Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127394 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dizanissa Purnama Sari
"Lapangan geotermal X merupakan salah satu lapangan di Flores, Nusa Tenggara Timur yang memiliki potensi geotermal dan masih dalam tahap pengembangan. Pada Tahap eksplorasi, diperlukan pemahaman yang sangat baik terhadap sistem geotermal yang dapat digambarkan melalui model konseptua. Penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah model konseptual yang terintegrasi data geofisika, geologi, geokimia, dan data sumur. Hal ini digunakan untuk meminimalisir kegagalan dalam pemboran. Model konseptual merupakan informasi awal untuk menentukan lokasi pengeboran. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan analisis inversi 3D magnetotellurik (MT) dan 2D gravitasi yang dikorelasikan dengan data sumur. Hasil geotermometer menunjukan temperatur reservoir berkisar 225-250ºC. Berdasarkan korelasi data tersebut dapat dilihat bahwa lapisan dibawah permukaan X dibagi menjadi 3 yaitu argilik, transisi, dan propilitik. Zona argilik diidentifikasikan sebagai clay cap dengan resistivitas ≤ 10 ohm-m dengan temperature 200ºC. Sedangkan zona transisi merupakan batas dari reservoir dan clay cap yang memiliki suhu sebesar 200-210ºC dan resistivitas 10-20 ohm-m. Zona propilitik merupakan zona reservoir yang kaya mineral illit dengan resistivitas 20-100 ohm-m dan temperature ≥ 210ºC. Luas area prospek lapangan geotermal X sebesar 3.4 km2 dengan potensi tertinggi di bagian utara daerah penelitian. Rekomendasi pengembangan yaitu 3 sumur produksi ke arah utara dan 2 sumur injeksi ke arah selatan. Disimpulkan bahwa model konseptual yang dihasilkan berkorelasi dengan baik dengan data sumur.

The X Geothermal field is one of the fields in Flores, East Nusa Tenggara that has geothermal potential and is still under development. At the exploration stage, understanding the geothermal system is important can be described through a conceptual model. This study aims to build an integrated conceptual model with geophysical, geological, geochemical, and well data. It is used to minimize failures in drilling. This is used to minimize failure in drilling. The geothermal conceptual model is the initial information for determining the drilling location. Modeling was carried out using inverse 3D magnetotelluric (MT) and 2D gravity analysis which was correlated with well data. The results of the geothermometer show that the reservoir temperature ranges from 225-250ºC. Based on the data correlation, it can be seen that the subsurface layer X is divided into 3 namely argillic, transitional, and propylitic. The argillic zone is identified as a clay cap with a resistivity of ≤ 10 ohm-m at a temperature of 200ºC. While the transition zone is the boundary of the reservoir and clay cap which has a temperature of 200-210ºC and a resistivity of 10-20 ohm-m. The prophylactic zone is a reservoir zone rich in illite minerals with a resistivity of 20-100 ohm-m and a temperature of ≥ 210ºC. The prospect area for the X geotermal field is 3.4 km2 with the highest potential in the northern part of the study area. Development recommendations are 3 production wells to the north and 2 injection wells to the south. It was concluded that the resulting conceptual model correlated well with the well data."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dandi Baskoro Soebakir
"Keberadaan struktur geologi merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan zona permeabel pada suatu sistem geotermal. Penelitian ini dilakukan di salah satu area prospek geotermal di zona Sistem Sesar Sumatera (GSF) yang termasuk dalam segmen Angkola dan Barumun yang bertujuan untuk mengidentifikasi kemenerusan fitur permukaan hingga bawah permukaan terutama struktur geologi yang berkaitan erat dengan zona permeabel dengan mengintegrasikan data geologi, geokimia, dan geofisika. Teknologi remote sensing digunakan untuk mengidentifikasi struktur geologi yang terobservasi di permukaan yang dikorelasikan dengan persebaran manifestasi permukaan. Namun, tidak semua struktur geologi yang terobservasi di permukaan dapat diamati dan kemenerusannya dari permukaan hingga bawah permukaan dilakukan dengan pendekatan geofisika menggunakan data magnetotelurik (MT) dan gravitasi. Interpretasi struktur geologi permukaan berdasarkan analisis remote sensing dan persebaran manifestasi permukaan memiliki