Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120437 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azhar Ridha Lukman
"Dari semua spesies Candida yang ada, Candida krusei memiliki resistansi alami terhadap flukonazol, terapi lini pertama pada infeksi jamur. Salah satu faktor resistansi yang ada adalah adanya protein Abc1p yang dikode oleh gen ABC1. Penelitian eksperimental observasional ini menganalisis 16 whole-genome sequence (WGS) dari C. krusei dan membandingkannya terhadap gen ABC1 pada C. krusei lain dan homolognya pada Candid lain yang didapat dari database NCBI dan UniProtKB. Hasil analisis menunjukkan karakteristik dari gen Abc1p yang ditemukan memiliki common ancestor dengan gen serupa pada Candida lain. Hasil analisis juga memprediksi lokasi-lokasi pada sekuens yang diduga memiliki efek perubahan fungsi yang besar jika terjadi mutasi pada titik tersebut. Pemodelan 3D menemukan protein Pdr5 dari S. cerevisiae sebagai protein dengan struktur yang paling mirip dengan Abc1p.

Of all the Candida species, Candida krusei has a natural resistance to fluconazole, the first line therapy for fungal infections. One of the factors that contributes to C. krusei’s resistance is the Abc1p protein that is coded by the ABC1 gene. This experimental observational study analyzed 16 whole-genome sequences (WGS) of C. krusei and compared them with the ABC1 genes of other C. krusei and its homologues in other Candida species gathered from the NCBI and UniProtKB databases. Results showed the characteristics of the Abc1p gene. A common ancestor among the ABC1p protein and other similar proteins in other Candida species was found. A prediction was also made on the effects an amino acid mutation would have and the location of the mutation. Three-dimensional modeling of the Abc1p protein showed that the protein with the most similar structure is the Pdr5 protein from S. cerevisiase."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginindha Izzati Sabila
"Latar Belakang: Insidensi infeksi jamur oportunistik yang disebabkan oleh Candida krusei terus meningkat. Di sisi lain, beberapa penelitian melaporkan adanya penurunan sensitivitas C. krusei terhadap caspofungin, vorikonazol, Amfoterisin B, flusitosin, dan ketokonazol. Selain itu, pilihan obat untuk infeksi Candida krusei menimbulkan berbagai efek samping. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan alternatif yang lebih efektif dan aman, salah satunya adalah daun Polyscias scutellaria. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas daun Polyscias scutellaria terhadap Candida krusei in vitro. etode: Penelitian eksperimental ini untuk menguji efektivitas daun Polyscias scutellaria terhadap Candida krusei in vitro dengan menggunakan metode difusi cakram dan dilusi. Konsentrasi daun Polyscias scutellaria yang digunakan adalah 800 mg/mL, 1600 mg/mL, 3200 mg/mL, 6400 mg/mL, dan 12800 mg/mL. Hasil: Ekstrak daun Polyscias scutellaria memiliki aktivitas fungistatik terhadap Candida krusei dengan nilai KHM 12800 μg/mL. Diskusi: Daun Polyscias scutellaria berpotensi sebagai antifungi terhadap Candida krusei. Pembacaan hasil setelah 24 dan 48 jam inkubasi dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya untuk memberikan hasil yang lebih optimal.

