result: 150 subjects were enrolled. One-year major amputation and mortality was 27.3% and 24.7%. There are not significant correlations between factors with major amputation and mortality.
Conclusion: Major amputation and mortality rate one year after revascularization at RSCM are gained. Elderly, CKD, cardiac comorbidity and hypertension are not factors affecting one-year major amputation and mortality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pardamean, David Tua
"Latar Belakang: Chronic Limb Threatening Ischemia (CLTI) adalah bentuk terberat dari penyakit arteri perifer kronis . Sekitar 25% dari pasien dengan CLTI akan berisiko mengalami amputasi tungkai mayor dalam 1 tahun. Sistem skoring Wound, Ischemia, and foot Infection (WIfI) dipakai untuk memprediksi angka amputasi selama 1 tahun. Tindakan revaskularisasi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk pemulihan perfusi pada bagian tubuh atau organ yang mengalami iskemia baik dengan cara bedah terbuka atau secara endovaskular
Tujuan: Untuk mengetahui korelasi antara tindakan revaskularisasi dengan perubahan amputation rate pada pasien CLTI dengan skor WIfI
Metode: Desain yang digunakan adalah desain kohort retrospektif. Penelitian ini dilakukan di Divisi Bedah Vaskuler dan Endovaskuler Departemen Medik Ilmu Bedah dan Unit Rekam Medik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama periode Oktober hingga Desember 2020 dengan mengumpulkan data seluruh pasien CLTI yang menjalani perawatan dan tata laksana selama tahun 2009-2019.
Hasil: Total sampel 312, sampel terbanyak berjenis kelamin pria 182 (58,3%) sedangkan wanita sebanyak 130 (41,7%) dengan rerata usia 58 tahun. Komorbid yang tersering adalah diabetes (82,1%). Sebaran skor WIfI derajat sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi secara berurutan adalah 20 (6,4%), 30 (9,6%), 112 (35,9%), 150 (48,1%). Sebaran tatalaksana adalah amputasi mayor 147 (47,1%), revaskularisasi 80 (25,6%), amputasi minor 42 (13,5%), debridement 28 (9%) dan perawatan luka 15 (5%). Terdapat korelasi bermakna (p<0,001; RR 0.029 (0.004-0.207)) antara tindakan revaskularisasi terhadap perubahan amputation rate selama 1 tahun pada pasien CLTI. Terdapat korelasi yang bermakna (p=0,001; RR 0.061 (0.008-0.44)) antara tindakan revaskularisasi dengan penurunan amputation rate pada pasien CLTI dengan skor WIfI derajat sedang.
Simpulan: Tindakan revaskularisasi menurunkan amputation rate pada pasien CLTI dengan skor WIfI derajat sedang.

Background: Chronic Limb Threatening Ischemia (CLTI) is the most severe form of peripheral arterial disease. Approximately 25% of patients with CLTI will be at risk of having a major limb amputation within 1 year. The Wound, Ischemia, and Foot Infection (WIfI) scoring system was used to predict the amputation rate for 1 year. Revascularization is an action performed to restore perfusion to parts of the body or organs that experience ischemia either by open surgery or endovascular.
Objective: To determine the correlation between revascularization measures and changes in amputation rate in CLTI patients with WIfI score.
Method: The design used was a retrospective cohort design. This research was conducted in the Vascular and Endovascular Surgery Division of the Department of Medical Surgery and the Medical Records Unit of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital during the period from October to December 2020 by collecting data on all CLTI patients who underwent treatment and management during 2009-2019.
Results: Total sample was 312, most samples were male 182 (58.3%), while female as much as 130 (41.7%) with an average age of 58 years. The most common comorbid was diabetes (82.1%). The distribution of the WIfI score of very low, low, medium and high degrees was 20 (6.4%), 30 (9.6%), 112 (35.9%), 150 (48.1%), respectively. The treatment distribution was major amputation 147 (47.1%), revascularization 80 (25.6%), minor amputation 42 (13.5%), debridement 28 (9%) and wound care 15 (5%). There was a significant correlation (p <0.001; RR 0.029 (0.004-0.207)) between revascularization measures and changes in amputation rate for 1 year in CLTI patients. There was a significant correlation (p = 0.001; RR 0.061 (0.008-0.44)) between revascularization measures and a decrease in amputation rate in CLTI patients with moderate WIfI scores.