korelasi yang positif dengan hasil gravitasi adanya struktur graben dari zona GSF yang memiliki orientasi baratlaut-tenggara. Kelurusan dan karakteristik (arah dan kemiringan) struktur ditandai dengan adanya kontras nilai gravitasi, nilai Horizontal Gradient Magnitude (HGM) maksimum, dan nilai zero Second Vertical Derivative (SVD) serta analisis Multi Scale-Second Vertical Derivative (MS-SVD). Hasil interpretasi struktur bawah permukaan gravitasi berkorelasi positif dengan analisis parameter MT (splitting curve MT) yang dapat mengindikasi zona struktur bawah permukaan. Gabungan interpretasi struktur permukaan dan bawah permukaan teridentifikasi adanya 5 struktur (F1, F2, F3, F4, dan F5) yang diklasifikasikan sebagai Struktur Pasti (F1, F2, F3, dan F4) dan Struktur Diperkirakan (F5) yang memiliki orientasi baratlaut-tenggara. Struktur F3 yang berorientasi baratlaut-tenggara merupakan struktur utama yang berperan sebagai fluid conduit (zona permeabel) yang dibuktikan dengan adanya manifestasi mata airpanas bertipe klorida. Berdasarkan hasil pemodelan inversi 3-D MT dan pemodelan kedepan 2-D gravitasi dapat mendelineasi zona reservoir pada kedalaman 1500 – 2000-meter yang dikontrol oleh struktur F3 dan zona reservoir berasosiasi dengan batuan metasediment yang nantinya dapat menentukan lokasi sumur pengeboran. Untuk memvisualisasikan sistem geotermal secara komprehensif, maka dikembangkan model konseptual dengan mengintegrasikan model geofisika yang memiliki kualitas data optimum dengan data geologi dan geokimia yang saling berkorelasi, sehingga dapat dijadikan dasar dan acuan dalam menentukan lokasi pengembangan sumur produksi dan reinjeksi dan menurunkan resiko kegagalan dalam well targeting.

The existence of geological structures is one of the important parameters in determining the permeability zone in a geothermal system. This study was conducted in one of the geothermal prospect areas in the Sumatera Fault System (GSF) zone included in the Angkola and Barumun segments which aims to identify the continuity of surface to subsurface features, especially geological structures that are closely related to permeability zones by integrating geological, geochemical, and geophysical data. Remote sensing technology is used to identify geological structures observed at the surface that are correlated with the distribution of surface manifestations. However, not all surface-observed geological structures can be observed and their continuity from the surface to the subsurface is done with a geophysical approach using magnetotelluric (MT) and gravity data. Interpretation of surface geological structures based on remote sensing analysis and the distribution of surface manifestations has a positive correlation with the gravity results of the graben structure of the GSF zone which has a northwest-southeast orientation. The alignment and characteristics (direction and slope) of the structure are characterized by the contrast of gravity values, maximum Horizontal Gradient Magnitude (HGM) values, and zero Second Vertical Derivative (SVD) values as well as Multi Scale-Second Vertical Derivative (MS-SVD) analysis. The results of gravity subsurface structure interpretation are positively correlated with MT parameter analysis (splitting curve) which can indicate subsurface structure zones. The combined interpretation of surface and subsurface structures identified 5 structures (F1, F2, F3, F4, and F5) classified as Certain Structures (F1, F2, F3, and F4) and Estimated Structure (F5) that have a northwest-southeast orientation. The northwest-southeast oriented F3 structure is the main structure that acts as a fluid conduit (permeability zone) as evidenced by the manifestation of chloride-type hot springs. Based on the results of 3-D MT inversion modeling and 2-D gravity forward modeling, it can delineate the reservoir zone at a depth of 1500 - 200 meters controlled by the F3 structure and the reservoir zone is associated with metasedimentary rocks which can later determine the location of drilling wells. To visualize the geothermal system comprehensively, a conceptual model was developed by integrating geophysical models that have optimum data quality with geological and geochemical data that are correlated, so that it can be used as a basis and guide in determining the location of production well development and reinjection and reduce the risk of failure in drilling targets."
