Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171500 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratu Talita Leticia Miranti
"Secara global, emisi gas rumah kaca dari kapal yang berlayar ini dapat menghasilkan emisi CO2 yang setara 940 juta metrik ton emisi CO2 rumah kaca pertahun. International Maritime Organization (IMO) mengembangkan strategi awal untuk mengurangi tingkat emisi green house gas (GHG) dari kapal yaitu IMO GHG Strategy, untuk mengukur ketercapaian tersebut diukur melalui nilai Energy Efficiency Design Index yang dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan komparasi antara besarnya tingkat emisi CO2 dari kapal jenis bulk carrier, oil tanker, container, general kargo, dan chemical tanker berbendera Indonesia dan tingkat emisi CO2 dari kapal berbendera Singapura dengan jenis kapal yang sama. Dari penelitian ini didapat bahwa pada baseline exsisting condition Kapal Indonesia persentase terbesar dicapai oleh kapal kontainer sebesar 31,85%. Sedangkan untuk Kapal Singapura, persentase terbesar dicapai oleh kapal General Kargo sebesar 29.17%. Sementara itu, dampak terbesar pengurangan emisi dicapai oleh keadaan penggunaan bahan bakar Methanol dengan penambahan instalasi Scrubber yang mampu menciptakan GHG Rating Score A pada 18% kapal Indonesia dan 34% Kapal Singapura. Sebagaimana yang dilakukan Singapura, optimalisasi pengurangan emisi dapat didukung oleh kebijakan pemerintah seperti pemberlakuan pajak karbon

Globally, greenhouse gas emissions from sailing ships can produce CO2 emissions equivalent to 940 million metric tons of greenhouse gas emissions per year. The International Maritime Organization (IMO) developed an initial strategy to reduce the level of green house gas (GHG) emissions from ships (IMO GHG Strategy), to measure this achievement through the value of the Energy Efficiency Design Index carried out in this study. This study was conducted to make comparisons between the levels of CO2 emissions from bulk carriers, oil tankers, containers, general cargo, and chemical tankers with Indonesian flagged and the level of CO2 emission from Singapore flagged vessels with the same type of vessels. From this study, it was found that in the baseline existing condition of Indonesian ships, the largest percentage was achieved by container ships (at 31.85%). Meanwhile, for Singapore Ships, the largest percentage was achieved by General Cargo ships (at 29.17%). The greatest impact of reducing emissions was achieved by the condition of using Methanol fuel with the addition of Scrubber installations which were able to create a GHG Rating Score A on 18% of Indonesian ships and 34% of Singaporean ships. Beside that, as it was done by Singapore, optimizing emission reductions can be supported by government policies with the implementation of a carbon tax"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanafi Anis
"Dibeberapa tahun terakhir, perhatian akan emisi CO2 atau emisi gas rumah kaca sudah semakin meningkat. Kebutuhan untuk menguranginya pun semakin meningkat diberbagai negara. Salah satunya dengan cara mengurangi buangan gas yang berasal dari kendaraan. Karena kemajuan teknologi yang semakin canggih, maka banyak produsen kendaraan di dunia sudah beralih ke kendaraan listrik. Di dunia sudah banyak dikembangkan berbagai macam model kendaraan listrik, salah satunya adalah kendaraan Plug-in Hybrid Electric Vehicle atau PHEV. Di Indonesia sendiri, kendaraan ini sangat cocok dengan kondisi energi yang dimiliki, karena bahan bakar minyak yang masih sangat melimpah dan banyaknya cara untuk membangun pembangkit listrik.
Potensi kendaraan PHEV untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sangat tergantung pada penggunaan kendaraan dan sumber energinya yaitu bensin dan listrik. Namun, manfaat atau dampak khusus dari PHEV pada akhirnya bergantung pada pola pembelian dan penggunaan kendaraan. Beberapa parameternya seperti nilai faktor utilisasi atau Utility Factor (UF) dan juga nilai nilai pengeluaran kepemilikan saat memiliki kendaraan atau Total Cost Ownership (TCO). Hasil komprehensif dengan menghitung nilai UF dapat membantu pengguna untuk memahami konsumsi energi aktual dengan lebih jelas dan TCO untuk mengetahui beban pengeluaran yang ditanggung pengguna PHEV. Penelitian ini akan menunjukan nilai UF dan TCO dari salah satu kendearaan PHEV yang ada di Indonesia, yaitu Mitsubishi Outlander PHEV.

