Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80921 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dina Winaya
"Latar Belakang: Kondisi edentulus umumnya menjadi dominan pada usia ≥65 tahun. Prevalensi edentulus parsial sendiri di Indonesia mencapai 79,8%. Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya temuan radiografik yang cukup tinggi pada radiograf panoramik pasien edentulus yang sehat. Temuan-temuan tersebut berdampak penting pada rencana perawatan prostodontik, terutama perawatan implant-supported prosthesis. Salah satu penyakit yang dijumpai pada usia pengguna gigi tiruan adalah osteoporosis. Hal tersebut menjadi perhatian khusus karena osteoporosis merupakan faktor risiko yang mempercepat penurunan residual ridge. Berdasarkan hal tersebut dan dengan sedikitnya penelitian yang menggunakan sampel edentulus parsial, maka diperlukan data untuk mengetahui frekuensi distribusi temuan insidental pada radiograf panoramik pasien edentulus parsial. Tujuan: Mengetahui frekuensi distribusi temuan insidental pada radiograf panoramik pasien edentulus parsial. Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan menggunakan 385 sampel radiograf panoramik pasien edentulus parsial di RSKGM FKG UI. Radiograf dievaluasi dan diinterpretasi menggunakan i-Dixel Morita dan viewer box untuk mengetahui adanya temuan insidental, seperti gigi impaksi, sisa akar gigi, foreign bodies, lesi radiolusen/mixed/radiopak, atrofi maksila, dan lebar korteks tepi bawah mandibula (<3,0 mm). Data usia, jenis kelamin, dan hasil interpretasi radiograf panoramik dicatat dalam Microsoft Excel. Uji reliabilitas dilakukan menggunakan uji Gwet AC1, Kappa, dan ICC. Hasil: Prevalensi adanya minimal satu temuan insidental pada radiograf panoramik pasien edentulus parsial yang tidak memiliki keluhan/memiliki keluhan di luar temuan insidental, yakni 71,95% (277 radiograf). Total seluruh temuan insidental pada 277 radiograf adalah 549. Secara temuan insidental, urutan temuan insidental dari yang paling banyak hingga paling sedikit, yaitu lebar korteks tepi bawah mandibula (<3,0 mm), lesi radiolusen/mixed/radiopak, atrofi maksila, gigi impaksi, sisa akar gigi, dan foreign bodies. Rata-rata lebar korteks tepi bawah mandibula menurun seiring dengan bertambahnya usia dan lebih rendah pada perempuan, dengan rata-rata total lebar korteks tepi bawah mandibula adalah 3,12 mm. Kesimpulan: Prevalensi adanya minimal satu temuan insidental pada radiograf panoramik pasien edentulus parsial yang tidak memiliki keluhan/memiliki keluhan di luar temuan insidental cukup tinggi. Hal tersebut dapat menjadi peringatan bagi klinisi untuk dapat lebih lengkap dan berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan, khususnya pada pasien edentulus parsial.