Jakarta: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Yunita
"Daerah penelitian “M” merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi geotermal di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya struktur geologi dan kemunculan manifestasi di permukaan yang dapat membantu dalam mengidentifikasi keberadaan sistem geotermal di bawah permukaan. Penelitian ini menggunakan inversi 3-dimensi magnetotellurik untuk mengetahui distribusi resistivitas di bawah permukaan, penentuan area prospek, serta pembuatan model konseptual dengan integrasi data magnetotellurik dan data pendukung berupa data geologi, geokimia, dan gravitasi. Berdasarkan data pendukung geologi, daerah “M” terdiri dari susunan produk vulkanik berumur kuarter dan struktur geologi dengan arah barat laut-tenggara. Dari data pendukung geokimia, ditemukan endapan travertine di sekitar manifestasi mata air panas yang relatif bersifat netral, temperatur cukup tinggi, dan berasosiasi dengan struktur geologi. Fluida di mata air panas tersebut dominan bertipe bicarbonate water yang menandakan fluida berasal dari reservoir dan dominan telah terkontaminasi oleh meteoric water. Fluida tersebut juga dominan memiliki nilai klorida tinggi yang menandakan bahwa lingkungan manifestasi mata air panas berada di lingkungan vulkanik. Selain itu, perhitungan dengan geotermometer diperoleh dugaan temperatur reservoir berkisar antara 160°C-180°C. Berdasarkan hasil pemodelan inversi 3-dimensi magnetotellurik dan data pendukung berupa model forward2-dimensi gravitasi diketahui sebaran dari variasi resistivitas dan densitas bawah permukaan yang menggambarkan lapisan clay cap, top of reservoir, dan bentuk updome yang kemungkinan merupakan heat source. Lapisan dengan nilai resistivitas rendah diduga merupakan clay cap atau batuan penudung berupa sebaran batuan beku yang mengalami alterasi. Di bawah lapisan clay cap terdapat sebaran resistivitas medium yang diindikasikan sebagai reservoir berupa batu gamping bahbotala. Di bagian bawahnya terdapat lapisan dengan resistivitas tinggi yang kemungkinan adalah batuan metamorf yang menjadi batuan dasar/basement. Diantara basement ini terdapat bentuk updome dengan resistivitas sedikit lebih tinggi yang diduga merupakan batuan terobosan atau intrusi yang dapat menjadi sumber panas bagi sistem geotermal. Sumber panas ini diduga berasal dari Dolok Tinggi Raja dikarenakan terbentuknya dome di permukaan yang mungkin diakibatkan oleh adanya larutan magma yang tidak tererupsikan keluar permukaan sehingga membentuk batuan terobosan di bawah permukaan. Adanya sumber panas ini dapat menimbulkan aliran fluida panas secara vertikal (upflow). Berdasarkan integrasi data-data tersebut, area prospek geotermal di daerah “M” diperkirakan berada di sekitar Dolok Tinggi Raja melebar ke arah timur laut, timur, dan selatan.

The research area "M" is one of the areas with geothermal potential in Indonesia. This is indicated by the presence of geological structures and the appearance of manifestations on the surface which can assist in identifying the presence of subsurface geothermal systems. This study uses 3-dimensional magnetotelluric inversion to determine the distribution of resistivity below the surface, determine prospect areas, and construct a conceptual model by integrating magnetotelluric data and supporting data in the form of geological, geochemical and gravity data. Based on supporting geological data, the "M" area consists of volcanic products of quarter age and geological structures in a northwest-southeast direction. From supporting geochemical data, travertine deposits around hot spring manifestations were found which were relatively neutral, had relatively high temperatures, and were associated with geological structures. The fluid in the hot springs is dominant of the bicarbonate water type, which indicates that the fluid comes from a reservoir and has been predominantly contaminated by meteoric water. The fluid also dominantly has a high chloride value which indicates that the manifestation environment of the hot springs is in a volcanic environment. In addition, calculations with the geothermometer obtained an estimated reservoir temperature ranging from 160°C-180°C. Based on the results of 3-dimensional magnetotelluric inversion modeling and supporting data in the form of a 2-dimensional forward gravity model, it is known that the distribution of resistivity and subsurface density variations describes the clay cap layer, top of reservoir, and up-dome shape which may be a heat source. The layer with a low resistivity value is thought to be a clay cap or a cap rock in the form of a distribution of altered igneous rocks. Beneath the clay cap layer, there is a medium resistivity distribution which is indicated as a reservoir in the form of bahbotala limestone. At