In recent years, attention to CO2 emissions or greenhouse gas emissions has increased. The need to reduce it is also increasing in various countries. One of them is by reducing gas emissions from vehicles. Due to increasingly sophisticated technological advances, many vehicle manufacturers in the world have switched to electric vehicles. In the world, various types of electric vehicle models have been developed, one of which is the Plug-in Hybrid Electric Vehicle or PHEV. In Indonesia itself, this vehicle is very suitable for the energy conditions you have, because fuel oil is still very abundant and there are many ways to build power plants.
The potential of PHEV vehicles to reduce greenhouse gas emissions is highly dependent on the use of the vehicle and its energy sources, namely gasoline and electricity. However, the specific benefits or impacts of PHEVs ultimately depend on the vehicle buying and usage patterns. Some of the parameters are the value of the utility factor (UF) and also the value of expenditure efficiency when owning a vehicle or Total Cost Ownership (TCO). Comprehensive results by calculating the UF value can help users to understand the actual energy consumption more clearly and TCO to find out the expenses incurred by PHEV users. This study will show the UF and TCO values ​​of one of the PHEV vehicles in Indonesia, namely the Mitsubishi Outlander PHEV.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricki Muliadi
"Peningkatan emisi gas rumah kaca di DKI Jakarta dapat berdampak negatif pada pembangunan kota yang berkelanjutan. Peningkatan emisi gas rumah kaca dapat menurunkan tingkat kesehatan masyarakat yang berujung pada perlambatan perekonomian. Pemerintah daerah DKI Jakarta mengeluarkan Rencana Aksi Daerah - Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) untuk mengatasi tingginya emisi gas rumah kaca.
Penelitian ini membahas analisis penerapan kebijakan RAD-GRK terhadap aspek keberlanjutan DKI Jakarta menggunakan pendekatan sistem dinamis. Model kebijakan RAD-GRK akan diintegrasikan dengan Jakarta Sustainable Urban Model dan kemudian disimulasikan berdasarkan dua skenario yaitu Kewenangan Rendah dan Kewenangan Tinggi. Kebijakan RAD-GRK mampu menurunkan emisi gas rumah kaca di Jakarta namun perlu upaya lebih lanjut oleh pemerintah DKI Jakarta untuk menciptakan pembangunan kota Jakarta yang berkelanjutan.

The increasing of Green House Gases (GHGs) in DKI Jakarta could harm the sustainable urban development. The escalation of GHGs could decrease public health level that lead to economics slow down. Local government of DKI Jakarta releases Regional Action Plan-Green House Gases (RAP-GHGs) to overcome the increasing of GHGs.
This research discusses about policy analysis of Regional Action Plan-Green House Gases Emission toward sustainable aspects of DKI Jakarta using system dynamics approach. The policy model of RAP-GHGs would be integrated with Jakarta Sustainable Urban Model and be simulated based on two scenarios which are Low Authority and High Authority. RAP-GHGs policy could reduces GHGs emission in Jakarta but it needs further efforts from DKI Jakarta local government to create sustainable Jakarta development.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Fadila Atika Fadiat
"Pemanasan global menjadi isu utama yang terus diperhatikan. Transportasi laut, sebagai tulang punggung perdagangan internasional, juga merupakan penyumbang signifikan emisi gas rumah kaca. Untuk mengatasi masalah ini, IMO pada April 2018 mengadopsi Initial Green House Gas Strategy dengan target pengurangan intensitas karbon sebesar 40% pada 2030 dan 50% pada 2050, salah satunya melalui penerapan Energy Efficiency Existing Ship Index (EEXI). Penelitian ini menganalisis persebaran nilai EEXI pada kapal berbendera Indonesia dan Jepang. Dari penelitian ini didapat bahwa persentase EEXI yang dicapai oleh kapal Indonesia paling kecil ada di kapal bulk carrier dengan 7.46% dan terbesar pada jenis kapal oil tanker dengan 86.36%. Sedangkan kapal Jepang persentase paling kecil ada di kapal bulk carrier dengan 6% dan terbesar pada kapal jenis oil tanker dengan 87.9%. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Engine Power Limitation (EPL) dan mengganti bahan bakar menjadi LNG, Ethanol, atau Methanol memberikan dampak yang paling signifikan dalam pengurangan nilai EEXI dari kondisi baseline. Jepang sangat berambisi dalam mengurangi emisinya, banyak rencana dan juga investasi dari pemerintah yang mendukung akan hal ini untuk tercapainya zero emission pada tahun 2050. Sebagaimana Jepang, optimalisasi pengurangan emisi karbon dapat dicapai jika terdapat dorongan dari pemerintah dan jika dilakukan penggunaan bahan bakar alternatif.