Background: The edentulous condition generally becomes dominant at the age of ≥65 years. The prevalence of partial edentulous in Indonesia reaches 79.8%. Several studies have demonstrated high radiographic findings on panoramic radiographs of healthy edentulous patients. These findings have an important impact on prosthodontic treatment planning, especially the treatment of implant-supported prostheses. One of the diseases found at the age of denture wearers is osteoporosis. This is of particular concern because osteoporosis is a risk factor that accelerates the reduction of the residual ridge. Based on these and with the small number of studies using partial edentulous samples, data is needed to determine the frequency distribution of incidental findings on panoramic radiographs of partial edentulous patients. Objective: To determine the frequency distribution of incidental findings on panoramic radiographs of partial edentulous patients. Method: This study is a cross-sectional study using 385 panoramic radiographs of partial edentulous patients at RSKGM FKG UI. Radiographs were evaluated and interpreted using the i-Dixel Morita and viewer box for any incidental findings, such as impacted teeth, retained root teeth, foreign bodies, radiolucent/mixed/radiopaque lesions, maxillary atrophy, and mandibular cortical width (<3,0 mm). Data on age, sex, and interpretation of panoramic radiographs were recorded in Microsoft Excel. The reliability test was carried out using the Gwet AC1, Kappa, and ICC tests. Result: The prevalence of having at least one incidental finding on panoramic radiographs of partial edentulous patients who had no complaints/had complaints other than incidental findings is 71.95% (277 radiographs). The total of all incidental findings on 277 radiographs is 549. In terms of incidental findings, the order of incidental findings from most to least, namely mandibular cortical width (<3,0 mm), radiolucent/mixed/radiopaque lesions, maxillary atrophy, impacted teeth, retained root teeth, and foreign bodies. The mean mandibular cortical width decreased with age and is lower in females, with the average total of mandibular cortical width is 3.12 mm. Conclusion: The prevalence of at least one incidental finding on panoramic radiographs of partial edentulous patients who have no complaints/have complaints other than incidental findings is quite high. This can be a warning for clinicians to be more complete and careful in conducting examinations, especially in partial edentulous patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Engracia Alodia Marsha
"Latar Belakang: Radiografi panoramik merupakan salah satu teknik radiografi ekstraoral yang paling sering digunaakan. Pada umumnya, radiograf panoramik menunjukkan adanya magnifikasi sekitar 10-30%. Oleh karena itu, kesalahan dalam penentuan posisi pasien dapat menyebabkan magnifikasi ini lebih tidak proporsional. Struktur anatomi dan tingkat pemahaman instruksi dapat berbeda pada berbagai kelompok usia. Maka dari itu, diperlukan data mengenai frekuensi kesalahan posisi yang terjadi pada kelompok usia anak, dewasa, dan lansia.
Tujuan: Memperoleh perbandingan kesalahan posisi radiograf panoramik yang terjadi pada kelompok usia anak, dewasa, dan lansia.
Metode: Penelitian merupakan studi cross-sectional deskriptif menggunakan sampel berupa data sekunder radiograf panoramik pasien di Unit Radiologi Kedokteran Gigi RSKGM FKG UI.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna (P<0.05) pada posisi tulang belakang tidak tegak, posisi lidah tidak tepat, bergerak selama paparan, dan vertical error antara anak, dewasa, dan lansia.
Kesimpulan: Kesalahan posisi pasien dalam radiograf panoramik relatif umum. Kualitas radiograf panoramik dapat ditingkatkan dengan instruksi yang lebih jelas dan meningkatkan perhatian operator selama memposisikan pasien.

Background: Panoramic radiography is one of the most frequently used extraoral radiography techniques. Usually, panoramic radiographs show magnification of between 10% and 30%. Therefore, errors in the positioning of the patients cause this magnification to become even more disproportionate. Different anatomical structures and levels of understanding instructions may differ in different age groups. Thus, a concrete data is needed regarding the frequency of positioning errors that occur in the age group of children, adults, and the elderly.
Objective: The aim of the study was to investigate the prevalence of panoramic radiographic errors and its correlation between the age group of children, adults, and the elderly.  
Methods: This study is a descriptive cross-sectional study using secondary data in the form of panoramic radiographs of patients at Universitas Indonesia Dental Hospital (RSKGM FKGUI) . Results: It was recorded that spine is not in the upright position, improper positioning of the tongue, moving during exposure, and vertical error were statistically significant in children, adults, and the elderly (p<0.05).
Conclusion: Patient positioning errors on panoramic radiographs are relatively common. The quality of panoramic radiograph can be improved with clearer instructions and intensifying operator attention during patient positioning.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nur Sakina Tri Meilana
"Latar Belakang: Pada banyak kasus forensik, seringkali tubuh ditemukan dalam kondisi fragmen, hangus terbakar, atau telah mengalami dekomposisi. Gigi merupakan bukti kuat dalam kasus forensik seperti ini karena strukturnya kuat, tahan terhadap berbagai kondisi dan perubahan post-mortem. Jumlahnya yang mencapai 32, setidaknya akan ada beberapa gigi yang dapat dianalisis.