the bottom, there is a layer with high resistivity which is probably the metamorphic rock that became the basement. Among these basements, there is an up-dome with slightly higher resistivity which is thought to be a breakthrough or intrusive rock which can be a heat source for geothermal systems. This heat source is thought to have originated from Dolok Tinggi Raja due to the formation of a dome on the surface which may be caused by the presence of magma solution that has not erupted off the surface to form breakthrough rock below the surface. The existence of this heat source can cause a vertical flow of hot fluid (up-flow). Based on the integration of these data, the geothermal prospect area in the “M” area is estimated to be around Dolok Tinggi Raja, widening to the northeast, east, and south."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohd. Ahmad Alrashid
"Eksplorasi Geofisika di Daerah Prospek Geotermal Tawau, Sabah, Malaysia berlangsung pada tahun 2008. Akuisisi data MT(Magnetotelluric) dan TDEM yang pertama kali dilaksanakan di Malaysia ini dilakukan untuk mengetahui struktur resitivitas bawah permukaan Daerah Prospek Geothermal Tawau, Sabah. Alat yang digunakan untuk MT dan TDEM adalah Phoenix Geophysics dengan konfigurasi survei berbentuk gridding 42 buah titik dengan jarak antar titik 1200 m. Data TDEM kemudian diolah dengan Software WinGLink, MT2DFor-X, MT2DInv-X dan GeoSlicer-X, untuk mendapatkan gambaran model penampang resistivitas 2-D bawah permukaan di daerah survei.
Hasil Model inversi 2-D TDEM yang dihasilkan, dibandingkan dengan model inversi 2-D Data MT pada penelitian sebelumnya menunjukkan adanya lapisan bawah permukaan dengan nilai resistivitas yang cukup tinggi (ratusan ohm-m) yang diikuti lapisan dengan nilai resistivitas yang rendah (skala puluhan ohm-m). Lapisan dengan resistivitas rendah ini diprediksi adalah clay cap yang menutupi reservoir geotermal Tawau, Sabah. Model bawah permukaan TDEM mencapai kedalaman seiktar 1 km dan terlihat mampu melengkapi hasil inversi data MT dalam memodelkan struktur yang dekat dengan permukaan.

Geophysical Exploration of Tawau Geothermal Prospect Area was done in 2008. This first MT (Magnetotelluric) and TDEM acquisition in Malaysia is aimed to delineate the sub-surface structure of resistivity of the area. The instruments used in data acquisition is Phoenix Geophysics. This survey covers 42 stations with spacing of 1200 meters which is arranged in grids. The TDEM data acquired is then processed using WInGLink, MT2DFor-X, MT2D inv-X and GeoSlicer-X to obtain the subsurface resistivity structure.
The Result of the 2-D inversion done which is compared to the 2-D Model of MT obtained from earlier research, shows that there is a high resistivity structure near the surface, followed by a low resistivity structure underlaying it. The low resistivity structure is believed to be the clay cap overlaying the reservoir of the geothermal system of Tawau. The depth of the TDEM sub-surface model reaches about 1 km under the surface and it shows that the TDEM data can be used as a complement to MT data in shallower depth and also used as complementary in modelling the near surface structure.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47625
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonas Elkana Widjaja
"Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya panas bumi terbesar di dunia. Akan tetapi, hal tersebut belum termanfaatkan dengan optimal dikarenakan biaya investasi yang tergolong cukup tinggi. Maka perlu dilakukan peningkatan penelusuran mengenai daerah-daerah potensi panas bumi. Salah satu metode untuk meningkatkan penelusuran daerah potensi panas bumi adalah metode penginderaan jauh. Pada penelitian ini digunakan metode penginderaan jauh dengan memanfaatkan data citra Landsat-8 dan Digital Elevation Model (DEM) yang kemudian data tersebut diolah menjadi peta Land Surface Temperatur (LST), peta Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), dan peta Fault Fracture Density (FFD). Peta-peta tersebut kemudian diintegrasikan dengan peta geologi dan manifestasi panas bumi menjadi peta potensi panas bumi untuk dapat mengetahui besaran area yang memiliki prospek panas bumi. Salah satu daerah dengan potensi panas bumi adalah daerah Parangwedang yang terletak di Kecamatan Parangtritis, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah tersebut memiliki potensi panas bumi yang dapat terlihat dengan adanya manifestasi berupa mata air panas. Selain itu, di Parangwedang memiliki nilai LST yang tinggi, nilai NDVI yang sangat rendah, dan nilai FFD yang sedang. Ditemukannya litologi berupa lava andesit juga menandakan pernah adanya aktivitas vulkanisme sehingga tersimpan energi panas bumi. Sehingga daerah Parangwedang memiliki nilai prospek energi panas bumi.