Global warming has become a major issue of continuous concern. Maritime transportation, serving as the backbone of international trade, is also a significant contributor to greenhouse gas emissions. To address this issue, the International Maritime Organization (IMO) adopted the Initial Green House Gas Strategy in April 2018, targeting a 40% reduction in carbon intensity by 2030 and 50% by 2050, partly through the implementation of the Energy Efficiency Existing Ship Index (EEXI). This study analyzes the distribution of EEXI values on ships flagged by Indonesia and Japan. The research findings indicate that the percentage of EEXI achieved by Indonesian ships is lowest for bulk carriers at 7.46% and highest for oil tankers at 86.36%. For Japanese ships, the lowest percentage is for bulk carriers at 6% and the highest for oil tankers at 87.9%. Calculations show that Engine Power Limitation (EPL) and switching fuel to LNG, Ethanol, or Methanol have the most significant impact on reducing EEXI values from the baseline condition. Japan is highly ambitious in reducing its emissions, with numerous plans and government investments supporting the goal of achieving zero emissions by 2050. Similar to Japan, optimal carbon emission reduction can be achieved if there is governmental support and the use of alternative fuels."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhanu Adha
"Emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan dari kegiatan pelayaran mengalami peningkatan sebesar 9,6 persen yaitu sebesar 977 juta ton pada 2012 menjadi 1076 juta ton pada 2018 dengan jenis kapal tanker, kapal bulk carrier dan kapal kontainer menjadi kontributor lebih dari 80% dari total emisi. Untuk mengurangi emisi ini, International Maritime Organization (IMO) mengadopsi Green House Gas Strategy dengan menargetkan intensitas pengurangan karbon sebesar 40 persen pada 2030 dan 50 persen pada 2050 dengan mengeluarkan peraturan berupa Energy Efficiency Design Index (EEDI). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan persebaran EEDI kapal-kapal jenis tanker, bulk carrier dan kontainer Indonesia. Perhitungan EEDI menggunakan perhitungan yang dikeluarkan oleh IMO pada MEPC 76 berdasarkan MARPOL Annex 7 dengan tambahan dua fase pengurangan nilai EEDI. Data yang digunakan adalah kapal-kapal jenis tanker, bulk carrier dan kontainer berbendera Indonesia meliputi ship particular dari BKI dan MarineTraffic. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa persebaran EEDI kapal tanker, bulk carrier, dan kontainer Indonesia berturut-turut adalah 1269,7DWT−0,481; 1019,1DWT−0,471; dan 106,25DWT−0,181. Lalu pemenuhan kapal tanker, bulk carrier, dan kontainer Indonesia terhadap regulasi EEDI berturut-turut adalah 26,96%; 11,63%; dan 47,69%. Lalu dengan penggunaan pembatasan daya mesin dapat mengurangi nilai persebaran EEDI kapal tanker, bulk carrier, dan kontainer Indonesia berturut-turut adalah sebesar 18,4%; 27,6%; dan 15,9%. Sedangkan dengan penggunaan pembatasan daya mesin dan alat pengefisiensian energi dapat mengurangi nilai persebaran EEDI kapal tanker, bulk carrier, dan kontainer Indonesia berturut-turut adalah sebesar 28,4%; 39,2%; dan 25,8%. Lalu persebaran GHG Rating didominasi dengan peringkat D pada kapal tanker, bulk carrier, dan kontainer berturut-turut sebesar 65,5%; 84,3%; dan 46,4%.