Tujuan: Menganalisis potensi dental morfometrik dalam penentuan usia dan jenis kelamin individu
Metode: 230 data panoramik digital rentang usia 15-35 tahun dipilih untuk dianalisis. Dental morfometrik total panjang gigi (TTL), panjang akar (RL), panjang mahkota (CL), serta ratio area pulpa dan gigi (PTR) diukur dengan software open source Image J.
Hasil: Uji Korelasi Pearson menunjukkan ada korelasi bermakna antara variabel TTL, RL, dan CL dengan jenis kelamin namun tidak pada usia. Ditemukan pula korelasi kuat negatif antara variabel PTR dengan usia, namun tidak pada jenis kelamin. Berbagai model regresi untuk estimasi usia dan jenis kelamin populasi Indonesia telah dikembangkan. Model regresi TTL, RL, dan CL dari kombinasi gigi 11,13, dan 33 menunjukkan akurasi yang paling baik dengan prediksi kesalahan terkecil dalam memperkirakan jenis kelamin, (r = 0,681) (r2 =0,464) (SE=0,374). Sebuah model regresi estimasi usia berdasarkan PTR dikembangkan. Ketika model regresi digunakan sesuai jenis kelamin, maka akurasi akan meningkat, dengan pada wanita sedikit lebih akurat dibanding laki-laki (r=0,692) (r2=0,479) (SE=4,349).
Kesimpulan: Dental morfometrik berpotensi dalam estimasi usia ataupun jenis kelamin pada populasi Indonesia. Variabel TTL, RL, dan CL terbukti berbeda antara gender, dan variabel PTR merupakan metode dental morfometrik yang terbukti dapat digunakan dalam estimasi usia.

Background: In many forensic cases, bodies are often found in fragments, charred, or decomposed. Teeth are strong evidence in forensic cases like these because they are structurally sound, resistant to a variety of conditions and post-mortem changes. Moreover, the total number of teeth reaches 32, at least there will be several teeth that can be analyzed
Objective: To analyze the potential of dental morphometrics in determining the age and sex of an individual Method: 230 digital panoramic data aged 15-35 years were selected for analysis. Dental morphometric total tooth length (TTL), root length (RL), crown length (CL), and pulp-to-tooth area ratio (PTR) were measured using open source software Image J.
Results: Pearson Correlation Test showed that there was a significant correlation between TTL, RL, and CL variables with sex but not with age. There was also a strong negative correlation between the PTR variable and age, but not gender. Various regression models for estimating the age and sex of the Indonesian population have been developed. The TTL, RL, and CL regression model of the combination of teeth 11,13, and 33 showed the best accuracy with the smallest prediction error in estimating sex, (r = 0.681) (r2 = 0.464) (SE = 0.374). An age estimation regression model based on PTR was developed. When the regression model is used according to gender, the accuracy will increase, with women being slightly more accurate than men (r=0.692) (r2=0.479) (SE=4.349).
Conclusion: Dental morphometrics has the potential to estimate age or sex in the Indonesian population. The TTL, RL, and CL variables are proven to differ between genders, and the PTR variable is a dental morphometric method that is proven to be used in age estimation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mela Ayumeylinda
"Radiografi panoramik merupakan alat diagnostik yang sangat penting dalam kedokteran gigi namun memiliki kekurangan seperti distorsi geometris, sehingga hasil gambaran cenderung tidak sesuai dengan ukuran struktur anatomi yang sesungguhnya pada pasien.
Tujuan : Mengetahui perbedaan hasil pengukuran horizontal dan vertikal pada cranium dibandingkan dengan pengukuran pada radiograf panoramik, serta untuk mengetahui seberapa besar distorsi pengukuran horizontal dan vertikal pada radiograf panoramik.