Background: The incidence of opportunistic fungal infection caused by Candida krusei has been increased. On the other hand, several researches had been reported the decrease sensitivity of Candida krusei to caspofungin, voriconazole, Amphotericin B, flucytosine, and ketoconazole. Moreover, drug of choice for Candida krusei infection cause various side effects. Therefore, it be required the alternative therapy that is more effective and safer, one of which is Polyscias scutellaria leaf. Objective: This research was done to determine the effectiveness of Polyscias scutellaria leaf to Candida krusei in vitro. Methods: This experimental study is to test the effectiveness of Polyscias scutellaria leaf against Candida krusei in vitro using disc diffusion method and dilution method. The extract concentrations of Polyscias scutellaria leaf that be used are 800 mg/mL, 1600 mg/mL, 3200 mg/mL, 6400 mg/mL, and 12800 mg/mL. Results: Polyscias scutellaria leaf extract has fungistatic activity to Candida krusei with MIC value is 12800 μg/mL. Discussion: Polyscias scutellaria leaf extract is potent as antifungal against C. krusei. The reading time after 24 and 48 hours incubation can be considered in the next research to provide more optimal results."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farid Ar-Rizq
"Latar belakang: Kandidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh anggota genus jamur Candida, dikaitkan dengan morbiditas serta mortalitas tinggi. Telah terjadi peningkatan jumlah isolat spesies non-albicans (NAC), salah satunya C. krusei. Jamur ini memiliki resistensi alami terhadap flukonazol, dan merespon buruk terhadap terapi antijamur, dengan mortalitas 40–58%. Salah satu mekanisme molekuler terjadinya resistensi adalah penurunan akumulasi obat intraseluler akibat pompa efluks (protein ATP-binding cassette; ABC). Analisis bioinformatika sekuens protein ABC2 C. krusei dapat memberikan pemahaman komprehensif terkait mekanisme molekuler yang terlibat. Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental observasional untuk mengkarakterisasi sekuens gen dan protein ABC2 Candida krusei. Sekuens didapatkan dari UniProtKB dan GenBank, lalu dianalisis menggunakan BLAST pada genom 18 sampel C. krusei dan spesies Candida lainnya. Analisis filogeni dilakukan menggunakan program MEGA11. Pemodelan struktur 3D didapatkan dari I-TASSER, AlphaFold, dan SWISS-MODEL. Prediksi mutasi berefek dicari menggunakan SNAP2. Hasil: Sekuens ABC2 didapatkan pada seluruh spesimen, utamanya pada kromosom 2, dengan panjang 358 bp. ABC2 memiliki homolog pada C. albicans, C. tropicalis, C. glabrata, dan C. parapsilosis dengan kemiripan konsisten. Analisis filogenetik menunjukkan kekerabatan terdekat dengan protein pada C. glabrata, meski kurang didukung secara statistik. Pemodelan 3D menghasilkan struktur yang tersusun mayoritas oleh alfa-heliks, area pengikatan ligan ADP, dan kemiripan terhadap transporter Saccharomyces cerevisiae. Prediksi varian efek oleh SNAP2 mengidentifikasi residu G16 sebagai area berpotensi berpengaruh signifikan pada fungsi protein. Kesimpulan: Sekuens protein ABC2 C. krusei menunjukkan divergensi genetik dari homolog-homolognya di spesies Candida lain, meski kurang didukung secara statistik; belum dapat ditentukan hubungan kausal antara divergensi dengan peran ABC2 dalam resistensi intrinsik flukonazol C. krusei. Profil mutasi yang diprediksi menunjukkan residu G16 sebagai asam amino dengan potensi efek tertinggi terhadap fungsi protein ABC2; hubungannya dengan resistensi flukonazol belum dapat dijelaskan, sebab residu tidak terletak pada area pengikatan ligan. Dari pemodelan 3D, ditemukan variasi struktur alfa heliks ABC2 jika dibandingkan dengan CDR4 C. albicans.