Conclusion: Revascularization reduces the amputation rate in CLTI patients with moderate WIfI score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chaerul Achmad
"Latar Belakang. Penyakit arteri perifer terjadi akibat penyempitan pembuluh darah arteri karena proses ateroskierosis. Beberapa studi yang lalu menunjukan bahwa penyakit arteri perifer dihubungkan dengan peningkatan kesakitan dan kematian penyakit kardiovaskular secara signifikan. Deteksi yang mampu menilai darah secara cepat sebelum kejadian nekrosis menunjukan hal yang berharga pada triage pasien dalam menurunkan biaya perawatan. N-terminal albumin yang mengalami kerusakan atau terikat dengan tembaga dinamakan ischemia modified albumin (IMA). Test albumin cobalt binding (ACB) merupakan tes diagnosis kuantitatif yang dapat mendeteksi albumin yang termodifikasi yang terjadi pada saat albumin terekspos jaringan iskernik melalui pengukuran kapasitas ikatan albumin dalam serum atau plasma manusia. Pada studi eksperimental ini, diteliti peningkatan ACB akibat lamanya proses iskernik.
Metode. 10 hewan kelinci dengan jenis kelamin jantan dari ras New Zealand White (NZW) usia 5 bulan mengalami perlakuan iskemia total pada tungkai kin. ACB serum darah diukur sebelum dilakukan iskemi tungkai dan ini dilihat sebagai kontrol. Pengukuran dilanjutkan pada menit ke-15 dan menit 150 secara berurutan. Analisis statistik menggunakan program SPSS versi 11,5 dengan menggunakan tes general linear models (GLM) repeated measured.
Hasil. Nilai rerata ACB sebelum iskemia adalah 48,30 + 5,95 u/ml dan nilai reratanya meningkat menjadi 103,43 ± 13,67 u/ml pada 15 menit sesudah mengalami iskernia. Terjadi peningkatan delta sebelum iskemia dan 15 menit setelah iskemia sebesar 55,13 u/mL. Terdapat perbedaan yang signifikan kadar ACB pada menit ke-15 setelah iskemia dengan sebelum iskemia. Nilai rerata ACB menit ke-150 setelah iskernia adalah 155,42 ± 22,87 u/ml. Terdapat peningkatan kadar ACB antara sebelum iskemia, 15 menit, dan 150 menit setelah iskemia masing-masing sebesar 51,98 dan 107,12 ulmL.
Kesimpulan. Kadar ACB meningkat pada kelinci yang mengalami iskemia tungkai dan peningkatan kadar ACB sesuai dengan lamanya iskemia.
Kata kunci: Penyakit arteri perifer, ischemia modified albumin, albumin cobalt binding.

Background. Peripheral arterial diseases (PAD) commonly result from progressive narrowing of arteries due to atherosclerosis. Previous studies have shown that PAD associated with a significantly elevated risk of cardiovascular disease morbidity and mortality. A rapid blood test capable of detecting prior to necrosis would prove invaluable in patient triage and in reducing health care cost. Albumin in which the N-terminus is either damaged or bound to copper is termed ischemia modified albumin (IMA). The albumin cobalt binding (ACB) test is quantitative diagnostic test that detect modification to albumin that occur when albumin is exposed to ischemic tissue by measuring the cobalt binding capacity of albumin in human serum or plasma.
In this experimental study, the increase of ACB was observed with induced by duration of ischemia.