Metode : Sampel penelitian berupa 7 cranium yang diberi marker gutta percha dengan panjang 2 mm kemudian dilakukan pembuatan radiograf panoramik sebanyak 4 kali. Pengukuran pada radiograf panoramik menggunakan software Digora for Windows 2.5 R1 Tuusula Finland.
Hasil : Pada pengukuran horizontal bukal/labial HB terdapat perbedaan bermakna.

Panoramic radiography is a very important diagnostic tool in dentistry but the panoramic radiograph also has some disadvantages related to its geometric distortion, the images of anatomical structures on panoramic radiograph are not according to their actual dimension in the patients.
Objective: To determine the amount of horizontal and vertical distortion of panoramic radiograph, by comparing the horizontal and vertical measurements on panoramic radiographs with those on the real object, which was the cranium.
Methods: The samples of this study were 7 cranium with a length of 2 mm gutta percha as markers, panoramic radiograph was taken from each sample 4 times. Measurements on a panoramic radiograph using Digora for Windows 2.1 R1 Tuusula Finland software.
Results: The horizontal buccal labial HB measurements shows that there were significant differences p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar Belakang: Estimasi usia penting untuk identifikasi individu. Perkembangan akar gigi molar tiga terjadi pada usia 15-25 tahun. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui akurasi estimasi usia 15–25 tahun menggunakan metode Thevissen di Indonesia. Metode: Menerapkan metode Thevissen pada 100 radiograf panoramik laki-laki dan perempuan. Uji reliabilitas menggunakan formula Dahlberg dan uji Cohen’s Kappa serta signifikansi pengukuran menggunakan uji-t berpasangan dan uji Wilcoxon. Kemudian dilakukan perhitungan besar penyimpangan hasil estimasi usia. Hasil: Penyimpangan estimasi usia laki-laki adalah ±3,050 tahun dan perempuan adalah ±2,067 tahun. Kesimpulan: Penyimpangan estimasi usia perempuan lebih kecil dari estimasi usia laki-laki. Metode Thevissen lebih diutamakan untuk usia 15–22 tahun., Background: Age estimation is important for individual identification. Root development of third molars occurs at age 15-25 years. Objective: This study is conducted to find out the accuracy of age estimation using Thevissen method in Indonesia. Method: Applying Thevissen method on 100 panoramic radiographs male and female subjects. Reliabilities tested by Dahlberg formula and Cohen’s Kappa test and the significancy measurement tested by the paired t-test and Wilcoxon test. Then calculate the deviation of estimated age. Results: The deviation of age estimation of male subject is ±3,050 years and age estimation of female subject is ±2,067 years. Conclusions: The deviation of age estimation of female subject less than male subject. The age estimation with Thevissen method is preferred for age 15-22 years]"
[, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salzabilla Wahyu Putri
"Latar Belakang: Periodontitis adalah penyakit yang memengaruhi jaringan pendukung gigi seperti kerusakan tulang alveolar, dan diderita oleh sebagian besar populasi manusia di dunia. Periodontitis terbagi menjadi periodontitis terlokalisasi dan periodontitis menyeluruh. Dalam menentukan diagnosis penyakit periodontitis diperlukan pemeriksaan radiografis untuk mengevaluasi perubahan tinggi tulang, terutama pada tulang alveolar. Radiograf panoramik dapat digunakan dalam pemeriksaan full-mouth dengan paparan radiasi yang lebih sedikit.
Tujuan: Memperoleh nilai rata-rata persentase sisa tinggi tulang alveolar gigi molar mandibular pasien periodontitis menyeluruh usia 26-50 tahun pada radiograf panoramik.
Metode: Pengukuran persentase sisa tinggi tulang alveolar pada 45 sampel radiograf panoramik konvensional dan digital usia 26-50 tahun di RSKGM FKG UI.