Background: Candidiasis is an infection caused by members of the genus Candida, associated with high morbidity and mortality. There has been an increase in the number of non-albicans species (NAC) isolates, among them C. krusei. Having a natural fluconazole resistance, C. krusei responds poorly to antifungal therapy, with 40–58% mortality. One molecular mechanisms of resistance is intracellular drug accumulation reduction due to efflux pumps (ATP-binding cassette protein; ABC). Bioinformatics analysis of C. krusei ABC2 protein sequences could elucidate the mechanisms involved. Methods: This was an observational-experimental study characterizing the gene and protein sequences of C. kruseiABC2. Sequences obtained from UniProtKB and GenBank were BLAST-searched in the genomes of 18 C. kruseisamples and other Candida. Phylogeny analysis was done using MEGA11. 3D models were obtained from I-TASSER, AlphaFold, and SWISS-MODEL. Prediction of effected mutation was searched using SNAP2. Results: ABC2 sequences were obtained in all specimens, especially on chromosome 2, spanning 358 bp. ABC2 has homologs in C. albicans, C. tropicalis, C. glabrata, and C. parapsilosis with consistent similarities. Phylogenetic analysis showed closest relationship to a C. glabrata protein, although statistically unsupported. 3D-modelling resulted in a structure composed mostly of alpha-helices, ADP-binding areas, and similarity to a Saccharomyces cerevisiae transporter. Prediction of effect variance by SNAP2 identified G16 residue as a potentially significant area of ​​effect on protein function.Conclusions: ABC2 protein shows genetic divergence from its homologs in other Candida, although not statistically supported; the causal relationship between the divergence and its role of ABC2 in C. krusei resistance to fluconazole is undetermined. Predicted mutation profile showed G16 as the residue with the highest potential effect on protein function; its relationship with fluconazole resistance is inconclusive, as it is not located in the ligand binding site. 3D-modelling shows variations in the alpha-helix of ABC2 when compared to C. albicans CDR4.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singh, Gurmeet
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kejadian penyakit jamur invasif saat ini sedang meningkat di seluruh dunia dalam 2 hingga 3 dekade terakhir. Kelompok pasien sakit kritis lebih rentan terhadap kejadian penyakit jamur invasif, dimana penyakit ini merupakan kejadian yang mengkhawatirkan pada pasien perawatan di Intensive Care Unit (ICU). Diagnosis dan terapi dini sangat penting untuk mendapatkan hasil akhir lebih baik, yang disertai dengan penurunan morbiditas dan mortalitas.
Tujuan: Mengetahui faktor ? faktor yang memengaruhi kejadian penyakit jamur invasif dini pada pasien sakit kritis di RSCM.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif pada pasien sakit kritis yang dirawat di RSCM (Maret 2015 ? September 2015). Jumlah subjek pada penelitian ini diambil berdasarkan jumlah subjek terbanyak dari salah satu faktor yaitu 74 subjek. Pada hari perawatan ke-5-7, dilakukan pengambilan spesimen sesuai dengan standar operasional Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Rumah Sakit (PPIRS). Analisis multivariat dengan metode regresi logistik dilakukan pada variabel faktor yang pada analisis bivariat memberikan hasil nilai ?p?<0.25.
Hasil: Dua ratus enam pasien diikutsertakan pada penelitian ini. Pada 74 subjek dengan penyakit jamur invasif, mayorits subjek laki-laki (52,7%), usia rerata 58 tahun (rentang 18 ? 79), rerata Skor Leon 3 (rentang skor 2 ? 5), populasi terbanyak pada kelompok non bedah atau non trauma (72,9%) dan rerata isolasi jamur positif pada hari ke- 5. Spesies jamur yang paling banyak menyebabkan infeksi adalah Kandida sp ( 92,2%). Kultur urin merupakan spesimen dengan isolat jamur terbanyak (70,1%). Angka mortalitas sebesar 50%. Pada analisis multivariat, diabetes mellitus (?p? 0,018, OR 2,078, IK 95% 1,135 ? 3,803) merupakan faktor independen terhadap kejadian penyakit jamur invasif dini pada pasien sakit kritis.

ABSTRACT
Background: The incidence of Invasive Fungal Disease (IFD) is increasing worldwide in the past 2 to 3 decades. Critically ill patients in Intensive Care Units (ICU) are more vulnerable to fungal infection. Early detection and treatment are important to decrease morbidity and mortality in critically ill patients.