Greenhouse gas emissions by shipping activities increased by 9.6 percent, from 977 million tons in 2012 to 1076 million tons in 2018 with tanker, bulk carrier and container ships contributing more than 80% of total emissions. To reduce CO2 emissions, the International Maritime Organization (IMO) adopted the Green House Gas Strategy by targeting the intensity of carbon reductions by 40 percent in 2030 and 50 percent in 2050 by issuing regulations in the form of Energy Efficiency Design Index (EEDI). This study aims to obtain the EEDI distribution of Indonesian tankers, bulk carriers and containers. The EEDI calculation in this study applies the calculations issued by IMO on MEPC 76 based on MARPOL Annex 7 with the addition of two phase for reducing EEDI values. The data used as an input variable is the ship particular of Indonesian flag tankers, bulk carriers and containers from BKI and MarineTraffic. The results of this study show that the EEDI distribution of Indonesian tankers, bulk carriers, and containers is 1269,7DWT−0,481; 1019,1DWT−0,471; and 106,25DWT−0,181. Then the compliances of Indonesian tankers, bulk carriers, and containers to the EEDI regulation is 26.96%,; 11.63%; and 47.69%. Then the installation of engine power limitation can reduce the EEDI distribution value of Indonesian tankers, bulk carriers, and containers by 18.4%; 27.6%; and 15.9%. Meanwhile, the installation of engine power restrictions and energy efficiency technology can reduce the EEDI distribution of Indonesian tankers, bulk carriers and containers by 28.4%; 39.2%; and 25.8%. Then the distribution of GHG Rating is dominated by D rating on tankers, bulk carriers, and containers respectively at 65.5%; 84.3%; and 46.4%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahahera Bastinov Putri Almagistra
"Gas alam adalah salah satu bahan bakar fosil yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari sumur gas yang kemudian diproses dan ditransportasikan, salah satunya lewat pipa transmisi. Dalam transportasinya, gas alam sering terlepas ke atmosfer, baik disengaja dalam proses penurunan tekanan emisi venting atau tidak disengaja emisi fugitive, yang berdampak buruk bagi lingkungan. Untuk itu, perlu dilakukan perhitungan tingkat emisi yang diharapkan dapat menjadi acuan dan rekomendasi strategi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca GRK. Dalam perhitungan tingkat emisi, dikenal dengan istilah faktor emisi, yaitu nilai faktor pengali untuk menghitung tingkat emisi. Nilai faktor emisi ini dihasilkan oleh agensi lingkungan, diantaranya INGAA dan IPCC. Untuk mengurangi ketidakpastian nilai faktor emisi, IPCC merekomendasikan untuk melakukan simulasi Monte Carlo, yang dilakukan oleh Lechtenbohmer, et al. 2007 di sistem pipa transmisi milik Rusia. Penelitian ini melakukan perhitungan tingkat emisi menggunakan nilai faktor emisi berdasarkan INGAA, IPCC, dan Lechtenbohmer, et al. 2007 , dengan variasi laju alir. Variasi laju alir berpengaruh pada perhitungan dengan INGAA Tier 2 dan 3 serta IPCC. Perhitungan dengan nilai faktor emisi berdasarkan Lechtenbohmer et al. 2007 memiliki nilai emisi yang paling tinggi. Metode terbaik yang dapat diaplikasikan adalah IPCC karena faktor emisi IPCC merupakan fungsi geografis dan teknologi.

Natural gas is one of the fossil fuel which is used in daily basis and can be extracted from gas wells then being produced and transported, one of which is using transmission pipeline. When being transported, natural gas is often emitted to the atmosphere, either for depressurization venting emission or leak through the pipeline fugitive emission . Therefore, emission level estimation must be performed as reference and strategy recommendation to reduce the greenhouse gas GHG emission that would damage the environment. Emission factor is a well known multiplier factor to calculate GHG emission from every emission source. Emission factor value is assessed by environment agency, such as INGAA and IPCC. To reduce the uncertainty of emission factor, IPCC suggests to conduct Monte Carlo simulation that had already been done by Lechtenbohmer, et al. 2007 in Russia rsquo s gas transmission system. This research estimates emission level using emission factor based on INGAA, IPCC, and Lechtenbohmer, et al. 2007 with flowrate variation. This flowrate variation has influence on Tier 2 and 3 INGAA also on IPCC methodologies. Emission factor based on Lechtenbohmer, et al. 2007 estimates the highest emission level. IPCC is the most suitable basis for emission factor because it has already considered geographic and technology of a country."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayik Abdillah