Hasil: Persentase sisa tinggi tulang alveolar pada pasien penyakit periodontitis menyeluruh dengan rentang usia 26-50 tahun sebesar 75,2% ± 10,2%. Persentase sisa tinggi tulang alveolar pada gigi molar 1 rahang bawah sebesar 72,2% ± 8,4% di permukaan mesial dan 76,4% ± 8,0% di permukaan distal, serta pada gigi molar 2 rahang bawah sebesar 76,8% ± 8,5% di permukaan mesial dan 76,5% ± 12% di permukaan distal. Rata-rata persentase permukaan mesial sebesar 73,9% dan persentase sisa tulang distal sebesar 76,5%.
Kesimpulan: Persentase kehilangan tulang pada permukaan mesial gigi molar 1 dan 2 penderita periodontitis sedang/parah pada usia 26-50 tahun lebih tinggi daripada permukaan distal.

Background: Periodontitis is a disease that affects the supporting tissue of the teeth such as alveolar bone decay and affects most of human population in the world. Periodontitis is classified into localized periodontitis and generalized periodontitis. In diagnosing periodontitis disease, radiographic examination is needed to evaluate the changes in bone height, especially in alveolar bone. Panoramic radiograph can be used in full-mouth examination with less radiation exposure.
Objective: To obtain average percentage of remaining alveolar bone of mandibular molars in generalized periodontitis patients aged 26-50 years on panoramic radiograph.
Methods: Measuring the percentage of remaining alveolar bone in 45 conventional and digital panoramic radiograph samples aged 26-50 years at RSKGM FKG UI.
Result: The percentage of remaining alveolar bone in patients with generalized periodontitis aged 26-50 years was 75.2% ± 10.2%. The percentage of remaining alveolar present in mandibular 1st molar was 72.2% ± 8.4% on the mesial surface and 76.4% ± 8.0% on distal surface, and in mandibular 2nd molar it was 76.4% ± 8.0% on mesial surface and 76.5 ± 12% on distal surface. The average percentage on mesial surface was 73.9% and the percentage of the remaining distal bone was 76.5%.
Conclusion: The percentage of bone loss on mesial surface of 1st and 2nd molars in patients with moderate/severe periodontitis aged 26-50 years was higher than on the distal surface.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambia Parama Kanya
"ABSTRAK
Jenis kelamin merupakan data penting dalam identifikasi individu. Salah satu metode penentuannya adalah analisis radiografis. Tujuan: Mengetahui nilai rerata pengukuran mandibula pada radiograf panoramik dalam menentukan jenis kelamin individu pada usia 14-35 tahun. Metode: Parameter yang diukur yaitu tinggi ramus, sudut gonial, lebar bigonial, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid, jarak maksimum ramus, jarak minimum ramus, dan indeks mentalis. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan pada tinggi ramus, lebar bigonial, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid, jarak maksimum ramus, dan jarak minimum ramus. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada sudut gonial dan indeks mentalis. Kesimpulan: Enam parameter dapat menentukan jenis kelamin.

ABSTRAK
Background Sex is one important information for identification. One of the method is radiographic analysis. Objective To obtain mean value of mandible on panoramic radiograph to determine sex aged 14 35 years. Methods Mandible measurements available are ramus height, gonial angle, bigonial width, condylar ramus height, coronoid ramus height, maximum ramus breadth, minimum ramus breadth, and mental index. Result There are difference between both sex on ramus height, bigonial width, condylar ramus height, coronoid ramus height, maximum ramus height, minimum ramus height measurement and no difference from gonial angle and mental index. Conclusion Six parameters can be used to identify sex.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devia Tasya Rachmadiani
"Latar Belakang: Tulang mandibula merupakan tulang terkuat pada tengkorak yang mengalami perubahan sesuai usia. Pengukuran mandibula banyak dijadikan parameter terkait tumbuh kembang yang bermanfaat untuk berbagai bidang ilmu kedokteran gigi termasuk ortodonsi dan forensik.