Indonesia is one of the countries that has the greatest potential for geothermal resources in the world. However, this has not been utilized optimally due to relatively high investment cost. So it is necessary to increase exploration of geothermal potential areas. One of the methods is using remote sensing. In this study, remote sensing methods were used by utilizing Landsat-8 imagery data and Digital Elevation Model (DEM) which then processed into Land Surface Temperature (LST) map, Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) map, and Fault Fracture Density (FFD) map. These maps are integrated with geological map and geothermal surface manifestation to become geothermal potential maps so it can determined the area that has geothermal prospects. One of the areas with geothermal potential is in Parangwedang which is located at Parangtritis District, Special Region of Yogyakarta. This area has geothermal potential which can be seen by the manifestation of hot springs. In addition, Parangwedang has a high LST value, a very low NDVI value, and a moderate FFD value. Lava andesite that are found in Parangwedang indicates volcanic activity thereby storing geothermal energy. Therefore Parangwedang has a prospect value for geothermal energy."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarfina Adani
"Parakasak adalah salah satu gunung berapi kuaterner yang sebagian besar tersusun oleh lava andesitik dan piroklastik. Potensi sistem panas bumi terlihat oleh manifestasi sumber air panas di Batukuwung sebagai objek wisata lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem panas bumi di sana dan membuat model konseptual melalui pemahaman kita tentang karakteristik mereka. Metode untuk mencapai ini dapat dilakukan dengan mengambil dan menganalisis sampel geologi, analisis petrografi sebagai data primer, analisis geokimia dan geofisika sebagai data sekunder.
Berdasarkan analisis di atas, Mt. Parakasak adalah stratovolcano relief tinggi dengan dua sesar tektonik yaitu sesar Batukuwung dan sesar Wangun. Ia juga memiliki struktur runtuh di pusat gunung sebagai hasil dari letusannya di masa lalu. Karakteristik sistem panas bumi di daerah ini didominasi cairan, air meteorik sebagai sumber, dan memiliki suhu sedang (175˚C-230 ˚C). Sumber panas berasal dari ruang magma dan reservoir adalah lava andesit piroklastik dan fraktur.

Mt. Parakasak is a quaternary volcano composed mostly of andesitic and pyroclastic lava. Potential geothermal systems are seen by the manifestation of hot springs in Batukuwung as a local tourist attraction. This research aims to find out the geothermal system there and create a conceptual model through our understanding of their characteristics. Methods to achieve this can be done by taking and analyzing geological samples, petrographic analysis as primary data, geochemical analysis and geophysics as secondary data.
Based on the above analysis, Mt. Parakasak is a high relief stratovolcano with two tectonic faults, the Batukuwung fault and the Wangun fault. It also has a collapsed structure at the center of the mountain as a result of its eruption in the past. The characteristics of geothermal systems in this area are dominated by liquids, meteoric water as a source, and has a moderate temperature (175˚C-230 ˚C). The heat source comes from the magma chamber and the reservoir is pyroclastic andesite lava and fracture.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ditujukan untuk mendapatkan model geofisika prospek
geothermal Metta. Pelaksanaan penelitian dimulai pada pertengahan bulan
Januari – April 2007 di kantor Pertamina Geothermal Energy (PGE) dengan
memodelkan penampang inversi dua dimensi magnetotellurik (MT) dan
pengolahan data pendukung. Interpretasi dan penggambaran model geofisika
dilaksanakan di kampus Universitas Indonesia (UI) hingga awal Juni 2007.