"Sektor pelayaran merupakan salah satu aktivitas yang paling banyak menyumbang emisi gas rumah kaca, yaitu sulfur oksida, nitrogen oksida, dan partikulat. Oleh karena itu, Organisasi Maritim Internasional merilis peraturan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penggunaan energi ramah lingkungan yang memiliki kadar sulfur maksimal 0.5%. Pyrolysis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk produksi energi rendah sulfur dengan menghasilkan bio-oil (PBO). Namun, PBO memiliki tingkat keasaman rendah, bersifat korosif, memiliki volatilitas yang buruk, viskositas yang tinggi, dan kadar oksigen yang tinggi sehingga densitas energi cukup rendah. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas PBO berasal dari sampah organik insulasi bangunan gedung. Metode yang digunakan adalah supercritical fluid menggunakan pelarut etanol dengan variabel rasio etanol terhadap PBO sebesar 1:1, 5:1, dan 7:1, waktu tinggal sebesar 10, 30, dan 60 menit, dan penambahan katalis HZSM-5 dan CoMo/Al2O3. Parameter penelitian dilakukan melalui pemeriksaan viskositas, densitas upgraded bio-oil (UBO), densitas energi (HHV), elemental composition, dan senyawa produk melalui GCMS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio 7:1 dengan waktu tinggal 30 menit dengan menggunakan katalis HZSM-5 merupakan kondisi operasi yang optimal untuk menghasilkan kualitas bio-oil yang maksimal. Nilai viskositas pada kondisi operasi ini mencapai 8 mPa.s dari 741 mPa.s, peningkatan HHV dari 20.94 MJ/Kg menjadi 26.90 MJ/Kg. Namun, densitas UBO sebesar 1.054 masih perlu dioptimalkan agar sesuai dengan standar internsional.

The shipping sector is one of the activities that contribute the most to greenhouse gas emissions, namely sulfur oxides, nitrogen oxides, and particulate matter. Therefore, the International Maritime Organization has released regulations to reduce greenhouse gas emissions through the use of environmentally friendly energy that has a maximum sulfur content of 0.5 wt.%. Pyrolysis is one method that can be used for the production of low-sulfur energy by producing bio-oil (PBO). However, PBO has low acidity, high corrosivity, poor volatility, high viscosity, and high oxygen content so the energy density is quite low. This study aims to improve the quality of PBO derived from bio-based building insulation materials. The method used is supercritical fluid using ethanol as a solvent with a variable ratio of ethanol to PBO was 1:1, 5:1, and 7:1, residence times were 10, 30, and 60 minutes, and the addition was HZSM-5 and CoMo/Al2O3 catalysts. The parameters of the research were carried out by checking the viscosity, density of upgraded bio-oil (UBO), higher heating value (HHV), elemental composition, and product compounds through GCMS. The results showed that the ratio of 7:1 with a residence time of 30 minutes using the HZSM-5 catalyst was the optimal operating condition to produce maximum bio-oil quality. The viscosity value at this operating condition reached 8 mPa.s from 741 mPa.s , increasing HHV from 20.94 MJ/Kg to 26.90 MJ/Kg. However, the UBO density of 1.054 still needs to be optimized to meet international standards."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Jusak
"Konversi kapal Tanker ke Bulk Carrier merupakan salah satu cara dalam penambahan armada Bulk Carrier di Indonesia, karena memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan dan waktu pembuatan lebih cepat dari membuat kapal baru. Konversi kapal ini sangat bermanfaat bagi berbagai pihak, baik itu si pemilik kapal bulk carrier itu sendiri dan juga perusahaan batubara yang saat ini benar- benar membutuhkan kapal batubara yang memiliki kapasitas ruang muat yang sangat besar. Pemerintah juga sangat menganjurkan konversi kapal ini agar kapal berbendera Indonesia semakin banyak dan kapal berbendera Indonesia bisa lebih banyak lagi mengambil bagian dalam pengangkutan muatan curah di Indonesia.
Secara umum proses konversi ini dilakukan dengan memodifikasi struktur tanker tersebut dengan cara memotong pelat-pelat bulkhead, memotong pelat geladak sebesar dimensi palka kapal, menambahkan pelat dan profil inner hull, pelat dan profil topside, pelat dan profil hopperside dan memperpanjang kapal tersebut sebesar 25 meter.
Pembahasan lebih lanjut dari skripsi ini adalah perhitungan kekuatan kapal dan stabilitas statis kapal.