Tujuan: Mengetahui nilai pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik sebagai data dasar untuk estimasi usia rentang 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Metode: Pengukuran parameter mandibula pada 200 sampel radiograf panoramik digital usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Hasil: Pengukuran parameter mandibula terhadap usia tidak berbeda bermakna secara statistik, namun cenderung mengalami peningkatan atau penurunan sesuai perubahan usia.
Kesimpulan: Pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik usia 14-35 tahun dan 50-70 belum dapat digunakan sebagai data dasar untuk estimasi usia.

Background: Mandible is the strongest bone in skull and experience change with age. Mandibular parameters measurements are often used in relation with growth and development that are useful in dentistry including in orthodontics and forensic dentistry.
Objective: To obtain the mandibular parameters value through panoramic radiograph as basic data in age estimation of 14 35 and 50 70 years old subjects.
Method: Measurement of mandibular parameters on digital panoramic radiograph of 200 subjects at age 14 35 years and 50 70 years old.
Results: The measurement of mandibular parameters are not statistically significant but tend to change according to age.
Conclusion: Measurement of mandibular parameters in panoramic radiograph cannot be used as basic data for age estimation in 14 35 years old and 50 70 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofwatul Nafi’ah
"Latar Belakang: Hubungan kedekatan antara sinus maksilaris dan gigi posterior rahang atas sering menjadi tantangan dalam kedokteran gigi karena dapat menyebabkan komplikasi. Evaluasi posisi akar gigi posterior rahang atas sinus maksilaris dapat dinilai melalui radiograf panoramik.
Tujuan: Mengetahui posisi akar gigi posterior terhadap sinus maksilaris menurut jenis kelamin dan kelompok usia pada radiograf panoramik.
Metode: Penelitian ini menggunakan 192 radiograf panoramik digital laki-laki dan perempuan berusia 20-70 tahun di RSKGM FKG UI. Posisi akar gigi posterior rahang atas terhadap sinus maksilaris dievaluasi berdasarkan klasifikasi oleh Ok et al, yang mengkategorikan menjadi 3 tipe. Tipe 1 adalah ketika akar menonjol atau overlap dengan rongga sinus. Tipe 2 adalah ketika akar berkontak dengan dasar sinus. Tipe 3 adalah ketika akar tidak berkontak atau memanjang di bawah dasar sinus.
Hasil: Berdasarkan jenis kelamin, tipe 1 didominasi oleh laki-laki, sedangkan tipe 2 dan tipe 3 didominasi oleh perempuan. Berdasarkan kelompok usia, tipe 1 didominasi oleh kelompok usia >39 tahun, sedangkan tipe 2 dan tipe 3 didominasi oleh kelompok usia 20-39 tahun.
Kesimpulan: Posisi akar gigi posterior rahang atas terhadap sinus maksilaris pada kelompok laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan bermakna secara statistik, namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok usia 20-39 tahun dan >39 tahun.

Background: The close relationship between the maxillary sinus and posterior maxillary teeth is often a challenge in dentistry because it can cause complications. Evaluation of the root position of the maxillary posterior maxillary sinus can be assessed using a panoramic radiograph.
Objective: To determine the position of the roots of the posterior teeth to the maxillary sinus according to gender and age group on a panoramic radiograph.
Methods: This study used 192 digital panoramic radiographs of men and women aged 20-70 at RSKGM FKG UI. Subjects were divided into two categories: 20-39 years old and >39 years old. The position of the posterior maxillary teeth to the maxillary sinus was evaluated based on the classification by Ok et al., which categorizes it into 3 types. Type 1 is when the root protrudes or overlaps with the sinus cavity. Type 2 is when the root is in contact with the sinus floor. Type 3 is when the root is not in contact or extends below the sinus floor.
Results: Based on gender, type 1 was dominated by men, while type 2 and type 3 were dominated by women. Based on age group, type 1 is dominated by the age group >39 years, while type 2 and type 3 are dominated by the age group 20-39 years.