Objective: Our study aimed to asses factors associated with early IFD in critically ill patients at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Method: Prospective cohort study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital in criticallyl ill patients, within March 2015 - September 2015. Total number of subject (74) in this study was drawn based on one of the risk factor (HIV). Specimen were collected on day 5 to 7 of hospitalization. Multivariate analysis with logistic regression were performed for factors with 'p' <0:25 in bivariate analysis.
Results: Two hundred and six patients were enrolled in this study. Seventy four subjects with IFD, majority were males (52.7%), mean age 58 years (range 18-79), mean Leon?s Scores 3 (score range 2-5), majority group non-surgical /non- trauma (72.9%) and mean fungal isolation positive on day 5th. Candida sp (92.2%) as the most isolated fungal. Urine culture yields the highest fungal isolates (70.1%). Mortality rate in this study was 50%. In multivariate analysis, diabetes mellitus ( ?p? 0,018, OR 2.078, 95% CI 1.135 to 3.803) was found as an independent factor associated with early IFD critically ill patients.
Conclusion: Diabetes mellitus is a significant factor for the incidence of early IFD in critically ill patients at Cipto Mangunkusumo Hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eric Hermansyah
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit infeksi paru menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia, termasuk mikosis paru yang disebabkan oleh infeksi, kolonisasi jamur maupun reaksi hipersensitif terhadap jamur. Bronkoskopi sebagai alat diagnostik untuk melihat gambaran lesi endobronkial dan mengambil bahan klinis seperti bronchoalveolar lavage BAL dan bilasan bronkus. Pemeriksaan biakan jamur dari bahan klinis bronkoskopi dapat membantu penegakan diagnosis mikosis paru.Metode: Studi deskriptif potong lintang pada pasien bronkoskopi yang dilakukan pemeriksaan biakan jamur dari BAL dan bilasan bronkus. Jumlah sampel adalah total sampling sejak Januari 2016 sampai dengan Desember 2017. Penelitian dilakukan di SMF Paru RSUP Persahabatan.Hasil: Bahan klinis dari bronkoskopi pada penelitian ini berupa bilasan bronkus sebanyak 67 buah dan BAL sebanyak 21 buah. Dari bahan klinis didapatkan hasil biakan tumbuh jamur sebanyak 35 buah dan tidak tumbuh jamur sebanyak 53 buah.Jenis jamur yang tumbuh adalahCandida sp. dengan spesies terbanyak Candida albicans sebanyak 30 isolat, Candida parapsilosis sebanyak 3 isolat, serta spesies Candida glabratadanCandida tropicalis masing-masing sebanyak 1 isolat.Kesimpulan: Bahan bronkoskopi BAL dan bilasan bronkus dapat digunakan untuk pemeriksaan biakan jamur.Kata Kunci: biakan jamur, bronkoskopi, bronchoalveolar lavage, bilasan bronkus.
Background: ABSTRACT
Lung infection diseases become health main problem in Indonesia, including lung mycosis caused by infection, fungal colonization or hypersensitivity reaction against the fungal. Bronchoscopy is used as diagnostic tool to see endobronchial lesion and to gain clinical specimens such as bronchoalveolar lavage BAL and bronchial washing. Fungal culture from clinical specimen of bronchoscopy can help diagnosing lung mycosis.Method: Cross sectional descriptive study of bronchoscopy patients with fungal culture assay from BAL and bronchial washing. Total sample is total sampling from January 2016 to December 2017. The study is in Department of Pulmonology and Respiratory Medicine, Persahabatan Hospital, JakartaResult: Clinical specimens from bronchoscopy in this study are 67 samples of bronchial washing and 21 samples of BAL. There are positive fungal growth in 35 samples and no fungal growth in 53 samples.All growing fungal come from Candida sp. with most species come from Candida albicans 30 isolates, followed by Candida parapsilosis 3 isolates, Candida glabrata and Candida tropicalis each one 1 isolate.Conclusion: Bronchoscopy samples of BAL and bronchial washing can be used forfungal culture assay examination."