Conversion of Tanker to Bulk Carrier is one of the way to enlarge amount of bulk carrier fleet in Indonesia, because of the advantage and faster in making conversion than making the new one. This ship conversion is advantage for the people who are connected there, like the owner as the hirer and the company who will use the ship to distribute the numerous coals and this ship has a very large cargo hold to to be loaded. The government suggest for this ship to be converted well because it will show that the Ship from Indonesia and they want the ship from Indonesia takes part more and more in distributing coals by bulk carrier.
This conversion process is modification of tanker structure by cutting the bulkhead plate, cutting deck plate to be used for hatch, and adding inner hull plate and profile, topside plate and profile, hopperside plate and profile and lengthen the ship, which lengths 25 meter. And then we analyze the ship strength and the static stability.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44425
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alpha Agustinus
"Perusahaan tambang sangat tergantung pada bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan listrik dan kegiatan pertambangan seperti penggunaan alat berat. Oleh karena itu, emisi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil ini telah menjadi isu utama terkait dampak terhadap lingkungan akibat kegiatan pertambagan. Energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bauran PLTS yang optimal pada pabrik pengolahan mineral di tambang emas Newmont Suriname. Perangkat lunak HOMER digunakan untuk mendesain bauran PLTS paling optimal. Perangkat lunak ETAP digunakan untuk menvalidasi desain secara teknis teknis melalui analisis aliran daya dan analisis arus hubung singkat. Hasil penelitian menunjukkan kapasitas bauran PLTS paling optimal adalah 30 MW, dimana menurunkan Cost of Electricity (COE) dari cent $17,1/kWh menjadi cent $16,3/kWh dan emisi CO2 dari 142.682 ton/tahun menjadi 123.852 ton/tahun. Bauran PLTS ini layak secara teknis dimana level tegangan di semua bus masih dalam batas yang diperbolehkan menurut standar IEEE-1547-2018 dan arus hubung singkat maksimum tidak melebihi kapasitas dari switchgear terpasang.

Mining companies are highly dependent on fossil fuels to meet their electricity needs and mining activities such as the use of heavy equipment. Therefore, greenhouse gas emissions due to burning of fossil fuels have become a major issue related to the impact on the environment due to mining activities. Renewable energy such as Solar Power Plants (Photovoltaic) can be an alternative solution to overcome this problem. This study aims to examine the optimal photovoltaic penetration at mineral processing plant at Newmont Suriname gold mine. HOMER software is used to design the most optimal photovoltaic penetration. ETAP software is used to technically validate the design through power flow analysis and short-circuit analysis. The results showed that the most optimal photovoltaic penetration capacity is 30 MW, which reduced the Cost of Electricity (COE) from cent $17.1/kWh to cent $16.3/kWh and CO2 emissions from 142,682 tons/year to 123,852 tons/year. This photovoltaic penetration is ??technically feasible where the voltage level at all buses is within the permissible limits according to the IEEE-1547-2018 standard and the maximum short-circuit current does not exceed the capacity of the installed switchgear."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moses Josua
"Konversi kapal khusunya tanker, akhri-akhir ini marak dilakukan, karena mempunyai waktu pembuatannya yang bisa lebih cepat dari membuat sebuah kapal baru. Banyak kapal tanker yang dikonversi karena kapal-kapal tersebut sudah berumur cukup tua dan tidak bisa beroperasi lagi karena adanya peraturan MARPOL 73/78 mengenai double hull dan double bottom.
Pada tugas akhir ini membahas mengenai kelayakan dari konversi kapal pengangkut minyak (Tanker) menjadi kapal pengangkut muatan curah batu bara (Bulk Carrier) dari aspek-aspek ekonominya terlebih mengenai keuntungan atau kerugian yang akan didapatkan jika kapal tersebut telah selesai dikerjakan dan beroperasi. Dan akan dilakukan beberapa analisa ekonomis yang dapat dihitung dan dibutuhkan untuk melakukan sebuah konversi kapal dari tanker menjadi bulk carrier.

Conversion of ships especially tankers, commonplace today, because it has time of manufacture which can be faster than creating a new ship. Many tankers are converted because the ships are old and not old enough to operate again because of the rules MARPOL 73/78 of the double hull and double bottom.
At the end of this task to discuss the feasibility of the conversion of tanker (Tanker) a bulk cargo ship carrying coal (Bulk Carrier) from its economic aspects especially regarding the gains or losses that would be obtained if the vessel is completed and operational. And will do some economic analysis that can be calculated and required to perform a conversion of tankers to ship bulk carrier.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43061
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>