Methods. Ten male New Zealand White Rabbits aged 5 months experienced total ischemia of the left limb. Blood serum ACB was measured before performing ischemia of the left limb as a control. Fifteen minutes and 150 minutes after ischemia blood serum ACB as secondary and thirdly measurement were measured. Statistical analysis program SPSS version 11.5 by using General linear Model (GLM) repeated measure test.
Results. The mean value of ACB before ischemia was 48.30 1 5.95 u/ml and increased mean value of ACB 103.43 13.67 u/ml in 15 minutes after ischemia. There was increasing delta before ischemia and 15 minutes after ischemia was 55.13 u/ml. There were significant differences of ACB level in the 15 minutes after ischemia compared with before ischemia. The mean level of ACB 150 minutes after ischemia was 155.42 ± 22.87 u/ml. There were increasing level ACB before compared to 15 minutes and 150 minutes after ischemia (51.98 and 107.12, respectively).
Conclusions. ACB level increased in rabbits with acute limb ischemia, where increasing level ACB parallel with length of occlusion.
Key words: Peripheral artery disease, ischemia modified albumin, albumin cobalt binding.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gogor Meisadona
"Latar belakang: Dehidrasi sering terjadi pada stroke iskemik akut SIA dan secara teoretik dapat memperburuk luaran pasien dengan menurunkan curah jantung dan meningkatkan viskositas darah sehingga menurunkan aliran darah otak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dehidrasi dapat memperburuk luaran klinis dan fungsional SIA.
Metode: Studi kohort dilakukan antara Oktober 2016-April 2017. Sebanyak 44 subjek ikut penelitian dan dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan rasio ureum/kreatinin darah dan osmolalitas serum. Dehidrasi didefinisikan sebagai rasio ureum kreatinin 332,1 atau osmolalitas darah >310 mOsm/kg pada hari pertama masuk rumah sakit. Luaran diukur dengan 2 skala: 1 perbedaan nilai National Institutes of Health Stroke Scale NIHSS pada hari pertama dan ke-7 pascaawitan; dan 2 nilai modified Rankin scale mRS pada hari ke-30 pascaawitan.
Hasil: Sebanyak 44 subjek ikut serta dalam penelitian dehidrasi, n = 21; kontrol, n = 23 . Sebanyak 25 subjek 57 adalah pria; 4 subjek 9 mengalami partial anterior circulation infarct PACI dan 40 subjek 91 mengalami lacunar infarct LACI . Dehidrasi tidak berhubungan dengan perburukan NIHSS nilai p = 0.176 atau nilai mRS-30-hari yang buruk nilai p = 1.00 . Satu-satunya variabel yang berhubungan dengan perburukan NIHSS atau nilai mRS-30-hari yang buruk adalah PACI nilai p masing-masing 0.003 and 0.001.
Kesimpulan: Dehidrasi tidak berhubungan dengan perburukan NIHSS atau nilai mRS-30-hari yang buruk. Studi lebih lanjut dibutuhkan dengan kriteria diagnostik dan luaran yang lebih baik.

Background: Dehydration occurs frequently in patients with acute ischemic stroke AIS and theoretically can worsen patient rsquo s outcome by decreasing cardiac output and increasing blood viscosity resulting in decreased cerebral blood flow. The aim of this study was to determine whether dehydration worsened clinical and functional outcome of AIS.
Method: A cohort study was performed between October 2016 and April 2017. There were 44 subjects with AIS recruited. Subjects were divided into 2 groups on the basis of blood ureum creatinine ratio and serum osmolality. Dehydration is defined as ureum creatinine ratio 332,1 or blood osmolality 310 mOsm kg at admission day. Outcome was measured with 2 scale 1 National Institutes of Health Stroke Scale NIHSS score difference on admission compared to score at day 7 of hospitalization and 2 modified Rankin scale mRS at day 30 after AIS onset.
Result: A total of 44 subjects were enrolled dehydration, n 21 control, n 23. 25 subjects 57 were male 4 subjects 9 had partial anterior circulation infarct PACI and 40 subjects 91 had lacunar infarct LACI . Dehydration was not associated with either NIHSS worsening p value 0.176 or poor 30 day mRS p value 1.00 . The only variable associated with poor NIHSS and mRS outcome was PACI p value 0.003 and 0.001, respectively.