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bahagia Ayu Lestari
"Penelitian mengenai transformasi gen cry IAc ke padi subpesies Indica, Inpari 13, IR 64, dan Inpari 6, menggunakan Agrobacterium tumefaciens telah dilakukan, namun tanaman transgenik belum berhasil diperoleh. Gen cry IAc merupakan salah satu kelompok gen cry 1 yang memiliki toksin paling tinggi terhadap hama Lepidotera khususnya hama penggerek batang. Transformasi gen cry IAc dilakukan ke kalus padi menggunakan Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404 yang membawa plasmid pAY560325_cryIAc. Kalus padi ditumbuhkan dalam media induksi kalus N6D selama 5 hari sebelum diinfeksi dengan Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404. Selanjutnya, kalus ditanam dalam media resting, seleksi, dan media regenerasi. Gen cry IAc dan hptII telah dikonfirmasi menggunakan teknik isolasi DNA dan PCR. Transformasi gen cry IAc berhasil dilakukan dan terdapat perbedaan respons diantara ketiga varietas terhadap perlakuan kultur jaringan dan transformasi. Inpari 13 memberikan respons terbaik terhadap perlakuan transformasi berdasarkan hasil PCR gen cry IAc dan gen hptII, sedangkan IR 64 memberikan respons terbaik terhadap perlakuan kultur jaringan berdasarkan jumlah kalus embriogenik pada media induksi kalus.

Transformation of Cry IAc Gene Treatment Mediated by Agrobacterium tumefaciens
Research about transformation of cry IAc gene into subspesies Indica rice, Inpari 13, IR 64, and Inpari 6, had been conducted, but transgenic plant have not been yet obtained. Cry IAc is one of the group cry 1 gene with the highest toxin to pest of Lepidoptera especially stem borer. Transformation of cry IAc gene was conducted using Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404 harboring plasmid pAY560325_cryIAc. Callus were grown in N6D induction media for 5 days before transformed by soaking in culture of Agrobacterium tumefaciens LBA4404. Subsequently, callus were grown in resting, selection, and regeneration medium. Cry IAc and hptII genes were confirmed through DNA extraction and PCR methods. Transformation of cry IAc gene successfully conducted and there were different responses of those varieties to tissue culture and transformation treatment. Inpari 13 showed the best response to transformation treatment based on the result of PCR of cry IAc and hptII genes, IR 64 gave the best response to tissue culture treatment based on the amount of embriogenic callus at callus induction medium.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Florida Kalumpiu
"

Kriptokokosis adalah infeki jamur yang disebabkan olehCryptococcus. Manifestasi klinis utama pada pasien terinfeksi HIV adalah kriptokokosis meningeal.  Angka kematian masih tinggi, walaupun pasien telah mendapatkan obat anti-retroviral (ARV). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi, profil klinis-mikologis dan prediktor yang mempengaruhi luaran klinis. Penelitian ini bersifat retrospektif dengan menelusuri rekam medik pasien RSCM yang bahan kliniknya diperiksa di Departemen Parasitologi FKUI pada Januari 2013 – Oktober  2018. Prevalensi kriptokokosis meningeal pada 161 pasien HIV yang diteliti adalah 24,2% (39 pasien). Pemeriksaan cairan otak  dengan tinta india menunjukan hasil positif pada 47 dari 50 pasien (94%). Pemeriksaan lateral flow assay(LFA) menunjukkan hasil positif pada 27 dari 28 pasien (96,4%) dan biakan pada 29 dari 30 pasien (96,7%). Profil klinis pada 46 pasien yang diteliti menunjukkan gejala klinis terbanyak  sakit kepala (93,5%), diikuti demam (65,2%), muntah (65,2%) dan penurunan berat badan (47,8%). Pencitraan otak pada 38 pasien, menunjukkan hasil normal pada 20 pasien (52,6%), lesi fokal pada 5 pasien dan penyangatan meningen pada 5 pasien (13,1%). Analisis statistik menunjukkan  pemeriksaaan fisis tekanan darah >130/90 mmHg, kaku kuduk dan papiledema didapatkan berhubungan dengan kematian (p<0,05). Dari 46 pasien setelah keluar dari RSCM, luaran hidup ditemukan sebanyak 21 orang (45,7%). Pada tindak lanjut 20 pasien setelah enam bulan keluar RSCM, luaran hidup ditemukan pada 13 orang (65%). Prediktor yang berhubungan dengan luaran klinis mati pada penelitian ini adalah penurunan berat badan, status HIV baru dan papiledema (p<0,05). 