Ketiga penampang pemodelan MT menunjukkan keberadaan sistem
geothermal dilihat dari kontras nilai resistivitas batuan. Hasil ketiga model
menunjukkan lokasi up flow, yaitu berada di bawah titik pengukuran MT 15 –
MT 16 pada model satu, MT 21 pada model dua, dan MT 27 pada
penampang tiga. Luas areanya adalah ± 20 km2. Lokasi out flow menuju
sebelah NW dari seluruh titik MT. Prospek Geothermal Metta perlu
pembuktian dengan melakukan pemboran hingga kedalaman 2,5 km tepat
diatas lokasi up flow untuk mendapatkan temperatu reservoir sebesar 350°C."
Universitas Indonesia, 2007
S28891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faris Maulana Yunus
"Wilayah geothermal Tulehu ditandai oleh kemunculan manifestasi permukaan. Tidak ada manifestasi yang mengindikasikan zona upflow. Survei geosains telah dilakukan dan diikuti oleh pengeboran 4 sumur eksplorasi. Namun, penggambaran zona upflow suhu tinggi yang terkait dengan sumber panas masih sulit. Hal ini karena area survei geosains yang dilakukan belum mencakup keseluruhan sistem geotermal (daerah upflow dan outflow). Dugaan keberadaan sumber panas kemungkinan menuju G. Eriwakang seperti yang ditunjukkan oleh distribusi temperatur dari data sumur. Berdasarkan studi data geosains yang tersedia, diintegrasikan dengan data sumur yang ada, maka dibuat model konseptual yang mencakup kemungkinan keberadaan sumber panas (zona upflow) di sekitar G. Eriwakang dan kemunculan manifestasi permukaan sebagai zona outflow. Untuk menyelidiki kemungkinan lokasi sumber panas sistem geotermal Tulehu, maka simulasi reservoir dilakukan berdasarkan model konseptual yang telah dibuat dengan menggunakan simulator TOUGH2/iTOUGH2. Hasil simulasi setelah mencapai kondisi natural state menunjukkan bahwa sumber panas dimungkinkan berada di bawah G. Eriwakang. Hal ini ditunjukkan dengan kesesuaian kurva temperatur vs kedalaman antara hasil simulasi dengan data sumur. Untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini, maka direkomendasikan untuk dilakukan survei geosains lebih lanjut.

Tulehu geothermal area is characterised by surface manifestations. Fumarole and other steam-type manifestations are absent. Geoscientific surveys covering thermal manifestations area have been conducted followed by exploration drillings. However, delineation of high temperature up-flow zone associated with heat source is still challenging, even drilling data from 4 wells could not answer the question yet. Possible existence of the heat source is likely toward Mt Eriwakang as indicated by temperature distribution from wells. Based on the geoscientitic data study, integrated with the existing well data, a conceptual model was developed that includes the possibility of the existence of a heat source (upflow zone) around G. Eriwakang and the appearance of surface manifestations as the outflow zones. To investigate the possible location of the heat source of the Tulehu geothermal system, reservoir simulations using TOUGH2/iTOUGH2 simulator were carried out based on the conceptual model that has been made. Simulation results, after achieving natural state conditions, indicate that the heat source is possibly located under Mt. Eriwakang. This is indicated by the suitability of the temperature vs. depth curve between the simulation results and the well data. Furthermore, to confirm the existence of the heat source, further geoscientific surveys are recommended to be carried out in this area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Fatwa Dzikrullah
"Proses identifikasi dalam kegiatan eksplorasi Geotermal menjadi salah satu upaya dalam meminimalisasi risiko ketidaksuksesan. Pemanfaatan suatu lapangan Geotermal  seperti pada lapangan X memiliki proses yang panjang dan berisiko tinggi. Setelah diidentifikasi dengan baik pada kasus-kasus ketidaksuksesan eksplorasi, kualitas data, dan tipe sistem Geotermal, selanjutnya hasil identifikasi tersebut diaplikasikan dalam proses pengolahan data Magnetotellurik (MT) pada lapangan X.
Hasil yang diperoleh ialah lapangan X teridentifikasi sebagai lapangan Geotermal bersistem Hidrotermal Temperatur Tinggi Natural-2 Fase, dengan estimasi suhu reservoir 245o C dan estimasi energi 238 MW. Hal tersebut menggambarkan bahwa lapangan X dapat dikembangkan lebih lanjut, salah satunya dengan proses pengeboran sumur eksplorasi dengan rekomendasi titik pada koordinat 11400.00 m N dan 63100.00 m E sekitar 4 km dari puncak gunung L.