Conclusion: This study found that dehydration in AIS was not associated with poor 7 day NIHSS and 30 day mRS outcome. Further study with better diagnostic and outcome criteria is required.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Yolanda
"Latar belakang: Pada iskemia tungkai kritis (ITK) infrapoplitea, tatalaksana utama bertujuan untuk revaskularisasi. Salah satu teknik revaskularisasi ITK infrapoplitea adalah plain old balloon angioplasty. Namun, masih terdapat re-stenosis yang terjadi setelah prosedur tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai luaran prosedur disertai faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif, dengan populasi seluruh pasien ITK infrapoplitea yang menjalani tatalaksana revaskularisasi plain old balloon angioplasty di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari 2013-Mei 2017. Faktor inklusi yaitu subjek dengan PAP Rutherford derajat ≥ 4 dan kontrol minimal 1 kali pasca prosedur. Pengambilan data dilakukan melalui rekam medis dan registrasi pasien divisi bedah vaskular Departemen Ilmu Bedah RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Luaran yang dinilai adalah kejadian re-stenosis, amputasi, dan penyembuhan luka 1 tahun pasca-tindakan. Faktor yang diteliti pada penelitian ini adalah demografi, indeks massa tubuh (IMT),ankle-Brachial Index (ABI) komorbiditas, dan derajat Rutherford.
Hasil: Terdapat 28 pasien subjek dalam penelitian ini. Kejadian re-stenosis terjadi pada 53,6% subjek. Kejadian amputasi terjadi pada 50% subjek. Luka semakin memburuk ditemukan pada 46,4% subjek. Terdapat hubungan antara perburukan luka pasca tindakan dengan derajat Rutherford subjek (p = 0,030). Terdapat hubungan antara riwayat penyakit jantung koroner (PJK) dengan perbaikan luka pasca tindakan (p = 0,014). Tidak didapatkan hubungan faktor lain dengan luaran ITK infrapoplitea yang menjalani plain old balloon angioplasty.
Kesimpulan: Luaran ITK infrapoplitea yang menjalani plain old balloon angioplasty belum baik dilihat dari tingginya luaran re-stenosis, amputasi, dan penyembuhan luka. Derajat Rutherford sebelum tindakan berhubungan dengan luaran penyembuhan luka pasca tindakan.

Background: In infrapopliteal critical limb ischemia (CLI), the treatment aimed to re-vascularized the vessel. One of infrapopliteal CLI re-vascularization technique is plain old balloon angioplasty. However, there were re-stenosis reported after that procedure. A study to evaluate the procedure outcome and the factors affecting it.
Methods: The design of this study is retrospective cohort, with population include all infrapopliteal CLI patients underwent plain old balloon angioplasty re-vascularization in Cipto Mangunkusumo General Hospital from Janury 2013-May 2017. Subjects with Rutherford category ≥ 4 and return to hospital to control minimal 1 time after procedure. Data acquired through medical record and Vascular Surgery Division registry. Outcome evaluated including re-stenosis, amputation, and wound healing 1-year post-procedure. Factors analysed in this study were demography, body mass index (BMI), ankle-brachial index (ABI), comorbidity, and rutherford category.
Results: There were 28 patients acquired in this study. Re-stenosis occurred in 53.6% subjects. Amputation occurred in 50% subjects. Wound worsen in 46.4% subjects. There were association of wound worsening and Rutherford category (p = 0.030). There were association of history of coronary artery disease (CAD) with wound healing post-procedure (p = 0.014). There were no association of other factors with infrapopliteal CLI underwent plain old balloon angioplasty.
Discussion: Infrapopliteal CLI outcome underwent plain old balloon angioplasty were not yet favourable from re-stenosis, amputation rate, and wound healing. Rutherford category pre-procedure associated with wound healing after procedure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>