Cryptococcosis is a fungal infection caused by Cryptococcus. The main clinical manifestation in HIV-infected patients is meningeal cryptococcosis. The mortality rate is still high, despite the use of anti-retroviral drugs (ARVs). The purpose of this study was to determine the prevalence, clinical-mycological profile and predictors for clinical outcomes. This study was retrospective, the data was retrieved  from medical records at Cipto Mangunkusumo hospitalwhose clinical materials were examined in the Parasitology Department faculty of medicine University of Indonesia in January 2013 - October 2018. The prevalence of meningeal cryptococcosis in 161 HIV patients studied was 24.2% (39 patients). Examination of brain fluids with Indian ink showed positive results in 47 of  50 patients (94%). Lateral flow assay (LFA) positive in 27 of 28 patients (96.4%) and from culture the result was positive in 29 out of 30 (96,7%). The clinical profile in 46 patients studied showed the most clinical symptoms is headache (93.5%), followed by fever (65.2%), vomiting (65.2%) and weight loss (47.8%). Brain imaging in 38 patients showed normal results in 20 patients (52.6%), focal lesions in 5 patients and meningeal enhancement in 5 patients (13.1%). Physical examination of blood pressure >130/90 mmHg, neck stiffness and papilledema was found to be associated with death (p<0.05). Of the 46 patients after leaving the Cipto Mangunkusumo hospital, live outcomes were found in 21 patients (45.7%). Live outcomes at follow-up of 20 patients after six months out of the Cipto Mangunkusumo hospitalwere found in 13 patients (65%). Predictors related to dead clinical outcomes in this study were weight loss, new HIV status and papilledema (p <0.05).

"
2018
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Isolasi Pandangolide 1 dari Cladosporium oxysporum, suatu Endofit dari Tanaman Terestrial Alyxia reindwartii. Pandangolide 1 berhasil diisolasi dari ekstrak etil asetat jamur endofit C. oxysporum yang hidup dalam tanaman inang A. reinwardtii. Struktur pandangolide 1 dijelaskan berdasarkan data spektroskopi masa dan NMRnya. Pandangolide 1 pertama kali dilaporkan diisolasi dari cendawan endofit C. oxysporum yang hidup dalam tanaman inang di darat.

Pandangolide 1 was isolated from the ethyl acetate extract of Cladosporium oxysporum cultures. The fungus was originally obtained from Alyxia reinwardtii. The structure of pandangolide 1 was elucidated on the basis of nuclear magnetic resonance (NMR) spectroscopy and accurate mass spectrometric data. This is the first report of the isolation of pandangolide 1 from endophytic C. oxysporum derived from a terrestrial host plant."
Universitas Airlangga. Faculty of Pharmacy, 2014
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Singh, Gurmeet
"Insidens penyakit jamur invasif semakin meningkat di seluruh dunia dalam 2-3 dekade terakhir. Penyakit ini perlu mendapat perhatian, khususnya pada pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) karena kelompok tersebut lebih rentan. Diagnosis dan terapi dini sangat penting untuk mendapatkan hasil akhir yang lebih baik, ditandai dengan penurunan angka morbiditas dan mortalitas.