Conclusion: The position of the roots of the posterior maxillary teeth to the maxillary sinus in the male and female groups was statistically significant, but there was no significant difference in the 20-39 years and >39 years age groups.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Lorenza
"Latar Belakang: Bone loss merupakan kondisi yang terjadi seiring penuaan akibat berbagai faktor risiko. Pemeriksaan densitas tulang dapat dilakukan dengan melihat grayscale value tulang kanselus mandibula pada radiograf panoramik digital. Tujuan: Mengetahui perbandingan rerata grayscale value tulang kanselus mandibula menurut jenis kelamin, usia, dan besar arus listrik pada radiograf panoramik digital. Metode: Penelitian ini menggunakan 294 sampel radiograf panoramik digital pria dan wanita berusia 31-75 tahun di RSKGM FKG UI. Rerata grayscale value didapatkan dari pengukuran menggunakan Software I-Dixel Morita© di tulang kanselus mandibula kiri atau kanan daerah apikal regio premolar. Analisa statistik dilakukan 2 kali dengan atau tanpa mempertimbangkan variasi kondisi besar arus(mA). Analisa pertama melibatkan seluruh 294 sampel dengan rentang besar arus 3,3-8 mA. Analisa kedua melibatkan 60 sampel dengan rentang besar arus 5,7-6,4 mA. Hasil: Hasil analisa statistik pertama menunjukkan rerata grayscale value kelompok pria sebesar 113,52±14,88 dan kelompok wanita sebesar 109,98±14,08. Rerata Grayscale value kelompok usia 31-45 tahun sebesar 112,38±13.39, kelompok usia 46-60 tahun sebesar 111,76±13.75, dan kelompok usia 61-75 tahun sebesar 111,11±16.49. Hasil analisa statistik kedua menunjukkan rerata grayscale value kelompok pria sebesar 116,66±13,75 dan kelompok wanita sebesar 105,58±13,55. Rerata grayscale value kelompok usia 32-53 tahun sebesar 115,42±10,89 dan kelompok usia 54-75 tahun sebesar 106,81±16,72. Kesimpulan: Rerata grayscale value tulang kanselus mandibula antar jenis kelamin dan kelompok usia tidak berbeda bermakna (3,3-8 mA). Rerata grayscale value tulang kanselus mandibula antar jenis kelamin serta antar kelompok usia berbeda bermakna (5,7-6,4 mA).

Background: Bone loss is a condition that occurs during aging due to various factor risk. Bone density examination can be performed by measuring grayscale value at the mandibular cancellous bone on a digital panoramic radiograph. Objective: To obtain comparison of mean grayscale value of mandibular cancellous bone by gender, age, and tube current on digital panoramic radiograph. Method: This study utilizing secondary data, totally 294 digital panoramic radiograph of men and women age 31-75 years old at RSKGM FKG UI. Mean grayscale value is obtained by measurement using Software I- Dixel Morita© in the left or right mandibular cancellous bone in the apical area of the premolar region. Two alternative statistical analysis were carried out, with or without considering the variation in tube current condition (mA). The first analysis involved all 294 samples with tube current condition range from 3,3-8 mA. The second analysis involved 60 samples with tube current condition range from 5,7-6,4 mA. Result: First statistical analysis showed that mean grayscale value of the men group is 113,52±14,88 and women group is 109,98±14,08. Mean grayscale value of the 31-45 years old group is 112,38±13.39, 46-60 years old group is 111,76±13.75, and 61-75 years old group is 111,11±16.49. Result from second statistical analyses shows mean grayscale value of the men group is 116,66±13,75 and women group is 105,58±13,55. Mean grayscale value of the 32-53 years old group is 115,42±10,89 and 54-75 years old is 106,81±16,72. Conclusion: Mean grayscale value mandibular cancellous bone by gender and age group are not statistically different (3,3-8 mA). Mean grayscale value mandibular cancellous bone by gender and age group are statistically different (5,7-6,4 mA)."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>