The identification process in geothermal exploration activities is an effort to minimize the risk of unsuccessfulness. The use of a Geotermal field such as in field X has a long and high-risk process. After being well identified in cases of exploratory success, data quality, and geothermal system type, the identification results were then applied in the Magnetotelluric (MT) data processing on the X field.
The results obtained were that the X field was identified as a Hydrothermal Geothermal field High Temperature Natural-2 Phase, with an estimated reservoir temperature of 245 oC and an estimated energy of 238 MW. This illustrates that the X field can be further developed, one of which is the process of drilling exploration wells with recommendations for points at coordinates 11400.00 m N and 63100.00 m E about 4 km from the peak of Mount L.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elgar Dimaspria Widodo
"Geokimia dalam eksplorasi geotermal memiliki peran yang sangat penting, termasuk memprediksi suhu reservoir sebagai penilaian potensi suatu lapangan geotermal. Daerah Penelitian merupakan salah satu lapangan geotermal di Indonesia yang berada dalam perbatasan dua sistem geotermal, dimana penelitian lebih lanjut akan dilakukan di bagian selatan lapangan yang memiliki sistem dominasi air dan daerah yang kurang tereksploitasi. Metode yang umum digunakan untuk menentukan suhu adalah geotermometer, dimana perkiraan suhu didasarkan pada ketergantungan kesetimbangan kimia yang telah didefinisikan persamaan kesetimbangannya untuk suhu itu sendiri. Pada kenyataannya reaksi kimia antara fluida dan mineral batuan dari reservoir ke permukaan mengalami beberapa gangguan yang harus dianalisa lebih mendalam.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui estimasi kesetimbangan kimia antara batuan dan fluida yang terjadi di reservoir geotermal sebelum terjadinya proses cooling, boiling, dan mixing. Estimasi ini dilakukan dengan metode CO2 Discharge Method yang membentuk asam karbonat di reservoir, yang muncul di permukaan dan digunakan sebagai perhitungan pH aktual di reservoir. Nilai pH dihitung dari koefisien aktivitas ion hidrogen yang sangat bergantung pada suhu. Dalam reaksi kesetimbangan fluida-batuan, terjadi proses hidrolisis mineral hidrotermal dimana energi bebasnya dapat dihitung menggunakan hukum termodinamika Gibbs dan menghasilkan perbandingan ion Na+ dan K+ dengan ion hidrogennya. Hasilnya pH fluida reservoir adalah cukup basa pada 290 °C, dan rasio Na+ dan K+ sangat tidak sensitif terhadap perubahan suhu. Model plotting data menunjukkan tiga kelompok mineral hidrotermal yaitu kelompok Kaolinit, kelompok K-Mica/K-Feldspar, dan kelompok Albit/Kuarsa, dengan kestabilan aktivitas ion yang tinggi. Hal ini menunjukkan perhitungan geotermometer Na-K-Ca menjadi valid yaitu 290°C. Dari hasil perhitungan geotermometer, pH fluida, dan letak reservoirnya menunjukkan area tengah-selatan Daerah Penelitian layak untuk dilakukan pengembangan lebih lanjut.

Geochemistry in geothermal exploration has a very important role, including predicting reservoir temperature as an assessment of the potential of a geothermal field. The Research Area is one of the geothermal fields in Indonesia which lies within the borders of two geothermal systems, where further research will be carried out in the southern area of the field which has a water-dominated system and less exploited area. The common method used to determining the temperature is geothermometer, where the approximate temperature is based on chemical equilibrium dependence which has defined its equilibrium equation for the temperature itself. In fact, the chemical reaction between fluids and rock minerals from reservoir to the surface experiences some disturbances that must be analyzed more comprehensively.
This study was made to determine chemical equilibrium estimation between rocks and fluids that occur in the geothermal reservoir before the occurrence of the cooling, boiling, and mixing processes. This estimation is carried out using CO2 Discharge Method which forms carbonic acid in the reservoir, that appears on the surface and is used as a calculation of the actual pH in the reservoir. The pH value is calculated from the coefficient of hydrogen ion activity which is very dependent on temperature. In the reaction of fluid-rock equilibrium there is a hydrolysis process of hydrothermal minerals where its free energy can be calculated using Gibbs' law of thermodynamics and makes a ratio of Na+ and K+ ions with their hydrogen ions.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>