Tujuan: Mengetahui profil pasien sakit kritis akibat penyakit jamur invasif yang didiagnosis secara dini,
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif pada pasien sakit kritis yang dirawat di RSCM selama periode Maret 2015-September 2015. Jumlah subjek pada penelitian ini diambil berdasarkan jumlah subjek terbanyak dari salah satu faktor (HIV), yaitu 74 subjek. Pada perawatan hari ke-5 hingga 7, dilakukan pengambilan spesimen sesuai dengan standar operasional Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Rumah Sakit (PPIRS).
Hasil: Sejumlah 206 pasien diikutsertakan pada penelitian ini. Pada 74 subjek dengan penyakit jamur invasif, mayoritas subjek adalah laki-laki (52,7%), usia rerata 58 tahun (rentang 18-79), rerata skor Leon 3 (rentang skor 2-5), subjek terbanyak pada kelompok non-bedah atau non-trauma (72,9&), dengan rerata isolasi jamur positif pada hari ke-5. Spesies jamur yang paling banyak menyebabkan infeksi adalah spesies Kandida (92,2%). Kultur urin merupakan spesimen dengan isolat jamur terbanyak (70,1%) dengan angka mortalitas sebesar 50%.
Kesimpulan: Kejadian penyakit jamur invasif yang didiagnosis secara dini banyak didapatkan pada pasien sakit kritis dengan angka mortalitas yang tinggi."
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Julianty
"Kandidiasis invasif yang disebabkan oleh Candida krusei merupakan salah satu penyebab kematian dengan angka kematian yang tinggi. Terjadinya resistansi terhadap flukonazol dilaporkan terkait dengan gen penanda resistansi intrinsik. Data epidemiologi molekular dengan Whole Genome Sequencing (WGS) yang mengidentifikasi gen dan varian yang terkait virulensi dan resistansi obat Candida krusei belum pernah dilaporkan di Jakarta, maupun di Indonesia. Berdasarkan permasalahan di atas, dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan profil gen resistansi dengan metode Whole Genome Sequencing. Hasil pemetaan MLST diperoleh ada 6 housekeeping gen yaitu ADE2, HIS3, LEU2, LYS2D, NMT1 dan TRP1. Berdasarkan hasil variant calling ditemukan beberapa gen yang berperan dalam resistansi yaitu ERG11 dan FKS1. Mutasi yang ditemukan meliputi missense, synonymous, stop gain dan indel. Sebagian besar adalah varian mutasi missense dan synonymous. Pola kepekaan Candida krusei dengan metode difusi cakram sebagian besar terdiri dari isolat yang resisten dan sensitif terhadap beberapa antijamur seperti flukonazol, itrakonazol, ketonazol, amfoterisin B, nistatin, vorikonazol dan mikonazol.

Invasive candidiasis caused by Candida krusei is one of the causes of death with a high mortality rate. The occurrence of resistance to fluconazole is reported to be related to intrinsic resistance marker genes. Molecular epidemiological data related to Whole Genome Sequencing (WGS) that identify genes and variants associated with Candida krusei virulence and drug resistance have never been reported in Jakarta, nor in Indonesia. Based on the problems above, further research was carried out to determine the resistance gene profile using the Whole Genome Sequencing method. The results of the MLST mapping showed that there were 6 housekeeping genes namely ADE2, HIS3, LEU2, LYS2D, NMT1, and TRP1. Based on the results of variant calling, several genes that play a role in resistance were found, namely ERG11 and FKS1. The mutations found include missense, synonymous, stop gain, and indel. Most are missense and synonymous mutation variants. The sensitivity pattern of Candida krusei by disc diffusion method mostly consisted of isolates that were resistant and sensitive to several antifungals such as fluconazole, itraconazole, ketoconazole, amphotericin B, nystatin, voriconazole, and miconazole."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>